Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian (Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama)

(1)

PERANAN NOTARIS DALAM PERJANJIAN KREDIT

ANGSURAN SISTEM FIDUSIA PADA PERUM PEGADAIAN

(STUDI DI KANTOR PERUM PEGADAIAN

CABANG MEDAN UTAMA)

TESIS

Oleh

HERLY GUSTI MELIANA SIAGIAN

077011027/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

PERANAN NOTARIS DALAM PERJANJIAN KREDIT

ANGSURAN SISTEM FIDUSIA PADA PERUM PEGADAIAN

(STUDI DI KANTOR PERUM PEGADAIAN

CABANG MEDAN UTAMA)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Magister Kenotariatan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

HERLY GUSTI MELIANA SIAGIAN

077011027/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Telah diuji pada

Tanggal : 06 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Muhammad Abduh, SH.

Anggota : 1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum. 2. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS.

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN. 4. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum.


(4)

ABSTRAK

Peranan seorang notaris senantiasa diperlukan oleh masyarakat, terlebih masyarakat yang sedang membangun bahkan setiap individu memerlukan jasa notaris. Untuk memenuhi segala kebutuhan hidup sehari-hari maupun membuka atau memperluas bidang usaha, masyarakat berusaha dengan berbagai macam cara untuk menyelesaikan masalah keuangannya masing-masing. Salah satu caranya adalah dengan menggadaikan harta benda miliknya kepada lembaga pegadaian. Di Indonesia satu-satunya lembaga pegadaian yang resmi dan didirikan oleh pemerintahan dinamakan Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian. Perum Pegadaian adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merupakan lembaga perkreditan non bank, yang memberikan jasa pelayanan kredit berdasarkan hukum gadai dan berlaku untuk siapa saja dengan syarat jaminan berupa benda-benda bergerak. Masyarakat yang membutuhkan dana diwajibkan menyerahkan benda bergerak sebagai jaminan kepada Perum Pegadaian. Salah satu produk Perum Pegadaian untuk membantu kebutuhan masyarakat yaitu Kredit Angsuran Sistem Fidusia (Kreasi), dimana kredit ini berdasarkan hukum fidusia. Debitur yang membutuhkan dana tidak menyerahkan benda bergerak sebagai jaminan kepada Perum Pegadaian. Yang menjadi permasalahan dari penelitian pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama ini adalah bagaimana kewenangan notaris dalam pembuatan perjanjian kredit angsuran sistem fidusia, bagaimana kedudukan benda jaminan dalam perjanjian kredit angsuran sistem fidusia, dan bagaimana peran notaris dalam pelaksanaan perjanjian kredit angsuran sistem fidusia.

Peneliltian ini bersifat deskriptif analitis. Materi penelitian diperoleh dengan pendekatan yuridis normatif. Sumber data diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier serta di dukung dengan nara sumber. Kemudian data-data tersebut dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif serta disajikan dalam bentuk deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam perjanjian kredit angsuran sistem fidusia ini, notaris memiliki kewenangan untuk membuat perjanjian kredit angsuran sistem fidusia pada Perum Pegadaian sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya kredit angsuran sistem fidusia ini, para nasabah tidak harus memilih kredit gadai yang mengharuskan objek gadai berada dalam kekuasaan Perum Pegadaian. Kredit angsuran sistem fidusia ini mengatur para pihak khususnya Perum Pegadaian untuk tidak menguasai objek jaminan milik nasabahnya. Hal itu sangat membantu nasabah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan hidupnya dari segi ekonomi, karena objek jaminan itu masih tetap dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk keperluan usahanya. Peranan notaris tidaklah selalu dominan disetiap perbuatan hukum, salah satunya pada perjanjian kredit baik di perbankan maupun di pegadaian. Dimana perjanjian kredit tersebut umumnya telah dibuat sesuai dengan kehendak pihak kreditur. Namun, untuk kredit yang jumlahnya besar Perum


(5)

Pegadaian mengharuskan perjanjian kredit angsuran sistem fidusia tersebut dibuat langsung oleh notaris/bersifat otentik. Sedangkan untuk perjanjian kredit angsuran sistem fidusia dengan nilai kredit yang kecil, Perum Pegadaian hanya melegalisasi perjanjian kredit angsuran sistem fidusia tersebut. Sedangkan untuk pengikatan objek jaminan yang merupakan perjanjian tambahan/ikutan dari perjanjian kredit angsuran sistem fidusia itu, peran notaris sangat diperlukan untuk melakukan pendaftaran ke bagian pendaftaran fidusia di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM RI setempat. Hal itu dilakukan agar Perum Pegadaian memperoleh kedudukan atau hak yang diutamakan dari pihak lain atas objek jaminan fidusia tersebut.

Hendaknya notaris tetap bertindak sesuai dengan kewenangannya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hendaknya Perum Pegadaian tetap mengedepankan atau melayani masyarakat, namun tetap memegang prinsip kehati-hatian dalam setiap mengeluarkan kredit. Hendaknya notaris berusaha untuk menciptakan suatu cara atau kesempatan agar berperan disetiap perbuatan hukum, namun sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kata kunci : Peranan Notaris, Kredit Angsuran Sistem Fidusia, Perum Pegadaian.


(6)

ABSTRACT

Role of a notary is always needed by community especially those who are developing and even every individual needs the services provided by a notary. To meet their daily necessity or to expand their business, peole try to do various ways to solve their own financial problem. One of the ways the take is by mortgaging their properties to the pawnshop. In Indonesia, the only pawnshop officially established by the government is Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian (Public Pawnshop Service). Perum Pegadaian is a state-ownwed enterprise (BUMN) in the form of non-bank credit institution providing a credit service based on the law on pawning and open for everybody who needs fund by submitting his/her movable property as the guarantee. One of the products offered by Perum Pegadaian to help meet the people’s need is Kredit Angsuran Sistem Fidusia (Fiducial Credit System) which is based on the law on fiducia. The debtor who needs fund does not submit his/her movable property as a guarantee to the Perum Pegadaian. The purpose of this analytical descriptive study with normative juridical approach is to find out to how the authority of notary is involved in the making of Fiducial Credit System agreement and the role of notary in the implementation Fiducial Credit System agreement in the Perum Pegadaian Cabang Medan Utama (Public Pawnshop Service Medan Main Branch).

The data for this study in the forms of primary, secondary and tertiary legal materials were obtained through library research. The data obtained were qualitatively analyzed through deductive and inductive methods and descriptively presented.

The result of this study shows that in the Fiducial Credit System agreement, a notary has an authority to make a fiducial credit system agreement in Perum Pegadaian according to the existing legislation. With this fiducial credit system, the customers do not have to choose the pawn credit requiring that the object pawned must be in the hold of Perum Pegadaian.This fiducial credit system regulate the parties involved especially the Perum Pegadaian in order not to have control over the objects of guarantee belongs to its customers. This policy helps the customers very much in improving their economic welfare because the object they guaranteed can still be used to run their businesses. The role of notary is not always dominant in every legal action such as in the making of credit agreement in a bank or pawnshop service. Generally, the credit agreement has been made based on the creditor’s policy. Yet, for the credit of a very large amount, Perum Pegadaian requires that the fiducial credit system agreement, to make it authentic, is directly made by a notary, and for the fiducial credit system agreement with a small amount of credit, Perum Pegadaian only legalizes it. To bind the additional object of guarantee to be included in the fiducial credit system agreement, the role of a notary is needed very much in the process of registering it to the fiducial registration section in the local Regional


(7)

Offices of the Department of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia. This action is needed to ensure that Perum Pegadaian gets the more prioritized position or rights that the other parties concerning the object of fiducial guarantee.

It is suggested that a notary keep taking action according to his/her authority based on the existing legislation. Perum Pegadaian should keep prioritizing and providing its service for the community under the principle of caution at any time a credit is given. A notary should try to create a way or opportunity to play his/her role in every legal action based on the community need and the existing legislation.

Key words : Role of Notary, Fiducial Credit System, Public Pawnshop Service.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah dapat menyelesaikan studi pada program Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul ”Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian (Studi di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama)”.

Tesis ini diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi dalam rangkaian studi di Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dalam penyelesaian penulisan tesis ini Penulis telah banyak memperoleh dorongan, pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1.Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K), yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk melanjutkan studi sampai dengan memperoleh gelar magister di Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2.Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc., dan Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., serta para guru besar dan staf pengajar Program Studi Magister Kenotariatan


(9)

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi hari depan Penulis.

3.Bapak Prof. Muhammad Abduh, SH., Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum, dan Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS., selaku dosen pembimbing serta Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum., yang dengan sabar membantu memberikan bimbingan dan saran kepada Penulis dalam penyusunan tesis ini.

4.Bapak Agus, selaku Kepala Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama dan Rini Pelita Suharti, selaku Pegawai Kredit Angsuran Sistem Fidusia di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, yang telah membantu memberikan kesempatan dan membantu Penulis dalam memberikan bahan-bahan yang mendukung penulisan tesis ini.

5.Kepada para staf Sekretariat Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam mengurus administrasi selama kuliah.

6.Kepada teman-teman di Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7.Secara khusus Penulis haturkan sembah sujud kepada yang tercinta Orang Tua Penulis Alm. Kompol. Purn. Drs. S O Siagian dan Alm. M. Br Pasaribu, serta suami tercinta Kompol. N. Siahaan,SH,MHum dan anak-anak tercinta Widya Br Siahaan, Willy Siahaan dan Widodo Siahaan yang telah mendukung Penulis untuk


(10)

tetap semangat dalam melanjutkan studi di Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik demi kemajuan kita bersama. Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi Penulis dan kita semua. Atas perhatiannya Penulis ucapkan terima kasih.

