mendapatkan janji untuk masuk ke dalam surga. Penyebutan amal-amal salih merupakan pengkhususan terhadap nash yang sudah ada, agar dapat diketahui bahwa
pahala yang dijanjikan di akhirat, yaitu berupa surga tanpa azab, tidak akan di berikan kepada orang yang beriman tanpa mengerjakan amal shalih.
Adapun yang dimaksud dengan iman menurut Ibn Taimiyyah bahwa iman itu harus diwujudkan dengan amal perbuatan, maksudnya ialah mengerjakan perintah-
perintah yang wajib. Artinya jika seseorang muslim yang meninggalkan perbuatan yang sunnah, maka yang demikian itu tidak mempengaruhi iman-nya, tetapi jika
meninggalkan hal-hal yang diwajibkan maka itu sangat mempengaruhi iman-nya
1
A. Iman Yang Global dan Iman Yang Terinci
Di antara manusia ada yang beriman kepada para Rasul dengan keimanan global dan menyeluruh. Adapun keimanan yang terperinci adalah sebagaian besar apa
yang dibawa oleh para Rasul yang sampai kepadanya ia mengetahuinya meski sebagian lainnya tidak. Apa yang tidak sampai kepadanya dan ia pun tidak tahu,
namun seandainya sampai kepadanya ia tentu beriman kepadanya. Inilah yang disebut beriman kepada apa yang dibawa oleh para Rasul secara global.
Apabila ia mengamalkan apa yang ia ketahui, yaitu apa yang diperintahkan oleh Allah SWT, untuk dilaksanakan dengan keimanan dan ketakwaannya, sesuai
dengan apa yang dianjurkan oleh al-Qur’ân dan sunnah, maka itulah yang disebut
1
Ibn Taimiyyah, al-Iman, terj, Kathur Suhardi Jakarta: Darul Falah, h. 104
dengan keimanan yang terinci.
2
Perlu diketahui bahwa setiap hamba tidak dibebani kewajiban iman yang terinci. Tetapi kata Ibn Taimiyyah apabila seseorang yang
mengetahui al-Qur’an dan sunnah serta makna-maknanya, maka ia diwajibkan atas dirinya iman yang terinci, berdasarkan pengetahuannya itu, tidak seperti yang
diwajibkan atas orang lain. Tetapi apabila seseorang ini meninggalkan dari keimanan yang terinci maka ia tidak akan diazab oleh Allah. Sebaliknya apabila seseorang
mengamalkan keimanan yang terinci ini, maka ia telah mencapai kesempurnaan dalam agamanya, sesuai dengan firman Allah sw
t:
⌧ ☺
⌧
☺ ☺
ﺔﻟ د ﺎﺠﻟا :
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: Berlapang- lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Apabila dikatakan: Berdirilah kamu, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. QS. al-Mujadalah : 11
2
Ibn Taimiyyah, al-Furqân Baina Auliâ al-Rahmân wa Aulia al-Syaithân Beirut: Dâr al- Kutub Ilmiyah, tth, h. 20
Ayat tersebut menegaskan bahwa orang yang beriman kepada Rasulullah Saw itu bertingkat-tingkat, sebagian mereka keimanannya itu lebih besar dari pada yang
lain sesuai dengan keilmuan yang sampai kepadanya. Demikian juga dari segi amal perbuatan, maka keimanan dari padanya ini adalah amal perbuatan, jika ia
mengamalkan apa yang di bawa oleh Nabi Muhammad Saw. maka itu adalah bukti keimanan yang paling besar.
Jadi orang yang mencari pengetahuan secara terinci dan mengamalkannya, maka imannya lebih sempurna daripada orang yang mengetahui apa yang diwajibkan
atas dirinya, namun ia tidak mengamalkan semuanya. Menurut Ibn Taimiyyah, pembenaran yang mengharuskan
amal hati seperti takut kepada Allah SWT, tawakkal, mencintai Nabi Muhammad Saw dan berharap
syafaat-nya, lebih sempurna daripada pembenaran yang tidak disertai dengan amal hati. Pengetahuan yang kemudian diamalkan oleh orangnya, lebih sempurna daripada
pengetahuan yang tidak diamalkan orangnya. Jika dua orang sama-sama mengetahui bahwa Allah SWT adalah haq, Rasul-Nya adalah haq, surga adalah haq, lalu
pengetahuan salah seorang di antaranya mendatangkan rasa cinta kepada Allah SWT, takut kepadanya, mengharapkan surga dan lari dari neraka, sementara pengetahuan
yang satunya tidak mendatangkan hal-hal itu, maka dapat diketahui bahwa pengetahuan orang yang pertama lebih sempurna.
3
Kekuatan akibat merupakan bukti dan kekuatan sebab semua ini muncul dari pengetahuan. Pengetahuan tentang apa yang dicintai mengharuskan pencariannya dan
3
Ibn Taimiyyah, al-Iman terj, Kathur Suhardi, h. 141
pengetahuan tentang apa yang ditakuti mengharuskan penghindaran darinya. Jika tidak ada sesuatu yang mengharuskan, menunjukkan kelemahan apa yang diharuskan
karena itulah Nabi Muhammad Saw bersabda:
ﻟݛ ܙ
ا ﻟ
ﺨ ۹
ﺮ آ
ﻟ ﺎ
ﻌ ݚ ﺎ
ﻦ
“Sesuatu yang dikabarkan tidak seperti yang dilihat dengan mata kepala”. Karena itulah ketika Allah mengabarkan kepada Musa bahwa kaumnya
menyembah anak lembu, maka beliau tidak melempar lembaran al-kitab. Tetapi ketika melihat dengan mata kepala, beliau melemparkannya, itu terjadi bukan berarti
Musa menyaksikan pengabaran Allah, tapi seakurat apapun suatu pengabaran dan sebenar apapun pemberi kabar, tetap tidak seperti gambaran ketika hal itu terlihat
langsung di depan mata kepala. Bahkan hatinya hanya disibukkan dengan apa yang digambarkan, meski apa yang dikabarkan itu dapat di percaya. Sebagaimana yang
diketahui ketika melihat dengan mata kepala itulah tampak apa yang dikabarkan, tidak hanya sebatas pengabaran. Pembenaran ini lebih sempurna daripada
pembenaran yang lainnya.
4
Jadi amal-amal hati seperti mencintai Allah dan Rasul-Nya, taat kepada Allah, berharap kepada-Nya dan lain sebagainya, semua termasuk bagian dari keimanan
seperti yang diisyaratkan al-Kitab dan al-Sunnah serta kesepakatan orang-orang salaf. Maka karena itulah manusia ada yang beriman dengan terinci dan ada yang beriman
secara global.
4
Ibn Taimiyyah, al-Iman terj, Kathur Suhardi, h. 142
B. Amal Perbuatan Termasuk Syarat Iman