Pendekatan Fuzzy Multi-Criteria Decision Making Dalam Penentuan Penugasan Delivery Berdasarkan Kriteria Rute

(1)

PENDEKATAN FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING

DALAM PENENTUAN PENUGASAN DELIVERY

BERDASARKAN KRITERIA RUTE

SKRIPSI

ERICH SARAGIH

070803059

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

PENDEKATAN FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING

DALAM PENENTUAN PENUGASAN DELIVERY

BERDASARKAN KRITERIA RUTE

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

ERICH SARAGIH 070803059

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENDEKATAN FUZZY MULTI-CRITERIA

DECISION MAKING DALAM PENENTUAN

PENUGASAN DELIVERY BERDASARKAN KRITERIA RUTE

Kategori : SKRIPSI

Nama : ERICH SARAGIH

Nomor Induk Mahasiswa : 070803059

Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, April 2012 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Djakaria Sebayang, M.Si Drs. Ujian Sinulingga, M.Si NIP 19511227 198503 1 002 NIP 19560303 198403 1 004

Diketahui/ Disetujui oleh:

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Prof. Dr. Tulus, M.Sc


(4)

PERNYATAAN

PENDEKATAN FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING

DALAM PENENTUAN PENUGASAN DELIVERY

BERDASARKAN KRITERIA RUTE

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, April 2012

ERICH SARAGIH 070803059


(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia dan pertolonganNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada:

1. Drs. Ujian Sinulingga, M.Si dan Drs. Djakaria Sebayang, M.Si selaku Dosen Pembimbing penulis, atas setiap bimbingan dan motivasi yang telah diberikan. 2. Drs. Faigiziduhu Bu’ulolo, M.Si dan Syahril Efendi, S.Si, M.IT selaku Dosen

Penguji, atas setiap saran dan masukannya selama pengerjaan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Tulus, M.Si dan Dra. Mardiningsih, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris

Departemen Matematika. Semua dosen di Departemen Matematika beserta pegawai di FMIPA USU.

4. Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU.

5. Bapak Richard Telaumbanua, Departemen OSO dan staf Yan R.M.S atas kesempatan dan bantuan yang diberikan bagi penulis untuk melakukan penelitian di PT. Fastfood Indonesia Tbk – RSC Medan

6. Kedua orang tua penulis, Bapak P. Saragih dan Ibu M. br. Purba atas semua didikan dan ajaran, serta semua kasih sayang. Juga kepada adik penulis Eny E. Saragih, Hendi Nardo Saragih dan saudara–saudara yang lain.

7. Teman-teman di S1 Matematika, junior dan senior. Terkhusus stambuk 07: Rolina, Melva, Selfia, Roland dan teman-teman yang lain atas dukungan semangat, bantuan dan doa.

8. Teman-teman alumni SMA N 4 Pematangsiantar dan PAKISS.

Akhir kata, kasih karunia dan damai sejahtera Tuhan Yang Maha Esa yang menyertai kita semua. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membacanya. Terima kasih.

Medan, April 2012 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Penentuan prioritas dalam penugasan delivery berdasarkan kriteria rute merupakan salah satu masalah Multi-Criteria Decision Making (MCDM) pada bagian operational level dalam manajemen distribusi. Pengambil keputusan akan memberikan penilaian subjektifitasnya berupa nilai prioritas dalam pemilihan rute untuk menetapkan outlet/

store yang akan menjalankan delivery. Ketidakpastian yang dialami pengambil keputusan dalam memberikan penilaian dapat diatasi dengan pendekatan Fuzzy-Analytic Hierarchy Process (Fuzzy-AHP/ FAHP). Dengan pendekatan FAHP ini akan diperoleh rute optimum dan delivery yang didasarkan pada rute optimum diharapkan menghasilkan waktu delivery yang minimum untuk menjaga kepuasan konsumen. Kata kunci: Multi- Criteria Decision Making, Entropy-Based Fuzzy-AHP, Pemilihan Rute, Interval of Confidence


(7)

FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKINGAPPROACH IN DETERMINING DELIVERY ASSIGNMENT

BASED ON ROUTE CRITERIA

ABSTRACT

Determination of priority in the assignment of delivery based on the route criteria is one of the Multi-Criteria Decision Making (MCDM) problems at the operational level in distribution management. Decision makers will provide a subjective assessment of the priorities value in route selection to assign outlets / stores that will carry delivery. Uncertainty that experienced by decision makers in their assessments can be overcome by Fuzzy Analytic Hierarchy Process (Fuzzy-AHP / FAHP) approach. With this FAHP approach the optimum routes will be obtained and delivery based on the optimum route is expected to result in a minimum time of delivery to maintain customer satisfaction.

Keywords: Multi- Criteria Decision Making, Entropy-Based Fuzzy-AHP, Route Selection, Interval of Confidence


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

Bab 1 Pendahuluan 2

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Identifikasi Masalah 2

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Tinjauan Pustaka 3

1.5 Tujuan Penelitian 4

1.6 Manfaat Penelitian 4

1.7 Metodologi Penelitian 4

Bab 2 Landasan Teori

2.1 Multi-Criteria Decision Making (MCDM) 5

2.2 Analytic Hierarchy Process (AHP) 6

2.2.1 Prinsip-prinsip AHP 6

2.2.2 Tahapan-tahapan AHP 8

2.2.3 Hubungan Prioritas Sebagai Eigen Vector Terhadap Konsistensi 9

2.3 Himpunan Fuzzy 12

2.3.1 Fungsi Keanggotaan 13

2.3.2 Bilangan Fuzzy Triangular (Triangular Fuzzy Numbers/ TFN) 13

2.3.3 Levelα (α-Cut) 13

2.3.4 Bilangan Fuzzy Segitiga Positif 14

2.3.5 Index of optimism 15

2.4 Fuzzy Analytic Hierarchy Process (Fuzzy–AHP) 15

2.4.1 Langkah-langkah Fuzzy-AHP 16

2.5 Delivery 18

2.6 Pemilihan Rute dalam Delivery 19

Bab 3 Pembahasan

3.1 Data Lokasi Outlet dan Customer 20 3.2 Perhitungan Total Fuzzy Judgment Matrix 23


(9)

Halaman Bab 4 Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan 37

4.2 Saran 37


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 SkalaSaaty (Mulyono, 2004) 8

Tabel 2.2 Random Index (RI) 12

Tabel 2.3 Tabel Fungsi Keanggotaan Bilangan Fuzzy 16 Tabel 3.1 Kriteria dan Bobot Kriteria dalam Pemilihan Rute 21 Tabel 3.2 Tingkat Preferensi Driver Terhadap Rute Berdasarkan Kriteria 22

Tabel 3.3 Nilai Entropy 35


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Hirarki Keputusan dari AHP 7

Gambar 2.2 Kurva TFN 13

Gambar 3.1 Lokasi Store dan Customer 20

Gambar 3.2 Rute dari Masing-masing Store Menuju ke Customer 21 Gambar 3.3 Struktur Hirarki Penugasan Delivery 22


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A: Surat Pengumpulan Data/ Riset ke KFC Store Jl. Gajah Mada No. 14 40 Lampiran B: Wawancara Pemilihan Rute dalam Delivery 41 Lampiran C: Surat Keterangan dari PT. Fastfood Indonesia Tbk – RSC Medan 42


(13)

ABSTRAK

Penentuan prioritas dalam penugasan delivery berdasarkan kriteria rute merupakan salah satu masalah Multi-Criteria Decision Making (MCDM) pada bagian operational level dalam manajemen distribusi. Pengambil keputusan akan memberikan penilaian subjektifitasnya berupa nilai prioritas dalam pemilihan rute untuk menetapkan outlet/

store yang akan menjalankan delivery. Ketidakpastian yang dialami pengambil keputusan dalam memberikan penilaian dapat diatasi dengan pendekatan Fuzzy-Analytic Hierarchy Process (Fuzzy-AHP/ FAHP). Dengan pendekatan FAHP ini akan diperoleh rute optimum dan delivery yang didasarkan pada rute optimum diharapkan menghasilkan waktu delivery yang minimum untuk menjaga kepuasan konsumen. Kata kunci: Multi- Criteria Decision Making, Entropy-Based Fuzzy-AHP, Pemilihan Rute, Interval of Confidence


(14)

FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKINGAPPROACH IN DETERMINING DELIVERY ASSIGNMENT

BASED ON ROUTE CRITERIA

ABSTRACT

Determination of priority in the assignment of delivery based on the route criteria is one of the Multi-Criteria Decision Making (MCDM) problems at the operational level in distribution management. Decision makers will provide a subjective assessment of the priorities value in route selection to assign outlets / stores that will carry delivery. Uncertainty that experienced by decision makers in their assessments can be overcome by Fuzzy Analytic Hierarchy Process (Fuzzy-AHP / FAHP) approach. With this FAHP approach the optimum routes will be obtained and delivery based on the optimum route is expected to result in a minimum time of delivery to maintain customer satisfaction.

