Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Fraktur di Rindu B RSUP. H. Adam Malik, Medan.

(1)

Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas

Nyeri Pasien Fraktur di Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan

SKRIPSI

Oleh

Siti Khodijah 091121048

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PRAKATA

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang atas berkat rahmat dan hidayahnya memberikan saya motivasi terbesar dalam hidup ini, serta shalawat beriring salam saya haturkan kepada junjungan umat sepanjang zaman Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat yang memberikan tauladan terindah sehinga saya mampu melangkah untuk menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Upaya perawat untuk mencegah terjadinya luka dekubitus dalam persepsi pasien yang mengalami trauma orthopedi di ruangan Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan”.

Penyusunan skripsi ini telah banyak banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Dudut Tanjung S.Kp, M.Kep, Sp KMB & Bapak Achmad Fathi S.Kep Ns, MNS sebagai dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta memberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi skripsi ini dan juga memberi motivasi, semangat, dan dukungan kepada saya selama proses penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah banyak memberi masukan-masukan yang bermanfaat bagi skripsi ini.


(4)

4. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasehat dan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan di Fakutas Keperawatan USU.

6. Seluruh dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan pendidikan kepada saya selama proses perkuliahan dan staf non-akademik yang membantu memfasilitasi saya secara administratif.

7. Teristimewa kepada seluruh keluarga saya, kepada Ayahanda H. Mara Iman Siregar dan ibunda tercinta Hj. Rosiah Nasution yang terus memberikan motivasi dan doa yang tiada henti yang begitu berarti bagi saya.

8. Tersayang kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa/i ekstensi stambuk 2009 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang tak pernah henti menasehatiku dan memberi motivasi untuk belajar dan segera menyelesaikan kuliah dengan baik.

9. Responden yang telah bersedia meluangkan waktu dan berpartisipasi dalam penelitian saya.

10.Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat seluruhnya disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu saya baik dalam penyelesaian skripsi ini maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Keperawatan USU.


(5)

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat dari-Nya kepada semua pihak yang telah membantu saya. Harapan saya semoga skripsi ini bermanfaat dalam memberikan informasi di bidang kesehatan terutama keperawatan.

Medan, Januari 2011

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR SKEMA ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

ABSTRAK ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Perumusan Masalah ... 3

3. Tujuan Penelitian... 3

4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

1. Fraktur ... 5

1.1 Definisi Fraktur ... 5

1.2 Manifestasi Klinis ... 6

1.3 Pemeriksaan ... 7

1.4 Penatalaksanaan ... 8

2. Nyeri ... 9

2.1 Defenisi Nyeri ... 9

2.2 Fisiologi Nyeri ... 10

2.3 Klasifikasi Nyeri ... 12

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri ... 14

2.5 Respon Tubuh Terhadap Nyeri ... 15

2.6 Intensitas Nyeri... 17


(7)

3. Kompres Dingin ... 21

3.1 Definisi Kompres Dingin ... 21

3.2 Efek Fisiologis Kompres Dingin ... 22

3.3. Indikasi dan Kontraindikasi Kompres Dingin ... 22

3.4 Prosedur Pelaksanaan Pemberian Kompres Dingin ... 23

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 25

1. Kerangka Penelitian ... 25

2. Definisi Operasional ... 26

3. Hipotesa Penelitian ... 27

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 28

1. Desain Penelitian ... 28

2. Populasi, Sampel Penelitian dan Tehnik Sampling ... 28

3. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian ... 30

4. Etika Penelitian ... 30

5. Bahan dan Instrumen Penelitian... 31

6. Rencana Pengumpulan Data ... 32

7. Persiapan responden ... 33

8. Persiapan Bahan dan Instrumen Kompres dingin ... 33

9. Analisa Data ... 34

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

1. Hasil Penelitian ... 35

1.1 Karakteristik Demografi Responden ... 36

1.2 Hasil Uji Perbandingan Pengukuran Skala Intensitas Nyeri Pasien ... Pasien Fraktur Sebelum dan Sesudah Intervensi Kompres Dingin Pada Kelompok Intervensi dan kelompok Kontrol ... 37

2. Pembahasan ... 41


(8)

2.2 Uji Hipotesa ... 42

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 45

1. Kesimpulan ... 46

2. Rekomendasi ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Consent Lampiran 2 Instrumen Penelitian

Lampiran 3 Lembar Observasi Hasil Penelitian Lampiran 4 Taksasi Dana

Lampiran 5 Lembar Konsul Lampiran 6 Curriculum Vitae Lampiran 7 Output SPSS


(9)

DAFTAR SKEMA

Halaman Skema 1. Kerangka Penelitian ... 25


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Definisi Operasional ... 26 Tabel 2. Gambaran rancangan Penelitian ... 28 Tabel 3. Distribusi, Frekuensi, dan Persentase Karakteristik Demografi

Responden ... 37 Tabel 4. Distribusi Rata-rata Skala Intensitas Nyeri Fraktur sebelum dan

Sesudah Intervensi Kompres Dingin pada Kelompok Intervensi ... .38 Tabel 5. Hasil Uji Paired T-test Untuk Perbedaan Intensitas Nyeri pasien

Fraktur Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok

Intervensi ... 39 Tabel 6. Distribusi Rata-rata Skala Intensitas Nyeri Fraktur Sebelum dan

Sesudah (Diberi Kompres Air Biasa) pada Kelompok Kontrol…….39 Tabel 7. Hasil Uji Paired T-test untuk Perbedaan Nyeri Fraktur Sebelum

Dan Sesudah intervensi pada Kelompok Kontrol ... 40 Tabel 8. Hasil Uji Independent T-test Antara Kelompok Intervensi dan

Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah Diberi Kompres


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Skala Sederhana Intensitas nyeri ... 18


(12)

Judul : Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Fraktur di Rindu B RSUP. H. Adam Malik, Medan

Nama : Siti Khodijah Nim : 091121048

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Abstrak

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang disebabkan oleh rudapaksa. Nyeri adalah sensasi subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual dan potensial yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan. Kompres dingin merupakan salah satu intervensi yang dapat dipilih untuk mengurangi nyeri fraktur yang dialami oleh pasien. Kompres dingin diberi dengan menggunakan kantong karet yang diisi es batu dengan suhu awal 12 0C selama 10 menit.

Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen yang bertujuan untuk mengidentifikasi efektifitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pasien fraktur di Rindu B RSUP. H. Adam Malik Medan. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik convenience sampling sehingga diperoleh sampel berjumlah 8 orang pada masing-masing kelompok yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini diuji dengan perhitungan statistik menggunakan program aplikasi komputer. Data demografi disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, persentase, dan mean. Intensitas nyeri pasien fraktur sebelum dan sesudah pemberian kompres dingin pada kedua kelompok dianalisis dengan uji paired t-test. Sedangkan perbedaan penurunan intensitas nyeri pasien fraktur antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dianalisis dengan uji independent t-test.

Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa intensitas nyeri pasien fraktur di Rindu B RSUP. H Adam Malik Medan yang diberikan kompres dingin mengalami penurunan nyeri yang signifikan, nilai p=0,000 (p< 0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol yang diberi kompres air biasa tidak mengalami penurunan yang signifikan p=0,080 (p>0,05) dan hasil analisa data yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok control setelah diberi kompres dingin dengan nilai p=0,000 (p< 0,05).


(13)

Judul : Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Fraktur di Rindu B RSUP. H. Adam Malik, Medan

Nama : Siti Khodijah Nim : 091121048

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Abstrak

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang disebabkan oleh rudapaksa. Nyeri adalah sensasi subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual dan potensial yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan. Kompres dingin merupakan salah satu intervensi yang dapat dipilih untuk mengurangi nyeri fraktur yang dialami oleh pasien. Kompres dingin diberi dengan menggunakan kantong karet yang diisi es batu dengan suhu awal 12 0C selama 10 menit.

Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen yang bertujuan untuk mengidentifikasi efektifitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pasien fraktur di Rindu B RSUP. H. Adam Malik Medan. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik convenience sampling sehingga diperoleh sampel berjumlah 8 orang pada masing-masing kelompok yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini diuji dengan perhitungan statistik menggunakan program aplikasi komputer. Data demografi disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, persentase, dan mean. Intensitas nyeri pasien fraktur sebelum dan sesudah pemberian kompres dingin pada kedua kelompok dianalisis dengan uji paired t-test. Sedangkan perbedaan penurunan intensitas nyeri pasien fraktur antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dianalisis dengan uji independent t-test.

Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa intensitas nyeri pasien fraktur di Rindu B RSUP. H Adam Malik Medan yang diberikan kompres dingin mengalami penurunan nyeri yang signifikan, nilai p=0,000 (p< 0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol yang diberi kompres air biasa tidak mengalami penurunan yang signifikan p=0,080 (p>0,05) dan hasil analisa data yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok control setelah diberi kompres dingin dengan nilai p=0,000 (p< 0,05).


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah-raga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada monopouse (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).

Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas seseorang akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan ketidak nyamanan secara verbal maupun non verbal. Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh emosi, tingkat kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan pengertian nyeri. Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan (Engram, 1999).

