Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisa Di RSUP Haji Adam Malik Medan

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS

YANG MENJALANI HEMODIALISA DI RSUP

HAJI ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Wahyu Ningsih Lase 071101020

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PRAKATA

Segala puji syukur, hormat, dan kemuliaan penulis panjatkan hanya kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Erniyati, S.Kp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Cholina T. Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah menyediakan waktu serta dengan penuh keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat selama masa perkuliahan di fakultas keperawatan dan selama penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Nur Afi Darti, Ns, S.Kp, M.Kep dan Pak Mula Tarigan, Ns, S.Kp, M.Kes selaku dosen penguji yang dengan teliti memberikan masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.


(4)

4. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan staf nonakademik yang membantu memfasilitasi secara administratif.

5. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan izin penelitian.

6. Ibu Hj. Suryati S.Kep, Ns sebagai kepala ruangan keparawatan unit hemodialisa RSUP HAM Medan yang telah membantu peneliti dalam proses penelitian.

7. Para responden yang telah bersedia berpartispasi selama proses penelitian berlangsung.

8. Teristimewa kepada orang tua ku tercinta Bapak Dr. Sozisochi Lase, S.Th, MA, M.Pd.K dan Ibu Hasratwati Gulo, S.Pd yang telah memberikan cinta, doa, dorongan, bimbingan, menghibur, memotivasi dan memberikan dana bagi penulis. Buat abang ku Dewantoro Lase, S.Kom, kakak ku Sehat J. Gulo, S.Pd, abang ku Gabriel Lase, S.H, abang ku Angetula Lase, Amd serta buat keluarga besar yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terimakasih buat doa dan dukungan selama ini.

9. Teman-teman mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, khususnya stambuk 2007 yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini (Ruth, Wasli, Elyani, Elisabeth, Tirolyn, dll) dan orang-orang yang kusayangi dan kucintai yang senantiasa menemani, memberikan semangat, motivasi, dukungan, penghiburan bagi penulis.


(5)

10.Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu peneliti baik dalam penyelesaian skripsi ini maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Keperawatan USU.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dan penuh kasih melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan, terkhusus ilmu keperawatan.

Medan, Juni 2011


(6)

Judul : Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Nama Mahasiswa : Wahyu Ningsih Lase

NIM : 071101020

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2011

Abstrak

Ada empat faktor yang dibahas yang mempengaruhi kualitas hidup pasien GGK yaitu status nutrisi, kondisi komorbid, lama menjalani hemodialisa, penatalaksanaan medis. Penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor yang paling dominan dari empat faktor tersebut yang mempengaruhi kualitas hidup pasien GGK. Sampel pada penelitian ini adalah pasien GGK yang menjalani hemodialisa di RSUP HAM Medan yang berjumlah 32 orang. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini ditentukan dengan metode purposive sampling. Metode penelitian ini adalah metode deskriptif analitik dimana penelitian ini menggunakan instrumen berbentik pilihan yang dichecklist. Analisa data yang digunakan menggunakan uji korelasi pearson dan spearman serta regresi linear. Hsail penelitian menunjukkan bahwa (1) uji korelasi spearman status nutrisi dan kualitas hidup diperoleh r = 0,382 dan p = 0,031 artinya terdapat hubungan yang signifikan tapi bersifat lemah; (2) uji korelasi pearson kondisi komorbid dan kualitas hidup diperoleh r = 0,568 dan p = 0,001 artinya terdapat hubungan yang signifikan tapi bersifat sedang; (3) uji korelasi spearman lama menjalani hemodialisa dan kualitas hidup diperoleh r = 0,106 dan p = 0,291 artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan tapi bersifat lemah; (4) uji korelasi spearman penatalaksanaan medis dan kualitas hidup diperoleh r = -0,078 dan p = 0,671 artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dan berlawanan arah; (5) uji regresi linear diperoleh persamaan Y = 59,581 + 3,522 X. Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa kondisi komorbid berbanding lurus dengan kualitas hidup pasien GGK yang artinya kondisi komorbid mempunyai pengaruh terhadap kualitas hidup. Untuk itu penting dioptimalkan asuhan keperawatan terhadap kondisi komorbid yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien GGK baik dari segi pelayanan maupun pemberian pendidikan kesehatan yang dapat mendukung kondisi kesehatan pasien.


(7)

Title : Analysis of Factors influence the Quality of Life Patient with Chronic Renal Failure Undergone Haemodialysis at Central General Hospital of Haji Adam Malik Medan Name of Student : Wahyu Ningsih Lase

Reg. No. (NIM) : 071101020

Department : Nursing Scholar degree (S.Kep) Academic Year of : 2011

Abstract

There are four factors that influence the quality of life patient with CRF will be discussed, i.e. the nutrition status, comorbid, duration of haemodialysis, and medical procedure. This research aims to study the dominant factor of the four factors that influence the quality of life patient with CRF. The sample in this research are the patients with CRF who underwent the haemodialysis at RSUP HAM Medan in the number of 32 patients. The sample was took by purposive sampling method. The method applied in this research is analytic descriptive method by using the instrument in the form of options would be check listed. The data is analyzed by using Pearson and Spearman correlation test and linear regression. The results of research indicates that (1) The Spearman correlation test for nutrition and quality of life obtain that r = 0.382 and p = 0.031 means that there is a significant correlation but is weak; (2) the Pearson correlation test for comorbid and quality of life obtain r = 0.568 and p = 0.001 means that there is a significant correlation but is medium; (3) Spearman correlation test for the duration of haemodialysis and quality of life obtain r = 0.106 and p = 0.291 means that there is not a significant correlation but is weak; (4) the Spearman correlation test for medical procedure and quality of life obtain r = -0.078 and p = 0.671 means that there is not a significant correlation and in opposed direction; (5) Linear regression test obtain the equation Y = 59.581 + 3.52X. Based on the results of study indicates that the comorbid condition is directly proportional to quality of life of patient with CRF that means that comorbid condition has an influence to the quality of life. Therefore it is important to optimize the nursing care to the comorbid condition in order to increase the quality of life patient with CRF either in the service or health education that support the health condition of patient.

Keywords : Quality of Life, Factors influence the quality of life


(8)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Persetujuan ... ii

Prakata... iii

Abstrak... ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel... ... x

Daftar Skema... ... xi

Bab I Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian... 5

Bab II Tinjauan Pustaka ... 7

A. Konsep Gagal Ginjal Kronis ... 7

a. Defenisi Gagal Ginjal Kronis ... 7

b. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis ... 8

c. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik ... 10

d. Etiologi Gagal Ginjal Kronik ... 12

e. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik ... 12

B. Konsep Hemodialisa ... 14

a. Defenisi Hemodialisa ... 14

b. Prinsip yang Mendasari Kerja Hemodialisa ... 15

c. Akses pada Sirkulasi Darah Pasien ... 16

d. Sistem Kerja Dializer ... 17

e. Penatalaksanaan Pasien yang Menjalani HD ... 19

f. Indikasi dan Komplikasi Terapi HD ... 20

C. Konsep Kualitas Hidup ... 21

a. Defenisi Kualitas Hidup ... 22

b. Kualitas Hidup dari Berbagai Aspek... 22

c. Dimensi Kualitas Hidup ... 23

d. Komponen Kualitas Hidup ... 24

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis ... 26

Bab III Kerangka Penelitian ... 35

A. Kerangka penelitian ... 35

B. Defenisi Operasional ... 36

Bab IV Metodologi Penelitian ... 37

A. Desain Penelitian ... 37

B. Populasi dan Sampel Penelitian... 37

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

D. Pertimbangan Etik Penelitian ... 38

E. Instrumen Penelitian ... 39

F. Kenormalan data ... 43


(9)

H. Pengumpulan Data ... 44

I. Analisa Data ... 44

Bab V Hasil dan Pembahasan ... 37

A. Hasil Penelitian ... 37

1. Distribusi Frekuensi Data Demografi ... 47

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup pasien ... 48

3. Kualitas Hidup Pasien GGK ... 49

4. Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien dengan Kualitas Hidup Pasien GGK ... 50

5. Analisa Faktor yang Paling Mempengaruhi 6. Kualitas Hidup Pasien GGK ... 51

B. Pembahasan ... 53

Bab VI Kesimpulan dan Saran ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 61

Daftar Pustaka ... 63 Lampiran-Lampiran

1. Formulir Persetujuan Menjadi Responden Penelitian 2. Instrumen Penelitian

3. Reliabilitas Instrumen 4. Lampiran Hasil SPSS

5. Surat Izin Studi Survei Awal Penelitian dari RSUP Haji Adam Malik Medan 6. Surat Izin Pengambilan data dari RSUP Haji Adam Malik Medan


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi gagal ginjal kronis... 8

Tabel 2.2 Penyebab penyakit ginjal paling banyak di New England ... 12

Tabel 2.3 Penyebab penyakit ginjal terbanyak di Indonesia ... 12

Tabel 5.1 Distribus frekuensi dan persentase karakteristik responden (n=32) di RSUP HAM Medan pada bulan Februari – maret 2011 ... 48

Tabel 5.2 Distribus frekuensi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien di RSUP HAM Medan pada bulan Februari – Maret 2011 ... 49

Tabel 5.3 Distribus frekuensi kualitas hidup pasien di RSUP HAM Medan pada bulan Februari ... 49