Keywords: Multi- Criteria Decision Making, Entropy-Based Fuzzy-AHP, Route Selection, Interval of Confidence


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengambilan keputusan (Decision Making) yang berkaitan dengan manajemen distribusi diklasifikasikan ke dalam tiga bagian: (1). Strategic Level. Berkaitan dengan lokasi fasilitas misalnya: kantor, cabang, outlet, pabrik, gudang. Keputusan pada tingkat ini penting dikarenakan lokasi fasilitas memiliki dampak yang cukup banyak dalam sektor biaya untuk berbagai jenis operasi. (2). Tactical Level. Berkaitan dengan jumlah alat transportasi. Keputusan pada tingkat ini diambil berdasarkan tingkat permintaan dan fasilitas yang ada. (3). Operational level. Berkaitan dengan masalah pemilihan rute dan penugasan delivery. (Panapinun et al, 2002).

Delivery adalah proses pengangkutan barang. Sebagian besar barang dikirimkan melalui jaringan transportasi. Barang fisik umumnya disampaikan melalui jalan raya dan rel kereta api di darat, jalur pelayaran di laut dan jaringan maskapai penerbangan di udara. Salah satu jenis delivery adalah home delivery. Home delivery

umumnya berupa fast food delivery. Kebanyakan fast food disampaikan dari beberapa outlet atau titik produksi dan proses penyampaiannya dilakukan melalui jalan raya menuju ke titik konsumsi.

Pelanggan akan merasa puas jika waktu delivery nyatanya lebih singkat dari yang diekspektasikan. (Ho, 2003). Untuk menciptakan delivery yang tepat waktu, banyak hal yang harus diperhatikan, misalnya pemilihan rute dan penugasan penanganan delivery yang optimal, sehingga kepuasan konsumen tetap terjaga. Sementara itu, petugas penanggung jawab delivery memiliki sekumpulan preferensi atau kriteria tersendiri dalam pemilihan rute. Seringnya, seorang petugas berusaha memilih rute yang optimum berdasarkan prefensinya terhadap referensi yang ada.


(16)

Namun dengan adanya kendala waktu dan ketidakmampuan mengolah data yang cukup banyak, petugas delivery sewaktu-waktu mengambil keputusan di mana ia

memuaskan dirinya dengan pilihan yang cukup memuaskan atau “cukup baik”. (Pang,

Grantham et al, 1995). Oleh karena kondisi ini perankingan terhadap rute dari masing-masing outlet perlu dilakukan demi tercapainya delivery dengan waktu minimum.

Penentuan prioritas dalam penugasan delivery berdasarkan kriteria rute merupakan salah satu masalah Multi-Criteria Decision Making (MCDM), karena pengambil keputusan memiliki sekumpulan preferensinya tersendiri terhadap kriteria-kriteria yang terdapat pada rute yang tersedia. Pengambil keputusan akan memberikan penilaian subjektifitasnya berupa nilai prioritas dalam pemilihan rute untuk menetapkan outlet yang akan menjalankan proses delivery. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan Multi-Criteria Decision Making

adalah Analytic Hierarchy Process. Analytic Hierarchy Process (AHP) digunakan karena kemampuannya menyelesaikan masalah yang memuat data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Secara tradisional oleh penemunya, AHP menggunakan skala bilangan crisp. Seringnya pengambil keputusan mengalami ketidakpastian dan lebih yakin memberikan penilaian dalam interval merupakan suatu faktor yang tidak dapat diakomodasi oleh AHP dengan bilangan crisp. Untuk mengatasi kelemahan itu, bilangan fuzzy digunakan, dengan demikian adanya ketidakpastian dan ketidakpresisian yang dialami pengambil keputusan dalam merepresentasikan penilaian untuk menetapkan alternatif rute terbaik dapat ditanggulangi.

1.2 Identifikasi Masalah

Permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimana menentukan urutan prioritas outlet terbaik untuk menangani delivery berdasarkan kriteria rute dengan pendekatan fuzzy -AHP.


(17)

1.3 Batasan Masalah

Tulisan ini dibatasi pada tahap pemilihan outlet yang akan menangani delivery

berdasarkan rute terpendek dari masing-masing outlet ke satu asal pemesan dengan sekumpulan entitas yang terdapat pada rute tersebut. Metode analisis yang digunakan adalah Fuzzy-AHP.

1.4 Tinjauan Pustaka

Grantham Pang et al. (1995) dalam jurnalnya menyatakan bahwa setiap pengendara memiliki sekumpulan preferensi dalam memilih rute. Misalnya, jika pengendara ingin tiba di tempat tujuan secepat mungkin, faktor dominan yang mungkin adalah jarak perjalanan. Namun pengendara juga dapat memikirkan faktor lain, misalnya kenyamanan dan tingkat kesusahan dari rute yang akan dilalui. Seringnya seorang pengendara akan mencoba untuk memilih rute yang optimum dengan preferensinya terhadap referensi yang tersedia. Menangani adanya subjektifitas dalam pemilihan rute tersebut digunakan Fuzzy Decision Rules untuk perankingan rute. Sistem fuzzy ini digunakan untuk menginterpretasikan informasi dan mengurangi stress dari pengendara dan menentukan rute optimum.

Teck H. Ho (2003) menyatakan bahwa pelanggan akan merasa puas jika waktu delivery nyatanya lebih singkat dari yang diekspektasikan. Pelanggan akan tertarik pada waktu maksimal delivery yang terendah dan kualitas delivery yang tinggi. Sementara itu kualitas delivery terbatas dalam masalah waktu.

Retno Kuswandari (2004) menyatakan bahwa ketidakmampuan AHP untuk mengatasi ketidakpresisian dan subjektifitas dalam proses perbandingan berpasangan telah teratasi dalam fuzzy-AHP (FAHP). Dibandingkan bilangan crisp, fuzzy-AHP (FAHP) menggunakan nilai interval untuk menanggulangi ketidakpastian dari pengambil keputusan.


(18)

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan pilihan outlet terbaik dari sejumlah outlet yang tersedia untuk menangani proses delivery dengan menggunakan pendekatan fuzzy-AHP berdasarkan sejumlah kriteria yang dikenakan pada rute terpendek dari masing-masing outlet menuju ke alamat pelanggan.

1.6 Manfaat Penelitian

Tulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam pengambilan keputusan terkhusus pada tingkat operational level dalam manajemen distribusi.

1.7 Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Melakukan studi literatur, buku dan artikel di internet yang berhubungan dengan Fuzzy-MCDM yakni Fuzzy Analytical Hierarchy Process (Fuzzy

AHP) dalam pemilihan rute.

b. Mengumpulkan data lokasi outlet layanan delivery dan alamat pelanggan. c. Menggabungkan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif.

d. Menganalisa data dengan menggunakan FuzzyAnalytical Hierarchy Process


(19)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Multi-Criteria Decision Making (MCDM)

Multi-Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Secara umum dapat dikatakan bahwa MCDM menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah alternatif. (Kusumadewi et al, 2006).

Janko (2005) dalam Kusumadewi et al, (2006) menyebutkan terdapat beberapa fitur umum yang digunakan dalam MCDM, yaitu:

1. Alternatif, alternatif adalah obyek-obyek yang berbeda dan memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih oleh pengambil keputusan.

2. Atribut, atribut sering juga disebut sebagai kriteria keputusan.

3. Konflik antar kriteria, bebrapa kriteria biasanya mempunyai konflik antara satu dengan yang lainnya, misalnya kriteria keuntungan akan mengalami konflik dengan kriteria biaya.

4. Bobot keputusan, bobot keputusan manunjukkan kepentingan relatif dari setiap kriteria, = ( 1, 2, 3,…, ).

5. Matriks keputusan, suatu matriks keputusan yang berukuran x , berisi elemen-elemen yang merepesentasikan rating dari alternatif ; = 1,2,3,…, terhadap kriteria ; = 1,2,3,…, .


