Pengaruh Kerapatan Trichoderma Harzianum Terhadap Penyakit Layu Fusarium (Fusarium Oxysporum Schlecht. F.Sp. Cepae (Hanz.) Snyd. Et Hans.)Pada Tanaman Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.)

(1)

PENGARUH KERAPATANTrichoderma harzianumTERHADAP PENYAKIT LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporumSchlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. etHans.)

PADA TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicumL.)

SKRIPSI

OLEH :

DESMAN KARIAMAN TUMANGGER 030302038

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KERAPATANTrichoderma harzianumTERHADAP PENYAKIT LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporumSchlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. etHans.)

PADA TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicumL.)

SKRIPSI

OLEH :

DESMAN KARIAMAN TUMANGGER 030302038

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Syamsinar Yusuf, MS Ir. Zulnayati

Ketua Anggota

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRACT

DESMAN KARIAMAN TUMANGGER, Influence closseness of Trichoderma harzianumto wilt Fusarium Disease (Fusarium oxysporumSchlecht. f.sp.cepae(Hanz.) Snyd.etHans.) on red onion (Allium ascalonicumL. ) . With the conseling Mrs. Ir. Syamsinar Yusuf, MS., as leader, Mrs. Zulnayati, as co-author. This research was conducted in BPTPSU Medan with approximately 25 metres height from the sea level. This research was started from March 2008 to August 2008. This research use Randomized Block Design Non Factorial with 5 treatments and 5 replications. The treatment that used T. harzianum was : A0 = control, A1 = closseness of T. harzianum 104 conidia/litre of water, A2 = closseness of T. harzianum 106 conidia/litre of water, A3 = closseness of T. harzianum 108 conidia/litre of water, A4 = closseness of T. harzianum 1010 conidia/litre of water. The parameter which observed was attact presentage (%), attact intensity (%), and production (kg/plot). The result showed that the highest attact presentage was found on A0, that was 90%, the lowest attact presentage was found on A3, that was 5%. The highest attact intensity was found on A0, that was 77,83%, the lowest attact intensity was found on A3, that was 1,73%. The highest production was found on A4, that was 0,49 kg/plot and the lowest was found on K0, that was 0,05 kg/plot. Giving T. harzianum with different dose gave different influence to wilt diseaseF. oxysporumSchlecht. f.sp. cepae(Hanz.) Snyd. etHans.), on red onion (Allium ascalonicumL.).


(4)

ABSTRAK

DESMAN KARIAMAN TUMANGGER, Pengaruh Kerapatan Trichoderma harzianum Terhadap Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et Hans.) Pada Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L. ) . Dengan Komisi Pembimbing Ibu Ir. Syamsinar Yusuf, MS., selaku ketua, dan Ibu Ir. Zulnayati selaku anggota. Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara, Medan, pada ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut (dpl), mulai dari bulan Maret 2008 sampai dengan Agustus 2008. Penelitian ini dilakukan di lapangan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non-faktorial yang terdiri atas 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan terdiri dari 5 macam, yaitu : A0 (Kontrol), A1 (Kerapatan T. harzianum 104 konidia/liter air), A2 (Kerapatan T. harzianum 106 konidia/liter air), A3 (Kerapatan T. harzianum 108 konidia/liter air), A4 (KerapatanT. harzianum1010konidia/liter air). Parameter yang diamati adalah persentase serangan pada daun bawang merah (%), intensitas serangan pada umbi bawang merah (%), dan produksi umbi bawang merah (kg/plot). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar 90%, dan persentase serangan paling ringan terdapat pada perlakuan A3 sebesar 5%. Intensitas serangan tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar 77,83%, dan intensitas serangan paling ringan terdapat pada perlakuan A3, sebesar 1,73%. Produksi bawang merah tertinggi terdapat pada perlakuan K4, sebesar 0,49 kg/plot, dan produksi terendah terdapat pada perlakuan A0 sebesar 0,05 kg/plot. Pemberian Trichoderma harzianumdengan kerapatan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap serangan penyakit layu fusarium (Fusarium oxysporumSchlecht. f.sp.cepae(Hanz.) Snyd. etHans.), pada tanaman bawang merah (Allium ascalonicumL.).


(5)

RIWAYAT HIDUP

DESMAN KARIAMAN TUMANGGER, dilahirkan di Tiga Bolon, pada tanggal 31 Desember 1984, anak pertama dari Pdt. D. Tumangger dan ibu E.A. br. Sitohang dari 4 bersaudara.

Pendidikan yang pernah ditempuh adalah :

1. Tahun 1997 lulus dari Sekolah Dasar Negeri Siatas di Aceh Selatan.

2. Tahun 2000 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Swasta Khatolik Santo Paulus Sidikalang.

3. Tahun 2003, lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Sidikalang.

4. Tahun 2003, diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa/i Baru (SPMB).

Aktivitas dan kegiatan yang pernah diikuti selama Perkuliahan adalah : 1. Anggota Organisasi Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN),

Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Tahun 2004-2007, anggota Paduan Suara Transeamus, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3. Tahun 2005-2008, menjadi Asisten Laboratorium Ilmu Gulma di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.


(6)

4. Tahun 2007-2008, menjadi Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman, Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

5. Bulan Juni-Juli 2007 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT.PP. London Sumatra Indonesia Tbk., di Bagerpang Estate, Deli Serdang.

6. Tanggal 15 Maret 2008, mengikuti Seminar Peranan Pertanian Dalam Pembangunan Sumatera Utara, di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

7. Bulan Maret - Agustus 2008 melaksanakan Penelitian Tugas Akhir di Lahan Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara, Medan.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah Pengaruh Kerapatan

Trichoderma harzianum Terhadap Penyakit Layu Fusarium

(Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et Hans.) Pada Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) , yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi Pembimbing Ir. Syamsinar Yusuf, MS, selaku ketua, Ir. Zulnayati, selaku anggota, dan Ir. Loso Winarto, sebagai Pembimbing Lapangan, yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, September 2008


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRACT...i

ABSTRAK ...ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...iii

KATA PENGANTAR...v

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR GAMBAR...viii

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR LAMPIRAN ...x

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ...1

2. Tujuan Penelitian...3

3. Hipotesis Penelitian...3

4. Kegunaan Penelitian...3

II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Klasifikasi Tanaman...4

Akar ...4

Batang...4

Daun ...5

Bunga...5

Buah dan Biji...5

2. Syarat Tumbuh Tanaman ...6

Tanah ...6

Iklim ...6

3. Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum) ...7

Biologi Penyakit ...7

Gejala Serangan...8

Daur Hidup ...10

Faktor yang Mempengaruhi ...11

Pengendalian...11

4. Trichoderma harzianum ...13

III. BAHAN DAN METODA 1. Tempat dan Waktu Penelitian ...16

2. Bahan dan Alat ...16


(9)

4. Pelaksanaan Penelitian ...18

a. Penyediaan Sumber InokulumFusarium oxysporum...18

b. Persiapan Media Tanam ...19

c. Pengukuran pH Tanah ...19

d. Suspensi dan InokulasiF. oxysporum ...20

e. Penanaman...21

f. PengaplikasianTrichoderma harzianum ...21

g. Pemeliharaan...22

h. Pemupukan ...22

i. Panen...23

j. Peubah Amatan...23

1. Persentase Serangan pada Daun Bawang Merah (%) 23 2. Intensitas Serangan pada Umbi Bawang Merah (%)..24

2. Produksi Umbi Bawang (Kg/Plot) ...24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Persentase Serangan pada Daun Bawang Merah (%) ...25

2. Intensitas Serangan pada Umbi Bawang Merah (%)...28

3. Produksi Umbi Bawang Merah (Kg/Plot) ...31

V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan...34

2. Saran...34 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

1. Fusarium oxysporum... 8 2. Gejala Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Bawang Merah ... 9 3. Gejala Penyakit Layu Fusarium pada Umbi Bawang Merah... 9 4. PenyakitFusarium oxysporumdan Gejala Serangannya pada Bawang Merah .... 10 5. Trichoderma harzianum... 14 6. Histogram Pengaruh KerapatanT. harzianumTerhadap Persentase Serangan

Penyakit Layu Fusarium (F. oxysporumSchlecht. f.sp.cepae(Hanz.) Snyd.et Hans.) ... 27 7. Histogram Pengaruh KerapatanT. harzianumTerhadap Intensitas Serangan

Penyakit Layu Fusarium (F. oxysporumSchlecht. f.sp.cepae(Hanz.) Snyd.et Hans.) ... 30 8. Histogram Pengaruh KerapatanT. harzianumTerhadap Produksi Umbi


(11)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

1. Uji Beda Rataan Persentase Serangan (%) Penyakit Layu Fusarium Pada

Minggu I-VIII...25 2. Uji Beda Rataan Intensitas Serangan (%) Penyakit Layu Fusarium Setelah

Panen... 29


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal.

