Nimpa Bunga Benih “ngambur-ngamburi” Ritus-ritus Mengusir Hama Kerja Tahun Mahpah Ritus-ritus Setelah Panen atau Ucapan Syukur

“o…beru dayang pada hari yang baik ini kamu di sembunyikan, dan nantinya kamu akan ku jemput kembali melimpah ruahlah kamu nantinya agar bisa mengadakan pesta yang baik dan baik juga nantinya memberi kehidupan bagi anak-anak yang dilahirkan” Sesuai dengan kepercayaan Karo maka yang menanam padi adalah orang yang lahir “ertendiken ulu lau”, sebab kelahiran ini dipercayai dapat mendamaikan semua orang, dan penyejuk serta mampu memberi. Benih yang masih tersisa semuanya di simpan, tidak bisa “igugut” atau “ditumbuk” menjadi makanan tetapi setelah tiba saatnya benih yang sudah ditanam tumbuh dan daunnya mulai “erlayuk” maka sisa benih tadi sudah bisa ditumbuk menjadi “cimpa” untuk dimakan dalam pesta atau “kerja tahun nimpa bunga benih”.

3.2.2 Nimpa Bunga Benih “ngambur-ngamburi” Ritus-ritus Mengusir Hama

Nimpa bunga benih adalah suatu upacara tradisional masyarakat Karo yang dilaksanakan pada saat padi sudah berumur 2 atau 3 bulan naka-naka page. Ritual ini juga tujuannya untuk pengucapan syukur dan harapan akan pernyataan Beru Dayang untuk memberikan dalam permohonan kepercayaan kepada Beru Dayang. Dan biasanya ini tidak dirayakan dengan pesta yang megah. Di beberapa tempat ada juga yang tidak melakukan nimpa bunga benih tetapi ia melakukan “kerja mere-mere page” mengupa-ngupa yaitu sesudah padi bunting, biasanya mereka membuat makanan yang disebut dengan “ngerires” ngelemang, dan juga ada ikan sungai dan kepiting yang sudah dibusukkan dan Universitas Sumatera Utara semuanya di masukkan kedalam bambu besar “rires” tersebut di ambur-amburi ditebarkan secara merata ke pinggir ladang dengan maksud menolak hama tikus dan lain-lain. Jaman dahulu, untuk mengusir hama penyakit para petani berdoa: “o…Beru Dayang rumenet, enggo kam kuidah mberu kal erlayuk dingen mehuli kam, mbue kal pagi ulih juma enda, erganda-ganda min kam guna I baba ku rumah, jadi pulungen kerja-kerja simehuli pebelin-belinken anak si pupus o…Beru Dayang kami sudah melihat daunmu mulai hijau, mudah-mudahan engakau akan berbuah banyak agar kami bisa mengadakan pesta dan untuk anak- anak yang akan lahir. Setelah selesai mengadakan ritual ini maka di bawalah rires ke rumah untuk di makan bersama-sama dengan sangkep nggeluh dan kalimbubu yang harus terlebih dahulu memakannya.