(20)

2.2 Analytic Hierarchy Process (AHP)

Analytic hierarchy process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada awal tahun 1970. Metode AHP merupakan salah satu metode perbandingan berpasangan yang paling populer digunakan untuk pengambilan keputusan dalam permasalahan

Multi-Criteria Decision Making (MCDM). Pendekatan AHP didesain untuk membantu pengambil keputusan untuk menggabungkan faktor kualitatif dan faktor kuantitatif dari suatu permasalahan yang kompleks. Penggunaan AHP dalam berbagai bidang meningkat cukup signifikan, hal ini dikarenakan AHP dapat menghasilkan solusi dari berbagai faktor yang saling bertentangan. AHP diaplikasikan dalam bidang agrikultur, sosiologi, industri dan lain sebagainya.

Prinsip kerja AHP adalah membentuk suatu struktur permasalahan. Dalam menyelesaikan permasalahan MCDM, AHP menyusun struktur hirarki masalah mulai dari yang paling atas yang disebut goal, kemudian dibawahnya disebut variabel kriteria dan selanjutnya diikuti oleh variabel alternatif. Pengambil keputusan, selanjutnya memberikan penilaian numerik berdasarkan pertimbangan subjektifitas terhadap variabel-variabel yang ada untuk menentukan tingkatan prioritas masing-masing variabel tersebut.

2.2.1 Prinsip-prinsip AHP

Ada beberapa prinsip dasar dalam menyelesaikan persoalan dengan Metode AHP, yakni (Mulyono, 2004):

1. Decomposition

Prinsip ini merupakan tindakan memecah persoalan-persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapat hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan yang lebih lanjut sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang ada. Karena alasan ini, maka proses analisis ini dinamakan hirarki (hierarchy). Ada dau jenis hirarki, yaitu lengkap (complete) dan tidak


(21)

jika tidak demikian, dinamakan hirarki tidak lengkap (incomplete). Bentuk struktur decomposition yakni:

Tingkat pertama : Goal (Objektif/ Tujuan keputusan) Tingkat kedua : Kriteria-kriteria

Tingkat ketiga : Alternatif-alternatif

Gambar 2.1 Hirarki keputusan dari AHP

2. Comparative Judgment

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari metode AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang disebut matriks pairwise comparison yaitu matriks perbandingan berpasangan yang memuat tingkat preferensi pengambil keputusan terhadap alternatif berdasarkan kriteria-riteria yang ada. Skala yang digunakan untuk menyatakan tingkat preferensi adalah skala Saaty, di mana

skala 1 menunjukkan tingkat “sama pentingnya”, skala 3 menunjukkan

“moderat pentingnya”, skala 5 menunjukkan “kuat pentingnya”, skala 7 menunjukkan “sangat kuat pentingnya” dan skala 9 yang menunjukkan tingkat

“ekstrim pentingnya”.

Goal

Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria i


(22)

Tabel 2.1 Skala Saaty (Mulyono, 2004)

Tingkat Kepentingan Definisi

1 Sama pentingnya dibanding yang lain 3 Moderat pentingnya dibanding yang lain 5 Kuat pentingnya dibanding yang lain 7 Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain 9 Ekstrim pentingnya dibanding yang lain

2,4,6,8 Nilai di antara dua penilaian yang berdekatan

3. Synthesis of Priority

Setelah matriks pairwise comparison diperoleh, kemudian dicari eigen vektornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority dapat dilakukan dengan sintesa diantara local priority.

4. Logical Consistency

Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

2.2.2 Tahapan-tahapan AHP

Tahapan-tahapan pengambilan keputusan dengan Metode AHP adalah sebagai berikut: 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan


(23)

3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgment dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten pengambil data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maximum yang diperoleh dengan menggunakan

matlab maupun manual.

6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai

eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan dan penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR<0,100 maka penilaian harus diulang kembali.

2.2.3 Hubungan Prioritas Sebagai Eigen Vector Terhadap Konsistensi

Mulyono (2004) menyatakan apabila diketahui elemen-elemen dari suatu tingkat dalam hirarki adalah 1, 2, 3,…, dengan bobot pengaruh masing-masing adalah 1, 2, 3,…, . Misalkan = menunjukkan kekuatan dibandingkan dengan , maka matriks yang memuat angka-angka ini dinamakan matriks pairwise comparison (perbandingan berpasangan), diberi simbol . Matriks perbandingan


(24)

berpasangan merupakan matriks reciprocal, di mana = 1 . Jika penilaian tersebut sempurna pada setiap perbandingan, maka . = untuk semua , , dan matriks dinamakan konsisten.

=

1 12 1

1 12

1 2

1 1

1 2

1

Nilai-nilai pada matriks perbandingan A dapat dinyatakan kedalam bentuk sebagai berikut:

= ; di mana , = 1,2,3,…, (2.1)

karena ciri reciprocal, dapat diuraikan menjadi:

= = 1 = 1

sehingga

∙ = 1; di mana , = 1,2,3,…, (2.2) konsekuensinya :

∙ ∙ 1 =

=1 ; = 1, 2, 3,…, (2.3)

. =

=1 ; = 1, 2, 3,…, (2.4)

Persamaan (2.4) dalam bentuk matriks menjadi :

∙ = ∙ (2.5)

Persamaan ini menunjukkan bahwa merupakan eigen vector dari matriks dengan

eigen value .


(25)

sesungguhnya, dan akibatnya ∙ = ∙ tidak terpenuhi lagi. Tetapi ada 2 kenyataan dalam teori matriks yang memberikan kemudahan:

Pertama, jika 1, 2, 3,…, adalah angka-angka yang memenuhi persamaan ∙ = ∙ , di mana merupakan eigen value dari matriks ,dan jika

= 1 untuk , maka : =

=1 (2.6)

karena itu jika = di penuhi, maka semua nilai eigen value sama dengan nol kecuali eigen value yang bernilai sebesar . Maka jelas dalam kasus konsistensi, n merupakan eigen value terbesar.

Kedua, jika salah satu dari matriks reciprocal berubah sangat kecil, maka

eigen value juga berubah sangat kecil. Kombinasi keduanya menjelaskan bahwa jika diagonal matriks terdiri dari = 1 dan jika konsisten, maka perubahan kecil pada menahan eigen value terbesar dekat ke dan eigen value sisanya dekat ke nol. Karena itu persoalannya adalah jika merupakan pairwise comparison matrix, maka untuk memperoleh vektor prioritas harus dicari yang memenuhi :

= ∙ (2.7)

Perubahan kecil pada menyebabkan perubahan . Penyimpangan dari merupakan ukuran dari konsistensi. Indikator dari konsistensi diukur dengan menggunakan Consistency Index (CI) yang dirumuskan sebagai berikut :

=

1 (2.8)

AHP mengukur seluruh kosistensi penilaian dengan menggunakan Consistency Ratio

(CR), membagikan Consistency Index (CI) terhadap Random Index:

= (2.9)

Suatu tingkat konsistensi yang tertentu memang diperlukan dalam penentuan prioritas untuk mendapatkan hasil yang sah. Nilai CR semestinya tidak lebih dari 10% atau 0,10. Jika tidak maka perlu dilakukan revisi.


(26)

Nilai RI dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.2 Random Index (RI)

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.54 1.56

2.3 Himpunan Fuzzy

Logika fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh, seorang ilmuwan Amerika Serikat dari universitas California di Berkeley, melalui tulisannya pada tahun 1965 yang berjudul “Fuzzy Sets”. Logika fuzzy umumnya diterapkan pada masalah-masalah yang mengandung unsur ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidaktepatan, dan kebenaran parsial. Tettamanzi (2001) dalam Kusumadewi et al (2006), menyatakan bahwa teori fuzzy merupakan kerangka matematis yang digunakan untuk merepresentasikan ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidaktepatan, dan kebenaran parsial tersebut.

Pada dasarnya, teori himpunan fuzzy merupakan perluasan dari teori himpunan klasik (crisp). Dalam teori himpunan klasik (crisp), keberadaan suatu elemen pada suatu himpunan, , hanya akan memiliki dua kemungkinan nilai keanggotaan yaitu 0 dan 1. Nilai 0 jika dan 1 jika .

Misalkan usia "muda" didefinisikan dengan < 35 tahun. Berdasarkan teori himpunan klasik (crisp), perubahan kecil untuk usia 35 tahun 1 bulan berakibat usia tersebut tidak termasuk dalam kategori "muda". Dari kondisi tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan himpunan klasik (crisp) dalam merepresentasikan variabel usia adalah kurang bijaksana, karena adanya perubahan kecil pada suatu nilai dapat menyebabkan perbedaan kategori yang sangat signifikan.