1. Bagan Penelitian...38

2. Bagan Perlakuan... 39

3. Deskripsi Tanaman Bawang Merah Varietas Kuning... 40

4. Perhitungan Kerapatan Konidia Jamur dengan Haemocytometer... 41

5. Rataan Persentase SeranganF. oxysporumPada Pengamatan I... 43

6. Rataan Persentase SeranganF. oxysporumPada Pengamatan II ... 44

7. Rataan Persentase SeranganF. oxysporumPada Pengamatan III... 45

8. Rataan Persentase SeranganF. oxysporumPada Pengamatan IV... 46

9. Rataan Persentase SeranganF. oxysporumPada Pengamatan V... 47

10. Rataan Persentase SeranganF. oxysporumPada Pengamatan VI... 48

11. Rataan Persentase SeranganF. oxysporumPada Pengamatan VII ... 49

12. Rataan Persentase SeranganF. oxysporumPada Pengamatan VIII... 50

13. Rataan Intensitas SeranganF. oxysporum... 51

14. Rataan Produksi Umbi Bawang Merah (Kg/Plot)... 52

15. Data pH Tanah ... 53

16. Foto Lahan Penelitian ... 54


(13)

ABSTRACT

DESMAN KARIAMAN TUMANGGER, Influence closseness of Trichoderma harzianumto wilt Fusarium Disease (Fusarium oxysporumSchlecht. f.sp.cepae(Hanz.) Snyd.etHans.) on red onion (Allium ascalonicumL. ) . With the conseling Mrs. Ir. Syamsinar Yusuf, MS., as leader, Mrs. Zulnayati, as co-author. This research was conducted in BPTPSU Medan with approximately 25 metres height from the sea level. This research was started from March 2008 to August 2008. This research use Randomized Block Design Non Factorial with 5 treatments and 5 replications. The treatment that used T. harzianum was : A0 = control, A1 = closseness of T. harzianum 104 conidia/litre of water, A2 = closseness of T. harzianum 106 conidia/litre of water, A3 = closseness of T. harzianum 108 conidia/litre of water, A4 = closseness of T. harzianum 1010 conidia/litre of water. The parameter which observed was attact presentage (%), attact intensity (%), and production (kg/plot). The result showed that the highest attact presentage was found on A0, that was 90%, the lowest attact presentage was found on A3, that was 5%. The highest attact intensity was found on A0, that was 77,83%, the lowest attact intensity was found on A3, that was 1,73%. The highest production was found on A4, that was 0,49 kg/plot and the lowest was found on K0, that was 0,05 kg/plot. Giving T. harzianum with different dose gave different influence to wilt diseaseF. oxysporumSchlecht. f.sp. cepae(Hanz.) Snyd. etHans.), on red onion (Allium ascalonicumL.).


(14)

ABSTRAK

DESMAN KARIAMAN TUMANGGER, Pengaruh Kerapatan Trichoderma harzianum Terhadap Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et Hans.) Pada Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L. ) . Dengan Komisi Pembimbing Ibu Ir. Syamsinar Yusuf, MS., selaku ketua, dan Ibu Ir. Zulnayati selaku anggota. Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara, Medan, pada ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut (dpl), mulai dari bulan Maret 2008 sampai dengan Agustus 2008. Penelitian ini dilakukan di lapangan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non-faktorial yang terdiri atas 5 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan terdiri dari 5 macam, yaitu : A0 (Kontrol), A1 (Kerapatan T. harzianum 104 konidia/liter air), A2 (Kerapatan T. harzianum 106 konidia/liter air), A3 (Kerapatan T. harzianum 108 konidia/liter air), A4 (KerapatanT. harzianum1010konidia/liter air). Parameter yang diamati adalah persentase serangan pada daun bawang merah (%), intensitas serangan pada umbi bawang merah (%), dan produksi umbi bawang merah (kg/plot). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar 90%, dan persentase serangan paling ringan terdapat pada perlakuan A3 sebesar 5%. Intensitas serangan tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar 77,83%, dan intensitas serangan paling ringan terdapat pada perlakuan A3, sebesar 1,73%. Produksi bawang merah tertinggi terdapat pada perlakuan K4, sebesar 0,49 kg/plot, dan produksi terendah terdapat pada perlakuan A0 sebesar 0,05 kg/plot. Pemberian Trichoderma harzianumdengan kerapatan yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap serangan penyakit layu fusarium (Fusarium oxysporumSchlecht. f.sp.cepae(Hanz.) Snyd. etHans.), pada tanaman bawang merah (Allium ascalonicumL.).


(15)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tanaman bawang merah diduga berasal dari daerah Asia Tengah, yaitu di daerah sekitar India, Pakistan, sampai Palestina. Bangsa Mesir sudah mengenalnya sejak 3.200-2.700 Sebelum Masehi (SM), bangsa Yunani Kuno sejak 2.100 SM, sedangkan di Israel telah ditemukan sejak 1.500 SM. Hal ini dapat diketahui dari bukti-bukti peninggalan sejarah, seperti patung, tugu, dan batu-batu pada zaman Dinasti Mesir, Yunani Kuno, Israel, dan lain-lain. Negara-negara di Eropa Barat, Eropa Timur, dan Spanyol, baru mengenal bawang merah sekitar abad kedelapan. Dari sini kemudian bawang merah menyebar hingga ke daratan Amerika, Asia Timur, dan Asia Tenggara (RahayudanBerlian, 1999).

Bawang merah merupakan tanaman semusim yang berbentuk rumput, berbatang pendek, dan berakar serabut. Daunnya panjang serta berongga seperti pipa. Pangkal daunnya dapat berubah fungsi menjadi umbi lapis. Oleh karena itu, bawang merah sering disebut umbi lapis (Sunarjono, 2006).

Bawang merah merupakan salah satu tanaman komoditas unggulan di beberapa daerah di Indonesia. Bawang merah kerap digunakan sebagai bumbu masakan dan memiliki kandungan beberapa zat yang bermanfaat bagi kesehatan (zat anti kanker dan pengganti antibiotik, penurunan tekanan darah, kolesterol, serta penurunan kadar gula darah). Menurut penelitian, bawang merah mengandung kalsium, fosfor, zat besi, karbohidrat, vitamin A dan C (Waspada, 2007).


(16)

Saat ini produksi bawang merah di Indonesia 8,76 ton/ha. Hal itu dinilai lebih rendah dibandingkan dengan skala penelitian yang mencapai 10 ton/ha. Rendahnya produktivitas ini disebabkan oleh gangguan hama, penyakit dan penggunaan benih yang kurang bermutu. Gangguan hama dan penyakit dinilai menjadi kendala utama, baik yang terjadi di pertanaman maupun saat penyimpanan di gudang. Salah satu penyakit bawang merah terkini yang sering menyerang adalah penyakit moler atau layu Fusarium. Penyakit ini disebabkan olehFusarium oxysporumf.sp.cepae(Hanz) SnydetHans, yang sering terdapat di pertanaman. Penyakit ini telah menimbulkan kerusakan dan menurunkan hasil hingga 50% (untuk daerah Jawa) (Wiyatiningsih, 2007).

Pertumbuhan produksi rata-rata bawang merah di Indonesia selama periode 1989 2003 adalah sebesar 3,9 % pertahun. Provinsi penghasil utama (luas areal panen > 1000 hektar pertahun) bawang merah diantaranya adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Kesembilan provinsi ini menyumbang 95,8 % (Jawa memberikan kontribusi 75%) dari produksi total bawang merah di Indonesia pada tahun 2003 (Litbang, 2007a).

Penelitian ini dilakukan karena penyakit layu Fusarium merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman bawang merah. Para ahli mengatakan bahwa penyakit penting yang muncul pada bawang merah tidak pernah berubah, yakni penyakit layu Fusarium, Trotol, maupun Antraknosa (Sugiyarto, dkk, 2000). Penelitian ini juga dilakukan karena adanya hasil-hasil penelitian yang menyatakan bahwa Trichoderma harzianum dapat mengendalikan penyakit layu


(17)

Fusarium (Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et. Hans.) pada tanaman bawang merah (Allium ascalonicumL.) (Sunarjono,dkk, 1995).

Penelitian ini sudah pernah dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BPTS) Lembang, Banten (Sunarjono,dkk,1995).

Penyakit layu Fusarium (F. oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et. Hans.) pada tanaman bawang merah (A. ascalonicum L.) ini telah endemis di daerah Simalungun, Tongging, Haranggaol, Samosir. Salah satu faktor penyebabnya adalah bibit (Winarto, dkk, 2007). Penulis juga telah membuktikannya dengan mengambil langsung sumber inokulum F. oxysporum dari tanaman bawang merah daerah Tongging.

2. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh kerapatan Trichoderma harzianum Terhadap Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. etHans.), pada tanaman bawang merah (Allium ascalonicumL.).

3. Hipotesa Penelitian

Serangan Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et Hans. pada tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) dapat ditekan dengan penggunaanTrichoderma harzianum.

4. Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Klasifikasi Tanaman Bawang Merah

Menurut Rahayu dan Berlian (1999), tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Liliales

Family : Liliaceae

Genus : Allium

Spesies :Allium ascalonicumL. atau Allium cepavar.ascalonicum Akar

Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15 30 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran tanaman bawang merah dapat mencapai 20 200 akar. Diameter bervariasi antara 2 5 mm. Akar cabang tumbuh dan terbentuk antara 3 5 akar (Rukmana, 1994).

Batang

Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang berbentuk seperti cakram, tipis, dan pendek sebagai tempat melekatnya akar dan mata tunas (titik tumbuh). Di atas discus terdapat batang semu yang tersusun dari


(19)

pelepah-pelepah daun. Batang dan semua yang berada di dalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis (Litbang, 2007b).

Daun

Daun bawang merah berbentuk seperti pipa, yakni bulat kecil memanjang antara 50 70 cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna hijau muda sampai hijau tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek (Rukmana, 1994).

Bunga

Bunga bawang merah termasuk bunga sempurna, terdiri dari 5 6 benang sari dan sebuah putik. Daun bunga berwarna agak hijau bergaris keputih-putihan atau putih. Tangkai bunga keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya antara 30 90 cm, dan di ujungnya terdapat 50 200 kuntum bunga yang tersusun melingkar (bulat) seolah berbentuk payung (Litbang, 2007b).

Buah dan Biji

Bakal buah duduk di atas membentuk bangunan segitiga hingga tampak jelas seperti kubah. Bakal buah terbentuk dari 3 daun buah (karpel) yang membentuk 3 buah ruang. Setiap ruang mengandung 2 bakal biji (ovulum) (RahayudanBerlian, 1999).

Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2 3 butir. Bentuk biji agak pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji-biji bawang merah dapat dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif (Rukmana, 1994).


(20)

2. Syarat Tumbuh Tanaman Tanah

Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 0 - 1.000 m di atas permukaan laut (dpl). Meskipun demikian, ketinggian optimalnya adalah 0 400 m dpl saja. Secara umum, tanah yang tepat ditanami bawang merah ialah tanah yang bertekstur remah, sedang sampai liat, berdrainase baik, memiliki bahan organik yang cukup, dan pH-nya antara 5,6 6,5 (Nazaruddin, 1999).

Pada tanah-tanah yang becek, pertumbuhan tanaman bawang merah akan kerdil dan sering menyebabkan umbi-umbinya mudah menjadi busuk. Di samping itu, tanaman ini sangat tanggap (responsif) terhadap pH tanah. Bila pH kurang dari 5,5, pertumbuhan tanaman akan kerdil karena keracunan garam-garam Aluminium (Al). Sebaliknya, bila pH di atas 6,5 garam Mangan (Mn) tidak dapat diserap tanaman, sehingga umbinya kecil-kecil dan hasilnya menjadi rendah (Rukmana, 1994).

Iklim

Bawang merah paling menyukai daerah yang beriklim kering dengan suhu yang agak panas dan cuaca cerah (suhu antara 25 - 32o C). Tempatnya yang terbuka, tidak berkabut, dan angin yang sepoi-sepoi. Suhu yang paling baik jika suhu rata-rata tahunannya 30oC (Wibowo,1999).

Angin merupakan faktor iklim berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah. Angin kencang yang berhembus terus-menerus secara langsung dapat menyebabkan kerusakan tanaman karena sistem perakaran tanaman bawang merah yang sangat dangkal (Deptan, 2007a).


(21)

Tanaman bawang merah sangat rentan terhadap curah hujan tinggi. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman bawang merah adalah antara 300 2.500 mm/tahun. Kelembaban udara (nisbi) yang sesuai adalah antara 80 90 %. Intensitas sinar matahari penuh, lebih dari 14 jam/hari. Oleh sebab itu, tanaman ini tidak memerlukan naungan/pohon peneduh (Deptan, 2007a).

3. Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum) Biologi Penyakit

Menurut Sunarjono, dkk (1995), penyakit layu Fusarium (F. oxysporium), dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Fungi Divisio : Ascomycota Sub Divisio : Pezizomycotina Kelas : Sordariomycetes Ordo : Hypocreales Family : Hypocreaceae Genus : Fusarium

Spesies :Fusarium oxysporumSchlecht. f.sp.cepae(Hanz.) Snyd. etHans. Koloni pada media OA atau PDA (25oC) mencapai diameter 3,5 5,0 cm. Miselia aerial tampak jarang atau banyak seperti kapas, kemudian menjadi seperti beludru, berwarna putih atau salem dan biasanya agak keunguan yang tampak lebih kuat dekat permukaan medium. Sporodokhia terbentuk hanya pada beberapa strain. Koloni berwarna kekuningan hingga keunguan. Konidiofor dapat bercabang dapat tidak, dan membawa monofialid. Mikrokonidia bersepta 0 hingga


(22)

terdapat pada konidiofor bercabang pendek, umumnya terdapat dalam jumlah banyak sekali, terdiri dari aneka bentuk dan ukuran, berbentuk avoid-elips sampai silindris, lurus atau sedikit membengkok, dan berukuran (5,0 12,0) x (2,2 - 3,5) µm (Gandjar, dkk, 1999).

Makrokonidia jarang terdapat pada beberapa strain, terbentuk pada fialid yang terdapat pada konidiofor bercabang atau dalam sporodokhia, bersepta 3 5, berbentuk fusiform, sedikit membengkok, meruncing pada kedua ujungnya dengan sel kaki berbentuk pediselata, umumnya bersepta 3, dan berukuran (20) 27 46 (50) x 3,0 4,5 (5) µm. Khlamidospora terdapat dalam hifa atau dalam konidia, berwarna hialin, berdinding halus atau agak kasar, berbentuk semi bulat dengan diameter 5,0 15 µm, terletak terminal atau interkalar, dan berpasangan atau tunggal (Gandjar, dkk, 1999).

Gambar 1. Fusarium oxysporum.a. Makrokonidia. b. Konidiofor. c. Fialid. d. Mikrokonidia. e. Khlamidospora (Sumber : Gandjar, dkk, 1999).

Gejala Serangan

Sasaran serangan adalah dasar dari umbi lapis. Akibatnya baik pertumbuhan akar maupun umbi lapis terganggu. Gejala visual adalah daun yang menguning dan cenderung terpelintir (terputar). Tanaman sangat mudah tercabut karena


(23)

Miselium jamur Bagian umbi yang busuk

pertumbuhan akar terganggu bahkan membusuk. Pada dasar umbi terlihat cendawan yang berwarna keputih-putihan, sedangkan apabila umbi lapis dipotong membujur terlihat adanya pembusukan berawal dari dasar umbi meluas baik ke atas maupun ke samping. Serangan lanjut akan mengakibatkan tanaman mati, dimulai dari ujung daun dan dengan cepat menjalar ke bagian bawahnya (Sunarjono,dkk,1995).

Gambar 2. Gejala penyakit layu Fusarium pada tanaman bawang merah (Sumber : Foto Langsung).

Gejala penyakit layu Fusarium adalah ujung daun layu dan menguning, melinting dan nekrosis, akar berwarna hitam dan rapuh, dasar akar membusuk. Fusarium dapat juga menyerang umbi bawang yang telah dipanen yang terdapat dalam gudang penyimpanan (Wordpress, 2007).


(24)

Jika terinfeksi melalui bibit, gejala serangan mulai terlihat pada umur 7 - 14 hari setelah tanam. Sedangkan jika terinfeksi melalui tanah, gejala serangan mulai terlihat pada umur > 30 hari sesudah tanam (Moekasan,dkk, 2000).

Gambar 4. KonidiaFusarium oxysporum(kiri) dan gejala serangannya pada bawang merah (kanan) (Sumber: Sunarjono, dkk, 1995).

Daur Hidup

Fusarium dapat bertahan lama sebagai saprofit dalam tanah. Di dalam tanah jamur ini dapat bertahan selama 3 tahun. Tanah dianggap sebagai sumber infeksi yang terutama. Populasinya akan meningkat jika di situ ditanam tanaman yang sesuai. Jamur ini menginfeksi melalui akar, terutama melalui luka-luka, lalu menetap dan berkembang di berkas pembuluh. Pengangkutan air dan hara tanah terganggu yang menyebabkan tanaman menjadi layu. Jamur membentuk polipeptida, yang disebut likomarasmin, yang dapat mengganggu permeabilitas membran plasma dari tanaman. Sesudah jaringan pembuluh mati, pada waktu udara lembab jamur akan membentuk spora yang berwarna putih keunguan pada akar yang terinfeksi (Wordpress, 2007).


(25)

Jamur dapat menginfeksi tanaman melalui bermacam-macam luka pada akar, misalnya luka yang terjadi karena pemindahan bibit, karena pembumbunan, atau luka karena serangga dan nematoda (BPT-Sumbar, 2007).

Faktor Yang Mempengaruhi

Penyakit layu fusarium atau di daerah Brebes dikenal dengan penyakit ngoler disebabkan oleh cendawan (Fusarium oxysporum). Penyakit ini dapat ditularkan melalui umbi bibit, udara, tanah, dan air (Moekasan,dkk,2000).

Penyakit ini berkembang pada suhu tanah 21-33o C. Suhu optimumnya adalah 28o C. Sedangkan curah hujan (1.500-2.500 mm/tahun) dan kelembaban udara yang membantu tanaman (70-90%), ternyata juga membantu perkembangan penyakit. Seperti kebanyakan Fusarium, penyebab penyakit ini dapat hidup pada pH tanah yang luas variasinya. Walaupun begitu, patogen akan tumbuh dengan baik pada pH 3,6 8,4 pada media kultur. Penyakit akan lebih berat bila tanah mengandung banyak nitrogen tetapi miskin akan kalium (Walker, 1969).

Pengendalian

Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan menyemprotkan fungisida berbahan aktif karbendenzim atau mankozeb. Apabila serangan belum terlalu banyak, langkah lain dapat ditempuh dengan mencabut dan membuang/ membakar segera tanaman yang terserang (Wordpress, 2007).


(26)

Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

No Teknik Pengendalian Keterangan

1 Kultur Teknis

-

pemberian pupuk organik (kompos, pupuk kandang)

,

-

penjarangan anakan,

-

rotasi dengan tanaman bukan inang (misalnya: pepaya, nanas, jagung dan lain-lain)

,

-

pembuatan drainase,

-

sanitasi lingkungan pertanaman,

-

menghindari terjadinya luka pada akar,

-

menggunakan benih sehat (bukan dari daerah serangan atau rumpun terserang, benih dari kultur jaringan) atau benih baru setiap musim tanam,

-

sistem pindah tanam setelah tiga kali panen, maksimal 3 tahun,

-

pengapuran atau pemberian abu dapur untuk menaikkan atau menjaga kestabilan pH tanah; 2 Fisik/Mekanis Eradikasi rumpun terserang dengan membongkar

sampai ke akar-akarnya pada batang semu dan anakan, kemudian dibiarkan mongering; 3 Genetika Menanam varietas bawang merah yang tahan

penyakit layu, sesuai dengan kondisi setempat

;

4 Biologi Aplikasi agens hayati, misalnyaThichodermaspp.,

Gliocladiumsp.,Pseudomonas fluorescent, Bacillus subtilissebelum/pada saat tanam (1 kg/lubang tanam) yang diintroduksi bersama dengan kompos dengan perbandingan 1 : 10, atau pada bibit (100 g/bibit);

5 Kimia Semua alat yang digunakan didisinfektan dengan kloroks 1% (Bayclean yang diencerkan 1 : 5), atau dicuci bersih dengan sabun.


(27)

4.

Trichoderma harzianum

Menurut Deptan (2007c), jamur ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Fungi

Division : Ascomycota Sub Division : Pezizomycotina Class : Sordariomycetes Order : Hypocreales Family : Hypocreaceae Genus : Trichoderma

Species :Trichoderma harzianum

Trichoderma spp merupakan jamur saprofitik yang hidup dalam tanah, serasah, dan kayu mati. Jamur ini hidup di berbagai tempat, mudah ditemukan, berkembang dengan cepat dan diantaranya mampu membunuh jamur lain, seperti : Rhizoctonia solani, Fusarium oxysporum, Rigidoporus lignosus, Pythium sp., Gloeosporum sp., Sclerotinia sp., Sclerotium sp., Phytophthora sp., dan jamur patogen tular tanah lainnya. Jamur ini menyukai tanah masam untuk pertumbuhannya. Pertumbuhan optimum terjadi pada pH 3,5 6,5. Dalam keadaan lingkungan yang kurang baik, miskin hara atau kekeringan, Trichoderma akan membentuk klamidospora sebagai propagul untuk bertahan. Propagul ini akan tumbuh dan berkembang biak kembali apabila lingkungan kembali normal. Hal ini berarti dengan sekali aplikasi saja Trichoderma akan tinggal di dalam tanah untuk selamanya (Sinulingga, 1989).


(28)

antibiosis dan lisis. Kemampuan antagonis ini disebabkan oleh beberapa kegiatan, yaitu :

a. Kegiatan kompetisi, pemakaian sumber energi yang sama yang diberikan dalam media.

b. Kegiatan antibiosis, pengeluaran antibiotik atau metabolisme yang menghambat kegiatan parasit.

c. Penghancuran dinding miselium parasit, dapat dihubungkan dengan keberadaan enzim  (1-3) glukanase, ekstraseluler-kitinase akibat memarasit secara langsung terhadap patogen (Chet, 1987).

Gambar 5.Trichoderma harzianum.a. Konidiofor. b. Sel-sel pembentuk konidia. c. Konidia (Sumber : Gandjar, dkk, 1999).

Miselium T. harzianum mempunyai hifa bersepta, bercabang-cabang, dinding sel licin, tidak berwarna, diameter 1,5 12 m. Percabangan hifa membentuk sudut siku-siku pada cabang utama. Cabang-cabang utama konidiofor berdiameter 4,5 5,0 m dan menghasilkan banyak cabang-cabang sisi yang dapat tumbuh satu-satu, tetapi sebagian besar berbentuk dalam kelompok yang agak longgar dan kemudian berkembang menjadi daerah-daerah seperti cincin. Pada ujung konidiofor terbentuk konidiospora berjumlah 1 5, berbentuk pendek,


(29)

dengan kedua ujung meruncing dibandingkan dengan bagian tengah, berukuran 5 7 x 3 3,5 m. Di ujung konidiospora terdapat konidia berbentuk bulat, berdinding rata dan berwarna hijau suram, hijau keputihan, hijau terang, atau agak kehijauan (Deptan, 2007c).