Tabel 5.4 Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas Hidup pasien dengan kualitas hidup ... 50

Tabel 5.5 Koefisien determinasi dan syarat independensi ... 50

Tabel 5.6 ANOVA ... 52


(11)

DAFTAR SKEMA

Skema 1 Analisa faktor-faktor yang mempengaruhi Kualitas hidup pasien GGK yang menjalani


(12)

Judul : Analisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Nama Mahasiswa : Wahyu Ningsih Lase

NIM : 071101020

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2011

Abstrak

Ada empat faktor yang dibahas yang mempengaruhi kualitas hidup pasien GGK yaitu status nutrisi, kondisi komorbid, lama menjalani hemodialisa, penatalaksanaan medis. Penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor yang paling dominan dari empat faktor tersebut yang mempengaruhi kualitas hidup pasien GGK. Sampel pada penelitian ini adalah pasien GGK yang menjalani hemodialisa di RSUP HAM Medan yang berjumlah 32 orang. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini ditentukan dengan metode purposive sampling. Metode penelitian ini adalah metode deskriptif analitik dimana penelitian ini menggunakan instrumen berbentik pilihan yang dichecklist. Analisa data yang digunakan menggunakan uji korelasi pearson dan spearman serta regresi linear. Hsail penelitian menunjukkan bahwa (1) uji korelasi spearman status nutrisi dan kualitas hidup diperoleh r = 0,382 dan p = 0,031 artinya terdapat hubungan yang signifikan tapi bersifat lemah; (2) uji korelasi pearson kondisi komorbid dan kualitas hidup diperoleh r = 0,568 dan p = 0,001 artinya terdapat hubungan yang signifikan tapi bersifat sedang; (3) uji korelasi spearman lama menjalani hemodialisa dan kualitas hidup diperoleh r = 0,106 dan p = 0,291 artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan tapi bersifat lemah; (4) uji korelasi spearman penatalaksanaan medis dan kualitas hidup diperoleh r = -0,078 dan p = 0,671 artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dan berlawanan arah; (5) uji regresi linear diperoleh persamaan Y = 59,581 + 3,522 X. Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa kondisi komorbid berbanding lurus dengan kualitas hidup pasien GGK yang artinya kondisi komorbid mempunyai pengaruh terhadap kualitas hidup. Untuk itu penting dioptimalkan asuhan keperawatan terhadap kondisi komorbid yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien GGK baik dari segi pelayanan maupun pemberian pendidikan kesehatan yang dapat mendukung kondisi kesehatan pasien.


(13)

Title : Analysis of Factors influence the Quality of Life Patient with Chronic Renal Failure Undergone Haemodialysis at Central General Hospital of Haji Adam Malik Medan Name of Student : Wahyu Ningsih Lase

Reg. No. (NIM) : 071101020

Department : Nursing Scholar degree (S.Kep) Academic Year of : 2011

Abstract

There are four factors that influence the quality of life patient with CRF will be discussed, i.e. the nutrition status, comorbid, duration of haemodialysis, and medical procedure. This research aims to study the dominant factor of the four factors that influence the quality of life patient with CRF. The sample in this research are the patients with CRF who underwent the haemodialysis at RSUP HAM Medan in the number of 32 patients. The sample was took by purposive sampling method. The method applied in this research is analytic descriptive method by using the instrument in the form of options would be check listed. The data is analyzed by using Pearson and Spearman correlation test and linear regression. The results of research indicates that (1) The Spearman correlation test for nutrition and quality of life obtain that r = 0.382 and p = 0.031 means that there is a significant correlation but is weak; (2) the Pearson correlation test for comorbid and quality of life obtain r = 0.568 and p = 0.001 means that there is a significant correlation but is medium; (3) Spearman correlation test for the duration of haemodialysis and quality of life obtain r = 0.106 and p = 0.291 means that there is not a significant correlation but is weak; (4) the Spearman correlation test for medical procedure and quality of life obtain r = -0.078 and p = 0.671 means that there is not a significant correlation and in opposed direction; (5) Linear regression test obtain the equation Y = 59.581 + 3.52X. Based on the results of study indicates that the comorbid condition is directly proportional to quality of life of patient with CRF that means that comorbid condition has an influence to the quality of life. Therefore it is important to optimize the nursing care to the comorbid condition in order to increase the quality of life patient with CRF either in the service or health education that support the health condition of patient.

Keywords : Quality of Life, Factors influence the quality of life


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit ginjal kronis merupakan masalah yang sangat penting dalam bidang ilmu penyakit dalam khususnya bagian ginjal hipertensi atau nefrologi (Firmansyah, 2010). Menurut data Nutrition Network (2007), penderita ginjal di Indonesia mencapai 150 ribu orang dan yang membutuhkan terapi pengganti ada sebesar 3 ribu orang. Firmansyah (2010) juga menyatakan bahwa diperkirakan insiden PGK berkisar 100-150 per 1 juta penduduk dan prevalensi mencapai 200-250 kasus per juta penduduk.

Penyakit ginjal kronis merupakan kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal (Nursalam, 2006). Dialisis merupakan proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut (Brunner & Suddarth, 2002). Metode terapi dialisis yang menjadi pilihan utama dan merupakan perawatan umum adalah hemodialisis (Peterson, 1995; Kartono, Darmarini & Roza, 1992 dalam Lubis, 2006).

Proses terapi dialisis harus dialami pasien selama hidupnya biasanya dua kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi. Umumnya terapi hemodialisa akan menimbulkan stres fisik seperti kelelahan, sakit kepala dan keluar keringat dingin akibat tekanan darah yang menurun, sehubungan dengan


(15)

efek hemodialisis dan juga mempengaruhi keadaan psikologis penderitaakan mengalami gangguan dalam proses berfikir dan konsentrasi serta gangguan dalam hubungan sosial. Semua kondisi tersebut akan menyebabkan menurunnya kualitas hidup pasien dengan hemodialisa, hal ini diperkuat dengan pernyataan Kunmartini (2008, dalam Fatayi, 2008) bahwa pasien penyakit ginjal sering diperhadapkan dengan berbagai komplikasi yang mengikuti penyakit yang dideritanya yang berakibat semakin menurun kualitas hidup orang tersebut.

Kualitas hidup bisa dipandang dari segi subjektif dan objektif. Segi subjektif merupakan perasaan enak dan puas atas segala sesuatu secara umum, sedangkan secara objektif adalah pemenuhan tuntutan kesejahteraan materi, status sosial dan kesempurnaan fisik secara sosial budaya (Trisnawati, 2002 dalam Fatayi, 2008). Menurut Cella (1994, dalam Fatayi, 2008), penilaian kualitas hidup penderita gagal ginjal dapat dilihat pada aspek kesehatan fisik, kesehatan mental, fungsi sosial, fungsi peran dan perasaan sejahtera.

Wenger at all (1984, dalam Yuwono, 2000) kualitas hidup merupakan integrasi dari publikasi keterbatasan, keluhan dan ciri-ciri psikologis yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk melakukan bermacam-macam peran dan merasakan kepuasan dalam melakukan sesuatu. Badan WHO telah merumuskan empat dimensi kualitas hidup yaitu dimensi fisik, dimensi psikologis, dimensi sosial dan dimensi lingkungan. Keempat dimensi tersebut sudah dapat menggambarkan kualitas kehidupan pasien gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa yang mempunyai agama, etnis dan budaya yang berbeda (WHO, 1994 dalam Desita, 2010).


(16)

Peneliti terdahulu telah menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis. Avis (2005, dalam Desita, 2010) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien yang dibagi menjadi dua bagian. Bagian yang pertama adalah sosio demografi yaitu jenis kelamin, umur, suku/ etnik, pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan. Bagian kedua adalah medis yaitu lama menjalani hemodialisa, stadium penyakit, dan penataklasanaan medis yang dijalani.

Penelitian Yuliaw (2010) menemukan bahwa karakteristik individu yang terdiri dari pendidikan, pengetahuan, umur dan jenis kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik. Yuliaw (2010) juga menyatakan dalam penelitiannya bahwa beberapa peneliti lain juga menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan secara signifikan adalah pendidikan, ras, status perkawinan. Yuwono (2000) dalam penelitiannya mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal adalah umur, jenis kelamin, etiologi gagal ginjal, cara terapi pengganti, status nutrisi dan kondisi komorbid. Pengukuran kualitas hidup terdiri dari beberapa faktor yaitu simptom yang dialami selama terapi, kualitas interaksi sosial, fungsi kognitif pasien dan kualitas tidur (Suhud, 2009).

Yuliaw (2010) mengatakan bahwa dari hasil studi pendahuluan dengan wawancara terhadap responden yang sedang menjalani hemodialisa di unit hemodialisa RSUP Dr. Kariadi Semarang, terapi hemodialisa sangat menunjang kualitas hidup mereka dan beberapa responden lain telah menjalani hemodialisis lebih dari empat tahun masih mampu bekerja meskipun tidak maksimal, tetapi di sisi lain terdapat perbedaan kualitas hidup pasien hemodialisis dimana pasien


(17)

yang lebih muda memiliki kualitas hidup yang tinggi dibandingkan pasien yang lebih tua. Lok (1996, dalam Yuliaw, 2010) juga melaporkan bahwa pasien hemodialisa merasa tingkat aktifitas fisik, aktifitas sosial, kemampuan hidup umumnya di bawah rata-rata.