Medan, 6 Agustus 2009 Penulis,

(Herly Gusti Meliana Siagian)


(11)

RIWAYAT HIDUP

A. Keterangan Pribadi.

1. Nama : Herli Gusti Meliana Siagian. 2. Tempat/ Tanggal Lahir : Banda Aceh/ 9 Juli 1967.

3. Status Perkawinan : Menikah .

4. Alamat : Jln. Pertahanan No. 41 Patumbak. 5. Pekerjaan : Wiraswasta.

6. Agama : Kristen Protestan.

B. Keterangan Keluarga. 1. Nama Orang Tua.

a. Ayah : Alm. Kompol. Purn. Drs. S O Siagian. b. Ibu : Alm. M. Br Pasaribu.

2. Nama Suami : Kompol. N. Siahaan,SH,MHum. 3. Nama Anak : - Widya Br Siahaan.

- Willy Siahaan. - Widodo Siahaan. C. Riwayat Pendidikan.

1. SD Swasta Gloria Medan. Tahun 1980 2. SMP Negeri 16 Medan. Tahun 1983 3. SMA Negeri 11 Medan. Tahun 1986 4. S1 Fakultas Hukum USU Medan. Tahun 1992 5. Sekolah Pascasarjana Magister

Kenotariatan USU Medan. Tahun 2009


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR... v

RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 10

1. Kerangka Teori ... 10

2. Konsepsi ... 17

G. Metode Penelitian ... 22

1. Sifat dan Materi Penelitian ... 22

2. Sumber Data ... 23

3. Alat Pengumpulan Data ... 24

4. Analisis Data... 24

BAB II KEWENANGAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK ... 25

A. Sejarah Notaris di Indonesia ... 25


(13)

B. Kewenangan Notaris dalam Pembuatan Akta Otentik ... 28

BAB III BENDA-BENDA YANG DAPAT DIJADIKAN JAMINAN KREDIT FIDUSIA... 42

A. Pengertian Jaminan Fidusia... 42

B. Asas-asas Jaminan Fidusia... 43

C. Objek Jaminan Fidusia... 47

D. Pembebanan Jaminan Fidusia ... 52

E.Hapusnya Jaminan Fidusia ... 54

F.Eksekusi Jaminan Fidusia ... 57

BAB IV PERANAN NOTARIS DALAM PERJANJIAN KREDIT ANGSURAN SISTEM FIDUSIA PADA PERUM PEGADAIAN. 63 A. Deskripsi Perum Pegadaian ... 63

1.Sejarah Lembaga Pegadaian ... 63

2.Jaringan Kerja dan Unit Usaha Perum Pegadaian... 67

3.Struktur Organisasi Perum Pegadaian... 70

B. Prosedur Layanan Kredit Angsuran Sistem Fidusia pada Perum Pegadaian Kantor Cabang Medan Utama ... 77

1. Prosedur Pemberian Kredit... 91

2. Prosedur Pelunasan Kredit... 93

3. Prosedur Perpanjangan Kredit ... 94

C. Peranan Notaris dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia pada Perum Pegadaian... 96

1.Praktek Pembuatan Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia pada Perum Pegadaian Kantor Cabang Medan Utama ... 96


(14)

2.Prosedur Pengikatan Fidusia Terhadap Benda-Benda Jaminan pada Perum Pegadaian Kantor Cabang Medan

Utama ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 108

A. Kesimpulan ... 108

B. Saran... 109

DAFTAR PUSTAKA…… ... 110


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1 Kantor-kantor Cabang Perum Pegadaian di Kantor Wilayah

Sumut-NAD ………. 68 4.2 Prosedur Pemberian Kredit Angsuran Sistem Fudisia …………. 91 4.3 Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak ………... 105


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Perjanjian Jaminan Fudisia ……… 113


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan notaris sebagai pekerja jasa diberi kewenangan oleh negara untuk membuat akta otentik dan selanjutnya mewakili negara/pemerintah dalam kompetensi hubungan hukum privat yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Keberadaan notaris dalam hal ini benar-benar begitu berperan karena notaris dalam kapasitasnya yang dipercaya untuk membuat akta otentik, dengan sendirinya juga dipandang sebagai pejabat umum yang selalu berusaha mencegah terjadinya konflik.

Profesi notaris merupakan instansi yang membuat akta-akta yang menimbulkan alat-alat pembuktian tertulis dan mempunyai sifat otentik. Dalam hal ini notaris harus aktif dalam pekerjaannya, dan bersedia melayani masyarakat dimanapun juga, notaris tidak hanya melayani masyarakat perkotaan tapi juga harus melayani masyarakat pedesaan sekalipun ia harus mengeluarkan tenaga dan materil yang tidak sedikit untuk melayani masyarakat yang membutuhkan jasa notaris. “Alat pembuktian itu dapat membuktikan dengan sah dan kuat tentang suatu peristiwa hukum sehingga menimbulkan lebih banyak kepastian hukum (Rechtszerkerheid)”.1

1

R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, PT. Raja Grapindo Persada, Jakarta, 1993, hal. 7.


(18)

Notaris sebagai ahli dalam bidang hukum dapat memberi bantuannya, baik dengan nasehat-nasehat yang diberikan olehnya kepada mereka yang membutuhkan, maupun dengan penyusunan akta-akta yang sedemikian rupa, sehingga dapat dicapai apa yang dibutuhkan oleh pihak-pihak yang membutuhkan jasa notaris. Dalam penyusunan akta itulah terletak keterampilan dan seni dari seorang notaris dalam menerapkan hukum, sehingga dapat memenuhi maksud dan keinginan dari pihak-pihak yang membuat perjanjian, tanpa meninggalkan hukum yang berlaku bahkan dengan demikian dapat menimbulkan kasus-kasus hukum baru (neubuilding) dan mencari penyelesaian-penyelesaian dimana hukum/ undang-undang tidak mengatur secara jelas mengenai suatu kasus, sehingga dengan demikian notaris ikut serta menemukan hukum baru (rechtsranding) dengan memperhatikan segala hal yang menyangkutnya, antara lain hal-hal yang menyangkut tata hidup masyarakat.

Peranan seorang notaris senantiasa diperlukan oleh masyarakat, terlebih masyarakat yang sedang membangun bahkan setiap individu memerlukan jasa notaris. Sebagai ilustrasi, jika seseorang (akan) melangsungkan perkawinan dapat mempergunakan jasa seorang notaris dengan meminta untuk dibuatkan perjanjian kawin. Demikian pula dalam kehidupan sehari-hari, misalnya mendirikan suatu badan usaha, perjanjian jual-beli, tukar menukar, perjanjian kredit dan lain sebagainya. Bahkan seseorang yang akan berwasiat sebelum meninggal dunia, menuangkan kehendak terakhirnya dalam akta wasiat yang dibuat dihadapan seorang notaris. Demikian pula seseorang yang telah meninggal dunia, para ahli waris menyelesaikan pembagian hak warisnya juga dibuat dengan akta pemisahan dan pembagian warisan.

Herly Gusti Meliana Siagian : Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian (Studi Di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama), 2009


(19)

Jadi, semenjak seseorang lahir sampai meninggal dunia senantiasa selalu tersentuh dan terkait dengan jasa notaris.

Perekonomian Indonesia sekarang ini masih mengalami keterpurukan karena dilanda krisis, sehingga mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari tingginya kebutuhan hidup yang harus dipenuhi, sementara pendapatan sebagian besar masyarakat masih relatif rendah. Akibatnya banyak anggota masyarakat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun membuka atau memperluas bidang usahanya.

Untuk memenuhi segala kebutuhan tersebut tentunya memerlukan dana yang tidak sedikit sehingga setiap anggota masyarakat berusaha dengan berbagai macam cara untuk menyelesaikan masalah keuangannya masing-masing. Salah satu cara yang lazim dilakukan masyarakat adalah dengan menggadaikan harta benda miliknya kepada lembaga pegadaian.

Di Indonesia satu-satunya lembaga pegadaian yang resmi dan didirikan oleh pemerintahan dinamakan Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2000 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian, Perum Pegadaian adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merupakan lembaga keuangan non bank, yang memberikan jasa pelayanan kredit berdasarkan hukum gadai dan berlaku untuk siapa saja dengan syarat jaminan berupa benda-benda bergerak. Masyarakat yang membutuhkan dana diwajibkan menyerahkan benda bergerak sebagai jaminan kepada Perum Pegadaian.


(20)

Meskipun banyak lembaga keuangan yang menawarkan pinjaman atau kredit, namun Perum Pegadaian tetap menjadi pilihan masyarakat yang membutuhkan dana, karena lembaga ini mampu menyediakan dana secara cepat dengan prosedur yang mudah. Hal ini sesuai dengan semboyan dari Perum Pegadaian itu sendiri yaitu, “Mengatasi Masalah Tanpa Masalah”.

Perum Pegadaian sudah ada lebih dari 100 (seratus) tahun di kancah keuangan Indonesia. Perum Pegadaian hadir sebagai institusi penyedia pembiayaan jangka pendek dengan syarat mudah yang tidak bertele-tele. Cukup dengan membawa agunan, seseorang bisa mendapatkan pinjaman sesuai dengan nilai taksiran barang tersebut. Agunan itu bisa berbentuk apa saja asalkan berupa benda bergerak dan bernilai ekonomis. Di samping itu, pemohon juga perlu menyerahkan surat kepemilikan dan identitas diri.

