METODOLOGI PENELITIAN Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin Dari Limbah Kulit Pisang Uli (Musa paradisiaca L. AAB)

0,3 g pektin ditimbang dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 selama 4 jam. Residu kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang untuk mengetahui berat konstan Kadar abu = Keterangan : W = bobot sampel awal W1 = bobot wadah + sampel setelah pemanasan gram W2 = bobot wadah kosong gram Ranggana, 1997 dalam Hariyati, 2006

3.5.4. Penentuan berat ekivalen

Nilai berat ekivalen digunakan untuk perhitungan kadar asam anhidrouronat dan derajat esterifikasi. Berat ekivalen ditentukan dengan menimbang 0,5 g pektin yang diperoleh lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan dilembabkan dengan 5 ml etanol. Sebanyak 1 g NaCl ditambahkan ke dalamnya guna mempertajam titik akhir titrasi. Air suling bebas CO2 sebanyak 100 ml dan 6 tetes indikator phenolptalein ditambahkan. Campuran tersebut kemudian diaduk cepat guna memastikan bahwa semua substansi pektin telah terlarut dan tidak ada gumpalan yang menempel pada dinding erlenmeyer. Titrasi dilakukan secara perlahan untuk menghindari kemungkinan terjadinya deesterifikasi dengan titran standar 0,1 N NaOH sampai warna campuran berubah menjadi merah muda pH dan tetap bertahan selama kurang lebih 30 detik. Larutan tersebut kemudian dinetralkan guna penentuan kadar metoksil Berat ekivalen = Ranggana, 1997 dalam Hariyati, 2006

3.5.5. Analisa Kadar Metoksil

Penentuan kadar metoksil dilakukan dengan penambahan 25 ml 0,5N NaOH ke dalam larutan yang dititrasi kemudian dikocok secara perlahan, lalu didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar dalam erlenmeyer tertutup. Sebanyak 25 ml HCl 0,25N dan phenolptalein ditambahkan kedalamnya kemudian dilakukan titrasi hingga larutan berubah menjadi merah muda Kadar metoksil = Dimana angka 31 menunjukkan berat molekul BM dari metoksil Ranggana, 1997 dalam Hariyati, 2006

3.5.6. Analisa Kadar Galakturonat

Kadar galakturonat dihitung dari miliekivalen NaOH yang diperoleh dari penentuan BE berat ekivalen dan kandungan metoksil. Galakturonat = Dimana angka 176 merupakan berat terendah ekivalen dari asam pektat Ismail et,al 2012

3.5.7. Penentuan derajat esterifikasi

Derajat esterifikasi DE dari pektin dapat dihitung dengan: DE = Schultz, 1965 dalam Tarigan, 2012 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Bahan Baku

4.1.1 Penentuan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini berupa kulit pisang Uli hasil limbah dari pembuatan pisang goreng. Pisang Uli merupakan jenis pisang yang banyak digunakan untuk makanan olahan seperti pisang goreng, molen serta produk makanan lain yang umumnya akan menghasilkan limbah berupa kulit pisang yang pada saat ini hanya di buang begitu saja. Pisang Uli juga dapat dimakan secara langsung dikarenakan rasanya manis, hanya saja tekstur dari buahnya kenyal dan terasa agak sepat, tetapi rasa sepat tersebut akan berangsur menghilang seiring dengan semakin matangnya buah. Dari pemanfaatan yang besar itulah produksi makanan olahan pisang banyak menghasilkan limbah kulit pisang. Menurut Cahyono 2009, pektin terdistribusi secara luas dalam jaringan tanaman dan umumnya terdapat pada dinding sel. Pisang Uli memliki kulit buah yang agak tebal meskipun tidak setebal kulit pisang kepok, sehingga masih memliki kemungkinan terdapat pektin pada kulit Pisang Uli tersebut. Pemilihan bahan baku kulit Pisang Uli didasarkan pada tingginya konsumsi Pisang Uli baik itu secara konsumsi langsung maupun sebagai olahan, sehingga menghasilkan limbah kulit pisang dalam jumlah besar. Dan oleh karena pektin juga terdapat pada kulit pisang, maka pemanfaatan limbah kulit pisang diharapkan mampu menekan biaya produksi pektin di indonesia.

4.1.2 Determinasi Tanaman Bahan Baku

Determinasi bahan baku dilakukan guna memastikan keabsahan dari bahan yang akan digunakan dari segi identitas tanaman. Adapun determinasi tanaman tersebut dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Cibinong, Bogor. Adapun hasil determinasi menunjukan bahwa bahan baku yang digunakan adalah dari jenis tanaman Pisang Uli dari Famili Musaceae.