Menurut Suhut (2009) banyak pasien menganggap hidupnya tinggal dihitung jari dan melampiaskan keputusasaannya dengan tidak mengindahkan petunjukkan tim medis serta makan dan minum sembarangan dan juga percaya bahwa akibat dari penyakit yang diderita mereka tak mungkin lagi dapat berolahraga. Namun kenyataannya adalah sebagian besar penderita GGT masih dapat berolah raga. Kalangan profesional di bidang rehabilitas ginjal mengungkapkan bahwa aktivitas olahraga yang dilakukan secara teratur namun terbatas tidak hanya dapat meningkatkan aktivitas fisik dari penderita namun juga dapat meningkatkan kualitas hidup penderita secara keseluruhan.

Banyak faktor yang berpengaruh terhadap pasien gagal ginjal kronis. Atas dasar tersebut peneliti ingin menganalisis faktor-faktor yang paling dominan mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RSUP HAM Medan.

B. Pertanyaan Penelitian

1. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis?

2. Bagaimana kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis?

3. Apakah faktor-faktor tersebut memiliki hubungan dengan kualitas hidup? 4. Bagaimana hubungan faktor-faktor tersebut dengan kualitas hidup?


(18)

5. Faktor mana yang paling dominan mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup khususnya pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di RSUP HAM Medan.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik.

b. Mengidentifikasi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik.

c. Mengidentifikasi hubungan faktor-faktor tersebut dengan kualitas hidup.

d. Menganalisa faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis.

D. Manfaat

1. Bagi Praktek Keperawatan

Hasil ini dapat menjadi masukan bagi perawat untuk mengetahui faktor apa yang paling dominan dalam mempengaruhi kualitas hidup pasien sehingga nantinya perawat dapat mengoptimalkan askep pada faktor tersebut dalam meningkatkan kualitas hidup pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa.


(19)

2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil yang didapat dalam penelitian ini memberikan informasi tambahanataupun bahan acuan bagi pendidikan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan data tambahan untuk penelitian selanjutnya bagi penelitian keperawatan dan juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor kualitas hidup yang dirasa sebagai suatu masalah pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Gagal Ginjal Kronis 1. Definisi Gagal Ginjal Kronis

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).

Menurut Nursalam (2006), gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal. Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam darah) (Smeltzer dan Bare, 1997 dalam Suharyanto dan Madjid, 2009).

Menurut Brunner & Suddarth (2002), gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk


(21)

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Gagal ginjal kronis menurut The Kidney Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of National Kidney Foundation (NKF) pada tahun 2009 adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama atau lebih tiga bulan dengan laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/men./1,73 m2 (Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2003).

2. Kalsifikasi Gagal Ginjal Kronis

Menurut Suharyanto dan Madjid (2009), gagal ginjal kronis dapat diklasifikasikan berdasarkan sebabnya, yaitu :

Klasifikasi Penyakit Penyakit

Penyakit infeksi dan peradangan Pielonefritis kronik Glomerulonefritis Penyakit vaskuler hipertesif Nefrosklerosis benigna

Nefrosklerosis maligna Stenosis arteri renalis

Gangguan jaringan penyambung Lupus eritematosus sistemik Poliartritis nodusa

Sklerosis sistemik progresif Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik

Asidosis tubulus ginjal Penyakit metabolik Diabetes Melitus

Gout Disease Hipertiroidisme

Nefropati toksi Penyalahgunaan analgesic Nefropati timbale

Nefropati obstruksi Saluran kemih bagian atas : kalkuli, neoplasma, fibrosis retroperineal. Saluran kemih bagian bawah : hipertropi prostat, striktur uretra, anomali leher kandung kemih dan uretra.

Berdasarkan perjalanan klinis, gagal ginjal dapat dibagi menjadi tiga stadium (Suharyanto dan Madjid, 2009), yaitu :


(22)

a. Stadium I, dinamakan penurunan cadangan ginjal

Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan tes pemekatan kemih dan tes GFR yang teliti.

b. Stadium II, dinamakan insufisiensi ginjal

Pada stadium ini dimana lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. GFR besarnya 25 % dari normal. Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat dari normal. Gejala-gejala nokturia atau seting berkemih di malam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari kegagalan pemekatan) mulai timbul.

c. Stadium III, dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia Sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat dengan mencolok. Gejala-gejala yang timbul karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh, yaitu : oliguri karena kegagalan glomerulus, sindrom uremik.

Menurut The Kidney Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) (dalam Desita, 2010), gagal ginjal kronis dapat diklasifikasikan berdasarkan tahapan penyakit dari waktu ke waktu sebagai berikut :

Stadium 1 : kerusakan masih normal (GFR > 90 ml/min/1,73 m2) Stadium 2 : ringan (GFR 60-89 ml/min/1,73 m2)


(23)

Stadium 4 : gagal berat (GFR 15-29 ml/min/1,73 m2)

Stadium 5 : gagal ginjal terminal (GFR <15 ml/min/1,73 m2)

Pada gagal ginjal kronis tahap 1 dan 2 tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan ginjal termasuk komposisi darah yang abnormal atau urin yang abnormal (Arora, 2009 dalam Desita, 2010).

3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronis

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006) patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokinin dan growth faktor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.

Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal juga yang dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah


(24)

albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial.

Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60 % pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30 % mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang 30 % pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikataan sampai pada stadium gagal ginjal.


(25)

4. Etiologi Gagal Ginjal Kronis

Menurut Brenner dan Lazarus (1987, dalam Suharyanto dan Madjid, 2009) penyebab penyakit ginjal stadium terminal yang paling banyak di New England adalah :

Penyebab Insiden

Glomerulonefritis 24 %

Nefropati Diabetik 15 %

Nefrosklerosis Hipertensif 90 %

Penyakit ginjal polikistik 8 %

Pielonefritis kronis dan nefritis

interstitial lain 8 %

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006) mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisa di Indonesia, yaitu :

Penyebab Insiden

Glomerulonefritis 46, 39 %

Diabetes Melitus 18,65 %

Obstruksi dan infeksi 12,85 %

Hipertensi 8,46 %

Sebab lain 13,65 %

5. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis

Pada gagal ginjal kronis, setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia pasien (Brunner & Suddarth, 2002).


(26)

Menurut Nursalam (2006), manifestasi klinis yang terjadi : a. Gastrointestinal : ulserasi saluran pencernaan dan

perdarahan.

b. Kardiovaskuler : hipertensi, perubahan EKG, perikarditis, efusi pericardium, tamponade pericardium. c. Respirasi : edema paru, efusi pleura, pleuritis.

d. Neuromuskular : lemah, gangguan tidur, sakit kepala, letargi, gangguan muskular, neuropati perifer,

bingung dan koma.

e. Metabolik/ endokrin : inti glukosa, hiperlipidemia, gangguan hormon seks menyebabkan penurunan libido, impoten dan ammenore.

f. Cairan-elektrolit : gangguan asam basa menyebabkan kehilangan sodium sehingga terjadi dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipermagnesemia, hipokelemia.

g. Dermatologi : pucat, hiperpigmentasi, pluritis, eksimosis,

uremia frost.

h. Abnormal skeletal : osteodistrofi ginjal menyebabkan

osteomalaisia.

i. Hematologi : anemia, defek kualitas flatelat, perdarahan

meningkat.

j. Fungsi psikososial : perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan proses kognitif.


(27)

B. Konsep Hemodialisa 1. Definisi

Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisys jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen. Tujuan hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2009).

Menurut Nursalam (2006) hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisa digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat.

Bagi penderita gagal ginjal kronis, hemodialisa akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Brunner & Suddarth, 2002).

2. Prinsip yang Mendasari Kerja Hemodialisa

Pada hemodialisis, aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.


(28)

Sebagian besar dializer merupakan lempengan rata atau ginjal serat artificial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus dan bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan melewati tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi di sekelilingnya. Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membrane semipermeabel tubulus (Brunner & Suddarth, 2002).

Terdapat tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu difusi, osmosis, ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dimana air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradient ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negative yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negative diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air (Suharayanto dan Madjid, 2009).

3. Akses pada Sirkulasi Darah Pasien

Akses pada sirkulasi darah pasien terdiri atas kateter subklavikula dan femoralis, fistula, tandur (Suharayanto dan Madjid, 2009).


(29)

a. Kateter subklavikula dan femoralis

Akses segera ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat dicapai melalui kateterisasi subklavikula untuk pemakaian sementara. Kateter femoralis dapat dimasukkan ke dalam pembuluh darah femoralis untuk pemakaian segera dan sementara. b. Fistula

Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan (biasanya dilakukan pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau menyambung (anastomosis) pembuluh arteri dengan vena secara side to side (dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah). Fistula tersebut membutuhkan waktu 4 sampai 6 minggu menjadi matang sebelum siap digunakan. Waktu ini diperlukan untuk memberikan kesempatan agar fistula pulih dan segmenvena fistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat menerima jarum berlumen besar dengan ukuran 14-16. Jarum ditusukkan ke dalam pembuluh darah agar cukup banyak aliran darah yang akan mengalir melalui dializer. Segmen vena fistula digunakan untuk memasukkan kembali (reinfus) darah yang sudah didialisis.

c. Tandur

Dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis, sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri atau vena dari sapi, material Gore-tex (heterograft) atau tandur vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut


(30)

dibuat bila pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula.

