1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Otonomi daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, demokratisasi, terlebih dalam era reformasi. Bangsa dan
negara Indonesia menumbuhkan manusia-manusia bermental pembangunan yang berkualitas. Otonomi Daerah merupakan bagian sistem politik yang
diharapkan memberi peluang bagi warga negara untuk lebih mampu mengembangkan daya kreativitasnya, dengan demikian Otonomi Daerah
merupakan kebutuhan dalam era globalisasi dan reformasi. Seiring dengan bergulirnya
reformasi dan
demokratisasi, dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa pun sedikit banyak mengalami perubahan. Salah satunya
adalah dibentuknya Lembaga Perwakilan Desa dalam bentuk Badan Permusyawaratan Desa BPD sebagai pengganti Lembaga Musyawarah
Desa. Dalam perkembangannya Lembaga Musyawarah Desa dianggap sudah tidak dapat lagi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Pranada,
2005: 4 Era reformasi merupakan titik tolak dari slogan kembali ke desa, yang
menekankan pada pembaruan otonomi desa, yang ditandai oleh desentralisasi kekuasaan dengan terbitnya UU No. 22 Tahun 1999. Jika kita menilik UU
No. 5 tahun 1979 pasal 1 yang berbunyi “ Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di
dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah langsung
di bawah
Camat dan
berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia ”. pemerintah desa , UU RI No. 5 Tahun 1979. Dalam konteks ini, pembentukan Badan Perwakilan Desa BPD dipandang
mencerminkan berjalannya prinsip demokrasi desa. Namun tak lama muncul kecenderungan resentralisasi melalui UU No. 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah yang dilatarbelakangi dengan perubahan fungsi BPD menjadi Badan Permusyawaratan Desa, sehingga tidak ada lagi fungsi kontrol
terhadap kepala desa. Hal ini mengisyaratkan bahwa desa belum sepenuhnya otonom sebagai suatu entitas yang berdaya secara politik dan ekonomi.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah yang di dalamnya juga mengatur mengenai
pemerintahan Desa dan BPD juga tentang
penetapan
Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa maka Peraturan Daerah yang mengatur
tentang pedoman pembentukan BPD disesuaikan pula dengan Peraturan Pemerintah tersebut. Produk hukum tersebut memberikan ruang otonom yang
luas bagi desa dalam mengatur rumah tangga desanya sendiri berdasarkan potensi desa yang ada. BPD sebagai representasi dari masyarakat desa
merupakan salah satu unsur dalam pemerintahan desa. UU No.32 tahun 2004 dan UU no 72 tahun 2005
Dalam
penyelenggaraan
pemerintahan di tingkat desa, BPD memiliki wewenang antara lain, membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala
Desa, melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan Kepala Desa, mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian
Kepala Desa, membentuk panitia pemilihan Kepala Desa dan selanjutnya adalah menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan
aspirasi masyarakat.
1
Dengan wewenang tersebut normatifnya BPD dapat menciptakan kehidupan masyarakat desa yang sejahtera dalam mewujudkan
aspirasi yang diinfiltrasi dari masyarakat melalui peraturan desa. Keberadaan BPD bagi masyarakat desa adalah hal yang sangat penting sehingga di
pundak anggota BPD lah harapan masyarakat desa telah digantungkan agar bisa membawa mereka dalam keadaan yang lebih baik.
BPD salah satu unsur dalam pemerintahan desa, keberadaan BPD dalam pemerintahan desa adalah bukti pelibatan masyarakat dalam bidang
penyelengaaraan pemerintahan. Pada masa orde baru pelibatan masyarakat di dalam penyelenggaraan pemerintahan desa di laksanakan melalui
pembentukan Lembaga Musyawarah Desa LMD dan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa LKMD. Namun lembaga tersebut kurang berfungsi secara
proporsional, hanya berfungsi sebagai tangan kanan dari Kepala Desa. Partisipasi masyarakat rendah dan pemerintahan diselenggarakan tidak
demokratis. Hal ini dibuktikan dengan kekuasaan Kepala Desa yang dapat dikatakan analog dengan kekuasaan diktator atau raja absolut, sehingga
masyarakat tidak
leluasa menyalurkan
aspirasinya.