Trichoderma spp menghasilkan antibiotik viridin, gliotoxin, paracelsin, alamethilin atau triochotoxin yang dapat menghancurkan sel jamur, dan enzim  (1-3) glukanase dan kitinase yang dapat menghasilkan lisis terhadap dinding jamur lain. Trichoderma spp memarasit miselium jamur lain dengan menembus dinding sel yang masuk ke dalam sel untuk mengambil makanan dari dalamnya sehingga jamur menjadi mati. Dalam kompetisi, Trichoderma spp mempunyai kemampuan untuk memperebutkan tempat dan sumber makanan dalam tanah atau di sekitar perakaran tanaman (rizosfer) (Deptan, 2007c).


(30)

III. METODE PENELITIAN

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Lahan Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara, Medan, pada ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut (dpl). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2008 sampai dengan Agustus 2008.

2. Bahan dan Alat

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit bawang merah (varietas kuning), top soil, pupuk kandang (kotoran sapi), pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk KCl, air, polibag, Previcur N (bahan aktif Propamakarb hidroklorida), Trichoderma harzianum, Fusarium oxysporum, Khlorox 1%, Aquades, Potato Dextrose Agar (PDA).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, papan nama, polibag, gembor, timbangan, Haemocytometer, shaker, pH meter, Erlenmeyer, pipet tetes, jarum oase, pinset, inkubator, pisau, meteran, mikroskop, objek glass, petridish, isolatip, kertas tissue, kertas saring, handsprayer, ayakan tanah, kukusan tanah, tali pelastik, gunting, kalkulator, dan alat tulis.

3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lapangan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non-faktorial yang terdiri atas 5 perlakuan.

Adapun perlakuan yang diuji adalah :

A0 = Kontrol


(31)

A2 = KerapatanT. harzianum106 konidia/liter air A3 = KerapatanT. harzianum108 konidia/liter air A4 = KerapatanT. harzianum1010konidia/liter air Jumlah Perlakuan (t) = 5

Jumlah Ulangan (r) = 5 (t - 1) (r 1) ≥15 (5 1) (r 1) 15

4r 4 15

4r = 19 r = 5

Model linier dari rancangan yang digunakan adalah :

Yij = +

i +

ij +

ij

Keterangan :

Yij =Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

= Rataan umum

i

= Pengaruh perlakuan ke-i

ij

= Pengaruh kelompok ke-j

ij

= Pengaruh galat percobaan dari setiap satuan percobaan pada ulangan yang ke-j dan perlakuan ke-i

(Bangun, 1990).

Jumlah perlakuan = 5 perlakuan


(32)

Jumlah tanaman per polibag = 1 tanaman

Jumlah plot = 25 plot

Jumlah sampel yang diamati = 4 tanaman/plot Jumlah tanaman sampel seluruhnya = 100 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya = 100 tanaman

Ukuran plot = 2500 cm2(50 cm x 50 cm)

Ukuran lahan seluruhnya = 35,75 m2(550 cm x 650 cm)

Jarak antar perlakuan = 50 cm

Jarak antar ulangan = 75 cm

Jarak antar polibag = 20 cm x 20 cm

4. Pelaksanaan Penelitian

a. Penyediaan Sumber inokulumFusarium oxysporum

Sumber inokulum diambil dari tanaman bawang merah yang terserang patogen F. oxysporum. Bagian tanaman yang terinfeksi dibersihkan dengan aquades steril, lalu dipotong-potong (0,5 x 0,5 cm), kemudian disterilisasikan permukaannya dengan menggunakan khlorox 1 % selama 2 menit. Dibilas dengan aquades steril sebanyak 3 kali. Selanjutnya potongan tanaman tersebut dikeringkan di atas kertas tissue. Potongan tersebut kemudian ditanam dalam cawan petri yang berisi PDA, kemudian cawan petri tersebut ditutup rapat-rapat, direkatkan menggunakan isolatip dan disimpan dalam inkubator.

Setelah miselium tumbuh, miselium tersebut diperiksa dengan menggunakan mikroskop, kemudian miselium dari jamur F. oxysporum diisolasi kembali untuk mendapatkan biakan murni.


(33)

b. Persiapan Media Tanam

Tanah top soil dan pupuk kandang (kotoran sapi) yang akan digunakan (2 : 1) diayak terlebih dahulu, kemudian diletakkan pada tempat yang terlindung. Kemudian media campuran tersebut disterilkan dengan menggunakan uap air panas untuk membunuh patogen/mikroorganisme yang terdapat pada media tanam. Sterilisasi uap air panas dilakukan dengan menggunakan drum pengkukus pada suhu 120o C dan tekanan 1,2 atm selama ± 1 jam. Media yang telah dipanaskan dikeluarkan dari kukusan, lalu dikering-anginkan di atas alas pelastik di ruangan tertutup sampai dingin. Kemudian media tanam tersebut diberi kompos 50 gr/polibag, dan pupuk TSP 3 gr/polibag, kemudian diaduk rata. Hal ini bertujuan agar unsur hara yang diberikan merata pada masing-masing polibag. Setelah itu, tanah tersebut dimasukkan ke dalam polibag ukuran 5 kg setinggi 2/3 dari polibag. Polibag-polibag yang telah diisi tanah tersebut kemudian disusun rapi pada lahan yang sebelumnya telah dibersihkan dari gulma atau sisa-sisa tanaman. Jarak antar polibag adalah 20 cm x 20 cm, jarak antar perlakuan 50 cm, jarak antar ulangan 75 cm, sehingga luas seluruh lahan 550 cm x 650 cm (35,75 cm2).

c. Pengukuran pH tanah

Pengukuran pH tanah dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama dilakukan setelah tanah disterilisasi. Tahap kedua dilakukan setelah pengaplikasian Trichoderma harzianum.

Pelaksanaan pengukuran pH tanah dilakukan dengan mengambil lima buah sampel pada masing-masing tahap. Pada masing-masing sampel diambil 10 gr


(34)

perbandingan 1 : 1, lalu digoncang dengan menggunakan shaker selama 15 menit. Setelah itu, pH tanah diukur dengan menggunakan pH meter.

d. Suspensi dan InokulasiF. oxysporum

Biakan murni dari F. oxysporum diberi aquades steril sebanyak 10 ml, kemudian miselium dari media PDA dikikis dengan menggunakan jarum oase sehingga bagian permukaan atas dari media terlepas. Lalu diguncang-guncang dengan menggunakan shaker selama 15 menit, dengan kecepatan 100-150 rotasi permenit (rpm) agar media tercampur dengan larutan air. Setelah itu, suspensi disaring dengan menggunakan kertas saring. Suspensi diambil 1ml dan diteteskan di atas Haemocytometer dengan menggunakan pipet tetes. Dibiarkan ruangan Haemocytometer dipenuhi oleh suspensi jamur. Setelah merata, diletakkan penutup Haemocytometer ke atas permukaan hitung Haemocytometer. Dihitung jumlah konidia pada setiap kotak contoh yang berisi 16 kotak kecil, lalu dihitung kerapatan konidia jamur. Suspensi miselium yang telah dihitung kerapatan konidianya ini kemudian diencerkan, sehingga diperoleh kerapatan konidia yang diinginkan, yaitu sebesar 106konidia/liter air (cara perhitungan dapat dilihat pada lampiran 4).

Suspensi miselium tersebut diambil sebanyak 10 ml dan dicampurkan dengan 1 liter air, sehingga diperoleh konsentrasi yang siap diaplikasikan, yaitu 10 ml suspensiF. oxysporum/liter air.

Inokulasi F. oxysporum dilakukan pada tanah yang dilakukan dengan cara disemprotkan dengan menggunakan handsprayer sebanyak 10 ml suspensi F. oxysporum/liter air pada masing-masing polibag, dengan kerapatan 106konidia/liter air. Inokulasi dilakukan 2 minggu sebelum tanam.


(35)

e. Penanaman

Sebelum ditanam, pada benih bawang merah terlebih dahulu dilakukan perlakuan seed treatment selama lebih kurang 10 menit dengan menggunakan fungisida sistemik dengan nama dagang Previcur N (bahan aktif Propamakarb hidroklorida), dengan konsentrasi 0,1 % untuk 1 kg bibit bawang merah.