Menurut (Tanra, 2007 dalam Akbar, 2009), jumlah penderita mengalami fraktur di Amerika Serikat sekitar 25 juta orang pertahun. Dari jumlah ini, mayoritas mereka masih menderita nyeri karena pengelolaannya yang belum


(15)

adekuat. Pengelolaan nyeri fraktur, bukan saja merupakan upaya mengurangi penderitaan klien, tetapi juga meningkatkan kualitas hidupnya.

Rasa nyeri bisa timbul hampir pada setiap area fraktur. Bila tidak diatasi dapat menimbulkan efek yang membahayakan yang akan mengganggu proses penyembuhan dan dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas, untuk itu perlu penanganan yang lebih efektif untuk meminimalkan nyeri yang dialami oleh pasien. Secara garis besar ada dua manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan manajemen non farmakologi. Salah satu cara untuk menurunkan nyeri pada pasien fraktur secara non farmakologi adalah diberikan kompres dingin pada area nyeri. Perawat harus yakin bahwa tindakan mengatasi nyeri dengan kompres dingin dilakukan dengan cara yang aman (Potter & Perry, 2005).

Pada saat peneliti melakukan studi pendahuluan di ruang bedah RSUP. H. Adam Malik Medan diperoleh data bahwa, pada bulan Maret 2010 terdapat 8 kasus yang mengalami fraktur. Fraktur femur merupakan kejadian tertinggi. Berdasarkan observasi peneliti sejumlah pasien dengan keluhan utama nyeri sering ditemui terutama pada pasien fraktur. Informasi yang didapat peneliti dari perawat ruangan pada saat itu, untuk mengatasi nyeri yang dirasakan oleh pasien diberikan obat analgetik saja dan tidak pernah diberi kompres dingin oleh perawat untuk mengatasi nyeri yang dirasakan pasien tersebut.

Kompres dingin merupakan salah satu bentuk tindakan mandiri perawat yang perlu dipertimbangkan terutama pada pasien yang mengalami nyeri fraktur. Berdasarkan kondisi di atas dan keingintahuan peneliti tentang manfaat kompres


(16)

dingin, maka peneliti tertarik untuk meneliti “Efektifitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pasien fraktur di Rindu B RSUP. H. Adam Malik Medan.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu “Bagaimana efektifitas kompres dingin terhadap penurunan nyeri pasien fraktur di Rindu B RSUP. H. Adam Malik Medan.

3. Tujuan Penelitian 3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi efektifitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pasien fraktur di Rindu B RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

a. Mengidentifikasi perbedaan penurunan intensitas nyeri fraktur antara sebelum dan sesudah intervensi kompres dingin pada kelompok intervensi di Rindu B RSUP. H. Adam Malik Medan.

b. Mengidentifikasi perbedaan penurunan intensitas nyeri fraktur antara sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok kontrol di Rindu B RSUP. H. Adam Malik Medan.


(17)

c.Mengidentifikasi perbedaan intensitas nyeri fraktur antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Rindu B RSUP. H. Adam Malik Medan.

4. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan bermanfaat bagi: 4.1 Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan masukan dalam memberi praktek pelayanan keperawatan yang komprehensif pada pasien yang mengalami nyeri fraktur.

4.2 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi mahasiswa nantinya dalam menerapkan asuhan keperawatan berupa intervensi keperawatan di Rumah Sakit dalam perawatan nyeri pasien fraktur. 4.3 Penelitian Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan berharga bagi peneliti, sehingga dapat menerapkan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk penelitian dimasa mendatang. Selain itu juga menyediakan informasi awal untuk penelitian keperawatan sejenis, khususnya untuk pasien yang mengalami nyeri fraktur.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Fraktur

1.1 Defenisi Fraktur

Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2000). Fraktur merupakan setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves, Roux, Lockhart, 2001). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000). Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok (FKUI, 1995).

Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur, yang beresiko tinggi untuk terjadinya fraktur adalah orang yang lanjut usia, orang yang bekerja yang membutuhkan kesimbangan, masalah gerakan, pekerjaan-pekerjaan yang beresiko tinggi (tukang besi, supir, pembalap mobil, orang dengan penyakit degeneratif atau neoplasma) (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).


(19)

1.2 Manifestasi Klinis

a.

Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

b.

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

c.

Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.

d.

Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).

Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.


(20)

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.

1.3 Pemeriksaan

Pemeriksaan awal terhadap pasien yang mungkin menderita fraktur tulang sama dengan pemeriksaan pada pasien yang mengalami luka pada jaringan lunak yang berhubungan dengan trauma. Perawat menilai berdasarkan pada tanda dan gejala. Setelah bagian yang retak telah di-imobilisasi dengan baik, kemudian perawat akan menilai adanya lima P yaitu Pain (rasa sakit), Paloor (kepucatan/perubahan warna), Paralysis (kelumpuhan/ketidakmampuan untuk bergerak), Paresthesia (rasa kesemutan), dan Pulselessness (tidak ada denyut) untuk menentukan status neurovaskuler dan fungsi motorik pada bagian distal fraktur (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).

Rontgen sinar-x pada bagian yang sakit merupakan parangkat diagnostik definitif yang digunakan untuk menentukan adanya fraktur. Meskipun demikian, beberapa fraktur mungkin sulit dideteksi dengan menggunakan sinar-x pada awalnya sehingga akan membutuhkan evaluasi radiografi pada hari berikutnya


(21)

untuk mendeteksi bentuk callus. Jika dicurigai adanya perdarahan maka dilakukan pemeriksaan complete blood count (CBC) untuk menilai banyaknya darah yang hilang. Lebih lanjut, perawat akan menilai komplikasi yang mungkin terjadi dan menentukan beberapa faktor resiko terhadap komplikasi dimasa depan (Revees, Roux, Lockhart, 2001).

1.4 Penatalaksanaan

a.

Menurut Long (1996), ada beberapa terapi yang digunakan untuk pada pasien fraktur antara lain:

b.

Debridemen luka untuk membuang kotoran, benda asing, jaringan yang rusak dan tulang yang nekrose

c.

Memberikan toksoid tetanus

d.

Membiakkan jaringan

e.

Pengobatan dengan antibiotik

f.

Memantau gejala osteomyelitis, tetanus, gangrene gas

g.

Menutup luka bila tidak ada gejala infeksi

h.

Reduksi fraktur

i.

Imobilisasi fraktur

j.

Kompres dingin boleh dilaksanakan untuk mencegah perdarahan, edema, dan nyeri


(22)

2. 2.1 Nyeri

Defenisi Nyeri

Menurut Asosiasi Nyeri Internasional (1979) nyeri merupakan sensasi subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual dan potensial yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (IASP, 1994 dalam Potter & Perry, 2005). Sedangkan defenisi nyeri menurut Mahon (1994) bahwa nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulasi nyeri dapat berupa stimulasi yang bersifat fisik dan mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seseorang individu (Mahon, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).

Nyeri merupakan sensasi tidak menyenangkan yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh. Nyeri seringkali dijelaskan dalam istilah proses destrukif jaringan (seperti tertusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti dirobek-robek, seperti diremas-remas) dan/atau suatu reaksi badan atau emosi (misalnya perasaan takut, mual, mabuk). Telebih lagi, perasaan nyeri dengan intensitas sedang sampai kuat disertai oleh rasa cemas (ansietas) dan keinginan kuat untuk melepaskan diri dari atau meniadakan perasaan itu. Sifat-sifat ini menunjukkan kualitas nyeri: nyeri merupakan sensasi maupun emosi. Jika adekuat, nyeri secara karakteristik berhubungan dengan perubahan tingkahlaku dan respon stres yang terdiri dari meningkatnya tekanan darah, denyut nadi, kontraksi otot lokal (misalnya fleksi anggota badan, kekakuan dinding abdomen) (Kurt, 1999). Selain itu, seseorang


(23)

yang mengalami nyeri hebat akan berkelanjutan apabila tidak ditangani pada akhirnya dapat mengakibatkan syok neurogenik pada orang tersebut (Ganong, 1999).

Menurut (Kozier dan Erb, 1983 dalam Tamsuri, 2007) nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan yang dimanifestasikan sebagai penderita yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman, dan fantasi luka. Mengacu pada teori dari Asosiasi Nyeri Internasional (1979), pemahaman tentang nyeri lebih menitikberatkan pada manipulasi fisik atau menghilangkan kausa fisik. Adapun definisi dari Kozier dan Erb (1983), nyeri diperkenalkan sebagai suatu pengalaman emosional yang penatalaksanaannya tidak hanya pada pengolahan fisik semata, namun penting juga untuk melakukan manipulasi (tindakan) psikologis untuk mengatasi nyeri.

2.2

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielin dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer. Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit

(kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena


(24)

letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda (Potter & Perry, 2005).

Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal

dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :

a. Reseptor A delta

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.

b. Serabut C

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.

Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya kompleks, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.

Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi (Tamsuri, 2007).


(25)

2.3 2.3.1

Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Awitan

Berdasarkan waktu kejadian, nyeri dapat dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu atau durasi 1 detik sampai dengan kurang dari enam bulan, sedangkan nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih dari enam bulan. Nyeri akut dapat dipandang sebagai nyeri yang terbatas dan bermanfaat untuk mengidentifikasi adanya cedera atau penyakit pada tubuh. Nyeri akut biasanya menghilang dengan sendirinya dengan atau tanpa tindakan setelah kerusakan jaringan menyembuh (Tamsuri, 2007).