Sekarang perum pegadaian banyak menawarkan produk-produk lain, Perum Pegadaian memiliki kebijakan pemberian pinjaman dalam rentang nilai dari Rp. 5000,- (lima ribu rupiah) sampai Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) per surat gadai. Perhitungan bunga dilakukan setiap 15 (lima belas) hari. Sebagai contoh, penggadai yang menerima uang sebesar Rp. 40.000,- (empat puluh ribu rupiah) hanya perlu membayar pokok plus bunga pinjaman 1,25% (satu koma dua puluh lima persen) bila bisa menebus barangnya sebelum masa 15 (lima belas) hari. Perum Pegadaian selalu memberikan alternatif penyelesaian termudah bagi peminjam (penggadai) dalam membayar kredit. Selalu ada kesempatan bagi nasabah untuk memperpanjang masa pinjaman, mencicil pokok, atau membayar bunga pinjaman saja. Kemudahan ini membuatnya lebih fleksibel dibandingkan pinjaman bank pada umumnya. Pinjaman bank relatif lebih sulit untuk diperpanjang atau untuk dinegosiasikan peninjauan ulang pembayarannya.2

Produk-produk Pegadaian sudah semakin beragam dengan dikeluarkannya 2 (dua) produk dengan mekanisme penyaluran kredit usaha mikro dan usaha kecil,

2

www.sinarharapan.co.id/ekonomi/eureka/html, diakses tanggal 18 Januari 2008.


(21)

kedua produk tersebut adalah Kredit Angsuran Sistem Fidusia (Kreasi) dan Kredit Angsuran Gadai (Krasida).

a. Kreasi adalah pemberian pinjaman uang yang ditujukan kepada para pengusaha mikro dan kecil dengan menggunakan konstruksi penjaminan kredit atas dasar fidusia. Kredit atas dasar fidusia merupakan pengikatan jaminan dengan lembaga pengikatan jaminan yang sempurna dan memberikan hak yang preferent kepada kreditur, dalam hal ini adalah lembaga jaminan atau fidusia. Kredit dengan fitur fidusia, bagi kreditur dan debitur merupakan jaminan yang ‘ideal’. Bagi kreditur uang yang dilepaskan tetap terjamin. Sedangkan bagi debitur prosedur mendapatkan uang lebih mudah dan yang paling penting lagi adalah barang jaminan tetap dapat digunakan untuk menjalankan segala aktivitas.

b. Krasida adalah pemberian pinjaman uang kepada para pengusaha mikro dan kecil dengan menggunakan konstruksi penjaminan kredit atas dasar gadai. Faktor pertimbangan utama dalam pemberian pinjaman tetap dilihat dari analisa cashflow-nya. Maksimum pinjaman untuk setiap nasabah (meski memiliki beberapa unit usaha) adalah Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) untuk usaha mikro dan Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) untuk usaha skala kecil.

c. Kredit serba guna (Kresna) merupakan pengembangan kredit golongan E yang biasanya dimanfaatkan oleh intern pegawai pengadaian. Sampai saat ini Kresna baru bisa diambil oleh pegawai pegadaian.3

Salim HS, mengatakan bahwa :

Dengan berjalannya waktu, produk ini bisa diperluas untuk dimanfaatkan oleh pegawai instansi lain di luar pegadaian. Kresna dimasa datang akan dikembangkan menjadi produk yang bisa dimanfaatkan untuk cicilan kendaraan bermotor. Namun untuk sementara waktu ini Kresna hanya ditujukan untuk pemberian pinjaman uang kepada para pegawai Perum Pegadaian dan dilunasi dengan cara mengangsur setiap bulan selama jangka waktu kredit dengan dibebani sewa modal sebesar 1,25% (satu koma dua puluh lima persen) flat per bulan atau 15% (lima belas persen) per tahun.4

Perjanjian kredit dengan jaminan gadai pada Perum Pegadaian dibuat dengan perjanjian tertulis antara Perum Pegadaian dengan nasabah. Ketentuan tersebut dapat

3

www.sinarharapan.co.id_lelang_perum_pegadaian, diakses_tanggal 20 Maret 2008.

4

Salim, HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 89.


(22)

diketahui bahwa dalam setiap adanya gadai suatu barang, Perum Pegadaian telah menentukan harus adanya Surat Bukti Kredit (SBK).

SBK ini diterbitkan oleh Perum Pegadaian dan sengaja dibuat sebagai media atau piranti perikatan serta dijadikan alat bukti untuk kedua belah pihak. Di dalam SBK nantinya untuk saling memantau diantara pihak, apakah prestasi telah dijalankan atau bahkan telah terjadi wanprestasi. Bahkan apabila ada pihak yang dirugikan telah memiliki alat bukti untuk mengajukan suatu tuntutan kepada pihak lain.

Mengenai isi perjanjian dan syarat-syarat kredit gadai yang dituangkan dalam Surat Bukti Kredit (SBK) gadai, pada dasarnya telah ditentukan secara sepihak oleh Perum Pegadaian. Kepada calon nasabah hanya dimintakan pendapatnya apakah menerima syarat-syarat yang ada dalam formulir itu atau tidak.

“Perjanjian yang dibuat secara sepihak dan pihak lainnya hanya mempunyai pilihan untuk menerima atau menolak perjanjian tersebut tanpa diberi kesempatan untuk merundingkan isinya disebut dengan perjanjian baku”.5

Dengan demikian, perjanjian kredit gadai pada Perum Pegadaian yang dituangkan dalam SBK dapat juga dikatakan sebagai suatu perjanjian baku.

Dari uraian tersebut di atas maka tugas dan fungsi notaris dalam membuat perjanjian kredit pada Perum Pegadaian adalah hanya sebagai mengetahui dan melegalisasi serta mendaftarkannya ke kantor fidusia di Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia.

5

Suharmoko, Hukum Perjanjian : Teori dan Analisa Kasus, Kencana Prenada Media Group, 2004, hal. 124.


(23)

Dengan demikian luasnya peranan notaris tersebut, menjadi hal yang cukup menarik untuk dibahas dan diteliti, maka penulis membuat penelitian mengenai suatu kajian terhadap peranan notaris dalam perjanjian kredit angsuran sistem fidusia di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama.

B. Permasalahan

Berdasarkan kenyataan tersebut menimbulkan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kewenangan notaris dalam pembuatan perjanjian kredit

angsuran sistem fidusia pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama ?

2. Bagaimanakah kedudukan benda jaminan dalam perjanjian kredit angsuran sistem fidusia pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama ?

3. Bagaimanakah peran notaris dalam pelaksanaan perjanjian kredit angsuran sistem fidusia pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama ?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kewenangan notaris dalam pembuatan perjanjian kredit angsuran sistem fidusia pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama.

2. Untuk mengetahui kedudukan benda jaminan dalam perjanjian kredit angsuran sistem fidusia pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama.

3. Untuk mengetahui peran notaris dalam pelaksanaan perjanjian kredit angsuran sistem fidusia pada Perum Pegadaian Cabang Medan Utama.


(24)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Secara teoritis, sebagai aplikasi ilmu yang telah dipelajari dan hasilnya diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu hukum dalam hal ini hukum perjanjian dan hukum jaminan.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat berguna sebagai bahan pengambilan keputusan di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia Sumatera Utara, Kantor Perum Pegadaian Cabang Utama Medan dan notaris dalam menentukan kebijakan dan dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan fidusia.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran perpustakaan, ternyata penelitian yang berkaitan dengan “Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian (Studi di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama)”, belum pernah ada yang melakukan. Namun begitu, sebelumnya ada beberapa penelitian di kantor perum pegadaian, antara lain sebagai berikut :

1. Esther Million, Magister Kenotariatan, tahun 2003, melakukan penelitian tentang “Tugas Dan Fungsi Lembaga Pembiayaan Pegadaian Dalam Pemberian Kredit Dengan Sistem Gadai (Penelitian Pada PERUM PEGADAIAN Cabang Medan


(25)

Pringgan)”. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah : bagaimana tugas dan fungsi pegadaian sebagai lembaga pembiayaan dalam pemberian kredit dengan memakai sistem gadai, bagaimana prosedur pemberian kredit dengan sistem gadai dilakukan pada lembaga pembiayaan pegadaian, dan upaya apa yang dilakukan lembaga pembiayaan dalam penyelamatan kredit bermasalah.

2. Muhammad Syukran Yamin Lubis, Magister Kenotariatan, tahun 2006, melakukan penelitian tentang “Tinjauan Yuridis Terhadap Tanggung Jawab Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian Atas Benda Jaminan (Studi Pada Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Kantor Wilayah I Medan)”. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah : bagaimana bentuk perjanjian kredit gadai pada Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian, bagaimana tanggung jawab Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian atas benda jaminan, dan bagaimana tindakan Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian atas benda jaminan setelah debitur wanprestasi.

3. Toto Edward Hutagalung, Magister Kenotariatan, tahun 2008, melakukan penelitian tentang “Pelelangan Atas Barang Jaminan Gadai Di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Medan)”. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah : bagaimana prosedur pemberian dan pelunasan benda jaminan gadai pada lembaga pegadaian, bagaimana pelaksanaan pelelangan di Indonesia pada umumnya, dan bagaimana pelaksanaan pelelangan atas barang jaminan gadai di Perusahaan Umum Pegadaian Cabang Medan


(26)

Oleh karena permasalahan-permasalahan yang diteliti tersebut berbeda dengan permasalahan yang diteliti penulis, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini asli dan dapat saya pertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian, dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori.6 Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan hal yang diamati, karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum.

Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris telah mengatur pengertian dari Notaris yaitu : Notaris adalah pejabat umum yang berwenang unutk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud undang-undang ini.

Selain membuat akta-akta otentik, notaris juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan mensahkan (waarmerken dan legaliseren). Wewenang notaris lainnya adalah memberikan nasehat hukum dan penjelasan, petunjuk kepada para penghadap tentang hal-hal yang dapat dilakukan atau yang dilarang berhubungan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6

Ibnu Husni, 2005, Penelitian dalam Ilmu Hukum, (Online), (http://www. Kamushukum online.co.id/653words.htm), di akses pada tanggal 25 Desember 2008.