Sebagai perluasan dari teori himpunan klasik (crisp), teori himpunan fuzzy


(27)

2.3.1 Fungsi Keanggotaan

Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu fungsi yang menunjukkan pemetaan titik-titik data ke dalam nilai keanggotaannya yang memiliki interval [0,1]. Nilai keanggotaan menyatakan derajat kesesuaian titik-titik data dalam suatu himpunan (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan):

Secara matematis, himpunan kabur dalam himpunan semesta dapat direpresentasikan sebagai pasangan berurutan:

= ,

di mana adalah derajat keanggotaan dari , yang merupakan suatu pemetaan dari himpunan semesta ke interval [0,1].

2.3.2 Bilangan Fuzzy Triangular (Triangular Fuzzy Numbers/ TFN)

Triangular fuzzy numbers dapat dinyatakan sebagai triplet 1, 2, 3 di mana 1, 2, 3 masing-masing adalah titik kiri, titik tengah dan titik kanan. Fungsi keanggotaan dari TFN adalah sebagai berikut :

=

− 1

2− 1 ; 1 2

3−

3− 2 ; 2 3

0 ;

(2.10)

Selain dengan fungsi, Triangular fuzzy numbers (TFN) juga dapat direpresentasikan dengan gambar berikut:

1 2 3

Gambar 2.2 Kurva TFN

0 x

( ) 1


(28)

2.3.3 Levelα (α-Cut)

Level α atau α-Cut merupakan nilai ambang batas titik-titik data (domain) yang didasarkan pada nilai keanggotaan untuk tiap-tiap titik-titik data (domain). Bilangan

fuzzy , dengan α-cut yang ditentukan, merupakan himpunan semua domain dalam yang derajat keanggotaannya lebih besar atau sama dengan α. Secara matematis dapat dinotasikan sebagai berikut:

� = , α ,∀� [0,1]

Sementara itu, apabila dinyatakan interval konfidensi (interval of confidence)

pada level α, triangular fuzzy number (TFN) dapat dikarakteristikkan sebagai berikut (Cheng et al, 1993):

∀� 0,1

� = 1 � , 3 �

� = [ 2− 1 �+ 1,− 3− 2 �+ 3] (2.11)

2.3.4 Bilangan Fuzzy Segitiga Positif

Bilangan fuzzy disebut bilangan fuzzy positif jika derajat keanggotaannya, memenuhi = 0,∀ < 0. (Nasseri, 2008).

Beberapa operasi pada bilangan fuzzy segitiga positif dengan interval of confidence diberikan (Cheng et al, 1993):

∀ 1, 3, 1, 3 ℝ+, � = 1 � , 3 � , � = 1 � , 3 � , ∀� 0,1 = 1 � + 1 � , 3 � + 3 � , (2.12) = 1 � − 1 � , 3 � − 3 � , (2.13) = 11 � , 33 � , (2.14) = 1 �

3 � , 3 �

1


(29)

2.3.5 Index of Optimism

Index of optimism (λ) merupakan metode untuk membandingkan bilangan fuzzy

berdasarkan kombinasi dari memaksimalkan kemungkinan dan meminimalkan kemungkinan. Index of optimism yang dinotasikan dalam selang tertutup [0,1] menyatakan sikap pengambil keputusan terhadap risiko (decision maker’s risk taking

attitude). (Kim et al, 1988).

Index of optimism dapat dinyatakan dengan:

= 1+, [0,1] (2.16)

Namun secara umum index of optimism dibagi menjadi 3 bagian: 1. Optimis (optimistic decision maker’s), = 1

2. Moderat (moderate decision maker’s), = 0,5 3. Pesimis (pessimist decision maker’s), = 0

2.4 Fuzzy-Analytic Hierarchy Process (Fuzzy–AHP )

Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode Multi-Criteria Decision Making (MCDM) yang paling sering digunakan. AHP digunakan dalam perencanaan dan proses pengambilan keputusan, pendekatan sistematis dan logis digunakan untuk mencapai suatu solusi dari permasalahan. Namun ketidakmampuan AHP untuk mengatasi ketidakpresisian dan ketidakpastian yang dialami pengambil keputusan ketika harus menyatakan penilaian yang pasti dalam proses perbandingan berpasangan menyebabkan metode ini sering dikritisi. Mengakomodasi adanya ketidakpresisian dan ketidakpastian tersebut, diajukan suatu metode yang merupakan penggabungan antara metode AHP dengan pendekatan Fuzzy. Fuzzy-AHP menggunakan nilai interval untuk menanggulangi ketidakpastian dari pengambil keputusan. Dari nilai interval tersebut pengambil keputusan dapat memilih nilai-nilai yang sesuai dengan tingkat keyakinannya.

Dalam metode Fuzzy AHP digunakan Triangular Fuzzy Number (TFN) untuk merepresentasikan penilaian pengambil keputusan dalam matriks perbandingan


(30)

berpasangan. TFN dapat dinyatakan sebagai triplet ( 1, 2, 3). Tabel berikut memperlihatkan TFN yang digunakan untuk keperluan perbandingan berpasangan:

Tabel 2.3 Tabel Fungsi Keanggotaan Bilangan Fuzzy

Fuzzy Number Membership Function Definisi

1 (1, 1 ,3) Sama penting

3 (1, 3 ,5) Sedikit lebih penting 5 (3, 5, 7) Lebih penting 7 (5, 7, 9) Sangat penting 9 (7, 9, 9) Mutlak lebih penting

2.4.1 Langkah-langkah Fuzzy-AHP

Langkah-langkah dalam fuzzy-AHP (Cheng, 1997. Entropy-BasedFuzzy-AHP): 1. Bentuk struktur hirarki dari suatu permasalahan.

2. Tentukan Fuzzy Judgment Matrix . Elemen-elemen pada matriks ini merupakan nilai perbandingan berpasangan antara masing-masing alternatif dengan kriteria-kriteria yang ada. Triangular fuzzy numbers 1, 3, 5, 7, 9 sebagaimana yang terdapat pada Tabel 2.3, digunakan untuk menunjukkan tingkat kepentingan dari elemen-elemen pada suatu hirarki.

=

11 12 1

21 22 2

1 1

3. Tentukan Fuzzy Subjective Weight Vector untuk tiap kolom dari fuzzy judgment matrix . Fuzzy subjective weight vector merupakan penilaian subjektif dari pengambil keputusan mengenai tingkat kepentingan untuk


(31)

4. Bentuk Total fuzzy judgment matrix dengan mengalikan subjective weight vector dengan kolom yang bersesuaian pada fuzzy judgment matrix . Sehingga diperoleh:

=

1 11 2 12 1

1 21 2 22 2

1 1 2 1

5. Berdasarkan operasi perkalian dan penjumlahan pada bilangan fuzzy dengan

interval of confidence, diperoleh: � =

11 � ,

11� 1� , 1�

1 � ,

1

� � ,

di mana � = � � , � = � � , 0 < � 1 ,

6. Dengan α diketahui, index of optimism λ akan dibentuk berdasarkan derajat optimisme dari pengambil keputusan. Semakin besar nilai λ menunjukkan derajat optimisme yang semakin tinggi. Index of optimism dinyatakan sebagai berikut:

= 1+, [0,1] (2.17)

sehingga diperoleh:

=

11� 12� 1� 21� 22� 2�

1 �

2

� �

di mana adalah PreciseJugment Matrix.

7. Untuk menghitung entropy, terlebih dahulu tentukan matriks frekuensi relatif sebagai berikut: �= 11 � 1 12 � 1 1� 1 ⋱ 1 � 2 � � =

11 12 12

1 2

(2.18)

di mana


(32)

Selanjutnya gunakan persamaan berikut untuk menghitung entropy:

1 = − =1 1 log2 1

2 =− =1 2 log2 2

3 =− =1 3 log2 2

=− =1 log2 (2.19)

di mana merupakan nilai entropy ke-i.

Bobot entropy dapat ditentukan dengan menggunakan: =

=1

, = 1,2,3,…, (2.20)

2.5 Delivery

Restoran fast food menyediakan produk dalam bentuk makanan dan minuman, pelayanan dalam hal ini adalah menyampaikannya kepada pelanggan. Tantangan operasional yang berbeda akan muncul jika restoran juga menyediakan layanan

delivery. Layanan tertentu dikerahkan karena pelanggan sudah tidak lagi berada pada lokasi yang sama dengan area produksi. Tantangan bisnis yang rumit di mana layananan tersebut harus disampaikan dalam suatu lingkup geografis (Macintyre et al, 2011).