2.3.2

Nyeri kronis umumnya timbul tidak teratur, intermitten, atau bahkan persisten. Nyeri ini menimbulkan kelelahan mental dan fisik (Tamsuri, 2007). Pada individu yang mengalami nyeri kronis timbul suatu perasaan tidak aman karena ia tidak pernah tahu apa yang dirasakan dari hari ke hari. Gejala nyeri kronik meliputi keletihan, insomnia, anoreksia, penurunan berat badan, depresi, putus asa, dan kemarahan ( Potter & Perry, 2005).

Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi

Berdasarkan lokasi nyeri, nyeri dapat dibedakan menjadi enam jenis, yaitu nyeri superfisial, nyeri somatik dalam, nyeri viseral, nyeri alih, nyeri sebar, dan nyeri bayangan (fantom) (Tamsuri, 2007).

Nyeri superfisial biasanya timbul akibat stimulasi kulit seperti pada laserasi, luka bakar, dan sebagainya. Nyeri berlangsung sebentar, terlokalisasi, dan memiliki sensasi yang tajam.


(26)

Nyeri somatik dalam (deep somatic pain) adalah nyeri yang terjadi pada otot tulang serta struktur penyokong lainnya, umumnya nyeri bersifat tumpul dan distimulasi dengan adanya perenggangan dan iskemia.

Nyeri viseral adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ interna. Nyeri bersifat difusi dan dapat menyebar keberbagai arah. Durasi bervariasi tetapi biasanya berlangsung lebih lama dari pada nyeri superfisial. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul atau unik tergantung organ yang terlibat.

Nyeri sebar (radiasi) adalah sensasi nyeri yang meluas dari sensasi asal ke jaringan sekitar. Nyeri dapat bersifat intermitten atau konstan.

Nyeri fantom adalah nyeri khusus yang dirasakan klien yang mengalami amputasi. Nyeri oleh klien dipersepsikan berada pada organ yang telah diamputasi seolah-olah organnya masih ada.

2.3.3

Nyeri alih (reffered pain) adalah nyeri yang timbul akibat adanya nyeri viseral yang menjalar ke organ lain, sehingga dirasakan nyeri pada beberapa tempat dan lokasi. Nyeri jenis ini dapat timbul karena masuknya neuron sensori dari organ yang mengalami nyeri ke dalam medula spinalis dengan serabut saraf yang berada pada bagian tubuh lainnya.

Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Organ

Nyeri organik adalah nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan (aktual atau potensial) organ. Nyeri neurogenik adalah nyeri akibat gangguan neuron, misalnya pada neuralgia dan dapat terjadi secara akut maupun kronis. Nyeri psikogenik adalah nyeri akibat berbagai faktor psikologis, umumnya terjadi ketika efek-efek psikogenik seperti cemas dan akut timbul pada klien (Tamsuri, 2007).


(27)

2.4Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Lingkungan yang tidak nyaman dapat memperkuat persepsi nyeri. Suasana ribut, panas, dan kotor akan membuat pasien merasa intensitas nyerinya lebih tinggi. Sebaliknya, jika suasanya tenang, nyaman, dan bersih akan membentu menciptakan perasaan rileks sehingga rasa nyeri dapat dikurangi (Taylor, 1997).

Usia juga dapat berpengaruh terhadap persepsi seseorang tentang nyeri. Toleransi terhadap nyeri meningkat sesuai dengan pertambahan usia, misalnya semakin bertambahnya usia seseorang maka semakin bertambah pula pemahaman terhadap nyeri dan usaha mengatasinya (Priharjo, 1996).

Kelelahan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap dibandingkan pada akhir hari yang melelahkan (Potter & Perry, 2005).

Riwayat sebelumnya berpengaruh terhadap persepsi seseorang terhadap nyeri. Orang yang sudah mempunyai pengalaman tentang nyeri akan lebih siap menerima perasaan nyeri. Sehingga dia lebih merasakan nyeri ringan dari pengalaman pertamanya (Taylor, 1997).

Mekanisme pemecahan masalah mempengaruhi kemampuan individu untuk mengatasi nyeri. Individu sering kali menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik dan psikologis nyeri. Sumber-sumber koping individu selama mengalami nyeri seperti berkomunikasi dengan keluarga pendukung, melakukan latihan atau menyanyi (Potter & Perry, 2005).


(28)

Kepercayaan dan agama mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri. Dalam agama tertentu, kesabaran adalah hal yang paling berharga di mata Tuhan. Kadang-kadang nyeri dianggap sebagai peringatan atas kesalahan yang telah dibuat sehingga orang tersebut merasa pasrah dalam menghadapi nyeri (Taylor, 1997).

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Cavillo dan Flaskerud 1991 dalam Potter & Perry, 2005).

2.5

Individu yang berorientasi pada masa yang lalu dapat menerima nyeri sebagai bagian dari kehidupan. Suatu kejadian yang alamiah, dan dengan demikian nyeri merupakan sesuatu kejadian yang alamiah, dan sesuatu yang dapat ditoleransi (Potter & Perry, 2005). Adanya orang-orang yang membrikan dukungan amat berpengaruh terhadap nyeri yang dirasakan. Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan (Potter & Perry, 2005).

2.5.1

Respon Tubuh Terhadap Nyeri Respon fisik

Respon fisik timbul karena pada saat impuls nyeri ditransmisikan oleh medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus, sistem saraf otonom terstimulasi, sehingga menimbulkan respon yang serupa dengan respon tubuh terhadap stres. Pada nyeri skala ringan sampai moderat serta nyeri superfisial,


(29)

tubuh bereaksi membangkitkan General Adaptation Syndrome (Reaksi Fight or

Flight), dengan merangsang sistem saraf simpatis sedangkan pada nyeri yang

berat dan tidak dapat ditoleransi serta nyeri yang berasal dari organ viseral, akan mengakibatkan stimulasi terhadap saraf parasimpatis (Tamsuri, 2007).

2.5.2 Respon Perilaku

Respon perilaku yang timbul pada klien yang mengalami nyeri dapat bermacam-macam. Meinhart dan Mc. Caffery (1983) menggambarkan fase perilaku terhadap nyeri yaitu: antisipasi, sensasi, dan pasca nyeri (Mc. Caffery dalam Tamsuri, 2007).

Fase antisipasi merupakan fase yang paling penting dan merupakan fase yang memungkinkan individu untuk memahami nyeri. Individu belajar untuk mengendalikan emosi (kecemasan) sebelum nyeri muncul, karena kecemasan dapat menyebabkan peringatan sensasi nyeri yang terjadi pada klien dan atau tindakan ulang yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi nyeri menjadi kurang efektif.

Pada saat terjadi nyeri, banyak perilaku yang diungkapkan oleh seorang individu yang mengalami nyeri seperti menangis, meringis, meringkukkan badan, menjerit, dan bahkan berlari-lari. Pada fase paska nyeri, individu bisa saja mengalami trauma psikologis, takut, depresi, serta dapat juga menjadi menggigil.

2.5.3 Respon Psikologis

Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi individu. Individu mengartikan nyeri sebagai suatu yang negatif cenderung memiliki suasana hati sedih, berduka,


(30)

ketidakberdayaan, dan dapat berbalik menjadi rasa marah dan frustasi. Sebaliknya pada induvidu yang memiliki persepsi nyeri sebagai pengalaman positif akan menerima nyeri yang dialaminya (Tamsuri, 2007).

2.6

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual. Nyeri dalam intensitas yang sama kemungkinan dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Intensitas Nyeri

Pengkajian nyeri yang faktual dan akurat dibutuhkan untuk menetapkan data dasar dan untuk menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat. Untuk itu perlu menyeleksi terapi yang cocok dan untuk mengevaluasi respon klien terhadap terapi. Saat mengkaji nyeri, perawat harus sensitif terhadap tingkat ketidaknyamanan klien (Potter & Perry, 2005).

Pengkajian karakteristik umum nyeri membantu perawat mengetahui pola nyeri dan tipe terapi yang digunakan untuk mengatasi nyeri. Karakteristik nyeri meliputi awitan dan durasi, lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas dan tindakan-tindakan yang memperberat dan memperingan nyeri. Ada banyak instrument pengukur nyeri, diantaranya yang dikemukakan oleh AHCPR : (1) Skala analog


(31)

visual, (2) Numerical rating scale dan, (3) Skala intensitas nyeri deskriptif. Dapat

dilihat pada gambar 1.

Gambar 1 Skala Intensitas Nyeri 1) ) Skala analog visual

2) Numerical Rating Scale

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tidak nyeri Nyeri Sedang Sangat nyeri

3) Skala Intensitas Nyeri Deskritif

Menurut Smeltzer & Bare, (2002) Keterangan :

0 :Tidak nyeri


(32)

4-6 : Nyeri sedang : secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dan dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi, nafas panjang dan distraksi.

10 : Nyeri sangat berat : pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.

Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk


(33)

mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992 dalam Potter & Perry, 2005).

Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melabel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter & Perry, 2005).

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkonsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskriptif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakannya setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan ( Potter & Perry, 2005).


(34)

2.7Penatalaksanaan Nyeri

Menurut Potter & Perry (2005), penatalaksanaan nyeri dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu:

1) Manajemen Farmakologi a) Analgetika narkotika b) Analgetika non narkotika 2) Manajemen non farmakologi

a) Bimbingan antisipasi b) Distraksi

c) Biofeedback

d) Hypnosis-Diri

e) Mengurangi persepsi nyeri f) Stimulasi kutaneus

3. Kompres Dingin

3.1 Definisi Kompres Dingin

Kompres dingin adalah suatu teknik dari stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri dan merupakan langkah sederhana dalam upaya menurunkan persepsi nyeri. Kompres dingin dapat menghilangkan nyeri dan meningkatkan proses penyembuhan yang mengalami kerusakan. Kompres dingin dapat dilakukan di dekat lokasi nyeri atau di sisi tubuh yang berlawanan tetapi berhubungan dengan lokasi nyeri, hal ini memakan waktu 5 sampai 10 menit. Pengompresan di dekat lokasi aktual nyeri cenderung memberi hasil yang


(35)

terbaik. Seorang klien dengan merasakan sensasi dingin, terbakar, dan sakit serta baal. Apabila klien merasa baal, maka es harus diangkat (Potter & Perry, 2005).

3.2 Efek Fisiologis Kompres dingin

a.

Menurut Tamsuri (2007), pada aplikasi dingin; selain memberikan efek menurunkan sensasi nyeri, aplikasi dingin juga memberikan efek fisiologis:

b.

Menurunkan respons inflamasi jaringan

c.

Menurunkan aliran darah Mengurangi edema

Pemberian unsur dingin pada tempat tertentu membawa akibat penyempitan pada pembuluh-pembuluh darah. Dengan cara ini terjadi pengentalan darah, dan ini dapat menghalangi atau membatasi penyebaran darah keluar dari pembuluh bila terjadi suatu bekuan. Sebagai akibat dingin rasa sakit sangat berkurang. Maka pemberian unsur dingin ini harus dilakukan berulang-ulang (Stevens, 2000).

3.3 Indikasi dan Kontraindikasi Kompres dingin

a.

Penggunaan kompres dingin diindikasikan pada (Tamsuri, 2007):

b.

Trauma 12-24 jam pertama

c. Fraktur d. Gigitan serangga e. Perdarahan f. Spasme otot g. Arthritis rheumatoid Pruritus


(36)

h. Sakit kepala.

a.

Penggunaan kompres dingin dikontraindikasikan pada:

b.

Penyakit Reinaud

c.

Alergi dingin

Trauma yang lama (lebih dari 48 jam)

Untuk memberikan efek terapeutik yang diharapkan (mengurangi nyeri), sebaiknya suhu tidak terlalu dingin (yaitu, berkisar antara 12o

3.4Prosedur Pelaksanaan Pemberian Kompres Dingin

C), karena suhu yang terlalu dingin selain memberikan rasa yang tidak nyaman juga dapat menyebabkan frostbite / membeku (Tamsuri, 2007).

Menurut Hegner (2003), adapun tahapan pemberian kompres dingin yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Cuci tangan.

b. Responden dipersilahkan untuk memilih posisi yang diinginkan selama intervensi, bisa berbaring atau duduk dan jaga privasi pasien.

c. Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan: Siapkan kantong kompres dingin sebagai berikut:

- Bila menggunakan es batu, bilas sebentar dalam air untuk menghilangkan ujung-ujungnya yang tajam.

- Isi kantong kompres setengahnya, sebelumnya periksa ketepatan temperatur es yang diukur dengan menggunakan termometer dalam rentang suhu antara 12 oC, hindari mengisinya terlalu berat.


(37)

- Keluarkan udara dari kantong kompres dengan cara meletakkan kantong kompres di atas meja dengan posisi horizontal, tekan kantong sampai udara keluar lalu tutup kantong tersebut dengan kencang.

- Uji adanya kebocoran.

- Lap hingga kering dengan handuk. d. Perhatikan area yang akan diberi kompres.

e. Kantong es sama sekali tidak boleh diletakkan di atas kulit yang telanjang, Kompreskan kantong es ke bagian yang sakit dengan membalut kantong es dengan kain katun atau kain flannel.

f. Periksa area kulit setiap kali pengompresan. Laporkan dengan segera ke perawat jika kulit mengalami diskolorasi.

g. Jika tidak ada efek samping yang terjadi, angkat kantong es setelah 10 menit. Perhatikan kondisi area tersebut.

h. Setelah prosedur bereskan semua alat, bantu pasien untuk posisi yang nyaman. i. Cuci tangan kembali, melaporkan penyelesaian prosedur penelitian.


(38)

BAB 3

1.

KERANGKA PENELITIAN

Kerangka Penelitian

Fraktur merupakan salah satu gangguan sistem muskuloskeletal yang disebabkan berbagai faktor. Fraktur akan menimbulkan respon berupa nyeri pada pasien fraktur.

Kerangka penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Salah satu aspek yang paling utama dikaji untuk membantu meningkatkan kenyamanan pasien fraktur adalah intensitas nyeri. Salah satu manajemen nyeri secara nonfarmakologi yaitu kompres dingin. Sebelum dilakukan pemberian kompres dingin intensitas nyeri diukur begitu pula sesudah dilakukan pemberian kompres dingin.

Skema 1: kerangka penelitian efektivitas kompres dingin terhadap penurunan nyeri pasien fraktur

Kompres Dingin

Nyeri

Pasien Fraktur Intensitas nyeri

Menurun

Suhu: 12oC Waktu : 10 menit Tempat: lokasi fraktur


(39)

2.

Untuk variabel penelitian, definisi operasionalnya sebagai berikut: Defenisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Pengukuran Skala Independen: Kompres dingin Merupakan tindakan pemberian rangsangan pada kulit di area nyeri fraktur dengan

menggunakan kantong es yang suhunya berkisar antara 12o

-

C selama 10 menit.

- -

Dependen: Intensitas nyeri pasien fraktur

Merupakan nyeri yang dirasakan pada pasien fraktur. Skala Numerik (Numerical Rating Scale)

0 - 10 Skala Rasio


(40)

3. Hipotesa Penelitian

Hipotesa penelitian ini adalah:

- Terdapat perbedaan penurunan intensitas nyeri fraktur antara sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi

- Tidak terdapat perbedaan penurunan intensitas nyeri fraktur antara sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok kontrol

- Terdapat perbedaan intensitas nyeri fraktur antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.


(41)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi

eksperimen yang bertujuan untuk mengidentifikasi kompres dingin terhadap

penurunan nyeri pada pasien fraktur.

Tabel 2. Gambaran rancangan penelitian

Kelompok Pre-test Perlakuan Post-test

I P – 1 I P – 2

K P – 1 - P – 2

Penelitian ini terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok intervensi (I) yang diberi intervensi/perlakuan dan kelompok kontrol (K) yang tidak diberi intervensi. Pada kedua kelompok diawali dengan pre-test (P-1) dan setelah diberi intervensi pemberian kompres dingin selama 10 menit pada kelompok intervensi, maka diadakan kembali post-test (P-2) pada kedua kelompok.

2. Populasi, Sampel Penelitian, dan Tehnik Sampling 2.1Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang terdiagnosa fraktur di Rindu B RSUP. HAM Medan.


(42)

Berdasarkan Medical record Rumah Sakit HAM Medan pada tahun 2009 terdapat 260 pasien yang terdiagnosa fraktur, sedangkan pada bulan Maret 2010, pasien yang terdiagnosa fraktur sebanyak 8 orang. Peneliti mengambil populasi pada bulan maret 2010 yaitu 8 orang.

2.2Sampel Penelitian

Menurut Arikunto (2006), bila jumlah populasi kurang dari 100 maka lebih baik diambil semua untuk dijadikan sampel penelitian (total sampling), sehingga penelitian merupakan penelitian populasi. Untuk itu yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang mengalami fraktur dengan jumlah 8 yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 8 orang kelompok intervensi dan 8 orang kelompok kontrol.

Pada penelitian ini, perekrutan sampel dilakukan dengan teknik convinience

sampling, yaitu teknik penetapan sampel dengan mengambil responden yang

tersedia pada saat itu dan telah memenuhi kriteria sampel yang telah ditentukan terlebih dahulu (Natoatmodjo, 2002). Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sama antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol, yaitu :

1) Pasien fraktur yang mengalami nyeri dengan skala nyeri 4-10 2) Dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar 3) Bersedia berpartisipasi dan menjadi responden penelitian


(43)

3. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan. Pemilihan lokasi ini sebagai tempat penelitian dikarenakan di rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan dan kasus fraktur banyak terdapat di rumah sakit tersebut.

Alokasi waktu untuk penelitian sampai dengan laporan hasil penelitian adalah dimulai minggu ke-3 Juni 2010 sampai minggu ke-1 September 2010. Waktu untuk pengumpulan data dilakukan pada minggu ke-3 Juni 2010 selama lima minggu. Pengolahan data dilakukan pada minggu ke-4 Juli 2010 selama tiga minggu, kemudian dilakukan penyajian data hingga laporan hasil penelitian. Waktu penelitian tersebut dapat terlihat di lampiran 4.