(27)

Perjanjian sebagaimana diatur dalam ketentuan umum Bab Kedua bagian pertama Pasal 1313 Buku III KUHPerdata mengatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Pasal 1313 KUHPerdata menimbulkan suatu hubungan antara 2 (dua) orang yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.7

Pasal 1320 KUHPerdata, mengandung unsur-unsur dari perikatan yang timbul dari perjanjian, yaitu adanya sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.

Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan dan andai kata dibuat secara tertulis, maka perjanjian ini bersifat sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan.8

Azas kebebasan untuk membuat perjanjian atau lazim kita kenal dengan azas kebebasan berkontrak ternyata dalam uraian Pasal 1338 KUHPerdata, yang menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pasal tersebut mengandung pengertian bahwa setiap orang diberi hak untuk membuat perjanjian mengenai

7

Hasanuddin Rahman, Contract Drafting, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 6.

8

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Penerbit Alumni, Bandung, 1994, hal. 18.


(28)

apapun dan dengan isi pengaturan yang bagaimanapun, asal saja tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

Perjanjian kredit yang telah disepakati mewajibkan dilampirkannya jaminan, dalam hal demikian maka kita dapat melihat berbagai peran notaris sebagai pejabat yang dipercaya juga untuk mengatur pengikatan jaminan.

Jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu zekerheid atau

cautie, yang secara umum mencakup cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya

tagihannya, disamping pertanggungjawaban umum debitur terhadap barang-barangnya. Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan agunan.9

Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu hubungan hukum perjanjian. Tempat pengaturan hukum jaminan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) tempat, yaitu :

1. Di dalam Buku II KUHPerdata

Ketentuan-ketentuan hukum yang erat kaitannya dengan hukum jaminan yang masih berlaku adalah :

a. Gadai (Pasal 1150 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1161 KUHPerdata); b. Hipotik (Pasal 1162 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1232 KUHPerdata,

dapat dikaitkan juga dengan Pasal 314 hingga Pasal 316 KUHD). 2. Di luar Buku II KUHPerdata, ketentuan-ketentuan hukum itu meliputi :

a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA (Pasal 51, Pasal 57);

b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan; c. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia;

d. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Pasal 49); e. Buku III tentang van zaaken (hukum benda) NBW Belanda. 10

9

Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 21.

10

Ibid, hal. 11-12.


(29)

Adapun akta-akta pengikatan jaminan yang dibuat oleh notaris-notaris tersebut secara global adalah :

a. Pengikatan jaminan dalam bentuk gadai barang maka akta berbentuk akta jaminan gadai barang. Hal ini diatur dalam contoh barang jaminan adalah emas.

b. Pengikatan jaminan dalam bentuk jaminan berupa hak atas tanah yang telah terdaftar maka akta yang dibuat adalah Pembebanan Hak Tanggungan, contoh jaminan berupa hak atas tanah atau bangunan yang telah terdaftar. Hal ini sesuai dengan bunyi dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. Akta yang diikat dengan jaminan hak tanggungan berupa sertifikat tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, atau Hak Guna Bangunan.

c. Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), dalam hal jaminan adalah tanah atau bangunan yang masih membutuhkan dilakukannya proses lebih lanjut ke kantor pertanahan baik balik nama atas hak kepemilikan, pembayaran pajak-pajak terhutang pada negara atau kualifikasi khusus yang dibuat oleh pihak bank. Penggunaan SKMHT ini sesuai kebijakan bank, dimana SKMHT adalah kuasa yang diberikan oleh pemberi hak tanggungan sebagai pemberi kuasa kepada penerima kuasa khusus untuk membebankan suatu benda dengan Hak Tanggungan.11

d. Pengikatan jaminan dalam bentuk akta jaminan fidusia. Pengikatan jaminan fidusia ini sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Undang-Undang Jaminan Fiducia,12 objek jaminan berupa :

1. benda bergerak, antara lain : mobil (kendaraan roda empat), kendaraan roda dua, truk, mesin-mesin, stok barang dagangan, stok bahan baku, barang setengah jadi dan siap pakai, inventaris perusahaan, meubel, minuman kaleng dan minuman botol serta benda yang akan ada, dalam praktik lazimnya seperti barang inventaris atau barang persediaan/bahan baku yang akan diadakan kemudian.13

11

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Jaminan (Serial Hukum Perdata Buku II), Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2004, hal. 76.

12

Ibid. hal. 148.

13

Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia (Suatu Kebutuhan Yang Didambakan), Alumni, Bandung, 2006, hal. 10.


(30)

2. benda tidak bergerak dimaksudkan adalah bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, contohnya Rumah Susun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik orang lain. 14

e. Pengikatan jaminan dalam bentuk hipotek maka akta yang dibutuhkan adalah akta hipotek.

f. Pengikatan jaminan dalam bentuk borghtocht maka akan dibuat akta borghtocht. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUHPerdata. 15

g. Pengikatan jaminan yang menjadi tanggung jawab beberapa orang dapat dibuat akta pengikatan berbentuk akta tanggung-menanggung.

h. Pengikatan jaminan berupa kepercayaan (trust) terhadap orang-orang tertentu maka akta pengikatan jaminan dalam bentuk akta perjanjian garansi.

i. Pengikatan jaminan dalam bentuk Cessie Piutang.

Pada dasarnya cessie bukanlah merupakan lembaga jaminan seperti halnya dengan hipotik, gadai, dan fidusia. Dalam praktik perbankan, cessie digunakan untuk memperjanjikan pengalihan suatu piutang atau tagihan yang dijadikan jaminan suatu kredit karena adanya suatu sebab-sebab lain.16

14

Ibid, hal. 10.

15

Johanes Ibrahim, Croos Default dan Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung.

16

Ibid, hal. 99.


(31)

Pengertian gadai dalam kamus umum bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka adalah : “pinjam-meminjam uang dalam batas waktu tertentu dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan, jika telah sampai pada waktunya tidak ditebus barang itu menjadi hak yang memberi pinjaman”.17

Di dalam KUHPerdata Pasal 1150 mengatakan, gadai adalah : suatu hak yang diperoleh oleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan pengecualian biaya untuk melelang barang-barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkanya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

Menurut R. Subekti, dengan mengacu pada Pasal 1150 KUHPerdata,

pandrecht adalah : “suatu hak kebendaan atas suatu benda yang bergerak kepunyaan

orang lain, yang semata-mata diperjanjikan dengan menyerahkan bezit atas benda tersebut, dengan tujuan untuk mengambil pelunasan suatu utang dari pendapatan penjualan benda itu, lebih dahulu dari penagih-penagih lainnya.” 18

Selain itu, menurut Wiryono Prodjodikoro, bahwa gadai adalah “sebagai suatu hak yang didapatkan si berpiutang atau orang lain atas namanya untuk menjamin pembayaran hutang dan memberi hak kepada si berpiutang untuk dibayar

17

Balai Pustaka, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, 1997, hal. 283.

18

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Cet. XXI, Jakarta, 1982, hal. 79.


(32)

lebih dahulu dari si berpiutang lain dari uang pendapatan penjualan barang itu”. 19 Dari beberapa pengertian gadai di atas maka ada beberapa unsur yang terkait dalam gadai yaitu :

a. Penerima gadai atau pemegang gadai. b. Memberi gadai atau menggadaikan. c. Pihak yang menyerahkan benda gadai.

Dengan demikian gadai merupakan pemberian berupa benda bergerak untuk dijadikan sebagai jaminan utang. Dalam hal ini berupa jaminan yang mudah dijadikan uang untuk dapat menutup pinjaman apabila tidak dapat dilunasi oleh si peminjam atau debitur.

Selanjutnya dapat juga dikatakan bahwa gadai adalah suatu jaminan benda bergerak dengan menguasai bendanya bagi kreditur yang diserahkan oleh debitur.

Jaminan dengan menguasai bendanya pada gadai tertuju pada benda bergerak yang memberikan preferensi (droit de preference) dan hak yang senantiasa mengikuti bendanya (droit de suit). Pemegang gadai juga mendapat perlindungan terhadap pihak ketiga seolah-olah ia sebagai pemiliknya sendiri dari benda tersebut. Ia mendapat perlindungan jika menerima benda tersebut dengan itikad baik (te goeder trouw ; in

good faith), yaitu mengira bahwa si debitur tersebut adalah pemilik sesungguhnya

dari benda itu.

Diluar negeri yaitu di Negara-negara Eropa, Ingris, Amerika dan Asia juga mengenal lembaga-lembaga jaminan dengan menguasai bendanya (possessory

19

R. Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Hak-hak atas Benda, Intermasa, Cet. V, Jakarta, 1986, hal. 153.


(33)

security) dan lembaga-lembaga jaminan dengan tanpa menguasai bendanya (non-possessory security). Jaminan dengan menguasai bendanya, umumnya juga

berupa gadai (pledge) dan hak retensi (possessory liens). Sedangkan yang tergolong lembaga jaminan tanpa menguasai bendanya umumnya terdiri atas

mortgage, chattel mortgage, (ship mortgage dan aircraft mortgage), hire purchase (sewa beli), preferential rights (hak privilegi). Penggolongan dan jenis

lembaga jaminan seperti tersebut di atas dikenal hampir di semua negara hanya dengan sedikit variasi di sana-sini.20

Berbeda dengan jaminan fidusia, dimana objek jaminan fidusia tidaklah hanya benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, akan tetapi juga termasuk benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Perbedaan lainnya dalam hal penguasaan objek jaminan, dimana objek jaminan pada gadai dipegang oleh kreditur atau penerima objek gadai. Sedangkan objek jaminan pada fidusia dipegang oleh debitur sendiri tetapi selama perjanjian pokoknya atau perjanjian kreditnya belum berakhir maka kreditur tetap memiliki hak atas objek jaminan fidusia tersebut.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk dihubungkan dengan teori dan observasi, antara abstraksi

20

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia : Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Cet. I, Yogyakarta, 1980, hal. 25.