http:karya- ilmiah.um.ac.idindex.phpPPKNarticleview1275 di akses 28-11-2012 pukul
17.30
Sebagai konsekuensi atas penetapan kewenangan yang melekat pada desa, maka desa mempunyai kewenangan mengatur, mengurus dan
bertanggungjawab untuk menyusun peraturan desa. Peraturan desa disusun oleh Kepala Desa dan BPD sebagai kerangka kebijakan dan hukum bagi
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa. Penyusunan peraturan desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang
dimiliki desa, tentu berdasarkan kepada kebutuhan dan kondisi desa setempat, serta mengacu pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sebagai
sebuah produk hukum, peraturan desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum.
Sebagai sebuah produk politik, peraturan desa disusun secara demokratis dan partisipatif, yakni proses penyusunannya melibatkan partisipasi masyarakat.
Masyarakat mempunyai hak untuk mengusulkan atau memberi masukan kepada BPD maupun Kepala Desa dalam proses penyusunan peraturan Desa.
Fasilitasi pemerintah kabupaten terhadap penyusunan peraturan desa sangat diperlukan untuk mempermudah dan membangun kapasitas
pemerintah desa untuk menyusun perdes baik. Pengawasan supervisi kabupaten terhadap peraturan desa sangat diperlukan agar perdes tetap
berjalan sesuai dengan norma-norma hukum, yakni tidak menyimpang dari peraturan di atasnya dan tidak merugikan kepentingan umum. Pengawasan
bisa berbentuk preventif proses konsultasi sebelum raperdes disahkan menjadi perdes dan berbentuk represif membatalkan perdes yang
bertentangan. Setelah peraturan desa ditetapkan secara formal oleh kepala
Desa dan BPD, maka tahap berikutnya adalah pelaksanaan perdes yang menjadi tanggungjawab kepala Desa. BPD mempunyai hak melakukan
pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan peraturan desa. Masyarakat juga mempunyai hak untuk melakukan monitoring dan evaluasi
secarapartisipatif terhadap
pelaksanaan perdes.
http:www.google.co.idpemerintahdesahttp:bppt.jabarprov.go.id.arsip2007_09 _Naskah_Akademik_Pemerintahan_Desa.pdf.
Relasi antara BPD dengan pemerintah desa adalah mitra, artinya antara BPD dan kepala Desa harus bisa bekerja sama dalam penetapan peraturan
desa dan APBDes. BPD mempunyai tugas konsultatif dengan kepala desa untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam melaksanakan
pemerintahan dan pembangunan desa, selain itu BPD juga berkewajiban untuk membantu memperlancar pelaksanaan tugas kepala desa. Mengingat
bahwa BPD dan Kepala desa itu kedudukannya setara maka antara BPD dan kepala desa tidak boleh saling menjatuhkan tetapi harus dapat meningkatkan
pelaksanaan koordinasi guna mewujudkan kerjasama yang mantap dalam proses pelaksanaan pembangunan yang merupakan perwujudan dari peraturan
desa. Hubungan mitra antara BPD dan pemerintah desa lebih sesuai dalam
hal pembuatan peraturan desa. Tentunya antara pembuat dan pelaksana harus didapati kesepakatan, karena bagaimana pun sebuah peraturan tidak hanya
hitam di atas putih, melainkan harus direalisasikan dalam pelaksanaannya. Ketika Kepala Desa merasa tidak mampu menjalankan dan merasaa belum
menyetujui peraturan desa yang telah ditetapkan oleh BPD, misalnya, maka BPD memiliki tanggubng jawab untuk memikirkan proses selanjutnya.