4. Etika Penelitian

Pertimbangan etik dalam penelitian ini yaitu pertama peneliti mengajukan surat permohonan izin untuk pelaksanaan penelitian kepada Dekan Fakultas Keperawatan USU, kemudian mengajukan surat permohonan izin melakukan penelitian kepada Direktur Rumah Sakit H. Adam Malik Medan untuk mendapatkan izin dari Direktur Rumah Sakit. Peneliti menyerahkan langsung lembar penelitian kepada responden, agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian. Jika responden bersedia diteliti maka terlebih dahulu responden menandatangani lembar persetujuan. Jika responden menolak untuk dimenjadi responden penelitian maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya sebagai responden. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode


(44)

tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti. Selanjutnya responden diminta untuk membaca dan memahami isi surat persetujuan. Apabila responden bersedia maka responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan yang telah dibaca dan dipahami. Lembar persetujuan dapat dilihat pada lampiran I.

5. Bahan dan Instrumen Penelitian 5.1 Bahan Intervensi

Bahan dan instrumen yang digunakan untuk melakukan intervensi dalam penelitian ini adalah:

a. Kantong es

b. Potongan es / batu es

c. Pelapis/ sarung kecil yang terbuat dari flannel. d. Handuk.

e. Pengatur waktu.

5.2 Instrumen Penelitian

Sebagai instrumen untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah lembar kuesioner data demografi dan lembar wawancara berupa 4 pertanyaan dan kuesioner intensitas nyeri berupa Skala Numerik untuk mengukur intensitas nyeri saat pre-test dan post-test pada responden yang diteliti.


(45)

6. Rencana Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara :

a. Rencana pengumpulan data dilakukan setelah mendapat rekomendasi izin pelaksanaan penelitian ini dari Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Kemudian setelah mendapat izin dari Direktur Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian.

b. Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan, manfaat, prosedur pengumpulan data serta menanyakan kesediaan calon responden. Dimana calon responden dianggap telah memenuhi kriteria penelitian. c. Bagi calon yang bersedia menjadi responden, peneliti memberikan

informed consent dan responden diminta untuk menandatanganinya.

d. Responden yang telah bersedia mengikuti penelitian dan memenuhi kriteria penelitian dikelompokkan ke dalam dua kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

e. Sebelum pemberian intervensi atau pre-test pada kedua kelompok diberi

kuesioner yang berisi tentang pertanyaan yang menggambarkan intensitas

nyeri yang dirasakan berdasarkan skala intensitas nyeri yaitu Skala Numerik (Numerical Rating Scale) dengan panjang 0-10, pre-test dilakukan saat responden mengalami nyeri.

f. Responden diberi penjelasan tentang penggunaan Skala Numerik. Dimana skala 0 berarti tidak ada nyeri dan 10 berarti nyeri hebat (bahkan sampai pingsan).


(46)

g. Bagi kelompok responden yang diberi intervensi kompres dingin, peneliti memberitahukan tentang konsep dan manfaat kompres dingin dimana kompres dingin diberikan dengan menggunakan kantong kompres yang berisi potongan es (batu es) dengan suhu awal 12o

h. Intervensi dihentikan setelah 10 menit, dan peneliti kembali memberikan

post-test kepada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dan selajutnya

data yang terkumpul dianalisa.

C selama 10 menit. Sedangkan responden yang menjadi kelompok kontrol sama sekali tidak diberi intervensi.

7. Persiapan Responden

Penelitian dimulai dengan penentuan sampel yang diambil yang mengalami nyeri fraktur sesuai dengan kriteria sampel. Kemudian responden diberi penjelasan mengenai tujuan, manfaat, dan prosedur intervensi penelitian serta dimintai persetujuannya. Setelah mendapat penjelasan, apabila responden bersedia, maka responden mengisi informed consent, selanjutnya persiapan responden untuk prosedur pemberian kompres dingin saat mengalami nyeri.

8. Persiapan Bahan dan Instrumen Kompres dingin

Persiapan bahan dan instrumen kompres dingin meliputi penyediaan kantong es, potongan es/ batang es, pelapis/ sarung kecil yang terbuat dari flannel, handuk, dan pengatur waktu.


(47)

9. Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahap. Data yang diperoleh dari setiap responden berupa data demografi, lembar wawancara berupa 3 pertanyaan yang merupakan hasil wawancara penelitian kepada pasien yang mengalami nyeri fraktur dan hasil skala pengukuran intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan intervensi kompres dingin. Hasil penelitian tersebut dibandingkan dengan menguji hipotesa penelitian sehingga diketahui efektivitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien farktur. Selanjutnya dilakukan analisa data.

1.1 Statistik Deskriptif

Data demografi disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, persentase , dan mean.

2.2 Uji Inferensial

Paired t-test digunakan untuk membandingkan penurunan intensitas nyeri fraktur antara sebelum dan sesudah diberikan intervensi kompres dingin dan juga pada kelompok kontrol. Uji independent t-test untuk membandingkan penurunan intensitas nyeri fraktur antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah diberikan intervensi kompres dingin.


(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai efektivitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pasien fraktur di Rindu B Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

1. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan yaitu pada bulan Juni 2010. Jumlah seluruh responden pada penelitian ini adalah 16 orang yang terbagi menjadi 8 orang untuk setiap kelompok intervensi yang diberi perlakuan berupa kompres dingin selama 10 menit dan kelompok kontrol yang diberi kompres air biasa selama 10 menit. Pemberian kompres dingin dilakukan peneliti hanya pada responden yang mengalami nyeri sedang tidak pada nyeri akut, dan pada responden yang sudah lama dirawat di ruangan Rindu B3 Rumah Sakit H. Adam Malik Medan. Hasil penelitian ini akan menguraikan karakteristik demografi responden, analisis intensitas nyeri fraktur sebelum dan sesudah diberi kompres dingin pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol yang diberi kompres air biasa, serta analisis perbedaan penurunan intensitas nyeri fraktur antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah diberi kompres dingin.

Untuk mempermudah pemahaman, hasil penelitian tentang efektivitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pasien fraktur di Rindu B Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, tergambar dalam tabel berikut ini :


(49)

1.1Karakteristik Demografi Responden

Deskripsi karakteristik demografi responden meliputi usia, suku, diagnosa, pendidikan dan pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitian, pada kelompok intervensi rata-rata responden berusia 28 tahun (SD=10,72), seluruh responden berjenis kelamin laki-laki (100%), setengah dari total responden bersuku batak (50%), berdasarkan kategori diagnosa, lebih dari setengah responden terdiagnosa fraktur tertutup (62,5%), mayoritas pendidikan terakhir responden adalah SMA (87,5%), dan lebih dari setengah responden bekerja sebagai wiraswasta (62,5%).

Sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata responden berusia 31 tahun (SD=9,7), mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki (87,5%), dan sebagian besar responden bersuku batak (75%), berdasarkan kategori diagnosa, mayoritas responden terdiagnosa fraktur tertutup (75%), sebagian besar pendidikan terakhir adalah SMA (75%), sementara pekerjaan sebagai wiraswasta dan pelajar sama besar (37,5%).

Sebaran karakteristik demografi responden pada kedua kelompok dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:


(50)

Tabel 3. Distribusi, frekuensi, dan persentase karakteristik demografi responden (N= 8)

Karakteristik Demografi Kelompok iIntervensi Kelompok Kontrol

Responden N % N %

1. Usia

15-24 tahun 4 50 2 25 25-34 tahun 2 25 3 37,5 35-44 tahun 1 12,5 2 25 45-54 tahun 1 12,5 1 12,5 Min= 17 Max= 46 Min=18 Max=45

Mean= 28,13 SD= 10,72 Mean=31,75 SD=9,7 2. Jenis Kelamin 8 100 7 87,5

3. Suku Batak Jawa Aceh 4 3 1 50 37,5 12,5 6 1 1 75 12,5 12,5 4. Diagnosa Fraktur Tertutup Fraktur Terbuka 5 3 62,5 37,5 6 2 75 25 5. Pendidikan SMA Perguruan Tinggi 7 1 87,5 12,5 6 2 75 25 6. Pekerjaan Pegawai Negeri Wiraswasta Pelajar

Ibu Rumah Tangga

- 5 3 - 62,5 37,5 - 1 3 3 1 12,5 37,5 37,5 12,5

1.2 Hasil uji perbandingan pengukuran skala intensitas nyeri pasien fraktur sebelum dan sesudah intervensi kompres dingin pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

Intensitas nyeri fraktur pada kedua kelompok diukur dengan menggunakan skala pengukuran nyeri yaitu skala numerik (Numerical Rating

Scale) dengan rentang skala 0-10, dimana 0 berarti tidak ada nyeri dan 10 berarti


(51)

berpasangan, pada tabel 4 dapat dilihat kebermaknaan secara deskriptif yang menggambarkan penurunan skala intensitas nyeri fraktur. Terlihat pada tabel 4 bahwa penurunan skala intensitas nyeri yang terjadi pada kelompok intervensi, yaitu kelompok responden yang diberi kompres dingin diperoleh nilai rata-rata

(mean) intensitas nyeri fraktur sebelum intervensi sebesar 5,25 (SD= 1,04)

sedangkan sesudah intervensi 2,13 (SD=0,84).