4. Sistem Kerja Dializer

Terdapat 2 (dua) tipe dasar dializer (Suharyanto dan Madjid, 2009), yaitu :

a. Pararel plate dializer

Pararel plate dializer, terdiri dari dua lapisan selotan yang dijepit oleh dua penyokong. Darah mengalir melalui lapisan-lapisan membran, dan cairan dialisa dapat mengalir dalam arah yang sama seperti darah, atau dengan daerah berlawanan.

b. Hollow Fiber atau capillary dializer

Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil, dan cairan dialisa membasahi bagian luarnya. Aliran cairan dialisa berlawanan dengan arah aliran darah.

Suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk cairan dialisa. Bila sistem ini bekerja, darah mengalir dari penderita melalui tabung plastik (jalur arteri), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke penderita melalui jalur vena.

Dialisat kemudian dimasukkan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi di sepanjang membrane dialisis melalui proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi.


(31)

Komposisi cairan dialisis diatur sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal, dan sedikit dimodifikasi agar memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit yang sering menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum terdiri dari Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl-, asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat, dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke dalam cairan dialisis karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam cairan dialisis. Natrium asetat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam cairan dialisis, akan berdifusi ke dalam darah. Tujuan menambahkan asetat adalah untuk mengoreksi asidosis penderita uremia. Asetat dimetabolisme oleh tubuh penderita menjadi bikarbonat. Glikosa dalam konsentrasi yang rendah (200 mg/100 ml) ditambahkan ke dalam bak dialisis untuk mencegah difusi glukosa ke dalam bak dialisis yang dapat mengakibatkan kehilangan kalori.

Heparin secara terus menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infuse lambat untuk mencegah pembekuan. Bekuan darah dan gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke aliran darah. Waktu yang dibutuhkan seseorang untuk melakukan hemodialisa adalah tiga kali seminggu, dengan setiap kali hemodialisa 3 sampai 5 jam.

5. Penatalaksanaan Pasien yang Menjalani Hemodialisa

Hemodilisa merupakan hal yang sangat membantu pasien sebagai upaya memperpanjang usia penderita. Hemodialisa tidak dapat menyembuhkan penyakit ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisa


(32)

dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal (Wijayakusuma, 2008 dalam Desita, 2010).

Pasien hemodialisa harus mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk terjadinya kematian pada pasien hemodialisa. Asupan protein diharapkan 1-1,2 gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas asupan protein dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan 40-70 meq/hari. Pembatasan kalium sangat diperlukan, karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan untuk dikonsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah air kencing yang ada ditambah insensible water loss. Asupan natrium dibatasi 40-120 meq.hari guna mengendalikan tekanan darah dan edema. Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong pasien untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode di antara dialisis akan terjad kenaikan berat badan yang besar (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).

Menurut Lumenta (1992) anjuran pemberian diet pada pasien hemodialisa 2 x/ minggu :

Protein : 1 – 1,2 gr/kgBB/hari

Kalori : 126 – 147 kj/ kgBB (30 – 35 kal/kgBB/hari) Lemak : 30 % dari total kalori

Hidrat arang : sedikit gula (55 % total kalori) Besi : 1,8 mmol/hari (100 mg)


(33)

Ca : 25 – 50 mmol/hari (1000 – 2000)

Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik. Risiko timbuknya efek toksik akibat obat harus dipertimbangkan (Brunner & Suddarth, 2002).

6. Indikasi dan Komplikasi Terapi Hemodialisa

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006) umumnya indikasi dialisa pada GGK adalah bila laju filtrasi glomerulus (LFG sudah kurang dari 5 ml/menit) sehingga dialisis baru dianggap perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal di bawah :

a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata b. K serum > 6 mEq/L

c. Ureum darah > 200 mg/L d. Ph darah < 7,1

e. Anuria berkepanjangan (> 5 hari) f. Fluid overloaded.

Komplikasi terapi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut (Brunner & Suddarth, 2002) :

a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan.


(34)

b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.

c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh.

d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme meninggalkan kulit.

e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat.

f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang ekstrasel.

g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006) komplikasi yang jarang terjadi misalnya sindrom disekuilibirum, reaksi dializer, aritmia, temponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, neutropenia, serta aktivasi komplemen akibat dialisis dan hipoksemia.

C. Konsep Kualitas Hidup 1. Definisi Kualitas Hidup

Mc Carney & Lason (1987, dalam Yuwono, 2000) mendefinisikan kualitas hidup sebagai derajat kepuasan hati karena terpenuhinya kebutuhan ekternal maupun persepsinya. WHO (1994, dalam Desita,


(35)

2010) kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu sebagai laki-laki atau perempuan dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan hubungan dengan standart hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini dipadukan secara lengkap mencakup kesehatan fisik, psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial dan hubungan mereka dengan segi ketenangan dari lingkungan mereka.

Menurut Suhud (2009) kualitas hidup adalah kondisi dimana pasien kendati penyakit yang dideritanya dapat tetap merasa nyaman secara fisik, psikologis, sosial maupun spiritual serta secara optimal memanfaatkan hidupnya untuk kebahagian dirinya maupun orang lain. Kualitas hidup tidak terkait dengan lamanya seseorang akan hidup karena bukan domain manusia untuk menentukannya. Untuk dapat mencapai kualitas hidup perlu perubahan secara fundamental atas cara pandang pasien terhadap penyakit gagal ginjal terminal (GGT) itu sendiri.

2. Kualitas Hidup dari Berbagai Aspek

Kualitas hidup bisa dipandang dari segi subjektif dan objektif. Dari segi subjektif merupakan perasaan enak dan puas atas segala sesuatu secara umum, sedangkaan secara objektif adalah pemenuhan tuntutan kesejahteraan materi, status social dan kesempurnaan fisik secara social atau budaya (Trisnawati, 2002 dalam Fatayi, 2008). Menurut Cella (1994, dalam Fatayi, 2008), penilaian kualitas hidup penderita gagal ginjal dapat


(36)

dilihat pada aspek kesehatan fisik, kesehatan mental, fungsi sosial, role function dan perasaan sejahtera.

Menurut Ventegodt (2003, dalam Desita, 2010) kualitas hidup dapat dikelompokkan dalam tiga bagian yang berpusat pada aspek hidup yang baik, yaitu :

a. Kualitas hidup subjektif yaitu suatu hidup yang baik yang dirasakan oleh masing-masing individu yang memilikinya. Masing-masing individu secara personal mengevaluasi bagaimana mereka menggambarkan sesuatu dan perasaan mereka.

b. Kualitas hidup eksistensial yaitu seberapa baik hidup seseorang merupakan level yang berhak untuk dihormati dan dimana individu dapat hidup dalam keharmonisan.

c. Kualitas hidup objektif yaitu bagaiman hidup seseorang dirasakan oleh dunia luar. Kualitas hidup objektif dinyatakan dalam kemampuan seseorang untuk beradaptasi pada nilai-nilai budaya dan menyatakan tentang kehidupannya.

3. Dimensi Kualitas Hidup

Menurut WHOQoL (The World Health Organization Quality of Life) group (Yuliaw, 2010) kualitas hidup terdiri dari 4 bidang. Keempat bidang dari WHOQoL BREF meliputi :

a. Kesehatan fisik berhubungan dengan kesakitan dan kegelisahan, ketergantungan pada perawatan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, tidur dan istirahat, aktifitas kehidupan sehari-hari, dan kapasitas kerja.


(37)

b. Kesehatan psikologis berhubungan dengan pengaruh positif dan negatif spiritual, pemikiran pembelajaran, daya ingat dan konsentrasi, gambaran tubuh dan penampilan, serta penghargaan terhadap diri sendiri.

c. Hubungan sosial terdiri dari hubungan personal, aktifitas seksual dan hubungan sosial.

d. Dimensi lingkungan terdiri dari keamanan dan kenyamanan fisik, lingkungan fisik, sumber penghasilan, kesempatan memperoleh informasi, dan keterampilan baru, partisipasi dan kesempatan untuk rekreasi, atau aktifitas pada waktu luang.

4. Komponen Kualitas Hidup

Ada tiga macam komponen utama kualitas hidup (Yuwono, 2000) yaitu kapasitas fungsional, persepsi, dan keluhan penderita akibat penyakit yang dideritanya. Kapasitas fungsional atau status fisiologis meliputi kemmpuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, fungsi sosial, sungsi intelektual, dan fungsi emosional. Kapasitas fungsional merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukannya. Elemen terpenting adalah mobilitas, ketidaktergantungan dan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari. Fungsi intelektual meliputi kapabilitas mental seperti memori dan ketajaman perhatian, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan membuat keputusan. Status emosional dan kesehatan mental termasuk perubahan perasaan hati, marah, rasa bersalah, rasa permusuhan, kecemasan, depresi.