4.1.3 Persiapan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini berupa kulit Pisang Uli yang telah masak, hal itu dikarenakan konsumsi buah pisang uli untuk berbagai kebutuhan umumnya pada kondisi yang telah masak, karena pada kondisi tersebut buah pisang uli memiliki rasa yang manis dengan tekstur yang tetap kenyal. Di samping karena waktu pemanfaatannya, kandungan serat kasar kulit pisang yang telah masak lebih tinggi dibandingkan pada saat masih mentah, dan telah dijelaskan sebelumnya bahwa pektin banyak terdistribusi pada dinding sel primer suatu tumbuhan. Tabel 4.1. Komposisi Nutrien Kulit Pisang Tartrakoon, 1999 Komposisi nutrien berat kering Tipe kulit pisang Mentah Ranum Masak Bahan kering 91,62 92,38 95,66 Protein kasar 5,19 6,61 4,77 Ekstrak eter 10,66 14,20 14,56 Serat kasar 11,58 11,10 11,95 Kadar abu 16,30 14,27 14,58 Kalsium 0,37 0,38 0,36 Fosfor 0,28 0,29 0,23 Gross energi Kkalkg 4383 4692 4592 Tannin 6,84` 4,97 4,69 Serat kasar merupakan bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat analog yang resisten terhadap pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau parsial pada usus besar American Association of Cereal Chemist, 2001. Serat kasar terdiri dari dinding sel tanaman yang sebagian besar mengandung 3 macam polisakarida, yaitu sellulosa, pektin dan hemisellulosa Piliang dan Djojosoebagjo, 2002 Adapun bahan baku diambil dari pasar Ciputat Tangerang Selatan. Kulit pisang terlebih dahulu di bersihkan dari ujung pisang yang masih terdapat sisa-sisa buah pisang untuk selanjutnya kulit pisang dibersihkan dengan cara digosok permukaan luar kulitnya menggunakan tissue basah hingga terbebas dari kotoran yang menempel, untuk selanjutnya kulit pisang dikeringkan dengan cara dijemur di terik matahari selama 2 hari dari jam 10.00 – 15.00 WIB kemudian dilakukan pengovenan dengan suhu 70 selama 5 jam. Kulit pisang yang telah kering kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender kemudian di ayak menggunakan ayakan berukuran 100 Mesh, adapun tanda dari kulit pisang yang telah kering adalah mudah dipatahkan.

4.2 Produksi Pektin

Produksi pektin dilakukan melalui proses ekstraksi kulit Pisang Uli menggunakan asam klorida dengan normalitas 0,031 dan dengan variasi waktu ekstraksi 70 dan 80 menit. Suhu yang digunakan untuk ekstraksi sekitar 90 . Ekstraksi pektin dilakukan dengan menggunakan metode konvensional yaitu pemanasan secara langsung. Srivastava dan Malviya 2011 menyatakan bahwa ada dua metode ektraksi pektin yang biasa dilakukan, yaitu pemanasan secara langsung dan pemanasan dengan menggunakan microwave. Hanum et.al. 2012 mengungkapkan bahwa ekstraksi pektin dapat dilakukan dengan hidrolisis asam, yaitu dengan menggunakan pelarut HCl guna merombak protopektin yang tidak larut dalam air menjadi pektin yang mudah larut dalam air. Penggunaan pelarut HCl didasarkan pada pernyataan Kertesz 1951 bahwa selain asam organik, ekstraksi pektin memiliki kecendrungan untuk menggunakan asam mineral yang mudah didapat seperti asam klorida, asam sulfat dan asam nitrat. Dalam proses ekstraksi pektin ini digunakan bahan baku kering. Sebanyak 30 gram bahan baku kering dimasukkan ke dalam erlenmeyer 2000 mL, lalu ditambahkan pelarut HCl dengan pH 1,5 sebanyak 1000 mL. Pada ujung leher erlenmeyer disumbat menggunakan gulungan kapas yang pada bagian tengahnya di pasang termometer guna memastikan suhu yang digunakan stabil. Proses ekstraksi dilakukan dengan pemanasan di atas hot plate pada suhu 90 dengan varian waktu 70 dan 80 menit. Pada saat proses ektraksi dilakukan pengadukan menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 10 600 rpm. Menurut Prina, et.al.2007, pengadukan dalam ekstraksi penting dilakukan karena dapat meningkatkan perpindahan solut dari permukaan partikel ke dalam cairan pelarut dan mencegah pengendapan padatan serta memperluas kontak partikel dengan pelarutnya. Setelah proses ektraksi selesai, campuran terlebih dahulu didinginkan untuk kemudian dilanjutkan proses penyaringan guna memisahkan filtrat dari residunya menggunakan kertas saring. Setelah proses penyaringan selesai, filtrat yang diperoleh dipindahkan ke dalam wadah kaca lain, lalu dilakukan perendaman filtrat menggunakan etanol 96, hal tersebut dimaksudkan agar tejadi pemisahan larutan ekstak dari rafinat. Etanol yang ditambahkan dalam larutan pektin akan bersifat sebagai pendehidroksi sehingga keseimbangan antara pektin dengan air akan terganggu dan pektin akan mengendap Prasetyowati,et.al, 2009 Berdasarkan Rouse 1977 di dalam Astuti 2007, penggumpalan atau koagulasi pektin terjadi karena gangguan terhadap kestabilan dispersi koloidalnya. Pektin merupakan koloidal hidrofilik yang bermuatan negatif dari gugus karboksil bebas yang terionisasi dan tidak memiliki titik isoelektrik. Seperti koloid hidrofilik pada umumnya, pektin distabilkan oleh selapis air melalui ikatan elektrostatik anatara muatan negatif molekul pektin dengan muatan positif molekul air. Penambahan zat pendehidrasi seperti alkohol dapat mengurangi stabilitas diperse pektin karena efek