3.2.3 Kerja Tahun Mahpah Ritus-ritus Setelah Panen atau Ucapan Syukur

Yang dimaksud dengan “kerja tahun mahpah” adalah suatu perayaan yang dilakukan setelah panan padi selesai. Perayaan ini juga bertujuan untuk mengucapkan terima kasih kepada Beru dayang karena sudah memberkati panen mereka. Pesta ini biasanya dirayakan dengan sangat meriah dan lebih besar dari perayaan-perayaan yang lainnya. Sebelum merayakan pesta ini, maka terlebih dahulu diadakan ritual yang disebut dengan “mutikken page” mematahkan padi pada saat padi sudah menguning. Universitas Sumatera Utara Di pagi hari si petani berangkat suami istri ke ladangnya untuk mengadakan ritual “mutikken page” dengan membawa “sumpit” dan “belo ras kuhna” sirih lengkap dengan bahan-bahanya. Setelah mereka sampai di ladang maka “sumpit” itu di letakkan dalam keadaan terbuka didekat tempat “pemenaan” permulaan atau “tanda” menanam padi, lalu ia “ngawin” meraih satu batang padi dan menaikkan doa sebagai berikut: “O…Beru Dayang Perinte-rinte, nggo kuidah kam mberu kal megersing. Kuputikken kal kam, ku baba me sendah kam ku rumah ku sapo, gelah pepagi seh paksana erguna pagi sinisuan kami, jadi kerja-kerja si mehuli ras pebelin-belin anak si pupus kami” O… Beru Dayang yang sudah menguning, hari ini aku akan membawa kamu ke rumah, semoga di hari berikutnya kamu memberkati panen kami kembali untuk membuat pesta yang meriah dan sebagai makanan anak-anak kami. Sesudah selesai mengucapkan doa tersebut, maka ia menggambil 5 atau 6 tangkai padi yang arahnya menghadap ke tempat “pemenaan” tanda dan disatukannya tangkai padi itu dengan bunga “sanggar” di ikat dengan “padang enteguh” kemudian i semburi di sembur dan ditatuh ke dalam “sumpit” kemudian di bawa ke rumah. Sebagia orang ada juga yang menyimpanya di “sapo” pondok yang ada di ladang tapi kalau keadaan pondok itu baik dan tahan lama. Sesampainya di rumah, maka ia menggambil 11 biji padi tersebut, kemudia dikuliti serta berasnya di satukan dengan beras yang ada di rumah atau “gantang” takaran beras. Setelah disatukan biasanya pada jaman dahulu bila ia peka, maka dari situ ia akan tahu apakah panennya akan berhasil atau tidak. Bila Universitas Sumatera Utara beras tadi di masukkan kembali ke dalam takaran semula dan ternyata hasilnya lebih dari “kerisen”berarti panan akan berhasil baik mbuah page dan bila ternyata “pas-pasan saja” berarti hasil panen hanya cukup untuk makan saja, serta apabila kurang dari “kerisen” takaran, ini pertanda bahwa musim paceklik akan datang dan kesusahan membuat “cimpa” kue dari tepung beras. Kelima atau ke enam tangkai padi yang sudah di “putikken” tadi ditaruh tergantung pada langit-langit rumah atau pondok yang tingginya lebih tinggi dari jangkauan kepala. Bila acara “mutik” sudah selesai maka beberapa hari kemudian sudah bisa memulai untuk panen atau memotong padi. “pungo page i pinohken” dalam bentuk besar atau “diteboh-tebohken” dalam bentuk lebih kecil tapi juga bisa banyak. Beberapa hari kemudian “ngerik atau I pas-pasi” dan “ngangin” dan “dijemur”. Bila “pinoken” atau “telbuh-telbuhkan” bisa agak lama, baru kemudian “I erik” dibersihkn dengan di injak-injak, sesudah itu dibersihkan, kemudian padi itu di simpan di “keben” atau “sapo page” lumbung padi. Dan untuk menyatakan ungkapan rasa terima kasih karena “enggo dung peranin” panan sudah selesai maka seturut dengan pesan “Beru Dayang Jile- jile” dahulu, maka semua kade-kade sanak saudara atau sangkep nggeluh di undang untuk bersama-sama menikmati panen tersebut. Untuk itulah dilaksanakan “kerja tahun mahpah” dengan mengadakan “gendang guro-guro aron” pesta untuk muda-mudi. Dalam kerja tahun mahpah ini dibuatlah makanan dari pahpah tersebut page i tangger, isauk, jenari i tutu, i pan padi yang dimasak, di goring, setelah itu di tumbuk, kemudian siap untu dimakan, setelah itu di campur dengan gula aren dan kelapa. Padi yang sudah dipanen tadi dimasak dengan lauk pauk seperti Universitas Sumatera Utara babi,ayam, lembu atau kerbau. Suasana ini dirayakan dengan penuh suka cita dimana anak-anak muda bersorak sorai dan mereka menyayikan lagu-lagu sampai pada pagi hari. Keluarga juga ikut mengucap syukur bersama-sama dengan sanak saudara sangkep nggeluh dengan berkumpul dan memakan hasildari jerih payah mereka. Universitas Sumatera Utara BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan