Parate Eksekusi pada Jaminan Gadai

1. Penggantian perikatan lama dengan perikatan baru dengan kreditur dan debitur yang sama 2. Penggantian debitur dengan perikatan baru yang menghapuskan kewajiban debitur lama berdasarkan perikatan yang lama 3. Penggantian kreditur dengan perikatan baru yang menghapuskan kewajiban debitur lama berdasarkan perikatan yang lama. Dengan konstruksi hukum yang demikian berarti dalam novasi seluruh hak-hak istimewa, hak-hak jaminan kebendaan, serta hak-hak ikutan lainnya, yang melekat pada perikatan pokok tidaklah demi hukum turut beralih kepada kreditur baru. 41

D. Parate Eksekusi pada Jaminan Gadai

Dalam hubungan perutangan di mana ada kewajiban berprestasi dari debitur dan hak atas prestasi dari kreditur, hubungan hukum akan lancar terlaksana jika masing-masing pihak memenuhi kewajibannya. Namun dalam hubungan perhutangan yang sudah dapat di tagih opeisbaar jika debitur tidak memenuhi prestasi secara sukarela, kreditur mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya hak verhaal; hak eksekusi terhadap harta kekayaan debitur yang di pakai sebagai jaminan. Hak pemenuhan dari kreditur itu dilakukan dengan cara penjualan mencairkan benda-benda jaminan dari kreditur dimana hasilnya adalah untuk pemenuhan debitur. Penjualan dari benda-benda tersebut dapat terjadi melalui penjualan di muka umum karena adanya janjibeding lebih dahulu parate 41 Kartini Muljadi-Gunawan Widjaja, Op. Cit, hlm 185 Universitas Sumatera Utara eksekusi terhadap benda-benda tertentu yang di pakai sebagai jaminan. Hak pemegang gadai untuk menjual barang dengan kekuasaan sendiri ini tidak tunduk pada aturan umum tentang eksekusi yang di atur dalam Hukum Acara Perdata R.V., akan tetapi di atur secara khusus, seperti halnya dengan hypoteek pasal 1178 KUH Perdata jo. Pasal 7 ayat 2 PMA no.15 tahun 1961. 42 Menurut kamus hukum, pengertian parate eksekusi adalah pelaksanaan langsung tanpa melalui proses pengadilan; eksekusi langsung yang bisa dilakukan dalam masalah gadai sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam perjanjian. 43 “Apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka si berpiutang berhak jika si berutang atau si pemberi gadai bercidera janji, setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika tidak telah ditentukan suatu tenggang waktu, setelah dilakukannya suatu peringatan untuk membayar, menyuruh menjual barang gadainya di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku, dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnya beserta bunga dan biaya pendapatan penjualan tersebut. Dalam parate eksekusi tidak diperlukan adanya titel eksekutorial atau suatu putusan dari Hakim di Pengadilan. Pengaturan Parate eksekusi di atur dalam Pasal 1155 KUH Perdata: 44 Berdasarkan ketentuan Pasal 1155 di atas dapat di pahami bahwa Parate Eksekusi timbul ketika syarat-syaratnya terpenuhi, syarat tersebut adalah sebagai berikut: ” 45 1. Hak Parate Eksekusi baru timbul, ketika para pihak tidak memperjanjikan lain mengenai cara untuk melakukan penjualan barang gadai tersebut, hal 42 Mariam Darus Badrulzman, Op. Cit, hlm 60 43 Sudarsono, kamus hukum, Jakarta; Rineka Cipta, 2007, hlm 339 44 R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, Op. Cit, hlm 298 45 www.scribd.com , sebuah tulisan oleh Teddy Anggoro, hak kreditur yang menderogasi hukum formil suatu pemahaman yang dasar dan mendalam Universitas Sumatera Utara ini terkait dengan sifatnya yang menambahkan aanvullendrecht. Dengan kata lain parate eksekusi ini merupakan hak yang diberikan oleh undang- undang atau demi hokum by law dan tidak perlu diperjanjikan terlebih dahulu, tetapi akan terderogasi juga oleh berbagai pihak pact sunt servanda. 