(38)

Universitas of Toronto pada tahun 2004 (dalam Desita, 2010; Diana, 2010) menyebutkan kualitas hidup dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu :

a. Kesehatan

Kesehatan dalam kualitas hidup dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu secara fisik, psikologis dan spiritual. Secara fisik yang terdiri dari kesehatan fisik, personal hiegine, nutrisi, olah raga, pakaian dan penampilan fisik secara umum. Secara psikologis yang terdiri dari kesehatan dan penyesuaian psikologis, kesadaran, perasaan, harga diri, konsep diri dan kontrol diri. Secara spiritual terdiri dari nilai-nilai pribadi, standar-standar pribadi dan kepercayaan spiritual.

b. Kepemilikan

Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dalam kualitas hidup dibagi menjadi dua bagian yaitu secara fisik dan social. Secara fisik terdiri dari rumah, tempat kerja/ sekolah, tetangga/ lingkungan dan masyarakat. Secara sosial dekat dengan orang lain, keluarga, teman/ rekan kerja, lingkungan dan masyarakat.

c. Harapan

Merupakan keinginan dan harapan yang akan dicapai sebagai perwujudan dari individu seperti terpenuhinya nilai (prestasi dan aspirasi individu) sehingga individu tersebut merasa berharga atau dihargai di dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya melalui suatu tindakan nyata yang bermanfaat dari hasil karyanya.


(39)

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis

Avis (2005, dalam Desita, 2010) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dimana faktor ini dapat dibagi menjadi dua bagian. Bagian yang pertama adalah sosio demografi yaitu jenis kelamin, umur, suku/ etnik, pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan. Bagian kedua adalah medis yaitu lama menjalani hemodialisa, stadium penyakit, dan penatalaksanaan medis yang dijalani. Penelitian Yuliaw (2010) menemukan bahwa karakateristik individu yang terdiri dari terdiri dari pendidikan, pengetahuan, umur dan jenis kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik. Yuwono (2000) dalam penelitiannya mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal adalah umur, jenis kelamin, etiologi gagal ginjal, cara terapi pengganti, status nutrisi dan kondisi komorbid.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien GGK menurut Avis (2005, dalam Desita, 2010), Yuliaw (2010), Yuwono (2000) yaitu :

1. Umur

Pada umumnya kualitas hidup menurun dengan meningkatnya umur. Penderita GGK usia muda akan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik oleh karena biasanya kondisi fisiknya yang lebih baik dibanding yang berusia tua. Penderita yang dalam usia produktif merasa terpacu untuk sembuh mengingat dia masih muda mempunyai harapan


(40)

hidup yang tinggi, sebagai tulang punggung keluarga, sementara yang tua menyerahkan keputusan pada keluarga atau anak-anaknya. Tidak sedikit dari mereka merasa sudah tua, capek hanya menunggu waktu, akibatnya mereka kurang motivasi dalam menjalani terapi haemodialisis. Usia juga erat kaitannya dengan prognose penyakit dan harapan hidup mereka yang berusia diatas 55 tahun kecenderungan untuk terjadi berbagai komplikasi yang memperberat fungsi ginjal sangat besar bila dibandingkan dengan yang berusia dibawah 40 tahun (Indonesiannursing, 2008).

2. Jenis Kelamin

Laki-laki mempunyai kualitas hidup lebih jelek dibanding perempuan dan semakin lama menjalani hemodialisa akan semakin rendah kualitas hidup penderita.

3. Etiologi gagal ginjal terminal

Penderita gagal ginjal terminal karena nefropati diabetik mempunyai kualitas hidup yang lebih jelek dibanding dengan penderita gagal ginjal terminal karena sebab lain (Bergstrom, 1985). Hanya 20 % penderita non DM yang tidak mempu merawat dirinya sendiri dibanding dengan 50 % penderita DM.

4. Status nutrisi

Penderita gagal ginjal terminal yang dilakukan hemodialisa kronis sering mengalami protein kalori malnitrisi. Malnutrisi akan menyebabkan defisiensi respon imun, sehingga penderita mudah mengalami infeksi dan septikemia. Ternyata semakin jelek status nutrisi semakin jelek kualitas hidup penderita gagal ginjal terminal.


(41)

Malnutrisi pada gagal ginjal terminal disebabkan oleh toksin uremi dan oleh prosedur hemodialisa. Anoreksi pada penderita gagal ginjal terminal yang dilakukan hemodialisa kronis sering terjadi, hal ini disebabkan oleh hemodialisa yang kurang memadai, sehingga toksin uremi masih menumpuk di dalam tubuh. Selain itu, toksik uremi juga memacu pemecahan protein dan menghambat sintesis protein. Uremi menyebabkan aktivitas hormon anabolik seperti insulin dan somatomedin menurun, sedang hormon katabolik seperti glukagon dan hormon paratiroid kadarnya meningkat. Adanya kelainan asam amino akan menyebabkan sintesis protein terganggu.

Pada saat dilakukan hemodialisa ternyata banyak protein dan vitamin yang terbuang bersama dialisat. Selama hemodialisa penderita dapat kehilangan 10-12 gr asam amino, karena masuk ke dalam cairan dialisat dan toksin lainnya. Sepertiga asam amino yang terbuang tadi adalah asam amino esensial. Disamping apabila sewaktu hemodialisa digunakan cairan dialisat yang tidak mengandung glukosa, maka setiap kali hemodialisa akan dikeluarkan glukosa sebanyak 20-30 gr, masuk ke dalam dialisat untuk kemudian dibuang keluar. Oleh karena itu penderita gagal ginjal terminal yang dilakukan hemodialisa kronis, wajar bila mengalami malnutrisi protein dan kalori yang telah dilaporkan banyak peneliti.

Seperti diketahui untuk evaluasi status nutrisi berdasarkan antropometri dan laboratorium antara lain :


(42)

b. BMI (body mass index) rendah

c. Penurunan konsentrasi albumin, prealbumin, transferin dan protein visceral lainnya.

Antropometri dapat menunjukkan kadar protein serum (kecuali immunoglobulin), respon imun biasanya lebih rendah dari orang normal yang menunjukkan penderita mengalami malnutrisi. Masukan protein biasanya normal, tapi masukan kalori cenderung rendah dibanding orang normal. Masukan protein mempunyai korelasi secara bermakna dengan urea nitrogen serum predialisis. Malnutrisi biasanya terjadi pada penderita uremia kronis, baik yang mendapat dialisis namun prevalensinya tidak diketahui. Dengan dasar tersebut diatas, penderita perlu diberikan asam amino essensial.

Saat ini konsep protein catabolic rate (PCR) digunakan sebagai maker untuk status nutrisi pada penderita dengan dialisis. Hasil penelitian NCDS (National Cooperative Dialiyis Study) terdapat hubungan antara PCR dan tingkat morbiditas dan mortalitas. PCR < 0,6 berhubungan dengan kenaikan morbiditas dan mortalitas, PCR > 1 angka kesakitan dan kematian menurun.

5. Kondisi komorbid

Telah dikemukakan di atas bahwa pada penderita gagal ginjal terminal diperlukan terapi pengganti, sebab bila tidak diberi terapi penderita akan segera meninggal. Hemodialisa merupakan salah satu terapi pengganti, namun sayang tidak semua toksin uremi dapat dikeluarkan, sehingga masih dapat menyebabkan kelainan sistem organ


(43)

yang lain, antara lain kelainan sistem kardiovaskuler, sistem pernafasan, gastrointestinal, kelainan neurologis, kelainan muskuloskletal, kelainan hematologi, dan lain-lain. Menurut Brunner & Suddarth (2002), manifestasi klinis akibat kondisi uremi pada kardiovaskuler (hipertensi, piting edema), pulmoner (nafas dangkal, pernafasan kusmaul), gastrointestinal ( nafas bau ammonia, ulserasi atau pendarahan pada mulut, mual dan muntah), neurologis (lemah, letih, disorientasi, kejang, kelemahan pada otot), muskuloskletal (kram otot, kekuatan otot hilang). Selain itu penderita gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisa kronis mempunyai insiden hepatitis yang lebih tinggi dibanding dengan populasi umum. Semakin banyak kondisi kormoboid yang diderita oleh penderita gagal ginjal terminal semakin jelek kualitas hidup penderita. 6. Pendidikan

Pada penderita yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas juga memungkinkan pasien itu dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah yang di hadapi, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, berpengalaman, dan mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana mengatasi kejadian serta mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh petugas kesehatan, akan dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat membantu individu tersebut dalam membuat keputusan (Sapri, 2008). Hasil penelitian ini didukung dengan teori dimana pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan, perilaku


(44)

yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 1985 dalam Sapri, 2008).

7. Pekerjaan

Pekerjaan adalah merupakan sesuatu kegiatan atau aktifitas seseorang yang bekerja pada orang lain atau instasi, kantor, perusahaan untuk memperoleh penghasilan yaitu upah atau gaji baik berupa uang maupun barang demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Rohmat, 2010). Penghasilan yang rendah akan berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin karna tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat atau membayar tranportasi (Notoadmodjo,1997 dalam Indonesiannursing, 2008)).

8. Lama menjalani hemodialisa

Pada awal menjalani HD respon pasien seolah-olah tidak menerima atas kehilangan fungsi ginjalnya, marah dengan kejadian yang ada dan merasa sedih dengan kejadian yang dialami sehingga memerlukan penyesuaian diri yang lama terhadap lingkungan yang baru dan harus menjalani HD dua kali seminggu. Waktu yang diperlukan untuk beradaptasi masing-masing pasien berbeda lamanya, semakin lama pasien menjalani HD adaptasi pasien semakin baik karena pasien telah mendapat pendidikan kesehatan atau informasi yang diperlukan semakin banyak dari petugas kesehatan (Sapri, 2008). Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa semakin lama pasien menjalani HD, maka semakin patuh pasien tersebut karena pasien sudah mencapai tahap accepted


(45)

(menerima) dengan adanya pendidikan kesehatan dari petugas kesehatan (Kubler-Ross, 1998 dalam Sapri 2008).