Table 4. Distribusi rata-rata skala intensitas nyeri fraktur sebelum dan sesudah intervensi kompres dingin pada kelompok intervensi (N=8) Kelompok Intervensi Intensitas Nyeri Sebelum

Intervensi

Intensitas Nyeri Sesudah Intervensi

Mean SD Mean SD Kelompok I 5,25 1,04 2,13 0,84

Sedangkan untuk menguji kebermaknaannya agar diketahui perbedaan nyeri fraktur sebelum dan sesudah diberikan kompres dingin dilakukan uji statistik t berpasangan (paired t-test). Pada tabel 5 terlihat perbedaan nilai rata-rata antara pengukuran sebelum dan sesudah intervensi = 3,12 (SD= 0,83). Hasil ini menunjukkan bahwa intensitas nyeri fraktur pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah intervensi (setelah pemberian kompres dingin selama 10 menit) memiliki perbedaan yang signifikan/bermakna. Hal ini didukung oleh nilai p yang diperoleh sebesar 0.000 maka dapat disimpulkan bahwa nilai p<(0,05).


(52)

Dari hasil tersebut diketahui bahwa kompres dingin efektif terhadap penurunan intensitas nyeri pasien fraktur pada kelompok intervensi.

Table 5. Hasil uji paired t-test untuk perbedaan intensitas nyeri pasien fraktur sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok intervensi (N=8)

Variable Mean df T p value Intensitas nyeri

pasien fraktur sebelum dan sesudah intervensi

3,12 10,59 0,000

Pada tabel 6 terlihat skala intensitas nyeri pada kelompok kontrol dengan nilai rata-rata intensitas nyeri fraktur sebelum dan sesudah intervensi sebesar 4,75 (SD=0,89) sedangkan tanpa diberi intervensi (setelah 10 menit) 4,38 (SD=0,92).

Table 6. Distribusi rata-rata skala intensitas nyeri fraktur sebelum dan sesudah (diberi kompres air biasa) pada kelompok kontrol (N=8) Kelompo Kontrol Intensitas Nyeri

Sebelum Intervensi

Intensitas Nyeri Sesudah Intervensi Mean SD Mean SD Kelompok II 4,75 0,89 4,38 0,92

Pada tabel 7 terlihat perbedaan nilai rata-rata antara pengukuran sebelum dan sesudah (diberi kompres air biasa, setelah 10 menit ) 0,375 (SD= 0,51). Dari hasil uji paired t-test diperoleh nilai p sebesar 0,080 (p>0,05). Hasil ini


(53)

menunjukkan bahwa penurunan intensitas nyeri pasien fraktur pada kelompok kontrol tidak bermakna karena tidak diberikan kompres dingin.

Table 7. Hasil uji paired t-test untuk perbedaan nyeri fraktur sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok kontrol (N=8)

Variable Mean df T p value Intensitas nyeri

fraktur sebelum dan sesudah intervensi

0, 375 2,049 0,080

Untuk melihat perbedaan penurunan intensitas nyeri fraktur pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dilakukan dengan menggunakan uji statistik independent t-test.

Pada tabel 8 menunjukkan perbedaan penurunan intensitas nyeri fraktur antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Intensitas nyeri fraktur pada kelompok intervensi sebelum diberikan kompres dingin memiliki nilai rata-rata (mean) sebesar 5,25 (SD=1,04) dan kelompok kontrol nilai rata-rata-rata-rata sebesar 4,75 (SD=0,89) Dari hasil tersebut diketahui nilai p=0,317 sehingga dapat disimpulkan p>0,05 yang berarti bahwa intensitas nyeri fraktur pada saat sebelum diberikan intervensi menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna. Sedangkan rata-rata intensitas nyeri fraktur kelompok intervensi setelah diberikan kompres dingin selama 10 menit adalah 2,13 (SD=0,84) dan rata-rata intensitas nyeri fraktur kelompok kontrol dengan diberi kompres air biasa (sesudah 10 menit) adalah 4,38 (SD= 0,92). Dari hasil tersebut diketahui nilai p=0.000 sehingga dapat disimpulkan p<0,05, artinya terdapat perbedaan yang signifikan


(54)

antara intensitas nyeri fraktur antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah diberikan kompres dingin.

Tabel 8. Hasil uji independent t-test antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah diberikan kompres dingin (N=8)

Variabel Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol p value t

Mean SD Mean SD

Intensitas nyeri fraktur - Sebelum intervensi - Sesudah intervensi 5,25 2,13 1,04 0,84 4,75 4,38 0,89 0,92 0,317 0,000 1,038 -5,135 2. Pembahasan

2.1 Karakteristik Demografi

Berdasarkan hasil penelitian karakteristik demografi responden yang berhubungan dengan usia dari kedua kelompok (intervensi dan kontrol), responden yang mengalami fraktur berusia rata-rata 28 tahun dan 31 tahun. Data demografi yang berhubungan dengan jenis kelamin pada kedua kelompok yang mengalami fraktur pada kelompok intervensi semua responden berjenis kelamin laki-laki (100%) sedangkan pada kelompok kontrol juga mayoritas berjenis kelamin laki-laki (87.5%). Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa keseluruhan jumlah responden yang mengalami fraktur berada pada usia dibawah 45 tahun dan fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan. Pernyataan ini mendukung pendapat Reeves, Roux, dan Lockhart (2001) yang mengatakan bahwa fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan


(55)

dengan umur dibawah 45 tahun yang sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau kecelakaan.

Berdasarkan hasil penelitian tingkat nyeri fraktur yang dialami responden sangat bervariasi mulai dari tingkat nyeri ringan, nyeri sedang dan sangat nyeri. Terlihat bahwa skala intensitas nyeri fraktur bervariasi dimulai dari skala 4 sampai skala 7. Perbedaan tinggi rendahnya skala intensitas nyeri fraktur dirasakan seseorang tidak bisa menjadi indikator bagi yang lainnya karena sifatnya yang sangat pribadi. Pernyataan ini mendukung pendapat dari Mahon (1994) dalam Potter & Perry (2005) yang mengatakan bahwa nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual dan berbeda pada setiap orang. Tingkat nyeri ini juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain faktor psikis dimana nyeri dapat dibangkitkan atau diperberat oleh keadaan psikis penderita, dan tidak mendapat penerangan yang baik tentang fraktur dan cara mengatasi nyeri fraktur.

2.2 Uji Hipotesa

Berdasarkan hasil penelitian skala intensitas nyeri fraktur pada kelompok intervensi yaitu kelompok yang diberi kompres dingin selama 10 menit pada kondisi awal (pre test) didapat nilai rata-rata nyeri 5,25 (SD=1,04) dan setelah 10 menit diberi kompres dingin didapat nilai rata-rata nyeri berkurang menjadi 2,13 (SD=0,84), pernyataan ini berarti terjadi penurunan skala nyeri sebesar 3,12. Dari hasil uji paired t test terdapat nilai p=0,000 (p<0.05) artinya terdapat perbedaan yang bermakna/signifikan pada penurunan intensitas nyeri fraktur pada kelompok intervensi sebelum dan sudah diberi intervensi kompres dingin. Sedangkan pada


(56)

kelompok kontrol didapat nilai rata-rata nyeri 4,75 (SD=0,89) dan setelah 10 menit diberi kompres air biasa di dapat nilai rata-rata nyeri 4.38 (SD=0,92) pernyataan ini berarti terjadi penurunan skala nyeri sebesar 0,37. Dari hasil uji

paired t test diperoleh nilai p=0.080 (p>0,05) artinya penurunan intensitas nyeri

pada kelompok kontrol tidak bermakna karena tidak diberi kompres dingin. Berdasarkan hasil uji independent t-test intensitas nyeri fraktur antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum diberikan kompres dingin menunjukkan perbedaan yang bermakna diketahui dari nilai p=0,317 (p>0,05), yang berarti bahwa intensitas nyeri fraktur pada saat sebelum diberikan intervensi menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna karena dalam uji independent

t-test ini yang penting adalah adanya perbedaan penurunan intensitas nyeri fraktur

antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah diberi kompres dingin. Sesudah diberikan kompres dingin pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol diberikan kompres air biasa selama 10 menit diketahui nilai p=0,000 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara intensitas nyeri fraktur antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah diberikan kompres dingin. Dari hasil uji kedua statistik yang tersebut di atas dapat dikatakan bahwa kompres dingin efektif terhadap penurunan intensitas nyeri fraktur pada pasien fraktur di Rindu B Rumah Sakit H. Adam Malik, Medan.