Perusahaan-perusahaan tengah bersaing ketat dalam hal waktu tanggap,

delivery atau waktu pengiriman. Diantara perusahaan-perusahaan tersebut banyak yang menyatakan komitmen waktu delivery maksimalnya dengan tujuan memikat konsumen, misalnya restoran pizza yang meniadakan ongkos kirimnya jika pizza

pesanan tidak tiba tepat waktu. Dalam menentukan komitmen waktu delivery tersebut, suatu perusahaan harus mempertimbangkan bukan hanya bagaimana reaksi konsumen atas komitmen tersebut tetapi juga kemampuan untuk menjalankan layanan tersebut. Komitment delivery ketat waktu mempunyai keuntungan dan juga harga. Komitmen ini dapat menarik perhatian konsumen yang tidak suka menunggu, namun kondisi sistem yang padat dapat memperburuk keadaan. Untuk itu pemilihan komitmen waktu


(33)

2.6 Pemilihan Rute dalam Delivery

Sebagai bagian dari operasional, masalah pemilihan rute dan penugasan dalam

delivery membutuhkan pertimbangan yang sedemikian rupa untuk dapat memenuhi komitmen delivery ketat waktu. Ho (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kualitas delivery akan meningkat seiring berkurangnya kemacetan. Sementara itu, untuk menentukan rute optimum menuju ke suatu tempat ada beberapa hal yang perlu disesuaikan dengan preferensi pengendara seperti kondisi jalan dan lalu-lintas. (Pang

et al, 1995). Disebutkan terdapat banyak kriteria yang dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan rute optimal, seperti: jarak perjalanan, menghindari kemacetan, menyukai atau menghindari jalan raya, jumlah belokan, jenis jalan, dan lain sebagainya. (Pang et al, 2007 ).

Dalam menyelesaikan permasalahan ini, digunakan metode AHP dengan bilangan

fuzzy (Fuzzy-AHP) yang merupakan metode efektif yang dapat diterapkan dalam pemilihan rute. (Deng et al, 2010). Fuzzy-AHP digunakan untuk merepresentasikan preferensi pengambil keputusan dan me-ranking seluruh rute yang tersedia sehingga diperoleh rute yang optimum. Dengan diperolehnya rute optimum, diharapkan komitmen delivery tepat waktu dapat tercapai. Selain itu delivery yang didasarkan pada rute optimum juga diharapkan menghasilkan waktu delivery yang minimum, yang lebih singkat dari yang diekspektasikan oleh pelanggan dengan demikian kepuasan konsumen tetap terjaga.


(34)

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Data Lokasi Outlet dan Customer

Suatu perusahaan X yang bergerak dibidang fast food, memiliki 6 outlet yang menangani delivery di kota Medan. Berikut gambar lokasi outlet perusahaan X tersebut:

Gambar 3.1 Lokasi Store dan Customer Keterangan:

1. A - Store Petronas Setia Budi, Jl. Ngumban Surbakti, Medan. 2. B - Store Titi Kuning, Jl. Jend. A.H Nasution, Medan.

3. C - Store Simpang Walikota, Jl. R.W Mongonsidi, Medan. 4. D - Store Millenium Plaza, Jl. Kapten Muslim, Medan. 5. E - Store Adam Malik, Jl. Adam Malik, Medan.


(35)

Pengambil keputusan akan me-ranking rute terpendek dari masing-masing

outlet menuju lokasi customer. Berdasarkan rute optimum yang diperoleh dari

pe-ranking-an tersebut, selanjutnya akan ditentukan store yang akan menjalankan proses

delivery. Sekumpulan kriteria ditetapkan sebagai faktor penting dalam menentukan rute optimum dengan tujuan tercapainya delivery yang tepat waktu. Kriteria-kriteria tersebut berupa:

Tabel 3.1 Kriteria dan Bobot Kriteria dalam Pemilihan Rute

Kriteria Pemilihan Rute Bobot Kepentingan Kriteria Jarak dari lokasi store ke lokasi customer ( 1) Mutlak lebih penting (9) Kondisi lalu-lintas ( 2) Sangat penting (7) Jumlah lampu merah ( 3) Sedikit lebih penting (3) Jumlah belokan ( 4) Mutlak lebih penting (9) Adanya jalan alternatif di sekitar rute utama yang

diberikan ( 5) Mutlak lebih penting (9)

Sumber: Lampiran B Wawancara Pemilihan Rute dalam Delivery

Gambar 3.2 Rute dari Masing-masing Store Menuju ke Customer Sementara itu rute utama yang diberikan dari masing-masing store menuju ke alamat

customer dinotasikan sebagai:

1. 1 - Rute dari store Petronas Setia Budi, 2. 2 - Rute dari store Titi Kuning,


(36)

3. 3 - Rute dari store Simpang Walikota, 4. 4 - Rute dari store Millenium Plaza, 5. 5 - Rute dari store Adam Malik, 6. 6 - Rute dari store Simpang Sutomo.

Berdasarkan pandangan driver sebagai pengambil keputusan, diperoleh tingkat preferensi terhadap rute utama seperti pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Tingkat Preferensi Driver Terhadap Rute Berdasarkan Kriteria

Kriteria

Rute dari: C1 C2 C3 C4 C5

Store Petronas Setia Budi 7 9 7 9 9

Store Titi Kuning 7 3 9 3 7

Store Simpang Walikota 9 5 7 9 9

Store Millenium Plaza 3 3 9 9 3

Store Adam Malik 5 3 3 5 7

Store Simpang Sutomo 1 1 1 1 3

Sumber: Lampiran B Wawancara Pemilihan Rute dalam Delivery

Dari keterangan-keterangan di atas dapat dibentuk hirarki permasalahan penugasan delivery sebagai berikut:

Gambar 3.3 Struktur Hirarki Penugasan Delivery

di mana 1 - 5 merupakan kriteria dalam menentukan rute optimum, sementara 1 - 6 merupakan rute dari masing-masing store menuju alamat customer dan bentuk hirarki di atas merupakan hirarki lengkap (complete hierarchy).

Penugasan Delivery

1 2 3 4 5

4 5 6

3


(37)

Berdasarkan informasi yang diberikan oleh driver pada Tabel 3.1 dan Tabel3.2 di atas,

Fuzzy Judgment Matrix dapat dibentuk sebagai berikut:

=

� � � � �

� (5,7,9) (7,9,9) (5,7,9) (7,9,9) (7,9,9)

� (5,7,9) (1,3,5) (7,9,9) (1,3,5) (5,7,9)

� (7,9,9) (3,5,7) (5,7,9) (7,9,9) (7,9,9)

� (1,3,5) (1,3,5) (7,9,9) (7,9,9) (1,3,5)

� (3,5,7) (1,3,5) (1,3,5) (3,5,7) (5,7,9)

� (1,1,3) (1,1,3) (1,1,3) (1,1,3) (1,3,5)

dan Fuzzy Subjective Weight Vector sebagai berikut:

= 1 2 3 4 5

(7,9,9) (5,7,9) (1,3,5) (7,9,9) (7,9,9)

3.2 Perhitungan Total Fuzzy Judgment Matrix

Total Fuzzy Judgment Matrix diperoleh dengan mengalikan Fuzzy Subjective Weight Vector dengan nilai kolom yang bersesuaian pada Fuzzy Judgment Matrix.

=

11 12 1

21 22 2

1 1

=

1 11 2 12 1

1 21 2 22 2

1 1 2 1

dengan demikian diperoleh :

(7,9,9) (5,7,9) (5,7,9) (7,9,9) (1,3,5) (5,7,9) (7,9,9) (7,9,9) (7,9,9) (7,9,9)

(7,9,9) (5,7,9) (5,7,9) (1,3,5) (1,3,5) (7,9,9) (7,9,9) (1,3,5) (7,9,9) (5,7,9)

(7,9,9) (7,9,9) (5,7,9) (3,5,7) (1,3,5) (5,7,9) (7,9,9) (7,9,9) (7,9,9) (7,9,9)

(7,9,9) (1,3,5) (5,7,9) (1,3,5) (1,3,5) (7,9,9) (7,9,9) (7,9,9) (7,9,9) (1,3,5)

(7,9,9) (3,5,7) (5,7,9) (1,3,5) (1,3,5) (1,3,5) (7,9,9) (3,5,7) (7,9,9) (5,7,9)

(7,9,9) (1,1,3) (5,7,9) (1,1,3) (1,3,5) (1,1,3) (7,9,9) (1,1,3) (7,9,9) (1,3,5)


(38)

Berdasarkan aturan perkalian dan penjumlahan pada bilangan fuzzy dengan

interval of confidence dari pengambil keputusan, yakni persamaan (2.11) dan persamaan (2.14) akan diperoleh matriks .

Ditetapkan nilai α= 0.8.

1. 11 = 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 7−5 0.8 + 5,− 9−7 0.8 + 9 11 = 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9 2 0.8 + 5,− 2 0.8 + 9

11 = 1.6 + 7, 0 + 9 1.6 + 5,−1.6 + 9

11 = 8.6, 9 6.6, 7.4 = 56.76 , 66.6

2. 21 = 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 21 = 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9 2 0.8 + 5,− 2 0.8 + 9

21 = 1.6 + 7, 0 + 9 1.6 + 5,−1.6 + 9

21 = 8.6, 9 6.6, 7.4 = 56.76 , 66.6

3. 31 = 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 31 = 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9

31 = 1.6 + 7, 0 + 9 1.6 + 7, 0 + 9

31 = 8.6, 9 8.6, 9 = 73.96 , 81

4. 41 = 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 3−1 0.8 + 1,− 5−3 0.8 + 5 41 = 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9 2 0.8 + 1,− 2 0.8 + 5

41 = 1.6 + 7, 0 + 9 1.6 + 1,−1.6 + 5

41 = 8.6, 9 2.6, 3.4 = 22.36 , 30.60


(39)

51 = 8.6, 9 4.6, 5.4 = 39.56 , 48.60

6. 61 = 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 1−1 0.8 + 1,− 3−1 0.8 + 3 61 = 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9 0 0.8 + 1,− 2 0.8 + 3

61 = 1.6 + 7, 0 + 9 0 + 1.−1.6 + 3

61 = 8.6, 9 1, 1.4 = 8.60 , 12.6

7. 12 = 7−5 0.8 + 5,− 9−7 0.8 + 9 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 12 = 2 0.8 + 5,− 2 0.8 + 9 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9

12 = 1.6 + 5,−1.6 + 9 1.6 + 7, 0 + 9

12 = 6.6, 7.4 8.6, 9 = 56.76 , 6.66

8. 22 = 7−5 0.8 + 5,− 9−7 0.8 + 9 3−1 0.8 + 1,− 5−3 0.8 + 5 22 = 2 0.8 + 5,− 2 0.8 + 9 2 0.8 + 1,− 2 0.8 + 5

22 = 1.6 + 5,−1.6 + 9 1.6 + 1,−1.6 + 5

22 = 6.6, 7.4 2.6, 3.4 = 17.16 , 25.16

9. 32 = 7−5 0.8 + 5,− 9−7 0.8 + 9 5−3 0.8 + 3,− 7−5 0.8 + 7 32 = 2 0.8 + 5,− 2 0.8 + 9 2 0.8 + 3,− 2 0.8 + 7

32 = 1.6 + 5,−1.6 + 9 1.6 + 3,−1.6 + 7

32 = 6.6, 7.4 4.6, 5.4 = 30.36 , 39.96

10. 42 = 7−5 0.8 + 5,− 9−7 0.8 + 9 3−1 0.8 + 3,− 5−3 0.8 + 5 42 = 2 0.8 + 5,− 2 0.8 + 9 2 0.8 + 3,− 2 0.8 + 5

42 = 1.6 + 5,−1.6 + 9 1.6 + 3,−1.6 + 5

42 = 6.6, 7.4 3.6, 3.4 = 17.16 , 25.16


(40)

52 = 2 0.8 + 5,− 2 0.8 + 9 2 0.8 + 1,− 2 0.8 + 5

52 = 1.6 + 5,−1.6 + 9 1.6 + 1,−1.6 + 5

52 = 6.6, 7.4 2.6, 3.4 = 17.16 , 25.16

12. 62 = 7−5 0.8 + 5,− 9−7 0.8 + 9 1−1 0.8 + 1,− 3−1 0.8 + 3 62 = 2 0.8 + 5,− 2 0.8 + 9 0 0.8 + 1,− 2 0.8 + 3

62 = 1.6 + 5,−1.6 + 9 0 + 1,−1.6 + 3

62 = 6.6, 7.4 1, 1.4 = 6.60 , 10.36

13. 13 = 3−1 0.8 + 1,− 5−3 0.8 + 1 7−5 0.8 + 5,− 9−7 0.8 + 9 13 = 2 0.8 + 1,− 2 0.8 + 5 2 0.8 + 5,− 2 0.8 + 9

13 = 1.6 + 1,−1.6 + 5 1.6 + 5,−1.6 + 9

13 = 2.6, 3.4 6.6, 7.4 = 17.60 , 25.16

14. 23 = 3−1 0.8 + 1,− 5−3 0.8 + 1 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 23 = 2 0.8 + 1,− 2 0.8 + 5 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9

23 = 1.6 + 1,−1.6 + 5 1.6 + 7, 0 + 9

23 = 2.6, 3.4 8.6, 9 = 22.36 , 30.60

15. 33 = 3−1 0.8 + 1,− 5−3 0.8 + 1 7−5 0.8 + 5,− 9−7 0.8 + 9 33 = 2 0.8 + 1,− 2 0.8 + 5 2 0.8 + 5,− 2 0.8 + 9

33 = 1.6 + 1,−1.6 + 5 1.6 + 5,−1.6 + 9

33 = 2.6, 3.4 6.6, 7.4 = 17.60 , 25.16

16. 43 = 3−1 0.8 + 1,− 5−3 0.8 + 1 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 43 = 2 0.8 + 1,− 2 0.8 + 5 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9


(41)

43 = 2.6, 3.4 8.6, 9 = 22.36 , 30.6

17. 53 = 3−1 0.8 + 1,− 5−3 0.8 + 1 3−1 0.8 + 1,− 5−3 0.8 + 5 53 = 2 0.8 + 1,− 2 0.8 + 5 2 0.8 + 1,− 2 0.8 + 5

53 = 1.6 + 1,−1.6 + 5 1.6 + 1,−1.6 + 5

53 = 2.6, 3.4 2.6, 3.4 = 6.76 , 11.56

18. 63 = 3−1 0.8 + 1,− 5−3 0.8 + 1 1−1 0.8 + 1,− 3−1 0.8 + 3 63 = 2 0.8 + 1,− 2 0.8 + 5 0 0.8 + 1,− 2 0.8 + 3

63 = 1.6 + 1,−1.6 + 5 0 + 1,−1.6 + 3

63 = 2.6, 3.4 1, 1.4 = 2.60 , 4.76

19. 14 = 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 14 = 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9

14 = 1.6 + 7, 0 + 9 1.6 + 7, 0 + 9

14 = 8.6, 9 8.6, 9 = 73.96, 81

20. 24 = 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 3−1 0.8 + 1,− 5−3 0.8 + 5 24 = 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9 2 0.8 + 1,− 2 0.8 + 5

24 = 1.6 + 7, 0 + 9 1.6 + 1,−1.6 + 5

24 = 8.6, 9 2.6, 3.4 = 22.36, 30.6

21. 34 = 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 34 = 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9

34 = 1.6 + 7, 0 + 9 1.6 + 7,−0 + 9

34 = 8.6, 9 8.6, 9 = 73.96 , 81


(42)

44 = 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9

44 = 1.6 + 7, 0 + 9 1.6 + 7,−0 + 9

44 = 8.6, 9 8.6, 9 = 73.96 , 81

23. 54 = 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 5−3 0.8 + 3,− 7−5 0.8 + 7 54 = 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9 2 0.8 + 3,− 2 0.8 + 7

54 = 1.6 + 7, 0 + 9 1.6 + 3,−1.6 + 7

54 = 8.6, 9 4.6, 5.4 = 39.56 , 48.6

24. 64 = 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 1−1 0.8 + 1,− 3−1 0.8 + 3 64 = 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9 0 0.8 + 1,− 2 0.8 + 3

64 = 1.6 + 7, 0 + 9 0 + 1,−1.6 + 3

64 = 8.6, 9 1, 1.4 = 8.6 , 12.6

25. 15 = 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 15 = 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9

15 = 1.6 + 7, 0 + 9 1.6 + 7, 0 + 9

15 = 8.6, 9 8.6, 9 = 73.96, 81

26. 25 = 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 7−5 0.8 + 5,− 9−7 0.8 + 9 25 = 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9 2 0.8 + 5,− 2 0.8 + 9

25 = 1.6 + 7, 0 + 9 1.6 + 5,−1.6 + 9

25 = 8.6, 9 6.6, 7.4 = 56.76 , 66.6

27. 35 = 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 35 = 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9


(43)

35 = 8.6, 9 8.6, 9 = 73.96, 81

28. 45 = 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 3−1 0.8 + 1,− 5−3 0.8 + 5 45 = 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9 2 0.8 + 1,− 2 0.8 + 5

45 = 1.6 + 7, 0 + 9 1.6 + 1,−1.6 + 5

45 = 8.6, 9 2.6, 3.4 = 22.36 , 30.6

29. 55 = 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 7−5 0.8 + 5,− 9−7 0.8 + 9 55 = 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9 2 0.8 + 5,− 2 0.8 + 9