(34)

dan kenyataan. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.21

Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefenisikan beberapa konsep dasar, agar diperoleh hasil dalam penelitian ini sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.

Suatu konsep atau kerangka konsepsionil pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih kongkrit dari pada kerangka teoritis yang sering kali masih bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan dapat pegangan kongkrit dalam proses penelitian.22

Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.23

Mengenai perjanjian kredit, banyak pendapat para sarjana menerangkan dan mengkaitkannya dengan perjanjian pinjam meminjam uang seperti diatur di dalam KUHPerdata.

Menurut Subekti, “dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu juga diadakan, dalam semuanya itu pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian

21

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 7.

22

Ibid, hal. 133.

23

R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1974, hal. 11.


(35)

pinjam meminjam sebagai mana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1767”.24

Marhainis Abdul Hay seperti dikutip oleh Mariam Darus, juga menyatakan hal yang sama bahwa, “perjanjian kredit adalah identik dengan perjanjian pinjam meminjam mengganti dan dikuasai oleh ketentuan Bab XIII, Buku III KUHPerdata”.25

Mariam Darus Badrulzaman tidak sependapat dengan Subektidan Marhainis Abdul Hay karena menurutnya, “berdasarkan pernyatan perjanjian kredit itu memiliki identitas sendiri yang berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam uang”.26

Demikian pula Djuhaenda Hasan yang menyatakan bahwa antara perjanjian pinjam meminjamdengan perjanjian kredit terdapat perbedaan diantaranya yakni :

1. Perjanjian kredit selalu bertujuan dan tujuan tersebut biasanya berkaitan dengan program pembangunan, biasanya dalam pemberian kredit sudah ditentukan tujuan penggunaan uang yang akan diterima tersebut sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam tidak ada ketentuan tersebut dan debitur dapat menggunakan uangnya secara bebas.

2. Dalam perjanjian kredit sudah ditentukan bahwa pemberian kredit adalah bank atau lembaga pembiayaan dan tidak dimungkinkan diberikan oleh individu, sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam pemberian pinjaman dapat dilakukan oleh individu.

3. Pengaturan dalam perjanjian kredit berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam. Perjanjian pinjam meminjam berlaku ketentuan umum dari Buku III, Bab XIII KUHPerdata. Sedangkan perjanjian kredit selain berlaku ketentuan KUHPerdata juga berlaku Ketentuan Undang-undang Perbankan,Paket Kebijakan Pemerintah dalam bidang ekonomi terutama perbankan, Surat Edaran Bank Indonesia, dan lain-lain.

24

R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit (Termasuk Hak Tanggungan) Menurut Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 21.

25

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, hal. 11.

26

Ibid., hal. 11


(36)

4. Pada perjanjian kredit telah ditentukan bahwa pengembalian uang pinjaman harus disertai bunga, imbalan atau pembagian hasil. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam hanya berupa bunga saja dan bunga inipun baru ada apabila diperjanjikan.

5. Pada perjanjian kredit bank harus mempunyai keyakinan akan kemampuan debitur akan pengembalian kredit yang diformulasikan dalam bentuk jaminan baik materil maupun immateril. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam jaminan merupakan pengaman bagi kepastian pelunasan hutang dan inipun baru ada apabila diperjanjikan dan jaminan ini hanya merupakan jaminan secara fisik atau materil saja.27 Dari beberapa pendapat tentang perjanjian kredit dan perjanjian pinjam meminjam, dapat dikatakan bahwa perjanjian kredit itu berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam. Kemudian karena perjanjian kredit ini belum ada pengaturannya dalam Undang-undang Perbankan, hanya tentang pengertian kredit dan jaminan dalam pemberian kredit, maka perjanjian kredit ini dapat disebut dengan perjanjian tidak bernama.

Walaupun ada perbedaan pendapat dalam mengartikan istilah perjanjian kredit dengan perjanjian pinjam meminjam uang, akan tetapi dengan melihat pengertian-pengertian tersebut bahwa kedua istilah perjanjian itu dalam Undang-undang Jaminan Fidusia tidak disebutkan secara khusus, namun dalam Pasal 4 UUJF hanya menyebutkan bahwa “Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi”.

27

Djuhaenda Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah Dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 175.


(37)

Berbicara tentang jaminan, tentunya jaminan yang paling diminati oleh pihak kreditur adalah jaminan kebendaan. Dan salah satu jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum positif di Indonesia adalah jaminan Fidusia. Jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan atas benda bergerak yang sering digunakan dalam berbagai aktifitas bisnis di masyarakat.

Eksistensi fidusia sebagai lembaga jaminan di Indonesia dulunya hanya didasari pada yurisprudensi. Hal ini dikarenakan tidak jelasnya konsep mengenai objek fidusia itu sendiri, baik dari sejak lahirnya fidusia dan pengakuannya dalam yurisprudensi tersebut.

Pada awalnya, lembaga jaminan fidusia ini dikenal dalam lembaga hukum Romawi dengan nama Fiducia cum creditore. Sedangkan di Indonesia sendiri keberadaan fidusia diakui oleh yurisprudensi berdasarkan keputusan

Hooggerechtsh (HGH) tanggal 18 Agustus 1932, dan kasusnya adalah “pada

waktu itu, karena sudah terbiasa dengan hukum adat, penyerahan secara

constitutum possesorium sulit dibayangkan apalagi dimengerti dan dipahami oleh

orang Indonesia. Walaupun demikian, sebenarnya konsep constitutum

possesorium ini bukan hanya monopoli hukum barat saja. Kalau diteliti dan

dicermati, dalam hukum adat di Indonesia pun mengenal konstruksi demikian.28 Namun setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF) yang dalam Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa,

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.

28

Mustafa Siregar, Ringkasan Hukum Jaminan, Pasca Hukum USU, Medan, 2004, hal.13.


(38)

Berdasarkan Penjelasan Umum UUJF di atas, dalam hal ini lembaga Jaminan Fidusia ini digunakan secara luas dalam transaksi pinjam meminjam karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah dan cepat, serta adanya kepastian hukum dengan cara mendaftarkan Jaminan Fidusia tersebut. Pendaftaran Jaminan Fidusia tersebut memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lain. Jaminan Fidusia juga memberikan hak kepada Pemberi Fidusia untuk tetap menguasai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia berdasarkan kepercayaan.

Pada Pasal 4 UUJF menyebutkan bahwa, “Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi.”

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Jaminan Fidusia yang sifatnya ikutan (accessoir) lahir dari perjanjian pokok yaitu perjanjian yang menimbulkan hutang-piutang sebagai jaminan pelunasan. Hubungan hutang-piutang dapat timbul dari perjanjian yang menimbulkan hutang-piutang atau perjanjian kredit. Perjanjian pokok ini dapat dibuat dengan akta di bawah tangan atau akta otentik, tergantung para pihak yang menginginkannya.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Materi Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat penelitian yang sesuai adalah desktriptif analitis. Penelitian ini bersifat deskriptif


(39)

analitis, artinya bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang

mengambarkan, menelaah dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan “Peranan Notaris Dalam Perjanjian Kredit Angsuran Sistem Fidusia Pada Perum Pegadaian (Studi di Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama)”.

Sedangkan materi penelitian diperoleh melalui pendekatan yuridis normatif yang didukung oleh data primer dan data sekunder. “Penggunaan pendekatan yuridis normatif dimaksudkan adalah pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku”.29

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Bahan hukum primer.

Sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Undang-Undang Jaminan Fidusia serta Gadai.

2. Bahan hukum sekunder.

Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil-hasil seminar, hasil-hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya, serta dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan perjanjian dengan jaminan, khususnya tentang jaminan fidusia.

3. Bahan hukum tertier.

29

Roni Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Semarang, 1988, hal. 11.


(40)

Bahan yang bisa memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti ensiklopedia, majalah, artikel-artikel, surat kabar dan jurnal-jurnal hukum.

Untuk mendukung penelitian ini diperlukan data penunjang, maka dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang dapat dijadikan sebagai nara sumber, yaitu Kepala Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan Utama, pegawai di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia Sumatera Utara serta wawancara dengan notaris di Medan.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan di dalam penelitian ini antara lain: 1. Dokumen atau Bahan Pustaka.

Bahan pustaka dimaksud terdiri dari bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, teori-teori dan laporan-laporan yang bertalian dengan penelitian ini.

2. Pedoman Wawancara.

Pedoman wawancara digunakan untuk memperoleh data penunjang atau sekunder. Caranya ialah menanyakan secara langsung kepada nara sumber dengan bantuan pedoman wawancara (interview quide) secara mendalam yang telah tersusun dan sistematis.

4. Analisis Data


(41)

Setelah data primer data sekunder diperoleh, selanjutnya data tersebut diseleksi, disusun dan dianalisis secara kualitatif yaitu tanpa mempergunakan rumus-rumus statistik. Data tersebut kemudian diterjemahkan secara logis sistematis dengan menggunakan metode deduktif dan induktif sehingga kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan jawaban dan kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, serta disajikan dalam bentuk deskriptif.

BAB II

KEWENANGAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK

A. Sejarah Notaris di Indonesia

Pada zaman Romawi dahulu telah dikenal seorang penulis yang tugasnya antara lain membuatkan surat-surat bagi mereka yang tidak dapat menulis. Surat-surat yang disusunnya tidak mempunyai kekuatan hukum yang khusus, penulis-penulis itu terdiri dari orang-orang bebas dan kadang-kadang budak-budak belian, orang menyebut mereka notariil. “Di samping itu terdapat pula orang-orang yang diserahi membuat akta dan mereka disebut tabelliones atau tabelarii, mereka tugasnya hampir mirip dengan di Indonesia yang disebut pelaksana perkara (Zaakwaarnemer).30

Pada abad ke-11 atau ke-12 selanjutnya notaris mulai berkembang di daerah pusat perdagangan yang sangt berkuasa pada zaman itu di Italia Utara. Daerah ini selanjutnya dikenal sebagai tempat asal notariat yang dinamakan Latijnse notariaat

30

R. Soesanto, Tugas, Kewajiban dan Hak-hak Notaris, Wakil Notaris (Sementara), Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, hal. 11.