Pernyataan di atas mendukung pendapat dari Stevens (2000) yang mengatakan bahwa pemberian unsur dingin pada tempat tertentu membawa


(57)

Pada penelitian ini semua faktor yang dianggap berkontribusi terhadap nyeri diabaikan, Ini dikarnakan tidak semua faktor yang muncul bersamaan dengan nyeri fraktur dapat dihilangkan dengan kompres dingin. Semua responden pada penelitian ini sudah mendapat tindakan intervensi dari tenaga medis dan mengkonsumsi obat-obat penurun nyeri seperti analgesik sehingga semua responden berada pada intensitas nyeri sedang dan ringan bukan pada nyeri akut.

akibat penyempitan pada pembuluh-pembuluh darah. Dengan cara ini terjadi pengentalan darah, dan ini dapat menghalangi atau membatasi penyebaran darah keluar dari pembuluh bila terjadi suatu bekuan. Sebagai akibat dingin rasa sakit sangat berkurang. Maka pemberian unsur dingin ini harus dilakukan berulang-ulang (Stevens, 2000).


(58)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Penelitian quasi eksperimen ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pasien fraktur di Rindu B Rumah Sakit H. Adam Malik Medan. Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan metode convenience sampling sehingga diperoleh 8 sampel dalam penelitian ini, dan dibagi kedalam dua kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pengumpulan data dilakukan selama 1 bulan yaitu pada bulan Juni 2010.

Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kompres dingin pada area fraktur yang berlawanan arah yang mengalami nyeri yaitu pada kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol dilakukan dengan memberikan kompres air biasa, kemudian dilakukan pengukuran intensitas nyeri pada kedua kelompok sebelum dan sesudah intervensi dengan menggunakan skala pengukuran nyeri yaitu Skala Numerik (Numerical Rating Scale). Skala tingkat intensitas nyeri ini 0-10, 0 berarti tidak ada nyeri dan 10 berarti nyeri hebat. Pengolahan data dilakukan dengan mengguanakan program aplikasi komputer untuk mengetahui hasil dari perhitungan statistik yaitu dengan uji paired t-test dan


(59)

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji statistik paired t-test pada masing-masing kelompok, kelompok intervensi dan kelompok kontrol yaitu terdapat perbedaan yang bermakna terdapat penurunan intensitas nyeri fraktur pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan kompres dingin, hal ini dibuktikan dari nilai p yang diperoleh sebesar 0,000 (p<0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh nilia p sebesar 0,080 (p>0,05) artinya terdapat penurunan intensitas nyeri fraktur yang tidak bermakna antara sebelum dan sesudah intervensi (diberi kompres air biasa).

Berdasarkan hasil uji statistik independent t-test diketahui bahwa intensitas nyeri fraktur pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum pemberian kompres dingin menunjukkan perbedaan yang bermakna, diperoleh dari nilai p=0,317 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa skala intensitas nyeri fraktur pada kelompok intervensi lebih besar dari pada skala intensitas nyeri fraktur pada kelompok kontrol pada saat sebelum intervensi. Setelah diberi kompres dingin selama 10 menit penurunan intensitas nyeri fraktur pada kelompok intervensi menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sedangkan pada kelompok kontrol yang diberikan kompres air biasa tidak mengalami penurunan intensitas nyeri yang signifikan sehingga nilai p=0,000 (p<0,05) dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan skala intensitas nyeri fraktur yang bermakna antar kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah diberikan intervensi kompres dingin.


(60)

Dari hasil kedua uji statistik diatas dapat disimpulkan bahwa kompres dingin efektif terhadap penurunan nyeri fraktur pada pasien fraktur di Rindu B Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

2. Rekomendasi

2.1 Praktek Keperawatan

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa kompres dingin efektif terhadap penurunan intensitas nyeri fraktur pada pasien fraktur di Rindu B Rumah Sakit H. Adam Malik Medan. Dalam penelitian ini kompres dingin dilakukan pada responden yang mengalami nyeri sedang bukan nyeri akut dan pasien fraktur yang sudah lama di rawat bukan pasien-pasien baru. Oleh karena itu, dalam melaksanakan asuhan keperawatan penting bagi perawat untuk mengenali masalah-masalah yang sering dihadapi pasien terutama nyeri pada area yang fraktur dan bagaimana tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri fraktur, salah satu tindakan yang dapat dipilih sebagai intervensi nyeri fraktur adalah kompres dingin.

2.2 Penelitian Selanjutnya

Pada penelitian ini, peneliti tidak mampu mengkaji respon tubuh atau gejala lain yang menyertai nyeri fraktur seperti peningkatan tekanan darah dan nadi, perubahan frekuensi pernapasan, ini dikarenakan tidak semua respon tubuh yang muncul bersamaan dengan nyeri fraktur dapat dihilangkan setelah diberikan kompres dingin, sehingga pemberian kompres dingin ini tidak diketahui sejauh mana tindakan ini efektif untuk dapat mengurangi respon tubuh atau gejala-gejala


(61)

tersebut, selain hanya dapat mengatasi nyeri pada bagian yang fraktur saja. Oleh karena itu, diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar dapat mengontrol obat nyeri yang digunakan responden dapat memilih satu intervensi nonfarmakologis lainnya yang bukan hanya dapat mengatasi nyeri pada pasien fraktur yang mengalami nyeri saja tetapi dapat mengatasi semua respon tubuh yang muncul bersamaan dengan nyeri fraktur.

2.3 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompres dingin memberikan manfaat yang cukup besar terhadap penurunan intensitas nyeri fraktur yang dialami pasien fraktur, oleh karena itu penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi tambahan dalam mengembangkan pendidikan ilmu keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah. Pembahasan mengenai nyeri fraktur dan penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri tersebut dapat diintegrasikan secara lebih meluas khususnya dapat ditambah dalam topik kesehatan ortopedi dan permasalahan yang berkaitan dengan ortopedi tersebut, serta penatalaksanaan yang tepat diberikan oleh tenaga kesehatan.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Fredy. (2009). Proposal Penelitian Pengaruh Kompres Dingin terhadap

nyer. http://fredyakbar.blogspot.com

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

. dibuka pada tanggal 16 Maret 2010.

Engram, Barbara. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.

FKUI. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara Tanra Ganong, W F. (1999). Buku Ajar Fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC.

Hegner, Barbara J. (2003). Asisten Keperawatan Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan. Jakarta : EGC.

Kurt J, Isselbacher, dkk. (1999). Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses

keperawatan). Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran Bandung.

Manjoer, Arief, dkk. (2000). Kapita Selekta kedokteran, jilid I. Jakarta: Media Aesculapius

Natoatmodjo. (2002). Konsep dan Penerapan Metodologi penelitian Ilmu

Keperawan. Jakarta: Salemba medika.

Potter, P & A. Perry. (2005). Buku ajar Fundamental keperawatan; Konsep,


(63)

Priharjo, R. (1993). Perawatan Nyeri Pemenuhan Aktivitas Istirahat. Jakarta: EGC.

Reeves, C. J, Roux G, Lockhart R, (2001). Keperawatan Medikal bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Smeltzer, S. C, Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Kepeawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

(2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Stevens, P.J.M. (2000). Ilmu Keperawatan. Jilid 1 Edisi 2. Jakarta: EGC.

Syamsuhidajat, R & Jong, D.W. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah (Edisi 2). Jakarta: EGC.

Tamsuri, A. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC

Taylor, C. (1997). Fundamental Of Nursing: The Art and Serence of Nursing


(64)

Lampiran 1

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasien

Fraktur di Rindu B Rumah Sakit H. Adam Malik Medan Oleh:

Siti Khodijah

Saya adalah mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi efektifitas kompres dingin terhadap penurunan intensitas nyeri pasien fraktur di Rindu B Rumah Sakit H. Adam Malik Medan.

Saya mengharapkan kesediaan Anda untuk diberikan kompres dingin pada area tulang yang patah dan memberikan jawaban tentang intensitas nyeri yang Anda rasakan sebelum dan sesudah diberikan kompres dingin tersebut.

Saya menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas Anda. Informasi yang Saudara berikan hanya akan digunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan dan tidak akan dipergunakan untuk maksud-maksud lainnya.

Partisipasi Anda dalam penelitian ini bersifat bebas, Anda dipersihlakan memilih untuk bersedia menjadi peserta penelitian atau menolak dan mengundurkan diri tanpa ada sangsi apa pun.

Jika Anda bersedia menjadi peserta penelitian ini, silahkan Anda menandatangani formulir persetujuan di bawah ini. Terimakasih atas perhatian dan partisipasi yang Anda berikan.

Tanda Tangan :

Tanggal :


(65)

Lampiran 2

KUESIONER

Efektifitas Kompres Dingin Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Fraktur di Rindu B Rumah Sakit H. Adam Malik Medan

Kuesioner ini terdiri dari 3 bagian, yaitu: (A) Data Demografi, (B) Pertanyaan, (C) Skala Pengukuran Intensitas Nyeri.

Petunjuk pengisian:

1. Isilah titik di bawah ini dan beri tanda checklist (√) pada salah satu kolom kurung ( ) sesuai dengan jawaban menurut anda benar.