Selanjutnya, bibit bawang merah ditanam ke dalam polibag dengan menggunakan tugal kecil, benih ditanam 2 biji/lubang. Jarak antar polibag adalah 20 x 20 cm2, yaitu jarak antar dalam baris 20 cm, dan jarak antar baris 20 cm. Jumlah populasi tanaman bawang merah dalam satu plot 4 tanaman. Dua minggu setelah tanam dilakukan pemilihan tanaman yang sehat dengan satu tanaman/polibag.

f. PengaplikasianTrichoderma harzianum

Sebelum pengaplikasian dilakukan, terlebih dahulu diambil 10 gr Trichoderma dilarutkan dalam 100 ml air (aquadest), disentifuge dengan kecepatan 100-150 rpm sampai konidia jamur lepas (±15 menit), sehingga konidia jamur tercampur dengan larutan air. Suspensi ini disaring dengan menggunakan kertas saring. Suspensi diambil 1 ml dan diteteskan di atas Haemocytometer dengan menggunakan pipet tetes. Dibiarkan ruangan Haemocytometer dipenuhi oleh suspensi jamur. Setelah merata, diletakkan penutup Haemocytometer ke atas permukaan hitung Haemocytometer. Dihitung jumlah konidia pada setiap kotak contoh yang berisi 16 kotak kecil, lalu dihitung kerapatan konidia jamur. Suspensi miselium yang telah dihitung kerapatan konidianya ini kemudian diencerkan, sehingga diperoleh kerapatan konidia yang diinginkan, yaitu sebesar


(36)

104 konidia/liter air, 106 konidia/liter air, 108 konidia/liter air, dan 1010konidia/liter air.

Suspensi miselium pada masing-masing kerapatan tersebut diambil sebanyak 50 ml dan dicampurkan dengan 1 liter air, sehingga diperoleh konsentrasi yang siap diaplikasikan, yaitu 50 ml suspensiTrichoderma/liter air.

Pengalikasian Trichoderma ini dilakukan 1 minggu setelah tanam, yaitu dengan menyemprotkan suspensi Trichoderma tersebut pada tanah yang telah dimasukkan ke dalam polibag dengan menggunakan Handsprayer sebanyak 50 ml suspensi Trichoderma/liter air pada masing-masing polibag (disesuaikan dengan perlakuan).

g. Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiangan dan penyiraman. Penyiraman mulai dilakukan sejak penanaman, dilakukan setiap hari sekali (pagi atau sore hari). Kecuali pada saat keadaan cuaca panas dan tanah terlalu kering, dapat dilakukan penyiraman dua kali sehari, yaitu pagi dan sore hari.

Penyiangan dilakukan sedini mungkin karena akar bawang merah yang masih muda sukar untuk bersaing dengan gulma. Penyiangan biasanya dilakukan 2 kali, yaitu 2 atau 4 minggu setelah tanam, bersamaan dengan pemupukan.

h. Pemupukan

Pemupukan dilakukan untuk menyediakan zat-zat hara bagi tanaman. Zat hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak terdiri dari Nitrogen (N), Posfor (P), dan Kalium (K).


(37)

Pupuk dasar yang diberikan terdiri atas pupuk kandang 50 gr/polibag dan pupuk TSP 3 gr/polibag. Pupuk ini diaduk rata dengan media tanah pada saat pengisian polibag.

Setelah penanaman, pupuk yang diberikan adalah pupuk urea 4 gr/polibag dan pupuk KCl 2 gr/polibag. Pupuk Urea diberikan 2 kali. Pemberian pertama dilakukan 10 Hari Sesudah Tanam (HST) sebanyak setengah dari dosis anjuran, yaitu 2 gr/polibag. Kedua 25 HST sebanyak setengah dosis anjuran, yaitu 2 gr/polibag. Pemupukan diberikan dengan cara ditaburkan pada masing-masing tanaman/polibag.

i. Panen

Pemanenan dilakukan setelah tanaman tua dan menguning dengan umur  60 hari setelah tanam. Kriteria tanaman yang sudah dapat dipanen yaitu daun telah kering dan menguning (sekitar 70-80% dari jumlah tanaman), pangkal batang mengeras, sebagian umbi telah tersembul di atas permukaan tanah.

j. Peubah Amatan

1. Persentase Serangan Pada Daun Bawang Merah (%)

Pengamatan terhadap persentase serangan pada daun bawang merah dilakukan pada saat tanaman berumur 10 hari sampai tanaman berumur 60 hari. Pengamatan dilakukan seminggu sekali, yaitu dengan menghitung jumlah tanaman yang terserang dan jumlah tanaman sehat per plot contoh, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

P = x 100% Keterangan :

a N


(38)

a = Jumlah tanaman yang terserang/plot contoh N = Jumlah tanaman/plot contoh

(Moekasan,dkk, 2000).

2. Intensitas Serangan Pada Umbi Bawang Merah (%)

Pengamatan terhadap intensitas serangan pada umbi bawang merah dilakukan setelah panen dengan cara membongkar tanaman. Pengamatan dilakukan dengan mengamati gejala serangan yang terdapat pada bonggol umbi. Kemudian dilakukan penghitungan Intensitas Serangan Umbi dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

IS =

x100%

Keterangan :

IS = Intensitas Serangan (%)

n = Jumlah umbi yang memiliki nilai kerusakan (skor) yang sama

v = Nilai atau skor kerusakan yang ditetapkan berdasarkan persentase kerusakan umbi, yaitu :

0 = Tanaman Sehat

1 = Persentase kerusakan umbi > 0 10 % 2 = Persentase kerusakan umbi > 10 20 % 3 = Persentase kerusakan umbi > 20 40 % 4 = Persentase kerusakan umbi > 40 60 % 5 = Persentase kerusakan umbi > 60 100% Z = Nilai kerusakan tertinggi (V = 5)

N = Jumlah umbi yang diamati (Abadi, 2003).

(n x v) N x Z


(39)

3. Produksi Umbi Bawang Merah (Kg/Plot)

Produksi dihitung dengan menimbang berat bawang (kg) yang dipanen dari setiap plot perlakuan. Umbi yang ditimbang adalah umbi bawang sehat dan yang terserang penyakit layu Fusarium.


(40)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Persentase Serangan Pada Daun Bawang Merah (%)

Hasil pengamatan persentase serangan penyakit layu Fusarium pada setiap pengamatan mulai pengamatan 3 - 8 dapat dilihat pada lampiran 5 - 10. Dari hasil analisa sidik ragam dapat dilihat adanya perbedaan nyata dan sangat nyata antar perlakuan. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda nyata dan sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Uji Beda Rataan Persentase Serangan (%) Penyakit Layu Fusarium Pada Minggu I-VIII

Perlakuan III IV PengamatanV VI VII VIII A0 A1 A2 A3 A4 15 a 0 b 5 a 0 b 0 b 40 A 20 B 10 B 0 C 0 C 70 A 50 B 40 B 0 C 5 C 85 A 60 B 55 B 5 C 10 C 90 A 70 B 60 B 5 C 10 C 90 A 80 A 60 B 5 C 10 C

Keterangan : Angka dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (notasi huruf kecil) dan tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1% (notasi huruf besar) menurut Uji Jarak Duncan.

Rata-rata persentase serangan hasil pengamatan III (Tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan A1, A3, dan A4 berbeda nyata dengan perlakuan A0 dan A2, dimana persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan A0, sebesar 15%, kemudian perlakuan A2 sebesar 5%, sedangkan yang terendah pada perlakuan A1, A3 dan A4 sebesar 0%.

Rata-rata persentase serangan hasil pengamatan IV (Tabel 1) menunjukkan bahwa semua perlakuan berbeda sangat nyata terhadap A0, dimana persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar 40%, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan A3 dan A4 sebesar 0%.


(41)

Rata-rata persentase serangan hasil pengamatan V (Tabel 1) menunjukkan bahwa semua perlakuan berbeda sangat nyata terhadap A0, dimana persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar 70%, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan A3 sebesar 0%.