(42)

yang tanda-tandanya tercermin dalam diri notaris yang diangkat oleh penguasa umum untuk kepentingan masyarakat umum dan menerima uang jasanya karena kemampuannya yang memiliki keahlian untuk mempergunakan tulisan cepat di dalam menjalankan pekerjaan mereka.31

Setelah mengalami perkembangan secara khusus tabeliones ini kemudian dipersamakan Zaakwaarnemer dari pada sebagai notaris sekarang, mereka mulai diatur dari suatu Konstitusi pada tahun 537 oleh Kaisar Justianus, yang menempatkan mereka di bawah pengawasan pengadilan, tetapi tidak berwenang membuat akta dan surat yang sifatnya otentik, surat mana sama halnya dengan ketetapan dari badan peradilan. Selanjutnya Tabularii adalah golongan orang-orang yang menguasai tehnik menulis dan memberikan bantuan kepada masyarakat dalam pembuatan akta-akta. Sementara kalangan notarii adalah orang-orang yang khusus diangkat untuk membantu penulisan di kalangan istana, lambat laun masyarakat dapat mempergunakan jasa mereka karena mempergunakan notarii dipandang lebih terhormat dari pada tabelarii. Akhirnya pada masa Karel de Grote tabelarii dan

notarii, menggabungkan diri dalam satu badan yang dinamakan Collegium. Mereka

akhirnya dipandang sebagai para pejabat yang satu-satunya membuat akta-akta baik di dalam maupun di luar Pengadilan walaupun jenis-jenis akta itu selanjutnya dapat 25

31

G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cetakan Ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1983, hal. 3.


(43)

berupa akta otentik ataupun akta di bawah tangan.32 Dari Italia Utara ini notaris berkembang sampai ke Perancis untuk kemudian ke Negeri Belanda.

Notaris yang dikenal hari ini di Indonesia telah ada mulai dari abad ke-17 dengan adanya Oost Ind. Compagnie di Indonesia, pada tanggal 27 Agustus 1620 yaitu beberapa bulan setelah dijadikannya Jakarta sebagai Ibukota (tanggal 4 Maret 1621), Melchior Kerchem, Sekretaris dari College van Schepenen di Jakarta, diangkat notaris pertama di Indonesia. Adalah sangat menarik perhatian cara pengangkatan notaris pada waktu itu, oleh karena berbeda dengan pengangkatan notaris sekarang ini, di dalam akta pengangkatan Melchoir Kerchem sebagai notaris sekaligus secara singkat dimuat suatu instruksi yang menguraikan bidang pekerjaan dan wewenangnya, yakni untuk menjalankan tugas jabatannya di Kota Jakarta untuk kepentingan publik. Kepadanya ditugaskan untuk menjalankan pekerjaannya itu sesuai sumpah setia yang diucapkannya pada waktu pengangkatannya, dengan kewajiban untuk mendaftarkan semua dokumen dan akta yang dibuatnya, sesuai dengan bunyinya instruksi itu, sejak pengangkatan Melchior Kerchem, jumlah notaris semakin bertambah jumlahnya. Lima tahun kemudian, yakni pada tanggal 16 Juni 1625, setelah jabatan notaris public dipisahkan dari jabatan Secretarius van de

gerechte dengan Surat Keputusan Gubernur Jenderal tanggal 12 Nopember 1620,

maka dikeluarkanlah Instruksi pertama untuk para notaris di Indonesia, yang hanya berisikan 10 Pasal, diantaranya ketentuan bahwa para notaris terlebih dahulu diuji dan diambil sumpahnya. Baru dalam tahun 1860 pemerintah Belanda pada waktu itu

32

Ibid, hal. 3-10


(44)

menganggap telah tiba waktunya untuk sedapat mungkin menyesuaikan peraturan-peraturan mengenai jabatan notaris di Indonesia dengan yang berlaku di Negeri Belanda dan karenanya sebagai pengganti dari peraturan-peraturan yang lama diundangkanlah Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement) yang dikenal sekarang ini pada tanggal 1 Juli 1860 (Stb.No. 3) mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1860, sebagai peletak dasar yang kuat bagi pelembagaan notaris di Indonesia. Setelah menunggu sekian lama, akhirnya diundangkanlah Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

B. Kewenangan Notaris dalam Pembuatan Akta Otentik

Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris telah mengatur pengertian dari Notaris yaitu : Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud undang-undang ini.

Disinilah letaknya arti yang penting dari profesi notaris bahwa ia karena undang-undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktikan yang mutlak dalam pembuktian bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik pada pokoknya dianggap benar. Hal ini sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat pembuktian untuk suatu keperluan, baik untuk pribadi maupun untuk kepentingan suatu usaha.

Begitu pula halnya dengan perjanjian kredit angsuran sistem fidusia pada Perum Pegadaian, notaris mempunyai kewenangan dalam membuat perjanjian kredit


(45)

angsuran sistem fidusia. Namun, mengenai isi perjanjian tersebut tetap didominasi kepentingan Perum Pegadaian selaku kreditur. Hal itu terjadi disebabkan pihak Perum Pegadaian tidak mau rugi dan kehilangan dana yang akan dan atau telah diberikan kepada pihak debitur. Namun begitu, umumnya debitur menerima keinginan-keinginan dari pihak Perum Pegadaian, hal itu disebabkan karena kebutuhan akan dana yang cukup dan proses pencairan dana kredit cepat.

Notaris sebagai satu-satunya pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan, sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Dengan perkataan lain, wewenang notaris bersifat umum (regel) sedangkan wewenang para pejabat lain adalah pengecualian. Jadi di dalam suatu perundang-undangan untuk sesuatu perbuatan hukum diharuskan adanya akta otentik terkecuali oleh undang-undang tersebut dinyatakan secara tegas bahwa selain notaris, pejabat umum lainnya juga turut berwenang untuk pembuatan suatu akta tertentu.

Adapun akta-akta yang pembuatannya juga ditugaskan kepada pejabat lain atau oleh undang-undang dikecualikan pembuatannya kepadanya, antara lain :

1. Akta pengakuan anak di luar kawin (Pasal 281 KUHPerdata);

2. Berita Acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotek (Pasal 1227 KUHPerdata);

3. Berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (Pasal 1405 dan Pasal 1406 KUHPerdata);

4. Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 dan Pasal 218 KUHD). 5. Akta catatan sipil (Pasal 4 KUHPerdata). 33

33

R. Soegono Notodisoerjo, Op. Cit, hal. 53.


(46)

Untuk pembuatan akta-akta yang dimaksud pada angka 1 sampai 4 notaris berwenang membuatnya bersama-sama dengan pejabat lain (turut berwenang membuatnya) sedangkan yang disebut pada angka 5 notaris tidak berwenang untuk membuatnya tetapi hanya oleh pegawai kantor catatan sipil.

Selain membuat akta-akta otentik, notaris juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan mensahkan (Waarmerken dan legaliseren). Wewenang notaris lainnya adalah memberikan nasehat hukum dan penjelasan, petunjuk kepada para penghadap tentang hal-hal yang dapat dilakukan atau yang dilarang berhubungan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam hal kewenangan utama notaris adalah untuk membuat akta otentik, maka otensitas dari akta notaris tersebut bersumber dari Pasal 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dimana notaris dijadikan sebagai Pejabat Umum (Openbaar Ambtenaar) sehingga dengan demikian akta yang dibuat oleh notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik seperti yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk ditempat dimana akta itu dibuatnya.

Sepanjang mengenai wewenang yang harus dipunyai oleh pejabat umum untuk membuat suatu akta otentik, seorang notaris hanya boleh melakukan atau menjalankan jabatannya di dalam seluruh daerah yang ditentukan baginya dan hanya di dalam daerah hukum itu ia berwenang.


(47)

Untuk itu, wewenang notaris meliputi 4 hal, yaitu :

1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu, seperti telah dikemukakan di atas, tidak setiap pejabat umum dapat membuat semua akta, akan tetapi seorang pejabat umum hanya dapat membuat akta-akta tertentu yaitu yang ditugaskan atau dikecualikan kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat notaris tidak berwenang untuk membuat akta untuk kepentingan setiap orang. Misalnya ditentukan bahwa notaris tidak diperbolehkan membuat akta di dalam mana notaris sendiri, isterinya, keluarga sedarah atau keluarga semenda dari notaris itu dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, baik secara pribadi maupun melalui kuasa, menjadi pihak. Maksud dan tujuan dari ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya tindakan memihak dan penyalahgunaan jabatan.

3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat; bagi setiap notaris ditentukan daerah hukumnya (daerah jabatannya) dan hanya di dalam daerah yang ditentukan baginya itu ia berwenang untuk membuat akta otentik. Akta yang dibuatnya di luar daerah jabatannya adalah tidak sah.

4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta. Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat dari jabatannya (sebelum diambil sumpahnya).34

Apabila salah satu dari persyaratan di atas tidak dipenuhi, maka akta yang dibuatnya menjadi tidak otentik dan hanya mempunyai kekuatan seperti akta yang dibuat di bawah tangan, apabila akta ini ditandatangani oleh para penghadap, kecuali dalam keadaan darurat, seperti pembuatan akta wasiat di atas kapal dan jika seseorang dalam keadaan sekarat.

Demikian juga halnya, apabila oleh undang-undang disebutkan untuk suatu perbuatan atau perjanjian atau ketetapan diharuskan dengan adanya akta otentik, dan

34

G.H.S. Lumban Tobing, Op. Cit, hal 43-50.