9. Penatalaksanaan Medis

Sartika (2009) mengatakan bahwa penatalaksanaan medis pada pasien hemodialisa meliputi terapi diet baik itu makanan ataupun cairan dan juga pertimbangan medikasi. Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa mengingat adanya efek uremi. Dengan penggunaan hemodialisa yang efektif, asupan makanan dan cairan pasien harus dapat disesuaikan sesuai dengan diet yang dianjurkan. Pembatasan asupan makanan dapat berupa penyesuaian atau pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium, karbohidrat. Pada pembatasan cairan bertujuan untuk meminimalkan resiko kelebihan cairan karena jika jumlah cairan tidak seimbang dapat menyebabkan terjadinya edema paru ataupun hipertensi. Pemberian medikasi pada pasien hemodialisa haruslah dipertimbangkan dengan cermat dan pemberian obat pada pasien hemodialisa harus diturunkan dosisnya agar kadar obat dalam darah dan jaringan tidak menjadi racun karena metabolismenya yang toksik misalnya digoksin, aminiglikoliosid, analgesic opiat (Mansjoer, 2001 dalam Bogor Kidney Care Forum, 2009). Pada penatalaksanaan medis ini perlu dilakukan pemeriksaan penunjang (Suharjono, 2001 dalam Bogor Kidney Care Forum, 2009) seperti pemeriksaan labolatorium (BUN, kalium, Mg, kalsium, protein), pemeriksaan foto dada (edema paru), pemeriksaan EKG.


(46)

Ibrahim (2009) mengatakan bahwa dalam penelitiannya ia tidak menemukan perbedaan yang bermakna pada kualitas hidup pasien menurut tingkat usia, tingkat pendidikan dan lamanya menjalani hemodialisa. Ia mengatakan bahwa yang merupakan kunci penting dalam menumbuhkan persepsi positif terhadap kualitas hidup adalah dengan mengoptimalkan status kesehatan pasien atau meminimalisir masalah kesehatan yang menyertai.

Yuliaw (2010) menyatakan dalam penelitiannya bahwa beberapa peneliti lain menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi kualitas kehidupan secara signifikan adalah pendidikan, ras, status perkawinan. Ia juga menyatakan bahwa penderita yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dan juga memungkinkan pasien itu dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah yang di hadapi, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, berpengalaman, dan mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana mengatasi kejadian serta mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh petugas kesehatan, akan dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat membantu individu tersebut dalam membuat keputusan. Hasil penelitian ini didukung dengan teori dimana pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan, perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari pengetahuan (Sapri, 2004).

Pada usia yang lebih tua belum tentu akan lebih mengetahui bila tidak ditunjang dengan pengetahuan dan pengalaman yang pernah


(47)

dialami, sementara pada penderita yang tidak patuh dipandang sebagai seorang yang lalai lebih mengalami depresi, ansietas, sangat memperhatikan kecemasannya , dan memiliki keyakinan ego yang lebih lemah ditandai dengan kekurangan dalam hal pengendalian diri sendiri dan kurangnya penguasaan terhadap lingkungan, dan bukan hanya karena pengaruh tingkat usia penderita (Sapri, 2004).

Menurut Ketua YGDI (Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia) Dr Mohamad Suhud (2009), pengukuran kualitas hidup terdiri dari beberapa faktor. Faktor tersebut meliputi simptom yang dialami selama terapi, kualitas interaksi sosial, fungsi kognitif pasien dan kualitas tidur.


(48)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

A. Kerangka Penelitian

Kerangka konsep ini bertujuan untuk memperlihatkan analisa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. Penelitian ini hanya meneliti empat faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa yaitu status nutrisi, kondisi komorbid, lama menjalani hemodialisa, penatalaksanan medis, sedangkan faktor lainnya yaitu umur, jenis kelamin, etiologi gagal ginjal, pendidikan, pekerjaan hanya sebagai pendukung dalam penelitian ini dan digunakan pada data demografi responden. Kerangka kerja dari penelitian ini digambarkan sebagai berikut : Skema 1. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien

Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa.

= variable diteliti

= variable yang dibatasi

Status Nutrisi Kondisi komorbid

Lama Menjalani Hemodialisa Penatalaksanan Medis

Kualitas Hidup

Karakteristik Pasien : Umur

Jenis kelamin Etiologi gagal ginjal Pendidikan


(49)

B. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Skala Hasil Pengukuran 1 Status

Nutrisi

Status gizi responden yang diketahui melalui asupan makanan responden tiap hari.

Baik (4 - 7) Buruk (0 - 3)

Interval

2 Kondisi komorbid

Penyakit yang menyertai responden sebagai efek dari terapi hemodialisa, misalnya pada kardovaskular, sistem pernafasan, gastrointestinal, neurologis, muskuloskletal, hematologi. Tidak terjadi komplikasi (7) Terjadi komplikasi (0 - 6)

Interval

3 Lama menjalani Hemodialisa

Waktu yang telah dijalani responden selama menjalani HD

Belum beradaptasi (0 - 2) Beradaptasi (3 - 5)

Interval

4 Penatalaksa naan medis

Pelaksanaan terapi yang dilakukan kepada pasien selama HD

Baik (5 - 9) Buruk (0 - 4)

Interval

5 Kualitas Hidup

Kondisi yang memungkinkan pasien

HD dapat melakukan aktivitas tanpa adanya

masalah akibat penyakitnya 1. Rendah (25-50) 2. Sedang (51-75) 3. Tinggi (76-100) Interval


(50)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik karena peneliti ingin menganalisis faktor yang paling dominan mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa.

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu penelitian (Saryono, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP HAM Medan. Survey awal yang telah dilakukan ke RSUP HAM Medan bulan Oktober yang lalu menunjukkan bahwa jumlah pasien hemodialisa pada bulan September 2010 adalah 126 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili suatu populasi (Saryono, 2008). Menurut Polit & Hungler (1999) jika populasi tidak dapat ditentukan setiap bulannya maka untuk pengambilan sampel dapat menggunakan power analisis, sehingga berdasarkan teori tersebut peneliti menetapkan penentuan jumlah responden adalah dengan menggunakan power analisis 50 % yaitu 32 orang.


(51)

Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu pasien gagal ginjal kronis yang minimal telah menjalani hemodialisa rutin 2 x seminggu selama 1 tahun, dewasa, dapat berbahasa Indonesia dengan baik, kooperatif dan bersedia menjadi responden pada penelitian ini. Kriteria eksklusi dari penelitian ini yaitu pasien yang tidak sadarkan diri, anak-anak, pasien yang menjalani terapi hemodialisa kurang dari setahun, serta mengalami gangguan jiwa, tidak mau menjadi responden.

3. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling yaitu purposive sampling karena didasarkan atas pertimbangan tertentu seperti waktu peneliti yang tidak banyak, biaya dan tenaga yang terbatas.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Lokasi ini dipilih karena merupakan salah satu rumah sakit umum milik pemerintah sekaligus sebagai rumah sakit pendidikan di kota Medan, mudah dijangkau dan mempunyai unit hemodialisa. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2010 sampai Juni 2011.

D. Pertimbangan Etik Peneliti

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dan rekomendasi dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin dari RSUP HAM Medan. Responden yang memenuhi kriteria inklusi akan diberi lembar


(52)

persetujuan (informed consent) kemudian diberi informasi tentang sifat, manfaat, tujuan, dan proses penelitian. Responden berhak untuk menolak terlibat dalam penelitian ini dan peneliti tetap menghormati hak-hak responden. Peneliti akan menjaga identitas responden dengan memakai kode tertentu serta tidak mencampuri hal-hal yang bersifat pribadi dari responden (Anonimity). Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti dan data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian (Confidentiality).

E. Instrument Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk kuisioner yang terdiri dari kuesioner data demografi, kuesioner faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup, kuesioner kualitas hidup. Kuesioner data demografi mengacu pada tinjauan pustaka, kuesioner faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seperti status nutrisi mengacu pada tinjauan pustaka, kondisi komorbid diambil dari Yuwono (2000) yaitu kuesioner kondisi komorbid, lama menjalani hemodialisa dan penatalaksanaan medis mengacu pada tinjauan pustaka, sedangkan kuesioner kualitas hidup diadopsi dari Desita (2000) yaitu kuesioner kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. Instrument penelitian :

a. Kuesioner data demografi

Kuesioner data demografi dgunakan untuk mengkaji data demografi pasien yang meliputi usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan,


(53)

pekerjaan penghasilan perbulan, lama menjalani hemodialisa, etiologi penyakit.

b. Kuesioner faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

Kuesioner ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa. Kuesioner ini terdiri dari 28 pertanyaan dimana faktor status nutrisi (7 pertanyaan), kondisi komorbid (7 pertanyaan), lama menjalani terapi hemodialisa (5 pertanyaan), penatalaksanaan medis (9 pertanyaan). Penilaian menggunakan skala gutman yang terdiri dari pertanyaan positif dan negative. Pertanyaan positif dengan 2 pilihan jawaban Ya bernilai 1 dan Tidak bernilai 0. Pertanyaan negative dengan 2 pilihan jawaban Ya bernilai 0 dan Tidak bernilai 1. Kuisioner pertanyaan positif yaitu pada kuisioner status nutrisi (pertanyaan 1, 2, 3, 4, 5, 7), lama menjalani hemodialisa (pertanyaan 1, 2, 3, 5), penatalaksanaan medis (1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9). Kuesioner pertanyaan negatif yaitu pada status nutrisi (pertanyaan 6), kuisioner kondisi komorbid (pertanyaan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7).