55 = 1.6 + 7, 0 + 9 1.6 + 5,−1.6 + 9

55 = 8.6, 9 6.6, 7.4 = 56.76 , 66.6

30. 65 = 9−7 0.8 + 7,− 9−9 0.8 + 9 3−1 0.8 + 1,− 5−3 0.8 + 5 65 = 2 0.8 + 7,− 0 0.8 + 9 2 0.8 + 1,− 2 0.8 + 5

65 = 1.6 + 7, 0 + 9 1.6 + 1,−1.6 + 5

65 = 8.6, 9 2.6, 3.4 = 22.36 , 30.60

Hasil keseluruhan untuk total fuzzy judgment matrix dengan �= 0.8adalah sebagai berikut:

0,8 =

� � � � �

� [56.76 , 66.6] [56.76 , 66.6] [17.16 , 25.16] [73.96 , 81] [73.96 , 81]

� [56.76 , 66.6] [17.16 , 25.16] [22.36 , 30.6] [22.36 , 30.6] [56.76 , 66.6]

� [73.96 , 81] [30.36, 39.96] [17.16 , 25.16] [73.96 , 81] [73.96 , 81]

� [22.36 , 30.6] [17.16 , 25.16] [22.36 , 30.6]] [73.96 , 81] [22.36 , 30.6]

� [39.56 , 48.6] [17.16 , 25.16] [6.76 , 11.56] [39.56 , 48.6] [56.76 , 66.6]


(44)

3.3 Perhitungan Precise Fuzzy Judgment Matrix

Dengan menggunakan persamaan (2.17) dan λ= 0.5 untuk pengambil keputusan moderat (moderate decision maker), akan diperoleh nilai-nilai dari � sebagai berikut:

1. 11� = 1−0.5 56.76 + 0.5 66.6

11

= 0.5 56.76 + (0.5)66.6 = 61.68

2. 21� = 1−0.5 56.76 + 0.5 66.6

21

= 0.5 56.76 + (0.5)66.6 = 61.68

3. 31� = 1−0.5 73.96 + 0.5 81

31

= 0.5 73.96 + (0.5)81 = 77.48

4. 41� = 1−0.5 22.36 + 0.5 30.6

41

= 0.5 22.36 + 0.5 30.6 = 26.48

5. 51� = 1−0.5 39.56 + 0.5 48.6

51

= 0.5 39.56 + (0.5)48.6 = 44.08

6. 61� = 1−0.5 8.6 + 0.5 12.6

61

= 0.5 8.6 + (0.5)12.6 = 10.6

7. 12� = 1−0.5 56.76 + 0.5 66.6

12

= 0.5 56.76 + (0.5)66.6 = 61.68

8. 22� = 1−0.5 17.16 + 0.5 25.16

22

= 0.5 17.16 + (0.5)25.16 = 21.16

9. 32� = 1−0.5 30.36 + 0.5 39.96

32


(45)

42

= 0.5 17.16 + (0.5)25.16 = 21.16

11. 52� = 1−0.5 17.16 + 0.5 25.16

52

= 0.5 17.16 + (0.5)25.16 = 21.16

12. 62� = 1−0.5 6.6 + 0.5 10.36

62

= 0.5 6.6 + (0.5)10.36 = 8.48

13. 13� = 1−0.5 17.16 + 0.5 25.16

13

= 0.5 17.16 + (0.5)25.16 = 21.16

14. 23� = 1−0.5 22.36 + 0.5 30.6

23

= 0.5 22.36 + 0.5 30.6 = 26.48

15. 33� = 1−0.5 17.16 + 0.5 25.16

33

= 0.5 17.16 + (0.5)25.16 = 21.16

16. 43� = 1−0.5 22.36 + 0.5 30.6

43

= 0.5 22.36 + (0.5)30.6 = 26.48

17. 53� = 1−0.5 6.76 + 0.5 11.56

53

= 0.5 6.76 + 0.5 11.56 = 9.16

18. 63� = 1−0.5 2.6 + 0.5 4.76

63

= 0.5 2.6 + (0.5)4.76 = 3.68

19. 14� = 1−0.5 73.96 + 0.5 81

14

= 0.5 73.96 + (0.5)81 = 77.48

20. 24� = 1−0.5 22.36 + 0.5 30.6

24

= 0.5 22.36 + (0.5)30.6 = 26.48


(46)

34

= 0.5 73.96 + (0.5)81 = 77.48

22. 44� = 1−0.5 73.96 + 0.5 81

44

= 0.5 73.96 + (0.5)81 = 77.48

23. 54� = 1−0.5 39.56 + 0.5 48.6

54

= 0.5 39.56 + (0.5)48.6 = 44.08

24. 64� = 1−0.5 8.6 + 0.5 12.6

64

= 0.5 8.6 + (0.5)12.6 = 10.6

25. 15� = 1−0.5 73.96 + 0.5 81

15

= 0.5 73.96 + (0.5)81 = 77.48

26. 25� = 1−0.5 56.76 + 0.5 66.6

25

= 0.5 56.76 + (0.5)66.6 = 61.68

27. 35� = 1−0.5 73.96 + 0.5 81

35

= 0.5 73.96 + (0.5)81 = 77.48

28. 45� = 1−0.5 22.36 + 0.5 30.6

45

= 0.5 22.36 + 0.5 30.6 = 26.48

29. 55� = 1−0.5 56.76 + 0.5 66.6

55

= 0.5 56.76 + (0.5)66.6 = 61.68

30. 65� = 1−0.5 22.36 + 0.5 30.6

65


(47)

Hasil keseluruhan untuk precise jugment matrix di mana = 0.5 adalah sebagai berikut:

=

� � � � �

� 61.68 61.68 21.16 77.48 77.48

� 61.68 21.16 26.48 26.48 61.68

� 77.48 35.16 21.16 77.48 77.48

� 26.48 21.16 26.48 77.48 26.48

� 44.08 21.16 9.16 44.08 61.68

� 10.6 8.48 3.68 10.6 26.48

3.4 Perhitungan Entropy

Untuk memperoleh entropy terlebih dahulu dihitung frekuensi relatif dengan menggunakan persamaan (2.18) di mana

=

=1

Dengan demikian diperoleh:

1 = 1 =1

= 61.68 + 61.68 + 21.16 + 77.48 + 77.48 = 299.48

2 = 2 =1

= 61.68 + 21.16 + 26.48 + 26.48 + 61.68 = 197.48

3 = 3 =1

= 77.48 + 35.16 + 21.16 + 77.48 + 77.48 = 288.76

4 = 4 =1

= 26.48 + 21.16 + 26.48 + 77.48 + 26.48 = 178.08

5 = 5 =1


(48)

6 = 6 =1

= 10.6 + 8.48 + 3.68 + 10.6 + 26.48 = 59.84

Selanjutnya, dengan menggunakan nilai dari masing-masing baris yang bersesuaian akan dihitung frekuensi relatif untuk tiap nilai-nilai pada matriks :

�= � � � � � � 61.68 299.48 61.68 299.48 21.16 299.48 77.48 299.48 77.48 299.48 � 61.68 197.48 21.16 197.48 26.48 197.48 26.48 197.48 61.68 197.48 � 77.48 288.76 35.16 288.76 21.16 288.76 77.48 288.76 77.48 288.76 � 26.48 178.08 21.16 178.08 26.48 178.08 77.48 178.08 26.48 178.08 � 44.05 180.16 21.16 180.16 9.16 180.16 44.08 180.16 61.68 180.16 � 10.06 59.84 8.48 59.84 3.68 59.84 10.06 59.84 26.48 59.84 = � � � � �

� 0.205957 0.205957 0.070656 0.258715 0.258715

� 0.312335 0.10715 0.13409 0.13409 0.312335

� 0.26832 0.121762 0.073279 0.26832 0.26832

� 0.148697 0.118823 0.148697 0.435085 0.148697

� 0.244671 0.117451 0.050844 0.244671 0.342362


(49)

Entropy, kemudian akan dihitung dengan menggunakan persamaan entropy

(2.19):

Tabel 3.3 Nilai Entropy

� � � � � ��

� -0.4695 -0.4695 -0.27012 -0.50464 -0.50464 2.218394

� -0.52436 -0.34527 -0.38869 -0.38869 -0.52436 2.171366

� -0.50926 -0.3699 -0.27629 -0.50926 -0.50926 2.173984

� -0.40885 -0.36516 -0.40885 -0.52238 -0.40885 2.114084

� -0.49695 -0.36291 -0.21852 -0.49695 -0.52943 2.10475

� -0.44232 -0.39948 -0.24742 -0.44232 -0.52049 2.05204

Σ=12.83462

Bobot entropy dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.20):

1 =

2.218394

12.83462 = 0.17284

2 =

2.171366

12.83462 = 0.16918

3 =

2.173984

12.83462 = 0.16938

4 =

2.114084

12.83462 = 0.16472

5 =

2.10475

12.83462 = 0.16399

6 =

2.05204


(50)

Tabel 3.4 Bobot Entropy Nilai Entropy Bobot Entropy

� 2.218394 0.17284

� 2.171366 0.16918

� 2.173984 0.16938

� 2.114084 0.16472

� 2.10475 0.16399

� 2.05204 0.15988

Dengan demikian berdasarkan bobot yang diperoleh dari perhitungan dengan metode fuzzy-AHP di atas, maka urutan prioritas dalam menjalankan delivery adalah:

1. Prioritas pertama, store Petronas Setia Budi, 2. Prioritas kedua, store Simpang Walikota, 3. Prioritas ketiga, store Titi Kuning,

4. Prioritas keempat, store Millenium Plaza, 5. Prioritas kelima, store Adam Malik, 6. Prioritas keenam, store Simpang Sutomo.