(48)

jika salah satu dari persyaratan di atas tidak dipenuhi, maka akta untuk perbuatan atau perjanjian atau ketetapan itu menjadi tidak sah.

Tindakan notaris tersebut bukanlah bertentangan dengan apa yang telah digariskan dalam peraturan tersebut namun hal ini harus disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi notaris saat itu, tentunya dengan segala bukti-bukti yang ada dihadapannya. Bila Notaris berpendapat bahwa terdapat alasan yang mendasar untuk menolak maka hal tersebut ia diberitahukan secara tertulis kepada yang meminta bantuannya itu atau pihak penghadap.

Namun apabila si penghadap tetap menghendaki bantuan dari notaris tersebut, pihak penghadap dapat mengajukan tuntutannya kepada Hakim Perdata, dengan menyampaikan surat dari notaris tersebut yang telah diserahkan kepada yang bersangkutan. “Tugas notaris berdasarkan kepercayaan yang besar yang diberikan oleh pemerintah”.35 Dimana kepercayaan tersebut harus dihormati oleh masing-masing pihak, kalau tidak dapat menimbulkan akibat yang buruk.

Larangan untuk menolak pembuatan akta disebabkan karena pengangkatan notaris oleh pemerintah itu diperuntukkan bagi kepentingan umum sehingga jabatan notaris ini merupakan kewajiban jabatan (Ambisplihten) berdasarkan undang-undang.

Adakalanya notaris dapat menolak pembuatan akta dalam hal :

1. Apabila diminta kepada notaris dibuatkan berita acara untuk keperluan atau maksud reklame.

35

Effendi Perangin-angin, Teknik Pembuatan Akta I, Jakarta, 1979, hal 5.


(49)

2. Apabila notaris mengetahui bahwa akta yang dikehendaki oleh para pihak itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kenyataan yang sebenarnya. 36

Pada pokoknya akta-akta notaris itu diperbuat dalam lapangan hubungan hukum privat khususnya bila dikaitkan dengan pengurusan piutang negara tidak lepas dari lapangan, hubungan hukum perjanjian, yang bila dikaji maka akan terdapat golongan besar akta yang bisa dibuat oleh notaris, yaitu :

1. Golongan akta perjanjian yang dibuat berdasarkan aturan yang terdapat di dalam KUHPerdata, seperti :

a. Jual beli

b. Sewa menyewa c. Tukar menukar

d. Pinjam meminjam barang/uang e. Perjanjian kerja

f. Kongsi

g. Pemberian kuasa h. Hibah

i. Dan lain sebagainya

2. Golongan akta perjanjian yang dibuat berdasarkan aturan yang terdapat di luar atau tidak diatur dalam KUHPerdata tetapi dikenal dalam praktek, seperti :

a. Leasing b. Beli sewa c. Kontrak rahim d. Franchise

e. Dan lain sebagainya. 37

Selanjutnya dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, kewenangan lainnya yang dimaksud undang-undang tersebut dijabarkan mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan. Berkaitan dengan peranannya sebagai

36

Chairari Bustami, Tesis Aspek-aspek Hukum yang Terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan, Medan, 2002, hal 91.

37

Salim HS, Op. Cit., hal. 13.


(50)

pejabat umum tersebut maka selanjutnya notaris dalam kapasitas tugasnya yang terjabar pada Pasal 15 ayat (2) berwenang untuk :

a. Menyerahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus;

b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus;

c. Membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya;

e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertambahan; atau

g. Membuat akta risalah lelang.

Pada prinsipnya yang terutama pembuatan akta dalam proses perjanjian kredit, biasanya perjanjian kredit ada yang dibuat khusus oleh bank berdasarkan kebijaksanaan/manajemen bank itu berupa akta di bawah tangan akan tetapi umumnya adalah dengan menggunakan akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris.

Proses perjanjian kredit tersebut yang terpenting pada persoalan pengikat jaminan kredit. Pegadaian harus sangat hati-hati dalam mengikat jaminan milik nasabah tersebut. Sedemikian pentingnya jaminan kredit tersebut sehingga dibutuhkan suatu pembahasan tersendiri karena demikian banyak akta-akta notaris


(51)

yang dapat dibuat dari berbagai jenis pengikatnya jaminan kredit tersebut, yang akhirnya terkait dengan sistem pengurusan piutang dan lelang negara.

Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu zekerheid atau

cautie, yang secara umum mencakup cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya

tagihannya, di samping pertanggung jawab umum debitur terhadap barang-barangnya. Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan agunan. 38

Berdasarkan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, tentang Perbankan berbunyi : Kredit yang diberikan oleh Bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur. Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan “Agunan Tambahan”. 39

Tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk yang dijadikan agunan tersebut dengan ketentuan tidak tersangkut sengketa. Surat tidak sengketa tersebut dimintakan kepada lurah/camat dimana tanah itu berada.

Dari penjabaran Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tersebut, dapat dibedakan jaminan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :

38

Ibid., hal. 21.

39

Johannes Ibrahim, Op. Cit.,hal. 73-74.


(52)

1. Jaminan materiil (kebendaan), yaitu jaminan kebendaan; dan 2. Jaminan immateriil (perorangan), yaitu jaminan perorangan. 40

Perjanjian jaminan kebendaan, mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam arti jaminan kebendaan memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda bersangkutan, perjanjian ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu :

a. Perjanjian pokok, merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas dari lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank.

b. Pejanjian accesoir, merupakan perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok, contoh perjanjian pembebanan jaminan seperti perjanjian gadai, tanggungan, dan fidusia.41

Perjanjian jaminan perorangan merupakan perjanjian yang menjaminkan harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan 42 contohnya borgh, tanggung-menanggung, perjanjian garansi 43 tidak memberikan hak mendahului.

Adanya jenis-jenis perjanjian kebendaan, berupa perjanjian pokok di atas dan perjanjian tambahan serta perjanjian yang biasa dikenal juga dengan akta pengikatan/pembebanan jaminan, baik dibawah tangan biasanya dilakukan pada lembaga pegadaian, yang apabila debitur wanprestasi pelelangan barang dilakukan

40

Salim HS, Op,. Cit, hal. 23

41

Ibid, hal . 29-30

42

Ibid, hal . 23

43

Ibid, hal . 25


(53)

kantor pegadaian tersebut cukup dengan dibantu dua orang makelar sebagai perantara pelelangan. Akan tetapi pada lembaga bank biasanya yang berbentuk akta otentik 44

Perjanjian kredit yang telah disepakati mewajibkan dilampirkannya jaminan, dalam hal demikian maka kita dapat melihat berbagai peran notaris sebagai pejabat yang dipercaya juga untuk mengatur pengikatan jaminan, selain pembuatan akta perjanjian kredit. Dalam praktek jabatan notaris, selain notaris juga ada dikenal notaris, yang kewenangannya berbeda dari notaris biasa, notaris tersebut tidak hanya sekedar notaris tetapi juga pejabat yang diberi kewenangan membuat proses akta dalam bidang pertanahan dan kalau ditinjau lebih dalam justru notaris inilah yang lebih luas peranannya karena ada jenis-jenis akta yang hanya dibuat oleh notaris. Notaris maksudnya adalah notaris yang disumpah oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Ham dan lingkup kerjanya sesuai kedudukannya yang meliputi wilayah jabatan dalam propinsi di kota dimana ia ditugaskan (Pasal 18 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004). Menurut PP RI Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pembuat Akta Tanah Pasal 1 yaitu pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, perbuatan hukum dimaksud mengenai :

a. Jual beli; b. Tukar menukar; c. Hibah;

d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng); e. Pembagian hak bersama;

f. Pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik;

44

Ibid, hal . 25


(54)

g. Pemberian hak tanggungan;

h. Pemberian kuasa membebankan hak tanggungan. 45

Jadi dalam lapangan hukum berkaitan dengan akta-akta pertanahan secara konkrit telah dipaparkan sebagaimana point a-h tersebut ada klasifikasi menyebabkan notaris berwenang dalam suatu akta sedangkan akta-akta khusus pertanahan harus PPAT dan pilihan tersebut tergantung jaminan yang dimiliki nasabah yang kemudian dituangkan dalam bentuk pengikatan akta jaminan.

Surat mana dapat dibuat oleh notaris atau PPAT karena 2 (dua) alasan yaitu alasan subjektif dan alasan objektif. Alasan subjektif yaitu :

1. Pemberian hak tanggungan tidak dapat hadir sendiri dihadapan notaris atau PPAT untuk membuat Hak Tanggungan;

2. Prosedur pembebanan hak tanggungan panjang/lama; 3. Biaya pembuatan hak tanggungan cukup tinggi; 4. Kredit yang diberikan jangka pendek;

5. Kredit yang diberikan tidak besar/kecil; 6. Debitur sangat dipercaya/bonafide.46

Adapun yang menjadi alasan objektif ialah :

1. Sertifikat belum diterbitkan, atau sedang pengurusan di BPN;

2. Balik nama atas tanah pemberi hak tanggungan belum dilakukan, umpamanya masih terdaftar atas nama pewaris;

3. Pemecahan/penggabungan tanah belum selesai dilakukan atas nama pemberi hak tanggungan, umpamanya yang dibeli satu kapling dari sekian banyak kapling. 4. Roya/pencoretan belum dilakukan karena masih ada tertera hak tanggungan.

45

www.Hukumonline.com, Notaris-PPAT.

46

Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit., hal. 148.


