Pelayanan Publik yang Non Partisan

daya tangkap organisasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan warga pengguna layanan. Tujuan utama pelayanan publik adalah memenuhi kebutuhan warga pengguna agar dapat memperoleh pelayanan yang diinginkan dan memasukan. Karena itu, penyedia layanan harus mampu mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan warga pengguna, kemudian memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan warga tersebut. Untuk mengetahui keinginan, kebutuhan dan kepentingan pengguna atau pelanggan birokrasi pelayanan publik harus mendekatkan diri dengan pelanggan. Pemerintah yang demokrasi lahir untuk melayani warganya. Karena itu, tugas pemerintah adalah mencari cara agar warga merasa senang dan puas dalam menerima pelayanan yang mereka selenggarakan.

3. Pelayanan Publik yang Non Partisan

Maksud dan pelayanan publik non Partisan adalah sistem pelayanan yang memperlakukan semua pengguna layanan secara adil tanpa membeda-bedakan berdasarkan status sosial ekonomi, kesukuan, etnik, agama, kepartaian, dan sebagainya. Latar belakang pengguna layanan tidak boleh dijadikan pertimbangan dalam memberikan layanan. Penyelenggaraan pelayanan publik harus berdasarkan asas equal before the law kesamaan didepan hukum. Prinsip ini memberikan akses yang sama bagi semua warga negara di dalam menerima pelayanan publik. Pelayanan publik non – partisan dapat dilihat dari indikator-indikator: 1 adanya akses yang sama bagi semua orang untuk mendapatkan pelayanan, 2 Pemberian pelayanan publik kepada pelanggan berdasarkan nomor urut, 3 tidak diberlakukannya dispensasi pelayanan kepada pelanggan. Untuk memenuhi itu semua disyaratkan adanya netralitas posisi birokrasi, tertama dalam menyelenggarakan layanan publik. Arangan bagi aparat birokrasi untuk menjadi anggota dan atau pengurus partai politik seperti yang tercantum dalam pasal 3 ayat 3 UU No. 43 Tahun 1999 adalah sebuah awal dari iklim menuju pelayanan publik yang non partisan dan adil. Menurut Adam Smith, untuk mewujudkan keadilan peran pemerintah perlu dibatasi hanya mengelola pertahanan, keamanan, hubungan luar negeri, pekerjaan umum dan peradilan. Dalam pelayanan publik, efektivitas dan efisiensi saja tidak dapat dijadikan patokan. Diperlukan ukuran lain yaitu keadilan, sebab tanpa ukuran ini ketimpangan pelayanan tidak dapat dihindari. 98 Kekuatan lain yang dapat mendorong aparat birokrasi dapat berintdak tidak diskriminatif terhadap pengguna layanan adalah adanya kode etik birokrasi. Kode etik ini mengatur pola prilaku yang diperbolehkan dan yang tidak dapat diperbolehkan serta sebagai bentuk sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pelanggar. 98 Lijan Poltak Sinambela, Op. Cit. Hal. 15

BAB III HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN IZIN DENGAN UPAYA

DAMPAK PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM SEKTOR INDUSTRI

A. Perizinan

Perizinan pada mulanya dikenal pada suatu masa tertentu hendak elakukan usahanya, baik pada suatu kegiatan tertentu maupun beberapa kegiatan tertentu lainnya. Pada saat itu setiap orang yang hendak melakukan usahanya harus memiliki izin dari pengusaha di wilayahnya. Orang diharuskan memiliki izin sebelum berusaha pada saat itu. Untuk menjawab hal tersebut ada beberapa kemungkinan yang bisa diajukan, yaitu: 1. Segi Pungutan Penguasa ingin mendapatkan dan pungutan lainnya dari orang yang berusaha di daerah kekuasaannya. Pungutan ini dapat secara umum diberlakukan pada setiap kegiatan atau pungutan diberlakukan perjenis kegiatannya. 2. Segi Dokumentasi dan Informasi Penguasa ingin mencatat dan mengetahui beberapa orang yang melakukan kegiatan usaha diwilayahnya, demikian juga ingin mencatat dan mengetahui jenis kegiatan dan usaha yang dijalankan di wilayahnya. Biasanya hal ini kemudian