berserah diri. Jadi mereka itu barulah dimaafkan kalau bertaubat dan karenanya tidak ada alasan di sini untuk mengatakan bahwa orang fasik akan di maafkan begitu saja
19
.
3. Asy’ariyah
Menurut Imam Asy’arî iman itu ialah pengakuan dalam hati tentang keesaan Allah dan tentang kebenaran rasul-rasul-Nya apa yang segala mereka bawa, lalu
mengucapkan dengan lisan. Asy’arî berpendapat seperti ini dengan tujuan untuk menetapkan orang yang fasik berdosa besar masih disebut orang mukmin. Bukti
bahwa orang fasik itu masih disebut mukmin, bahwa orang fasik masih diberlakukan seperti orang mukmin di dalam menghukuminya. Bila mereka meninggal dunia,
mereka masih dikuburkan di kuburan orang muslim dan dishalatkan serta di mandikan.
Asy’arî mengatakan bahwa amal perbuatan itu tidak dimasukkan ke dalam konsep iman, alasannya jika amal perbuatan dimasukkan ke dalam konsep iman
adalah orang yang berdosa besar hanya sekali akan bisa menghapus kebaikan- kebaikan yang pernah ia kerjakan dan ia akan kehilangan atribut imannya.
Menurut Asy’ariyah orang yang fasik berdosa besar Tuhan bisa saja membatalkan siksanya, asalkan orang yang fasik ini memiliki iman walaupun hanya
sedikit, pembatalan siksa ini disebut syafa’at. Menurut Asy’arî sesungguhnya syafa’at itu dimaksudkan untuk melepaskan siksa bagi orang-orang yang telah ditetapkan
mendapatkan siksa. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Saw:
19
Machasin, al-Qadi Abd al-Jabbar Mutasyabih al-Qur’an Dalih Rasionalitas al-Qur’an Yogyakarta: Lkis, 2000, h. 155-157
ا ﱠن
ا ﻟ
ﺬ ݎ
۹ݛ ﻦ
ݚ ﺨ
ﺮ ܆
ﻮ ن
ﻣ ﻦ
ﱠݏﻟا ر ﺎ
“Bahwa seluruh orang-orang yang melakukan dosa akan dikeluarkan dari neraka”.
20
س ﺎ۹ܲ ﻦ۸ا ﻦܲ يورو .
ﷲا لﻮﺳر لﺎܾ :
ݚ ܦﻮ
ܱ ءﺎݛ۹ݎ ݟﻟ
ﻣ ݏ
۸ ﺎ ﺮ
ﻣ ﻦ
ݎ رﻮ
ݚ ﺠ
݇ ܛ
نﻮ ݇ܲ
و ﺎﻬݛ ݚ
ﻘ۹ ﻣ ﻰ
ݏ۹ ﺮ
ا ﻻ ى ܆
݇ ܙ
݇ܲ ݑݛ
. لﺎܾوا
: ا ﻻ
ܾ ﺪﻌ
ﺎܾ ݑݛ݇ܲ ﺋ
ﺪݚ ﻦݛ۸ ﺎ ي
ﱢ۸ر ﻰ
ܺﺎﺨﻣ ﺔ
ݚ نا ۹ﻌ
܁ ۸
ا ﻰ ﻟ
ﺔݏﺠﻟا ﻰ لﻮܾ ﺎܺ ىﺪﻌ۸ ﻰﺘﻣا ﻰﻘ۹۾و
: ﻰﺘﻣ ا ﻰﺘﻣا برﺎݚ
. ﷲا لﻮﻘݛܺ
: ﻣﺎݚ
܋ ﱠ
ﺪ ۾ﺎﻣ
ﺮ ﺪݚ
ݏܢا نا ܱ
ﱠﻣ ﺎ۸ ﺘ
ﻚ .
ܾ ﺎܺ لﻮ
: رﺎݚ
ﱢب ܲ
ﱢﺠ ﺣ ݅
ܛ ۸ﺎ
ﻬ ݉
. ݛܺ
ﺪ ܲ
݉ﻬ۸ ﻰ ܺݛ
܋ ﺳ ﺎ
۹ نﻮ
. ܺ
ݏﻬ ﻣ ݉
ﻦ ݚ
ﺪ
ﱠݏﺠﻟا ݅ ﺔ
۸ ﺣﺮ
ﺘ ݑ
ﻣو ﻬݏ
ﻣ ݉ ﻦ
ݚ ﺪ
ﺠﻟا ݅
ﱠݏﺔ ۸
ܟ ܻ
ܲﺎ ﺘ
ﻰ .
ا ﺎܺ ز
لا ا
ܞ ܻ
ܱ ا ﻰﺘﺣ
ܲ ﻄ
ܢ ﻰ ﻜ
ًآ ﺎ لﺎ܆ﺮ۸ ﺎ
ܾ ﺪ
۸ ﻌ
۸ ܁ رﺎݏﻟا ﻰﻟا ݉ﻬ
ﻣ ﻰﺘﺣ ﻟﺎ
ًﻜ زﺎ ﺎ
ن ﻟرﺎݏﻟا
ݛﻘ لﻮ
: ﺪ܋ﻣﺎݚ
۾ ﺎﻣ آﺮ
۽ ܷﻟا
ﻀ ۷
ر ﱢ۸
ا ﻰܺ ﻚ ݎ ﻦﻣ ﻚﺘﻣ
ﺔﻘ
“Ibn Abbas ra menuturkan, bahwasanya Rasulullah saw berkata menerangkan. Pada hari kiamat para nabi disediakan mimbar dari cahaya. Mereka pada duduk di
atas mimbar-mimbar tersebut, hanya mimbarku yang tidak aku duduki. Aku berdiri di hadapan Tuhanku, khawatir kalau-kalau diriku dikirim ke surga, tetapi setelah itu
umatku tetap berada di tempatnya. Karena itu aku memohon kepada Tuhanku cepatkanlah hisab mereka. Mereka lalu dipanggil diperintahkan datang, kemudian
dihisab. Di antara mereka ada yang masuk surga karena rahmat-Nya dan ada juga yang masuk surga karena syafa’atku. Aku terus memberikan syafa’at dan pada
akhirnya aku diberikan kewenangan kekuasaan menyelamatkan sejumlah orang yang sudah dikirim ke neraka, sehingga malaikat Malik berkata. Ya Muhammad engkau
tidak membiarkan umatmu ditimpa murka Tuhanmu”.
21
20
Abu Hasan al-Asy’ariyyah, al-Ibânah ‘an Usûl al-Diyânah Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiah, 2005, h. 85
21
Muhammad al-Mâlikî, Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah Kairo: al-Musaha Karthoum, tth, h. 234
BAB IV KONSEP