(55)

Proses pendaftaran/pembuatan sertifikat hak tanggungan di Kantor Badan Pertanahan dari SKMHT ini berlaku maksimal 1 (satu) bulan untuk sertifikat tanah/bangunan yang sudah terdaftar atas nama debitur sendiri. Dalam maksimal 3 (tiga) bulan untuk sertifikat tanah/bangunan yang belum terdaftar atas nama debitur itu, jadi bentuk akta otentik yang dilampirkan sementara adalah :

a. Akta Pengikatan Jual Beli;

b. Akta Kuasa, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Akta Pengikatan Jual Beli tersebut;

c. Akta Pengoperan/Pengalihan Hak dengan Ganti Rugi (PHGR) sebagai bentuk akta apabila tanah/bangunan tersebut masih merupakan tanah yang belum ada status haknya, belum terdaftar/masih berstatus tanah hak milik negara. Dengan bentuk ketiga akta otentik tersebut dibuat SKMHT oleh Notaris dan atau PPAT dari SKMHT mana selanjutnya sesuai jangka waktu dibuat APHT, disinilah tampak satu peran notaris tersebut dalam sistem pengurusan piutang negara.

d. Pengikatan jaminan dalam bentuk akta jaminan fidusia. Pengikatan jaminan fidusia ini sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 (UUJF), 47 Objek jaminan berupa :

1. benda bergerak, antara lain : mobil (kendaraan roda empat), kendaraan roda dua, truk, mesin-mesin, stok barang dagangan, stok bahan baku, barang setengah jadi dan siap pakai, inventaris perusahaan, meubel, minuman kaleng dan minuman botol serta benda yang akan ada, dalam praktik lazimnya seperti

47

Ibid, hal. 148.


(56)

barang inventaris atau barang persediaan/bahan baku yang akan diadakan kemudian.48

2. benda tidak bergerak dimaksudkan adalah bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, contohnya Rumah Susun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik orang lain. 49

e. Pengikatan jaminan dalam bentuk hipotek maka akta yang dibutuhkan adalah akta hipotek.

Contoh jaminan kebendaan yang menggunakan akta hipotek terkait dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang pelayaran, stb. 1934-78 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1985 adalah Kapal yang akan dibebani hipotik atas kapal berukuran 20 meter kubik atau lebih, kapal tersebut pemiliknya adalah warga negara Indonesia dan telah terdaftar di Kantor Syah Bandar. Sedangkan menurut Undang-Undang Penerbangan Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan, Pasal 12 dinyatakan, objek tersebut termasuk pesawat udara dan helikopter, mempunyai tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia.

f. Pengikatan jaminan dalam bentuk borghtocht maka akan dibuat akta

borghtocht. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan

Pasal 1850 KUH Perdata. 50

48

Tan Kamelo, Op. Cit., hal. 10.

49

Ibid, hal. 10.

50

Johannes Ibrahim, Op. Cit, hal. 87


(1)

lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya Jaminan Fidusia dalam buku daftar Fidusia.”

Sertifikat Jaminan Fidusia merupakan salinan buku Daftar Fidusia dan karenanya memuat catatan apa yang dicatat di dalamnya sesuai dengan Pasal 13 ayat (2). Ini merupakan hal baru karena selama ini atas Jaminan Fidusia yang didasarkan atas hukum kebiasaan dan yurisprudensi yang tidak didaftarkan maupun yang didasarkan atas Pasal 15 Undang-undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang wajib didaftarkan tetapi tidak diterbitkan sertifikatnya.95

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

95


(2)

1.Kewenangan notaris memang telah ditentukan oleh Pasal 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dimana kewenangan itu juga terbatas. Dalam perjanjian kredit angsuran sistem fidusia ini, notaris memiliki kewenangan untuk membuat perjanjian kredit angsuran sistem fidusia pada Perum Pegadaian sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.Suatu pemikiran yang baik oleh Perum Pegadaian untuk meningkatkan kinerjanya dengan mengeluarkan produk selain kredit gadai yaitu kredit angsuran sistem fidusia. Dengan adanya kredit angsuran sistem fidusia ini, para nasabah tidak harus memilih kredit gadai yang mengharuskan objek gadai berada dalam kekuasaan Perum Pegadaian. Kredit angsuran sistem fidusia ini mengatur para pihak khususnya Perum Pegadaian untuk tidak menguasai objek jaminan milik nasabahnya. Hal itu sangat membantu nasabah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan hidupnya dari segi ekonomi, karena objek jaminan itu masih tetap dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk keperluan usahanya, dengan harapan dan kewajiban agar kredit dapat dibayar sesuai perjanjian.

3.Peranan notaris tidaklah selalu dominan disetiap perbuatan hukum, salah satunya pada perjanjian kredit baik di perbankan maupun di pegadaian. Dimana perjanjian kredit tersebut umumnya telah dibuat sesuai dengan kehendak pihak kreditur. Namun, untuk nilai kredit tertentu/jumlahnya besar Perum Pegadaian mengharuskan perjanjian kredit angsuran sistem fidusia tersebut dibuat langsung oleh notaris/bersifat otentik. Sedangkan untuk perjanjian kredit angsuran sistem fidusia dengan nilai kredit yang kecil, Perum Pegadaian hanya melegalisasi perjanjian kredit angsuran sistem fidusia tersebut. Sedangkan untuk


(3)

pengikatan/pembebanan objek jaminan yang merupakan perjanjian tambahan/ikutan dari perjanjian kredit angsuran sistem fidusia itu, peran notaris sangat diperlukan untuk melakukan pendaftaran ke bagian pendaftaran fidusia di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM RI setempat. Hal itu dilakukan agar Perum Pegadaian memperoleh kedudukan atau hak yang diutamakan dari pihak lain atas objek jaminan fidusia tersebut.

B. Saran

1.Hendaknya notaris dalam menghadapi setiap perbuatan hukum tetap bertindak sesuai dengan kewenangannya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2.Diharapkan dengan semakin berkembangnya ilmu hukum khususnya hukum

jaminan, hendaknya pihak kreditur khususnya pihak Perum Pegadaian tetap mengedepankan atau melayanai masyarakat yang membutuhkan kredit, namun tetap memegang prinsip kehati-hatian dalam setiap mengeluarkan kredit.

3.Hendaknya notaris juga berperan tidak hanya dalam setiap pembuatan akta, namun juga berusaha untuk menciptakan suatu cara atau kesempatan agar dapat lebih berperan disetiap perbuatan hukum. Suatu ide atau cara tersebut haruslah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA


(4)

Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989.

---, Aneka Hukum Bisnis, Penerbit Alumni, 1994.

---, Kompilasi Hukum Jaminan (Serial Hukum Perdata Buku II),, Penerbit Mandar Maju, 2004.

Balai Pustaka, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, 1997.

Bustami, Chairani, Tesis Aspek-aspek Hukum yang Terkait Dalam Akta Perikatan

Jual Beli yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan, Medan, 2002.

Djumhana, Muhamad, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Fuady, Munir, Jaminan Fidusia, Cetakan Kedua Revisi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Reseach, Andi Offset, Yogyakarta, 1989.

Hasan, Djuhaenda, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah Dan Benda Lain Yang

Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

Ibrahim, Johannes, Cross Default dan Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian

Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung.

Kamelo, Tan, Hukum Jaminan Fidusia (Suatu Kebutuhan Yang Didambakan), Alumni, Bandung, 2004.

Lumban Tobing, G.H.S., Peraturan Jabatan Notaris, Cetakan Ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1983.

Notodisoerjo, R. Soegono, Hukum Notariat di Indonesia. Suatu Penjelasan, Edisi 1, Cetakan 2, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.

Panggabean, H.P., Efektifitas Penegakan Hukum Terhadap Lembaga Fidusia

(Masalah Law Enforcement Terhadap UU No. 42 Tahun 1999), Makalah

yang disampaikan dalam acara Up Grading And Refreshing Course, Bandung, 27 Mei 2000.

110


(5)

Prodjodikoro, R. Wirjono, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan

Tertentu, Sumur, Bandung, 1974.

---, Hukum Perdata Tentang Hak-hak atas Benda, Intermasa, Cet. V, Jakarta, 1986.

Rahman, Hasanuddin, Contract Drafting, Pt. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003. Remy Sjahdeini, Sutan, Hak Jaminan Dan Kepailitan, Makalah yang disampaikan

dalam Sosialisasi Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Jakarta, 9-10 Mei 2000.

Salim, HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.

Satrio, J., Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.

Sibarani, Bachtiar, Aspek Hukum Eksekusi Jaminan Fidusia, Makalah yang disampaikan pada seminar Sosialisasi Undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Jakarta, 9-10 Mei 2000.

Siregar, Mustafa, Ringkasan Hukum Jaminan, Pasca Hukum USU, Medan, 2004. Soekanto, Sorjono dan Mamudji Sri, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.

Soemitrko H, Rochmad, Peraturan dan Instruksi Lelang, P.T. Eresco, Bandung, 1987.

Soemitro, Roni Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Semarang, 1988.

Soemowidjojo, Soetarwo, Eksekusi Oleh PUPN, Proyek Pendidikan dan Latihan BPLK Departemen Keuangan RI, Jakarta, 1996.

Soesanto, R, Tugas, Kewajiban dan Hak-hak Notaris, Wakil Notaris (Sementara), Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, 1982.

Sofwan, Sri Soedewi, Masjehoen, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok Hukum


(6)

Subekti R., Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Cet. XXI, Jakarta,1982.

---, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit (Termasuk Hak

Tanggungan) Menurut Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

1996.

Suharmoko, Hukum Perjanjian : Teori dan Analisa Kasus, Kencana Prenada Media Group, 2004.

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Undang-Undang Jaminan Fidusia. Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2000 Tentang Perusahaan Umum (Perum)

Pegadaian.

Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40 Tahun 2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan

Lelang.

C. INTERNET

http:/www.kamushukum_online.co.id/653words,htm, diakses 25 Desember 2008. http:/www.sinarharapan.co.id/ekonomi/eureka/.html, diakses tanggal 18 Januari 2008. http:/www.sinarharapan.co.id_lelang_perum_pegadaian, diakses_tanggal 20 Maret