Persoalan yang paling sering muncul di setiap desa, karena memang menjadi substansi dari keberadaan BPD itu sendiri adalah persoalan
perwakilan. Pentingnya asal perwakilan dari masing-masing anggota BPD, sebenarnya ingin dikaitkan pada jaminan bahwa keputusan atau pun peraturan
yang akan dibuat oleh BPD tidak menyimpang dari aspirasi masyarakat. Prinsip dasar dari sistem perwakilan ini adalah:
1. Anggota BPD bukanlah jabatan fungsional, melainkan jabatan politis, oleh
karena itu persyaratan paling utama sebagai anggota BPD adalah benar- benar dipercaya oleh pemiliknya.
2. Anggota BPD harus jelas mewakili kepentingan siapa. Prinsip ini dapat
dijadikan sebagai pegangan agar dalam pelaksanaan teknisnya memiliki arahan yang kelas.
Dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik maka perlu dibangun adanya partisipasi yang menyeluruh dan saling menguatkan antara BPD dan
pemerintah desa. Pentingnya mewujudkan tata pemerintahan yang baik adalah karena selama masa Orde Baru di tingkat desa hanya dikembangkan
pemerintah yang baik Good Government saja dan belum menyertakan partisipasi masyarakat sehingga transparasi kepada masyarakat belum ada.
Secara garis besar, dapat dijelaskan bahwa peraturan desa, termasuk APBDes, ditetapkan oleh Kepala Desa bersama BPD. Peraturan desa
dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa. Peraturan desa
merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa
setempat. peraturan desa dilarang bertentangan dengan kepentingan umum danatau
peraturan perundang-undangan
yang lebih
tinggi.
http:www.scribd.comdoc7720351326Penyusunan-dan-Pelaksanaan-APBDes
Disisi lain relasi pemerintah desa dengan BPD dalam perumusan anggaran pendapatan dan belanja desa APBDes sangat dibutuhkankan perannya yang
dimana nantinya menentukan alokasi dana desa ADD untuk kepentingan dan keperluan pembangunan desa yang lebih baik lagi. Oleh karena itu
perumusan APBDes didesa Kedungjajang ini harus jelas adanya, agar masyarakatpun tepat dalam menyalurkan keinginan dan aspirasinya terhadap
pemerintah desa dan BPD setempat. Jelasnya dalam hal ini Lumajang merupakan suatu kabupaten yang
berada di provinsi Jawa Timur dan berada dalam kawasan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Seperti
daerah-daerah lainnya
di indonesia
lainnya,masyarakat lumajang memiliki aneka ragam keunggulan yang menghiasi kehidupan masyarakat setempat. Secara bahasa Lumajang
menggunakan tiga bahasa yaitu, bahasa Indonesia,Bahasa jawa,dan Bahasa madura. Berbagai aspek dapat dijadikan keunggulan Lumajang dari daerah
lainnya yaitu,penghasil pasir dan buah pisang, ladang sawah dan pertanian. Dengan keragaman tersebut dibutuhkan suatu Relasi Badan Permusyaratan
Desa yang mampu membawa keunggulan tersebut menjadi sebuah kemajuan yang dapat membantu dalam penyelenggaraan pemerintah desa. Desa
kedungjajang sebagai salah satu desa yang terletak di kecamatan Kedungjajang Kabupaten Lumajang jawa timur merupakan desa yang juga
memiliki lembaga legislatif di tingkat desa yang tentunya menjadi organ yang sangat penting bagi masyarakat desa dalam menyalurkan aspirasinya.
Masyarakat desa mengharapkan agar BPD mampu memainkan perannya secara optimal guna melaksanakan pembangunan di desa setempat khususnya
dalam merencanakan suatu anggaran untuk keperluan desa tersebut hal itu dibutuhkan lantaran setiap aktivitas di desa membutuhkan dukungan
anggaran oleh pemerintah pusat. Berdasarkan pada fenomena di atas maka peneliti tertarik mengangkat
penelitian dalam skripsi yang berjudul ‘’ Relasi Pemerintah Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa dalam Perumusan APBDes
studi di desa
kedungjajang kabupaten Lumajang
‘’
B. Rumusan Masalah