BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita terbesar didunia. Menurut catatan UNICEF, diperkirakan setiap detik 1 balita meninggal karena diare.
Dari catatan WHO, diare membunuh 2 juta anak di dunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia menurut Surkesnas 2001 diare merupakan salah satu penyebab kematian
ke-2 terbesar pada balita, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Penyakit diare di negara maju walaupun sudah terjadi
perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan Amiruddin, 2007.
Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare yang disebabkan oleh
infeksi. Tingginya kejadian diare ini oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni,
Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan
Enterohemorrhagic Escherichia coli EHEC. Terjadinya diare infeksi di negara berkembang menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika
anak - anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya dibanding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun. Diare merupakan
penyebab kematian nomor 2 pada balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi
Universitas Sumatera Utara
semua umur. Setiap anak di Indonesia mengalami episode diare sebanyak 1,6-2 kali per tahun. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT di Indonesia, diare
menempati urutan ketiga penyebab kematian bayi Amiruddin, 2007. Masalah yang umum terjadi pada kondisi diare adalah dehidrasi yaitu dimana
dehidrasi yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas penduduk bila dehidrasi tidak dapat dikontrol dengan terapi rehidrasi Brunner Suddart, 2001.
Salah satu cara penatalaksanaan diare dapat dilakukan dengan perawatan pada klien yang didukung pengobatan simptomatik dan kausatif, yaitu ada pengobatan
simptomatik dapat digunakan Alkaloid morfin untuk menghentikan diare berdasarkan efek langsung terhadap otot polos Manjoer, 2001, sedangkan terapi lain yang dapat
dilakukan dengan pengobatan alternatif yang salah satunya yaitu pemanfaatan daun jambu biji Supandiaman Sujatno, 1997.
Berdasarkan observasi di lapangan tidak semua kelompok masyarakat dalam perawatan diare langsung ditangani dengan pemberian obat tertentu untuk
mempercepat proses penyembuhan penyakit diare. Sebagian kelompok masyarakat melakukan terapi alternatif, yaitu mereka mempercayakan perawatan diare dengan
pemanfaatan daun jambu biji, mereka berpendapat bahwa daun jambu biji mengandung bahan yang dapat mempercepat proses penyembuhan diare Susi, 2006.
Disamping itu, rendahnya daya beli masyarakat, pendapatan yang tidak memadai, ditambah lagi dengan harga obat-obatan yang cukup tinggi, memberikan
alasan kenapa masyarakat memutuskan terapi daun jambu biji sebagai perawatan diare. Hal tersebut dapat diterima dengan beberapa alasan ditemukannya referensi
Universitas Sumatera Utara
hasil penelitian yang menyebutkan daun jambu biji mengandung komposisi zat antara lain tannin, minyak atsiri, flavonoid, ursolic, oleanolic, karoten, vitamin B1, B2, B3,
B6 dan vitamin C serta resin, avicularin dan guajaverin Supandiaman Sujatno, 1997. Adanya minyak atsiri dalam daun jambu biji diduga bersifat antibakteri.
Minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan kuman dengan mengganggu proses terbentuknya membran dan atau dinding sel tidak terbentuk atau
terbentuk tidak sempurna. Tannin mempunyai sifat sebagai pengelat berefek spasmolitik, yang menciutkan atau mengkerutkan usus sehingga gerak peristaltik usus
berkurang. Akan tetapi, efek spasmolitik ini juga mengkin dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga menggangu permeabilitas sel itu sendiri,
sehingga menghambat pertumbuhan sel bahkan mati. Tannin juga mempunyai daya antibakteri dengan cara mempersifitasi protein karena diduga tannin mempunyai efek
yang sama dengan senyawa fenolik. Efek anti bakteri tannin melalui reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik.
Karena tannin pada daun jambu biji cukup banyak, penghambatan pertumbuhan bakteri salmonella typhimurium diduga juga disebakan oleh mekanisme ini
Dzulkarnain, 1996. Alkaloid brotowali dapat menggangu terbentuknya jembatan sebrang silang
komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut Robinson,
1998. Dengan demikian penghambatan pertumbuhan salmonella typhimurium juga
Universitas Sumatera Utara
dapat disebabkan oleh adanya kandungan alkaloid pada ekstrak daun jambu biji Achmad, 1986.
Berdasarkan pemaparan di atas perlu diketahui lebih lanjut melalui penelitian ini tentang bagaimana perawatan diare dengan pemanfaatan daun jambu biji sebagai
penatalaksanaan yang umum digunakan oleh masyarakat di Desa Tembung Pasar VII Dusun IX.
2. Tujuan Penelitian