2. Parate executie otomatis timbul pada saat pemberi gadai wanprestasi. Dengan kata lain hak untuk mengeksekusi otomatis menjadi sempurna saat debitur melakukan wanprestasi. Mengenai wanprestasi yang diisyaratkan dalam Pasal 1155 KUH Perdata, dirumuskan sebagai berikut: a Setelah tenggat waktu yang ditentukan lampau. Hal ini merujuk pada anak kalimat “…setelah lampaunya jangka waktu yang ditentukan…” yang tertuju pada perjanjian dengan batas akhir verval termijn. b Setelah dilakukan peringatan somasi untuk membayar, dalam hal perjanjian yang tidak ditentukan mengenai tenggat waktunya, merujuk pada anak kalimat “…atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan janji dalam hal tidak ada ketentuan tentang jangka waktu yang pasti…” Pengaturan wanprestasi ini dihubungkan dengan kata “atau” sehingga patut dipahami bahwa ketentuan ini bersifat alternatif. Bila dalam perjanjian telah ditentukan batas waktu, maka secara otomatis hak ini “matang” ketika jangka waktu yang ditentukan tersebut lampau, sedangkan apabila tidak ditentukan mengenai waktu yang ditentukan Universitas Sumatera Utara barulah syarat kedua dapat berjalan, yaitu wajib bagi kreditur untuk memberikan peringatan someer kepada debitur, karena dengan peringatan tersebut hak parate eksekusi tersebut menjadi ”matang”. Dalam praktek dewasa ini verval termijn menjadi klausul yang wajib dalam setiap perjanjian, bila merujuk pada ketentuan pasal ini adalah terjadi kesalahpahaman misunderstanding terhadap hukum dalam praktek, karena terkesan suatu parate eksekusi menjadi “afdol” ketika pihak kreditur telah memperingatkan somasi debitur agar memenuhi janjinya. Padahal telah dijelaskan perumusan wanprestasi tersebut bersifat alternatif, tapi dalam praktek bersifat kumulatif, bila kita melihat dari sisi kehati-hatian dalam dunia Perbankan disebut prinsip Prudential Banking, maka hal tersebut bisa dipahami, tapi dari sisi kepastian hukum dan waktu maka hal tersebut menjadi tidak logis dan bertentangan dengan hukum yaitu ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata. 3. Untuk penjualan tersebut tidak disyaratkan adanya titel eksekutorial. Pemegang gadai dapat melakukan penjualan tanpa perantara pengadilan, tanpa perlu minta bantuan juru sita, tanpa perlu mendahuluinya dengan suatu sitaan. Pemegang gadai disini menjual atas kekuasaannya sendiri. 4. Penjualan harus dilakukan di depan umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan syarat-syarat yang lazim berlaku lelang. Adapun tujuan penjualan dimuka umum ini, anak kalimat terakhir Pasal 1155 ayat 1 KUH Perdata menjelaskan “…dengan tujuan agar jumlah hutang itu dengan bunga dan biaya dapat dilunasi dengan hasil penjualan itu”. Universitas Sumatera Utara Terlepas dari tujuan yang diatur dalam pasal tersebut, bila dikaitkan dengan ketentuan pasal 155 ayat 2 bahwa persyaratan penjualan dimuka umum tersebut terdapat pengecualiannya, asalkan syarat-syarat pasal 1155 ayat 2 tersebut terpenuhi. Sehingga patutlah dipahami bahwa inti dari penjualan barang gadai adalah untuk mendapatkan harga pasar. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab satu bahwa parate eksekusi di atur di dalam Pasal 1155 KUH perdata, maka dapat kita simpulkan bahwa kewenangan untuk menjual sendiri pada gadai timbul karena ditetapkan oleh undang-undang. Janji demikian mengandung kekuasaan untuk menjual benda-benda yang dijaminkan itu di muka umum dan kewenangan untuk mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Janji demikian harus didaftarkan dalam register umum, sedang penjualan lelangnya harus dilakukan menurut cara sebagaimana diatur dalam pasal 1155 KUH Perdata. Yaitu harus dilakukan di muka umum, menurut kebiasaan-kebiasaan setempat, dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu. Dengan demikian, pemegang gadai selain daripada mempunyai hak tagih yang didahulukan, juga mempunyai hak mengambil pelunasan yang disederhanakan. 46 Namun, sebelum melaksanakan parate eksekusi pemegang gadai harus memastikan dulu bahwa pemberi gadai telah diberikan peringatan somatie menurut cara-cara yang telah ditentukan. Kewajiban kreditur memberitahukan 46 J.Satrio, Op. Cit, hlm 122 Universitas Sumatera Utara penjualan barang gadai kepada debitur, di atur dalam Pasal 1156 ayat 2 KUH Perdata: 1. Pemberitahuan wajib dilakukan kreditur, sehingga sifatnya imperatif; 2. Pemberitahuan selambat-lambatnya pada hari berikutnya dari tanggal penjualan; 3. Bentuk pemberitahuan: a Dengan telegram, atau b Dengan pos atau surat tercatat:; 4. Tidak memberitahu atau lalai memberitahu kepada debitur dalam jangka waktu yang ditetapkan Pasal 1156 KUH Perdata: a Kreditur dikualifikasikan melakukan perbuatan melawan hukum PMH b Dengan demikian, cukup alasan bagi debitur menuntut ganti rugi berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata kepada kreditur pemegang gadai. 