Sistem Kekerabatan Orang Jawa

23 Pada masa sekarang bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari adalah bahasa Jawa. Saat mengucapkan atau berbicara bahasa daerah ini, sesorang harus memperhatikan dan membeda- bedakan keadaan orang yang diajak bicara atau yang sedang dibicarakan, berdasarkan usia arau status sosialnya. Ada dua macam bahasa Jawa apabila ditinjau dari tingkatannya, yaitu bahasa Jawa Ngoko dan Krama. Bahasa Jawa Ngoko digunakan untuk orang yang sudah mengenal akrab dan terhadap orang yang lebih muda usianya serta lebih rendah status sosialnya. Sedangkan Bahasa Jawa Krama digunakan untuk berbicara kepada orang yang belum dikenal akrab, serta orang yang lebih tinggi derajat sosial. Orang Jawa juga memiliki deretan huruf alfabet sendiri, biasa kita kenal dengan huruf “ha na ca ra ka da ta sa wa la pa da ja ya nya ma ga ba ta nga”. Huruf-huruf ini konon muncul dari pertarungan Pangeran Ajisaka, yang sebenarnya menerangakn arti dari deretan huruf tersebut. Sebagian besar huruf Jawa kebanyakan mengadopsi dari Sanskrit Dewanagari, dari India Selatan Koentjaraningrat, 1984:17-19.

f. Sistem Kekerabatan Orang Jawa

Menurut Koentjaraningrat, Masyarakat Jawa mengenal istilah kindred keluarga luas menunjukkan arti penting dalam kebersamaan keluarga luas. Masyarakat Jawa mengenal sistem kekeluargaan 24 bilateral, atau memperhitungkan garis keturunan dari kedua belah pihak orang tua. Dalam kehidupan sehari-hari terdapat istilah-istilah yang diguanakan dalam menyebut seseorang di dalam kelompok kerabatnya. Misal, panggilan Bapak atau Rama untuk orang tua laki- laki. Bulik, atau Paklik untuk adik dari orangtua. Serta masih banyak lagi yang lain. Hingga kini, penerapan kata panggilan dalam sistem kekerabatan masih dipegang teguh, bagi orang muda, merupakan kewajiban untuk memanggil seseorang lebih tua menggunakan istilah yang telah ditentukan dalam sistem kekerabatan tersebut. Hal ini menunjukkan penghormatan dari orang muda kepada orang yang lebih tua, karena orang yang lebih tua dianggap sebagai pelindung, pembimbing dan penjaga. Melanggar perintah dan nasehat dari orang yang lebih tua, dipercaya menimbulkan sengsara atau kuwalat. Berdasarkan golongan sosial, Suku Jawa membagi menjadi 3 golongan sosial, yaitu : 1 Golongan Wong cilik orang kecil, Golongan ini terdiri dari petani dan mereka yang berpendapatan rendah, atau orang yang biasa-biasa saja. Golongan ini dulu biasa bekerja di pabrik gula atau perusahaan Belanda dan Cina. Golongan Wong Alit juga biasa mengabdi di rumah-rumah keluarga priyayi. dan tinggal di kampung. 25 2 Kaum Priyayi, Merupakan kelas tertinggi dalam masyarakat Jawa, biasa bertempat tinggal di pusat-pusat kota. Kesenjangan yang besar kentara jelas antara kaum priyayi dan golongan wong alit. Mulai fasilitas, pendidikan, pekerjaan, hingga perlakuan sosial dari masyarakat. Seorang priyayi boleh mengenyam pendidikan di sekolah, namun tidak bagi golongan wong alit. 3 Kaum Sodagar, Kaum sodagar banyak ditemui di Jawa, baisanya mereka berada di kota dengan populasi masyarakat Cina yang sedikit. Mereka akan memulai usaha dibidang yang masih sedikit dikuasai orang cina. Kaum sodagar inilah yang banyak memabawa pengaruh bagi masyarakat Jawa. Baik itu kepercayaan seperti Islam, maupun kesenian lain Kholifa, 2010:29-30.

g. Aliran Kepercayaan atau Religi Masyarakat Jawa