2. Bila ada yang kurang di mengerti dapat ditanyakan kepada peneliti. (A) Data Demografi

1. Inisial nama :

2. Usia :

3. Jenis kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan

4. Suku / Bangsa : ( ) Batak ( ) Jawa

( ) Melayu


(66)

5. Diagnosa :………. 6. Pendidikan Terakhir : ( ) SD

( ) SMP

( ) SMA

( ) Perguruan tinggi

7. Pekerjaan : ( ) Pegawai negeri ( ) Wiraswasta


(67)

(B) Pertanyaan

1. Apakah anda sebelumnya pernah mengalami nyeri pada area tulang yang patah?

( ) Ya ( ) Tidak

2. Apa yang anda lakukan untuk mengatasi nyeri pada area tulang yang patah?

( ) Minum obat pereda nyeri

( ) Membiarkannya

( ) Lain-lain (sebutkan)

3. Apakah saat ini anda mengalami nyeri? ( ) Ya ( ) Tidak

4. Bagaimana sifat nyeri yang anda rasakan? ( ) Nyeri terbakar

( ) Nyeri tertusuk

( ) Nyeri tajam


(68)

(C) Skala Pengukuran Nyeri (Numerical Raiting Scale)

SEBELUM KOMPRES DINGIN

Petunjuk : Tandai skala nyeri berikut ini dengan tanda silang (X) yang menurut saudara dapat mewakili tingkat/intensitas nyeri yang saudara rasakan saat ini!

1. Intensitas nyeri yang saya rasakan sebelum diberikan kompres dingin adalah….

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak nyeri Sangat nyeri

SETELAH KOMPRES DINGIN

Petunjuk : Tandai skala nyeri berikut ini dengan tanda silang (X) yang menurut saudara dapat menwakili tingkat/intensitas nyeri yang saudara rasakan saat ini!

2. Intensitas nyeri yang saya rasakan setelah diberi kompres dingin adalah…..

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10


(69)

Lampiran 3

Lembar Observasi Hasil Pengukuran Skala Intensitas Nyeri Fraktur

di Rindu B RSUP. H. Adam Malik, Medan

(Kelompok Intervensi)

Sampel Penelitian

Sebelum Intervensi (0 menit)

Sesudah Intervensi Kompres Dingin (10 menit)

Responden1 4 2

Responden 2 4 1

Responden 3 6 2

Responden 4 5 3

Responden 5 6 3

Responden 6 7 3

Responden 7 5 2


(70)

Lembar Observasi Hasil Pengukuran Skala Intensitas Nyeri Fraktur

di Rindu B RSUP. H. Adam Malik, Medan

(Kelompok Kontrol)

Sampel Penelitian

Sebelum Intervensi (0 menit)

Sesudah Intervensi Kompres Air Biasa (10 menit)

Responden1 4 4

Responden 2 4 4

Responden 3 6 6

Responden 4 5 4

Responden 5 5 5

Responden 6 4 3

Responden 7 6 5


(71)

Lampiran 4

TAKSASI DANA

1. Perasiapan Proposal

- Biaya tinta dan kertas print proposal Rp. 200.000,- - Fotokopi sumber-sumber tinjauan pustaka Rp. 30.000,-

- Perbanyak proposal Rp. 100.000,-

- Izin survey awal ] Rp. 42.000,-

- Konsunsi saat sidang proposal Rp. 50.000,-

2. Pengumpulan Data

- Izin penelitian Rp. 100.000,-

- Bahan intervensi kompres dingin RP. 100.000,-

- Penggandaan kuesioner Rp. 40.000,-

3. Analisa Data dan Penyusunan Laporan Perbaikan

- Biaya kertas dan tinta print Rp. 100.000,-

- Penjilidan Rp. 30.000,-

- Penggandaan laporan penelitian Rp. 100.000,-

4. Biaya tidak Terduka

Jumlah Rp. 992.000,-


(72)

Lampiran 5

LEMBAR KONSUL Nama : Siti Khodijah

Nim : 091121048

Dosen Pembimbing : Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS

Tanggal Topik Saran Paraf Dosen

25-Feb-10 5-Mar-10 31-Mar-10 13-Mar-10 22-Mar-10 29-Mar-10 05Apr-10 14-Apr-10 16-Apr-10 22-Apr-10 3-Jul-10 Mengajukan judul ACC judul

Konsul Draft I Perbaikan Draf I

Konsul Draft II Perbaikan Draf II

Konsul Draft III Perbaikan Draft III

Konsul Draft IV Perbaikan Draft IV

Sidang Proposal Konsul Draft V

Perbaiki kalimat dan cari refrensi yang lebih terbaru

Perkembangan cukup laju, lebih teliti lagi.

Coba buat metodelogi yang lebih teliti dan saling berkaitan

Diskusikan tentang pengumpulan data

Perbaiki Tabel hasil Penelitian


(73)

9-Jul-10

12-Okt-010

20-Okt-10

02-Nov-10 23 -Nov-10

28-Nov-10

01-Des-10 14-Des-10

Perbaikan Draft V

Konsul Hasil Penelitian (Bab 5) Draft I

Perbaikan Bab 5

Konsul Bab 5 Draft II Perbaikan Draft II

Konsul Bab VI

Konsul Abstrak ACC skripsi

Cek penulisan dan kalimat.

Lihat tabel, perhatikan

kalimat pada pembahasan

Tambahkan Saran untuk penelitian

selanjutnya dan Lanjutkan Abstrak

Persiapkan untuk pengajuan sidang

Perhatikan daftar pustaka


(74)

Lampiran 6

CURRICULUM VITAE

Nama : Siti Khodijah

Tempat/Tanggal Lahir : Panyabungan/17 Februari 1988 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Karya No 7 Panyabungan III Kab. Mandailing Natal

Pendidikan :

1. SDN 142569 Panyabungan, Kab. Madina (1994-2000) 2. SMPN 1 Panyabungan, Kab. Madina (2000-2003) 3. SMAN 1 Panyabungan Utara, Kab. Madina (2003-2006) 4. D-III Keperawatan USU Medan (2006-2009) 5. S1 Keperawatan USU Medan (2009-2011)


(75)

(76)

(77)

(1)

Pekerjaan Responden

Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid

Wiraswasta

5

62.5

62.5

62.5

Pelajar

3

37.5

37.5

100.0

Total

8

100.0

100.0

Data Demografi Kelompok Kontrol

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Usia responden 8 18 45 31.75 9.706 Valid N (listwise) 8

Statistics

Rentang usia Responden

JK Responden

Suku Responden

Diagnosa Responden

Pendidikan Responden

Pekerjaan Responden

N Valid 8 8 8 8 8 8

Missing 0 0 0 0 0 0

Frequency Table

Rentang usia Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid 15-24 2 25.0 25.0 25.0

25-34 3 37.5 37.5 62.5 35-44 2 25.0 25.0 87.5 45-54 1 12.5 12.5 100.0


(2)

JK Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Laki-laki 7 87.5 87.5 87.5

Perempuan 1 12.5 12.5 100.0 Total 8 100.0 100.0

Suku Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Batak 6 75.0 75.0 75.0

Jawa 1 12.5 12.5 87.5 aceh 1 12.5 12.5 100.0 Total 8 100.0 100.0

Diagnosa Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Fraktur Tertutup 6 75.0 75.0 75.0

Fraktur Terbuka 2 25.0 25.0 100.0 Total 8 100.0 100.0

Pendidikan Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid SMA 6 75.0 75.0 75.0

Perguruan Tinggi 2 25.0 25.0 100.0 Total 8 100.0 100.0


(3)

Pekerjaan Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Wiraswasta 3 37.5 37.5 37.5

Pelajar 3 37.5 37.5 75.0 Ibu rumah tangga 1 12.5 12.5 87.5 Pegawai Negeri 1 12.5 12.5 100.0

Total 8 100.0 100.0

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. sebelum .220 8 .200* .917 8 .408 sesudah .228 8 .200* .835 8 .067

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.

Paired T-test Kelompok Intervensi

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 sebelum 5.25 8 1.035 .366

sesudah 2.13 8 .835 .295

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 sebelum & sesudah 8 .620 .101


(4)

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 sebelum -

sesudah

3.125 .835 .295 2.427 3.823 10.591 7 .000

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. sebelum .301 8 .031 .782 8 .018 sesudah .284 8 .057 .906 8 .324

a. Lilliefors Significance Correction

Paired T-test Kelompok Kontrol

T-Test

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 sebelum 4.75 8 .886 .313

sesudah 4.38 8 .916 .324

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 sebelum & sesudah 8 .836 .010


(5)

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-tailed) Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair

1

sebelum - sesudah

.375 .518 .183 -.058 .808 2.049 7 .080

Independen T-test

Group Statistics

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean sebelum intervensi 8 5.25 1.035 .366

kontrol 8 4.75 .886 .313 seseudah intervensi 8 2.13 .835 .295 kontrol 8 4.38 .916 .324


(6)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. T df

Sig. (2-tailed)

Mean Differenc

e

Std. Error Differenc

e Lower Upper sebelu

m

Equal variances

assumed

.068 .798 1.038 14 .317 .500 .482 -.533 1.533

Equal variances

not assumed

1.038 13.67 6

.317 .500 .482 -.536 1.536

seseud ah

Equal variances

assumed

.069 .797 -5.135 14 .000 -2.250 .438 -3.190 -1.310

Equal variances

not assumed

-5.135 13.88 0