47 Walaupun hak menguasai benda gadai tersebut berada di tangan kreditur, namun ketika terjadinya wanprestasi dan benda tersebut harus di lelang, maka kreditur dilarang untuk memiliki barang gadai tersebut, melainkan harus menjualnya di depan umum Pasal 1154 KUH perdata. “apabila si berutang atau si pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban- kewajibannya, maka tak diperkenankanlah si berpiutang memiliki barang yang digadaikan Segala janji yang bertentangan dengan ini adalah batal” 48 47 M.Yahya Harahap, Op. Cit, hlm 220 48 R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, Op. Cit, hlm 298 Universitas Sumatera Utara Hal di atas di sebut sebagai vervalbeding yaitu janji yang memberi hak kepada pemegang gadai untuk memiliki barang yang digadaikan apabila pemberi gadai wanprestasi adalah janji batal vervalbeding. 49 1. Tidak membutuhkan title eksekutorial dalam melaksanakan hak nya eksekusi Dapat disimpulkan bahwa hak untuk menjual di atas kekuasaan sendiri, menguntungkan pemegang gadai dalam dua hal: 2. Dapat melaksanakan eksekusi sendiri secara langsung mandiri tak peduli adanya kepailitan dari debitur diluar kepailitan karena dia tergolong separatis. 50 Mengenai gadai atas saham dalam pelaksanaan parate eksekusinya dapat dilakukan menyimpang dari aturan penjualan di muka umum, sesuai dengan yang terdapat di dalam Pasal 1155 ayat 2 KUH Perdata: “jika barang gadainya terdiri atas barang-barang perdagangan atau efek-efek yang dapat diperdagangkan di pasar atau di bursa, maka penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut, asal dengan perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam perdagangan barang-barang itu.” 51 1. Penjualan barang-barang perdagangan, dapat dilakukan di pasar market tempat di mana barang-barang sejenis itu diperdagangkan; Dari isi pasal di atas dapat kita lihat: 49 M. Yahya Harahap, Op.cit, hlm 220 50 Sri soedewi masjchoen sofwan, Op. Cit, hlm 281 51 R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, Op. Cit,hlm298 Universitas Sumatera Utara 2. Penjualan efek yang dapat diperdagangkan di bursa; dapat dilakukan penjualan di bursa; 3. Syarat sahnya penjualan: harus dilakukan dengan perantaraan dua orang makelar yang ahli dalam perdagangan barang-barang tersebut. 52 Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita lihat bahwa keistimewaan dari parate eksekusi adalah: 1. Penjualan tanpa melibatkan debitur Hal ini terkait dengan adanya kuasa mutlak yang tidak dapat ditarik kembali “onherroepelijk”, kepada kreditur untuk menjual atas kekuasaannya sendiri. Yang didapat dengan diperjanjikan dengan tegas seperti hipotik dan Hak Tanggungan atau karena telah diberikan oleh undang-undang seperti Gadai dan Fidusia 2. Penjualan tanpa perantaramelalui Pengadilan Hal ini terkait dengan kuasa mutlak sebagaimana telah dijelaskan di atas dan juga doktrin “eksekusi yang disederhanakan dan murah”. Terbayang apabila prosedur penagihan dilakukan melaluiperantara Pengadilan baik dengan proses penetapan maupun gugatan sampai dengan proses sitaan dan eksekusi, jelas akan memakan waktu yang lama belum lagi apabila debitur melakukan verzet-verzetnya. Maka untuk memberikan kepastian 52 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hlm 219 Universitas Sumatera Utara kepada kreditur dan menegakkan sifat-sifat atau essensialia lembaga jaminan khusus, hal ini sangat logis. 53 53 Ibid. Adanya parate eksekusi mengakibatkan perpindahan hak milik atas suatu benda dari debitur yang wanprestasi kepada pembeli benda tersebut pada saat lelang. Perpindahan hak milik suatu barang melalui lelang, apabila dillihat dari pasal 584 KUH Perdata telah memenuhi syarat penyerahan atas benda bergerak, sebagaimana kita lihat isi Pasal 584 KUH Perdata: “hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluwarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang, maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu.” Dalam perjanjian gadai, adanya parate eksekusi atau pelelangan barang gadai mengakibatkan perpindahan hak milik. Hak milik ini berpindah karena undang- undang, karena di dalam Pasal 1152 KUH Perdata telah disebutkan dengan jelas adanya klausul penjualan barang di muka umum apabila debitur wanprestasi atas perjanjian gadai tersebut. Oleh karena itu perpindahan hak milik dalam hal pelelangan adalah sah di mata hukum. Universitas Sumatera Utara