Pada status nutrisi nilai tertinggi yang dicapai adalah 7 dan terendah adalah 0. Semakin tinggi status nutrisinya maka akan semakin baik kualitas hidupnya. Rentang kelas pada kuesioner ini 7 - 0 (nilai tertinggi – nilai terendah) adalah 7. Banyak kelas akan dikategorikan menjadi 2 sehingga panjang kelas yang dapat diperoleh adalah 4. Dengan nilai terendah 0 dan panjang kelas 4 maka status nutrisi dapat dibagi menjadi :

0 – 3 = buruk 4 – 7 = baik


(54)

Pada kondisi komorbid nilai tertinggi yang dicapai adalah 7 dan terendah adalah 0. Semakin tinggi nilai kondisi komorbidnya maka kualitas hidupnya makin jelek. Banyak kelas akan dikategorikan menjadi 2 yaitu:

0 - 6 = tidak terjadi komplikasi 7 = terjadi komplikasi

Pada faktor lama menjalani hemodialisa nilai tertinggi adalah 5 dan nilai terendah adalah 0. Semakin tinggi nilainya maka kualitas hidupnya semakin baik. Rentang kelas pada kuesioner ini 5 - 0 (nilai tertinggi – nilai terendah) adalah 5. Banyak kelas akan dikategorikan menjadi 2 sehingga panjang kelas yang dapat diperoleh adalah 3. Dengan nilai terendah 0 dan panjang kelas 3 maka lama menjalani hemodialisa dapat dibagi menjadi :

0 - 2 = belum beradaptasi 3 - 5 = beradaptasi

Kuesioner penatalaksanaan medis mempunyai nilai tertinggi 9 dan terendah 0. Rentang kelas pada kuesioner ini 9 - 0 (nilai tertinggi – nilai terendah) adalah 9. Banyak kelas akan dikategorikan menjadi 2 sehingga panjang kelas yang dapat diperoleh adalah 5. Dengan nilai terendah 0 dan panjang kelas 5 maka penatalaksanaan medis dapat dibagi menjadi :

0 - 4 = buruk 5 - 9 = baik


(55)

c. Kueisioner kualitas hidup

Kuesioner kualitas hidup bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa. Kuesioner ini terdiri dari 25 pertanyaan yang akan mewakili setiap komponen kualitas hidup yaitu komponen kesehatan (no. 1 – 5), komponen kepemilikan (No. 6 – 20), komponen harapan (21 – 25). Kategori jawaban yaitu sangat sering (SS), sering (S), jarang (J), tidak pernah (TP). Penilaian menggunakan skala likert yang terbagi menjadi dua pertanyaan yaituv positif danv negative. Pertanyaan positif dengan 4 pilihan jawaban yaitu sangat sering (SS), sering (S), jarang (J), tidak pernah (TP). Pertanyaan negative dengan 4 pilihan jawaban yaitu sangat sering (SS), sering (S), jarang (J), tidak pernah (TP). Kuesiner pertanyaan positif adalah 1, 2, 3, 4, 5, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 25. Kuesioner pertanyaan negative adalah 6, 7, 8, 10, 21. Nilai tertinggi yang mungkin dicapai adalah 25 dan tertinggi adalah 100.

Rentang kelas pada kuesioner ini adalah 100 – 25 ( nilai tertinggi – nilai terendah ) = 75. Banyak kelas akan di kategorikan menjadi 3 sehingga panjang kelas diperoleh 25. Dengan nilai terendah 25 dan panjang kelas 25 maka kualitas hidup dapat dibagi menjadi

25 – 50 = kualitas hidup rendah 51 – 75 = kualitas hidup sedang 76 – 100 = kualitas hidup baik


(56)

F. Kenormalan data

Tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah distribusi data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan bentuk lonceng (Situmorang dkk, 2008). Penelitian ini akan dilakukan dengan uji parametrik dan nonparametrik karena data yang diperoleh menunjukkan bahwa faktor status nutrisi, lama menjalani hemodialisa dan penatalaksanaan medis tidak berdistribusi normal sehingga menggunakan uji nonparametrik yaitu spearman, sedangkan faktor kondisi komorbid dan kualitas hidup berdistribusi normal sehingga menggunakan uji parametrik yaitu pearson.

G. Validitas dan Reliabilitas Data

Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Saryono, 2008). Kuesioner dalam penelitian divalidkan oleh dosen keperawatan yang sudah ahli di bidangnya yaitu ibu Cholina T. Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB dan kepala ruang keparawatan bagian hemodialisa di RSUP HAM Medan yaitu ibu Hj. Suryati, S.Kep, Ns.

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Saryono, 2008). Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila hasil pengukuran tetap atau konsisten jika dilakukan pengukuran berulang. Tes reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan uji kuder Richardson (KR 20) yang merupakan salah satu uji reliabilitas untuk instrumen dalam bentuk dikotomi dan uji reliabilitas Cronbach’s Alpa. KR 20 digunakan untuk menguji reliabilitas faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien GGK dan hasil uji reliabilitasnya adalah 0,775, sedangkan uji


(57)

Cronbach’s Alpa digunakan untuk menguji reliabilitas kualitas hidup pasien GGK dan hasil reliabilitasnya adalah 0,806.

H. Pengumpulan Data

Tahap awal peneliti mengirimkan izin pelaksanaan penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian setelah mendapat izin dan kemudian menentukan responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya yang nantinya diambil menjadi subjek penelitian.

Peneliti selanjutnya menjelaskan pada responden tersebut tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuisioner, kemudian responden yang bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan. Penelitian ini dilakukan saat pasien melakukan terapi hemodialisa dengan terlebih dahulu membuat kontrak dengan pasien, kemudian peneliti bertanya kepada pasien terkait dengan isi kuesioner. Interaksi antara peneliti dan pasien berlangsung selama 20 menit. Setelah semua kuisioner diisi, kemudian data dikumpulkan untuk diolah.

I. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahap. Pertama mengecek kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi kemudian dilanjutkan dengan analisa data univariat, bivariat dan multivariate.


(58)

Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian umumnya analisa ini menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini, analisa data dengan metode statistik univariat akan digunakan untuk menganalisis data demografi, variabel independen, variable dependen. Analisa univariat akan ditampilkan berupa tabel persentase dan distribusi normal.

Analisa data bivariat yang dilakukan antara variabel independen dan variabel dependen dapat dilakukan dengan uji pearson dan uji spearman. Analisa uji bivariat ini akan ditampilkan dalam bentuk tabel korelasi dimana dalam tabel ini akan ditampilkan seberapa besar korelasi atau hubungan antara variabel independen (faktor-faktor yang mempengaruhi) dengan variabel dependen (kualitas hidup), selain itu juga akan ditampilkan apakah hubungan yang terjadi memiliki kemaknaan atau tidak dan apakah searah atau berlawanan arah.

Analisa multivariat dilakukan terhadap lebih dari 2 variabel. Biasanya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Penelitian ini akan menggunakan uji regresi linear untuk mengetahui faktor dominan paling mempengaruhi variabel dependen. Uji regresi linear dilakukan untuk menganalisa variabel independen (status nutrisi, kondisi komorbid, lama menjalani hemodialisa, penatalaksanaan medis) yang menggunakan skala interval dengan variabel dependen (kualitas hidup) yang juga menggunakan skala interval. Hasil dari regresi ini akan menampilkan suatu tabel yang dapat memberikan informasi tentang variabel mana yang paling dominan mempengaruhi kualitas hidup dan juga akan menampilkan suatu tabel untuk


(59)

menguji kelayakan persamaan regresi yang terbentuk. Analisa regresi yang kita lakukan juga harus dilakukan penilaian syarat analisa regresi yaitu linieritas, normalitas, independensi, homogenitas dan multikolinieritas.


(60)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan hasil dan pembahasan penelitian yang meliputi distribusi frekuensi data demografi pasien, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien, mengidentifikasi kualitas hidup pasien, mengidentifikasi hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan menganalisa faktor dominan yang paling mempengaruhi kualitas hidup pasien.

1. Distribusi Frekuensi Data Demografi

Hasil penelitian terhadap distribusi frekuensi dan persentase dari data demografi sampel adalah sebagai berikut :

No. Karekteristik Frekuensi Persen (%)

1. 2. 3. 4 5 Umur 20-40 tahun 41-55 tahun 56-70 tahun Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Status Pernikahan Belum menikah Menikah Janda/duda Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi Pekerjaan 3 13 16 23 9 1 29 2 2 4 10 16 5 9,4 40,6 50,0 71,9 28,1 3,1 90,6 6,3 6,3 12,5 31,3 50,0 15,6


(61)

6

7

PNS/ TNI/ POLRI Pegawai BUMN Pegawai Swasta Wiraswasta Dan lain-lain Penghasilan < Rp 700.000

Rp 700.000 – Rp 1.200.000 Rp 1.200.000 – Rp 1.800.000 > Rp 1.800.000

Etiologi penyakit DM Non-DM 2 4 11 10 5 7 14 6 7 25 6,3 12,5 34,4 31,3 15,6 21,9 43,8 18,8 21,9 78,1

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n=32) di RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Februari-Maret 2011.

Karakteristik sampel dengan nilai tertinggi berdasarkan usia adalah sampel yang berumur 56- 70 tahun berjumlah 16 orang (50 %), jenis kelamin laki-laki berjumlah 23 orang (71,9 %), yang sudah menikah berjumlah 29 orang (90,6 %), jenjang pendidikan perguruan tinggi berjumlah 16 orang (50 %), bekerja sebagai wiraswasta berjumlah 11 orang (34,4 %), berpenghasilan Rp 1.200.000 – Rp 1.800.000 / bulan berjumlah 14 orang (43,8 %), penderita GGK yang tidak disebabkan oleh nefropati DM berjumlah 25 orang (78,1 %).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien GGK terdiri dari empat faktor yaitu status nutrisi, kondisi komorbid, lama menjalani hemodialisa dan penatalaksanaan medis. Faktor status nutrisi memiliki nilai tertinggi sebanyak 31 orang (96,9 %), kondisi komorbid tidak mengalami komplikasi berjumlah 6 orang (18,8 %), lama pasien menjalani hemodialisa dimana pasien sudah dapat beradaptasi dengan segala aktivitasnya dalam menjalani HD ada berjumlah 30


(62)

orang (93,8 %), penetalaksanaan medisnya baik dalam menjalani HD berjumlah 25 orang (78,1 %).

No Faktor-faktor yang mempengaruhi Frekuensi Persen (%) 1. 2. 3. 4. Status Nutrisi Baik Buruk Kondisi Komorbid Tidak terjadi komplikasi Terjadi komplikasi Lama menjalani HD Tidak dapat beradaptasi Beradaptasi Penatalaksanaan medis Baik buruk 31 1 6 26 2 30 25 7 96,9 3,1 18,8 81,3 6,3 93,8 78,1 21,9

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien GGK di RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Februari-Maret 2011

3. Kualitas hidup pasien GGK yang menjalani hemodialisa di RSUP HAM Medan

32 responden yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini yang memiliki kualitas hidup tinggi selama menjalani HD berjumlah 20 orang (62,5 %) dan yang memiliki kualitas hidup sedang selama menjalani HD berjumlah 12 orang (37,5 %). Hal ini dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase kualitas hidup pasien GGK di RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan Februari-Maret 2011

Kualitas hidup Frekuensi Persentasi (%) Tinggi Sedang 20 12 62,5 37,5


(63)

4. Hubungan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien GGK dengan Kualitas Hidup Pasien GGK

Analisa hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien GGK yang menjalani hemodialisa di RSUP HAM menggunakan uji korelasi spearman dan pearson. Uji korelasi spearman digunakan untuk menguji hubungan tiga faktor yaitu faktor status nutrisi, lama menjalani hemodialisa dan penatalaksanaan medis terhadap kualitas hidup. Uji korelasi spearman dilakukan karena setelah melakukan uji kenormalan data, dan ketiga faktor tersebut tidak normal yaitu memiliki nilai signifikan p = 0,000. Sedangkan uji pearson digunakan untuk menguji hubungan antara faktor kondisi komorbid terhadapa kualitas hidup. Uji ini dilakukan karena setelah dilakukan uji kenormalan data maka faktor kondisi komorbid memiliki data normal dengan nilai signifikan p = 0,098 (normal p > 0,05) dan kualitas hidup memiliki signifikan 0,200.

Hasil analisa data yang diperoleh bahwa besar hubungan antara faktor status nutrisi dengan kualitas hidup adalah 0,382 dengan nilai signifikan 0,031, besar hubungan antara faktor kondisi komorbid dengan kualitas hidup adalah 0,568 dengan nilai signifikan 0,001, besar hubungan antara faktor lama menjalani hemodialisa dengan kualitas hidup adalah 0,106 dengan nilai signifikan 0,291, besar hubungan antara faktor penatalaksanaan medis dengan kualitas hidup adalah 0,671 dengan nilai signifikan - 0,078.

variabel r p

Status nutrisi Kualitas hidup Kondisi komorbid Kualisa hidup

0,382

0,568

0,031


(64)

Lama menjalani HD Kualitas hidup

Penatalaksanaan medis Kualitas hidup

0,106

0,671

0,291

-0,078

Tabel 5.4 Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien GGK dengan kualitas hidup pasien GGK

5. Analisa Faktor yang Paling Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien GGK Menurut Dahlan (2009), variabel yang dapat dimasukkan dalam regresi adalah variabel yang mempunyai nilai signifikan p = < 0,25. Analisa ini bertujuan menganalisa hubungan variable independen yaitu status nutrisi dan kondisi komorbid hemodialisa dengan variable dependen yaitu kualitas hidup. Analisa multivariat yang digunakan yaitu analisa regresi linear. Setelah dilakukan analisis regresi linear, ternyata variabel independen yang masuk model regresi adalah faktor kondisi komorbid.

Dalam penggunaanya analisa regresi linear ini harus memenuhi beberapa uji syarat dimana uji syarat dilakukan agar persamaan garis yang digunakan untuk memprediksi angka valid (Hastono, 2007). Menurut Dahlan (2009) hasil uji syarat analisa regresi linear tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pada model summary, kita dapat memperoleh informasi tentang koefisien determinasi dan syarat independensi. Syarat indenpendensi adalah variabel bebas tidak mempunyai korelasi yang kuat dengan residu yang dapat kita ketahui dengan melihat nilai Durbin-Watson (DW). Syarat indenpendensi terpenuhi jika nilai DW mendekati angka 2 dan dalam hal ini nilai DW adalah 1,711 artinya syarat independensi terpenuhi.


(1)

5. Kualitas Hidup Pasien GGK

B. Hubungan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien GGK dengan Kualitas Hidup Pasien GGK

1. Status Nutrisi dan Kualitas Hidup Pasien GGK

Correlations

Status Nutrisi

Kualitas Hidup Spearman's rho Status Nutrisi Correlation

Coefficient

1.000 .382*

Sig. (2-tailed) . .031

N 32 32

Kualitas Hidup

Correlation Coefficient

.382* 1.000

Sig. (2-tailed) .031 .

N 32 32

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Kualitas

Hidup


(2)

2. Kondisi Komorbid dan Kualitas Hidup Pasien GGK

3. Lama Menjalani HD dan Kualitas Hidup Pasien GGK Kondisi Komorbid Pearson

Correlation

1 .568**

Sig. (2-tailed) .001

N 32 32

Kualitas Hidup Pearson Correlation

.568** 1

Sig. (2-tailed) .001

N 32 32

Correlations

Lama HD

Kualitas Hidup Spearman's rho Lama HD Correlation

Coefficient

1.000 .291

Sig. (2-tailed) . .106

N 32 32

Kualitas Hidup

Correlation Coefficient

.291 1.000

Sig. (2-tailed) .106 .


(3)

4. Penatalaksanaan Medis dan Kualitas Hidup Pasien GGK Correlations

Penatalaksana an Medis

Kualitas Hidup Spearman's rho Penatalaksanaan

Medis

Correlation Coefficient

1.000 -.078

Sig. (2-tailed) . .671

N 32 32

Kualitas Hidup Correlation Coefficient

-.078 1.000

Sig. (2-tailed) .671 .

N 32 32

D. Faktor yang Paling Dominan Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien GGK

Variables Entered/Removedb

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 Lama HD,

Kondisi Komorbid, Status Nutrisia

. Enter

2 . Lama HD Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= ,100).

3 . Status Nutrisi Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= ,100).


(4)

Model Summaryd Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .606a .367 .299 7.456

2 .600b .360 .316 7.364

3 .568c .322 .300 7.454 1.711

ANOVAd

Model

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression 902.495 3 300.832 5.412 .005a

Residual 1556.474 28 55.588

Total 2458.969 31

2 Regression 886.147 2 443.074 8.169 .002b

Residual 1572.821 29 54.235

Total 2458.969 31

3 Regression 792.123 1 792.123 14.257 .001c

Residual 1666.845 30 55.562

Total 2458.969 31

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 50.122 8.629 5.809 .000

Status Nutrisi 1.560 1.332 .185 1.171 .252 .902 1.109

Kondisi Komorbid

3.130 .974 .504 3.213 .003 .917 1.090

Lama HD .906 1.671 .085 .542 .592 .925 1.081

2 (Constant) 52.793 6.998 7.544 .000

Status Nutrisi 1.700 1.291 .202 1.317 .198 .937 1.067

Kondisi Komorbid

3.207 .952 .517 3.369 .002 .937 1.067

3 (Constant) 59.581 4.790 12.439 .000

Kondisi Komorbid

3.522 .933 .568 3.776 .001 1.000 1.000


(5)

(6)

CURICULUM VITAE

Nama : Wahyu Ningsih Lase

Tempat/Tanggal Lahir : Tarutung, 5 Februari 1990

Agama : Kristen Protestan

Anak ke : 4 dari 4 bersaudara

Alamat : Jl. Tinta No. 18, Ayahanda Ujung, Medan Riwayat Pendidikan

No. Jenis Pendidikan Tempat Pendidikan Tahun Lulus 1

2 3 4

SD Negeri 173100 SMP Negeri 1 SMA Negeri 2

SMA Swasta Kalam Kudus

Tarutung Tarutung Tarutung Medan

2001 2004 2006 2007