(51)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil perhitungan yang dilakukan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa dengan mempertimbangkan seluruh kriteria urutan prioritas untuk menjalankan

delivery ke alamat customer di Jl. Berdikari No. 98, dimulai dari store Petronas Setia Budi sebagai prioritas pertama dengan bobot 0.17284 atau 17.284%, store Simpang Walikota sebagai prioritas kedua dengan bobot 0.16938 atau 16.938%, diikuti store

Titi Kuning sebagai prioritas ketiga dengan bobot 0.16918 atau 16.918%, store

Millenium sebagai prioritas keempat dengan bobot 0.16472 atau 16.472%, sebagai prioritas kelima adalah store Adam Malik dengan bobot 0.16399 atau 16.399% dan

store Simpang Sutomo menjadi prioritas terakhir dengan bobot 0.15988 atau 15.988%.

4.2 Saran

Mengingat adanya kriteria-kriteria yang menjadi pertimbangan bagi driver dalam memilih rute untuk menjalankan proses delivery, berbagai tempat dalam wilayah kerja suatu store bisa tidak terjangkau dalam waktu yang diharapkan. Diharapkan pihak perusahaan mempertimbangkan hasil penelitian ini dalam perencanaan pembagian wilayah kerja terutama dalam bidang delivery dengan beberapa store yang terdapat dalam satu kota. Dengan harapan pembagian wilayah kerja yang akan dibentuk selanjutnya dapat menjaga kepuasan konsumen dalam hal layanan delivery.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Cheng, C.H. 1997. Evaluating Naval Tactical Missile Systems by Fuzzy AHP Based on the Grade Value of Membership Function. European Journal of Operational Research Volume 96(2): hal. 343–350.

Cheng, C.H., dan Mon, D.L. 1993. Fuzzy System Reliability Analysis by Interval of Confidence. Fuzzy Sets and Systems 56: hal. 29-35.

Deng, H., dan Zhang, Z. 2010. GIS-based Combination of Fuzzy Numbers and AHP Method for Selection of Highway Route: A Case Study from Anhui. Mechanic Automation and Control Engineering (MACE): hal. 760-764.

Ho, T.H. 2003. Setting Customer Ekspectation in Service Delivery: An Integrated Marketing-Operations Perspective. Management Science 50(4): hal. 479-488. Kim, K., dan Park, K.S. 1990. Ranking Fuzzy Numbers With Index of Optimism. Fuzzy

Sets and Systems 35: hal. 143-150.

Kusumadewi, S et al. 2006. Fuzzy Multi-Attribute Decison Making (Fuzzy MADM). Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Kuswandari, R. 2004. Assesment of Different Methods for Measuring the Sustainability of Forest Managemet. International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation Enschede. Netherlands.

Macintyre, M et al. 2011. Service Design and Delivery. London: Springer.

Mulyono, S. 2004. Riset Operasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Nasseri, H. 2008. Fuzzy Numbers: Positive And Nonnegative. International Mathematical Forum 3(36): hal. 1777-1780.


(53)

Pang, G., dan Chu, M.H. 2007. Route Selection for Vehicle Navigation and Control. The 33rd Annual Conference of the IEEE Industrial Electronics Society (IECON): hal. 2586-2591.

Pang, G et al. 1995. Drivers Route Selection : A Philisophical Consideration and User-Interface. Vehicle Navigation and Information Systems Conference. hal. 147 - 154.

Delivery (commerce). Diakses tanggal 30 Agustus, 2011. http://en.wikipedia.org/wiki/Delivery_(commerce).


(54)

LAMPIRAN A: SURAT PENGUMPULAN DATA/ RISET KE KFC STORE JL. GAJAH MADA NO. 14


(55)

(56)

LAMPIRAN C: SURAT KETERANGAN DARI PT. FASTFOOD INDONESIA TBK RSC MEDAN


(1)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil perhitungan yang dilakukan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa dengan mempertimbangkan seluruh kriteria urutan prioritas untuk menjalankan delivery ke alamat customer di Jl. Berdikari No. 98, dimulai dari store Petronas Setia Budi sebagai prioritas pertama dengan bobot 0.17284 atau 17.284%, store Simpang Walikota sebagai prioritas kedua dengan bobot 0.16938 atau 16.938%, diikuti store Titi Kuning sebagai prioritas ketiga dengan bobot 0.16918 atau 16.918%, store Millenium sebagai prioritas keempat dengan bobot 0.16472 atau 16.472%, sebagai prioritas kelima adalah store Adam Malik dengan bobot 0.16399 atau 16.399% dan store Simpang Sutomo menjadi prioritas terakhir dengan bobot 0.15988 atau 15.988%.

4.2 Saran

Mengingat adanya kriteria-kriteria yang menjadi pertimbangan bagi driver dalam memilih rute untuk menjalankan proses delivery, berbagai tempat dalam wilayah kerja suatu store bisa tidak terjangkau dalam waktu yang diharapkan. Diharapkan pihak perusahaan mempertimbangkan hasil penelitian ini dalam perencanaan pembagian wilayah kerja terutama dalam bidang delivery dengan beberapa store yang terdapat dalam satu kota. Dengan harapan pembagian wilayah kerja yang akan dibentuk selanjutnya dapat menjaga kepuasan konsumen dalam hal layanan delivery.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Cheng, C.H. 1997. Evaluating Naval Tactical Missile Systems by Fuzzy AHP Based on the Grade Value of Membership Function. European Journal of Operational Research Volume 96(2): hal. 343–350.

Cheng, C.H., dan Mon, D.L. 1993. Fuzzy System Reliability Analysis by Interval of Confidence. Fuzzy Sets and Systems 56: hal. 29-35.

Deng, H., dan Zhang, Z. 2010. GIS-based Combination of Fuzzy Numbers and AHP Method for Selection of Highway Route: A Case Study from Anhui. Mechanic Automation and Control Engineering (MACE): hal. 760-764.

Ho, T.H. 2003. Setting Customer Ekspectation in Service Delivery: An Integrated Marketing-Operations Perspective. Management Science 50(4): hal. 479-488.

Kim, K., dan Park, K.S. 1990. Ranking Fuzzy Numbers With Index of Optimism. Fuzzy Sets and Systems 35: hal. 143-150.

Kusumadewi, S et al. 2006. Fuzzy Multi-Attribute Decison Making (Fuzzy MADM). Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Kuswandari, R. 2004. Assesment of Different Methods for Measuring the Sustainability of Forest Managemet. International Institute for Geo-Information Science and Earth Observation Enschede. Netherlands.

Macintyre, M et al. 2011. Service Design and Delivery. London: Springer.

Mulyono, S. 2004. Riset Operasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.


(3)

Pang, G., dan Chu, M.H. 2007. Route Selection for Vehicle Navigation and Control. The 33rd Annual Conference of the IEEE Industrial Electronics Society (IECON): hal. 2586-2591.

Pang, G et al. 1995. Drivers Route Selection : A Philisophical Consideration and User-Interface. Vehicle Navigation and Information Systems Conference. hal. 147 - 154.

Delivery (commerce). Diakses tanggal 30 Agustus, 2011. http://en.wikipedia.org/wiki/Delivery_(commerce).


(4)

LAMPIRAN A: SURAT PENGUMPULAN DATA/ RISET KE KFC STORE JL. GAJAH MADA NO. 14


(5)

(6)

LAMPIRAN C: SURAT KETERANGAN DARI PT. FASTFOOD INDONESIA TBK RSC MEDAN