BAB III PARATE EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN GADAI DI PERUM

PEGADAIAN

A. Terjadinya Perjanjian Gadai antara Kreditur dan Debitur dalam Perjanjian Gadai di Perum Pegadaian

Seperti yang telah di bahas di Bab awal, pada dasarnya suatu perjanjian itu adalah persetujuan kedua belah pihak dalam melakukan perbuatan hukum di bidang harta kekayaan. Maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian gadai itu adalah suatu persetujuan antara kreditur dengan debitur dalam perjanjian pinjam meminjam yang disertai dengan penyerahan suatu barang sebagai jaminan. Perjanjian gadai terjadi dalam dua fase, yaitu sebagai berikut: 1. Fase pertama: perjanjian untuk memberikan kredit. Fase pertama adalah perjanjian pinjam uang kredit dengan janji sanggup memberikan benda bergerak sebagai jaminan. 2. Fase kedua: perjanjian pemberian gadai Perjanjian pemberian gadai terjadi pada saat penyerahan benda gadai ke dalam kekuasaan penerima gadai. Penyerahan ini memerlukan kemauan bebas kedua belah pihak. Penyerahan yang nyata ini jatuh bersamaan dengan penyerahan di sini merupakan unsur sahnya gadai. Penyerahan ini merupakan perjanjian kebendaan. 54 Perjanjian gadai terjadi atas suatu persetujan antara nasabah dengan pihak Perum Pegadaian mengenai jumlah pinjaman yang akan diberikan sesuai dengan harga taksiran suatu barang yang sudah disepakati. Perjanjian tersebut dituangkan 54 Mariam Darus Badrulzaman, aneka hukum bisnis, Bandung, Alumni, 1994, hlm 94 Universitas Sumatera Utara