Rata-rata persentase serangan hasil pengamatan VI - VII (Tabel 1) menunjukkan bahwa semua perlakuan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A0, dimana persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar 90% pada pengamatan VII sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan A3 sebesar 5%.

Rata-rata persentase serangan hasil pengamatan VIII (Tabel 1) menunjukkan bahwa semua perlakuan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A0 dan A1, dimana persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar 90% pada pengamatan VII sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan A3 sebesar 5%.

Dari Tabel 1, terlihat bahwa pemberian jamur antagonisme T. harzianum dapat menghambat pertumbuhanF.oxysporum Schlecht. f.sp.cepae(Hanz.) Snyd. et Hans. Keadaan ini ditunjukkan oleh rendahnya persentase serangan penyakit layu Fusarium pada masing-masing perlakuan. Persentase serangan penyakit tertinggi pada perlakuan A2 sebesar 60%, A3 sebesar 5 %, dan A4 sebesar 10 %, dibandingkan perlakuan A0 sebesar 90% dan A1 sebesar 80%. Hal ini dikarenakan jamur antagonisme T. harzianum dapat menekan perkembangan jamur F.oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et Hans. Hal ini sesuai dengan Sinulingga (1989) yang menyatakan bahwa Trichoderma dapat


(42)

0 0 15 40 70 85 90 90

0 0 0

20 50 60 70 80 0 0 5 10 40 55 60 60

0 0 0 0 0

5 5 5

0 0 0 0

5

10 10 10

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

I II III IV V VI VII VIII

Pengamatan Pe rs en ta se S er an ga n (% )

A0 A1 A2 A3 A4

merupakan mekanisme pengendalian hayati, yang berlangsung dengan cara antibiosis, parasistisme, dan kompetisi.

Gambar 6. Histogram Pengaruh KerapatanT. harzianumTerhadap Persentase Serangan

Penyakit Layu Fusarium(F.oxysporumSchlecht. f.sp.cepae(Hanz.) Snyd.etHans.)

Dari histogram di atas dapat dilihat bahwa persentase serangan penyakit layu Fusarium tertinggi terdapat pada perlakuan A0, sebesar 90% pada pengamatan VII dan VIII. Hal ini menunjukkan bahwa serangan penyakit layu Fusarium sangat tinggi di lapangan. Tingginya serangan dimulai dari pengamatan III dan terus meningkat hingga pengamatan VIII. Pada perlakuan A3 dan A4 mampu menekan serangan penyakit 80% hingga 85%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Moekasan, dkk, (2000) yang menyatakan bahwa tanaman yang terinfeksi melalui bibit, gejala serangan mulai terlihat pada umur 7 - 14 hari setelah tanam. Sedangkan jika terinfeksi melalui tanah, gejala serangan mulai terlihat pada umur > 30 hari sesudah tanam.

Dari histogram di atas dapat dilihat bahwa persentase serangan penyakit layu Fusarium pada perlakuan A3 (kerapatan T. harzianum 108 konidia/liter air)


(43)

lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan A4 (kerapatan T. harzianum 1010 konidia/liter air). Hal ini disebabkan pengaruh faktor lingkungan (terutama pengaruh curah hujan dan ketersediaan kandungan air) yang berpengaruh terhadap perkembangan F.oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et Hans., berbeda pada masing-masing polibag. Pada saat penelitian dilaksanakan, keadaan curah hujan pada bulan Juni-Agustus 2008 selalu berubah-ubah (Lihat Lampiran 17). Ditambah lagi penyiraman yang dilakukan menggunkan gembor dengan ukuran 1 gembor yang berukuran standard/4 polibag. Hal ini sesuai dengan literatur Walker (1969) yang menyatakan bahwa penyakit ini dapat berkembang dengan baik pada suhu tanah 21-33oC. Suhu optimumnya adalah 28o C. Sedangkan curah hujan dan kelembaban tanah yang membantu tanaman, ternyata juga membantu perkembangan penyakit. Curah hujan yang dikehendaki adalah 1.500 - 2.500 mm/tahun. Penyakit ini juga dapat berkembang dengan baik pada kelembaban 70 90%.

2. Intensitas Serangan Pada Umbi Bawang Merah (%)

Hasil pengamatan intensitas serangan penyakit layu Fusarium dapat dilihat pada lampiran 13. Dari hasil analisa sidik ragam dapat dilihat adanya perbedaan yang sangat nyata antar perlakuan. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.


(44)

Tabel 2. Uji Beda Rataan Intensitas Serangan (%) Penyakit Layu Fusarium Setelah Panen

Perlakuan Rataan

A0 A1 A2 A3 A4

77,83 A 54,31 B 48,86 B 1,73 C 5,32 C

Keterangan : Angka dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1% (notasi huruf besar) menurut Uji Jarak Duncan.

Dari tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata persentase serangan pada semua perlakuan (A1, A2 A3, dan A4) berbeda sangat nyata dengan perlakuan A0, dimana persentase serangan tertinggi terdapat pada perlakuan A0, sebesar 77,83%, sedangkan yang terendah pada perlakuan A1, A3 dan A4 sebesar 1,73%.

Dari tabel 2 di atas dapat juga dilihat bahwa perlakuan A3 berpengaruh sangat nyata terhadap perlakuan A0, A1, dan A2. Tetapi perlakuan A3 tidak berpengaruh sangat nyata terhadap perlakuan A4. Intensitas serangan penyakit pada perlakuan A0, sebesar 77,83%, A1 sebesar 54,31%, A2 sebesar 48,86, A3 sebesar 1,73%, dan A4 sebesar 5,32%.

Dari tabel 2 juga terlihat bahwa pemberian T. harzianum dengan kerapatan 108 konidia/liter air dan 1010 konidia/liter air lebih efektif untuk mengendalikan layu fusarium bila dibandingkan dengan pemberian T. harzianum dengan kerapatan 104 konidia/liter air dan 106 konidia/liter air. Keadaan ini ditunjukkan oleh rendahnya intensitas serangan penyakit pada perlakuan A3 (kerapatanT. harzianum108konidia/liter air) sebesar 1,73% dibandingkan dengan perlakuan A0 (kontrol) sebesar 77,83%. Berdasarkan uji beda jarak rata-rata Duncan, semua perlakuan berbeda sangat nyata. Hal ini terjadi karena jamur T. harzianum dapat hidup pada berbagai kondisi lingkungan yang kurang baik, dan mempunyai pertumbuhan yang cepat pada tanah. Dalam proses kompetisi,


(45)

77,83 54,31 48,86 1,73 5,32 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

A0 A1 A2 A3 A4

Perlakuan In te ns ita s Se ra ng an

Trichoderma memiliki kemampuan memperebutkan tempat dan sumber makanan dalam tanah atau sekitar perakaran tanaman (rizosfer). Hal ini sesuai dengan pendapat Sinulingga (1989) yang menyatakan bahwa dalam keadaan lingkungan yang kurang baik, miskin hara atau kekeringan, Trichoderma akan membentuk klamidospora sebagai propagul untuk bertahan. Propagul ini akan tumbuh dan berkembang biak kembali apabila lingkungan kembali normal.

Gambar 7. Histogram Pengaruh KerapatanT. harzianumTerhadap Intensitas Serangan Penyakit

Layu Fusarium(F.oxysporumSchlecht. f.sp.cepae(Hanz.) Snyd.etHans.)

Dari histogram di atas dapat dilihat bahwa intensitas serangan penyakit layu Fusarium tertinggi terdapat pada perlakuan A0, sebesar 77,83%, dan terendah terdapat pada perlakuan A3, sebesar 1,73%. Hal ini menunjukkan bahwa serangan penyakit layu Fusarium sangat tinggi di lapangan. Namun, dalam serangan penyakit yang sangat tinggi ini pada perlakuan A3 dan A4 mampu menekan serangan penyakit 72,51% hingga 76,10%. Hal ini dapat terjadi karena Trichoderma memperebutkan tempat dan sumber makanan dalam tanah atau sekitar perakaran tanaman (rizosfer), mengeluarkan antibiotik atau metabolisme yang menghambat kegiatan F.oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et Hans., dan menghancurkan dinding miselium parasit, yang dapat dihubungkan


(46)

memarasit secara langsung terhadap patogen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chet (1987) yang menyatakan bahwa di alam, jamur antagonis dapat berinteraksi dengan jamur lain yang diekspresikan dalam aktifitas mikoparasitisme (hiperparasitisme), kompetisi, serta antibiosis dan lisis.

Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa adanya hubungan antara data persentase serangan pada daun dan intensitas serangan pada umbi. Pada tabel 1 (Pengamatan VIII) menunjukkan bahwa rata-rata persentase serangan pada daun untuk perlakuan A0 sebesar 90%, A1 sebesar 80%, A2 sebesar 60%, A3 sebesar 5%, dan A4 sebesar 10%. Pada tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata intensitas serangan pada umbi untuk perlakuan A0 sebesar 77,83%, A1 sebesar 54,31%, A2 sebesar 48,86%, A3 sebesar 1,73%, dan A4 sebesar 5,32%.

3. Produksi Umbi Bawang Merah (Kg/Plot)

Hasil pengamatan produksi umbi bawang merah dapat dilihat pada lampiran 14 di bawah ini. Dari hasil analisa sidik ragam, dapat dilihat adanya perbedaan yang sangat nyata antar perlakuan. Untuk mengetahui perlakuan mana yang sangat nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Uji Beda Produksi Umbi Bawang Merah (Kg/Plot)

Perlakuan Rataan

A0 A1 A2 A3 A4

0,05 B 0,18 B 0,21 B 0,48 A 0,49 A

Keterangan : Angka dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda sangat nyata pada taraf 1% (notasi huruf besar) menurut Uji Jarak Duncan.

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa produksi tertinggi terdapat pada perlakuan A4 sebesar 45 kg/plot, dan produksi terendah terdapat pada perlakuan A0 sebesar


(47)

0,05 0,18 0,21 0,48 0,49 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

A0 A1 A2 A3 A4

Perlakuan P ro du ks i U m bi (K g/ P lo t)

0,06 kg/plot. Hal ini terjadi karena persentase serangan dan intensitas serangan layu Fusarium pada A4 sangat rendah.

Pada tabel 3 di atas menunjukkan bahwa produksi umbi bawang merah pada perlakuan A4 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A2, A1, dan A0 tetapi tidak berbeda sangat nyata terhadap perlakuan A3. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan A4 yaitu sebesar 0,49 kg/plot dan produksi terendah terdapat pada perlakuan A0 yaitu sebesar 0,05 kg/plot. Perlakuan A0 (kontrol) tanpa perlakuan mengakibatkan F.oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et Hans., terus menyerang tanaman bawang merah yang akhirnya tanaman menjadi mati. Pada perlakuan A4 produksi lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan persentase dan intensitas serangan layu Fusarium pada perlakuan A4 sangat rendah.

Gambar 7. Histogram Pengaruh KerapatanT. harzianumTerhadap Produksi Umbi Bawang Merah

Dari histogram di atas dapat dilihat bahwa rata-rata produksi tertinggi terdapat pada perlakuan A4 sebesar 0,49 kg/plot, dan yang terendah terdapat pada


(48)

Dari histogram di atas dapat dilihat bahwa persentase dan intensitas serangan layu Fusarium pada perlakuan A4 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A3. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jumlah umbi pada masing-masing tanaman bawang merah. Hal ini sesuai dengan literatur Sunarjono,dkk(1995) yang menyatakan bahwa jumlah umbi pada masing-masing tanaman bawang merah varietas kuning adalah 7-12 umbi/tanaman.

Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa adanya hubungan antara data persentse serangan pada daun, intensitas serangan pada umbi, dan produksi umbi. Pada tabel 1 (Pengamatan VIII) menunjukkan bahwa rata-rata persentase serangan pada daun untuk perlakuan A0 sebesar 90%, A1 sebesar 80%, A2 sebesar 60%, A3 sebesar 5%, dan A4 sebesar 10%. Pada tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata intensitas serangan pada umbi untuk perlakuan A0 sebesar 77,83%, A1 sebesar 54,31%, A2 sebesar 48,86%, A3 sebesar 1,73%, dan A4 sebesar 5,32%. Pada tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata produksi umbi untuk perlakuan A0 sebesar 0,05 kg/plot, A1 sebesar 0,18 kg/plot, A2 sebesar 0,21 kg/plot, A3 sebesar 0,48 kg/plot, dan A4 sebesar 0,49 kg/plot. Pada perlakuan A3 dan A4 dilihat bahwa rata-rata persentase serangan dan intensitas serangan pada perlakuan A3 lebih besar dibandingkan dengan perlakuan A4, tetapi rata-rata produksi umbi pada perlakauan A3 sedikit lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan A4. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jumlah umbi yang dihasilkan tanaman.


(49)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Persentase serangan penyakit layu Fusarium (F.oxysporum Schlecht. f.sp.cepae (Hanz.) Snyd. et Hans.) tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar 90%, dan persentase serangan terendah terdapat pada perlakuan A3 dan A4 sebesar 0%. 2. Intensitas serangan penyakit layu Fusarium (F.oxysporum Schlecht. f.sp. cepae

(Hanz.) Snyd. et Hans.) tertinggi terdapat pada perlakuan A0 sebesar 77,83%, dan intensitas serangan terendah terdapat pada perlakuan A4 sebesar 1,73%. 3. Produksi umbi bawang merah tertinggi terdapat pada perlakuan A4 sebesar

0,49 kg/plot, dan produksi terendah terdapat pada perlakuan A0 sebesar 0,05 kg/plot.

4. Kerapatan T. harzianum yang efektif mengendalikan serangan penyakit layu Fusarium (F.oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et Hans.) adalah perlakuan A3 (kerapatan T. harzianum 108 konidia/ liter air), kemudian perlakuan A4 (kerapatanT. harzianum1010konidia/ liter air).

5. Serangan Fusarium oxysporum Schlecht. f.sp. cepae (Hanz.) Snyd. et Hans. pada tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.) dapat ditekan dengan penggunaanTrichoderma harzianum.

Saran

Melihat kemampuan jamur antagonis T. harzianum dalam mengendalikan penyakit layu Fusarium (F.oxysporumSchlecht. f.sp.cepae(Hanz.) Snyd.etHans.) pada tanaman bawang merah, perlu dilakukan pengujian lebih lanjut mengenai


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, A.L., 2003.Ilmu Penyakit Tumbuhan III.Bayumedia Publishing. Malang. Hlm. 33.

Bangun, M. K., 1990.Rancangan Percobaan.Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Hlm. 23-24.

BPT-Sumbar, 2007.Penyakit Busuk Umbi Bawang. Diakses dari http://bpt-sumbar.go.id/tp.opt/peny-fusa-bawangmerah.htm. Tanggal 22 Desember 2007.

Chet, I. 1987.Innovative Approaches to Plant Disease Control.John Willey and Sons. New York.

Deptan, 2007a.Bawang Merah.Diakses dari :

http://www.deptan.go.id/ditlinhorti/komoditas/bawangmerah.html. Tanggal 21 Februari 2007

Deptan, 2007b.Penyakit Layu Fusarium pada Bawang Merah.Diakses dari : http://www.deptan.go.id/ditlinhorti/opt/bawangmerah/fusarium.html. yang direkam pada 8 Nov 2007 20:04:51 GMT.

Deptan, 2007c.Trichoderma.Diakses dari :

http://www.deptan.go.id/ditlinhorti/trc/penyakit_01.htmlyang direkam pada 25 Jul 2007.

Gandjar, I., R. A. Samson, K.T. Vermeulen, A. Oetari, dan I. Santoso, 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum.Yayasan Obor Indonesia. Universitas Sumatera Utara, University of Indonesia Culture Collection. Depok.

Indonesia. Centra albureau Voor Schimmelcultures. Boarn. The Netherland. Hlm.66-67, 120-121.

Litbang, 2007a.Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah.Diakses darihttp://www.litbang.anonim.go.id/special/komoditas/bawangmerah

Tanggal 21 Februari 2007.

Litbang, 2007b.Bawang Merah.Diakses dari

http://www.litbang.or.id/agro/bawangmrh/wgm-biologi.html. Tanggal 21 Februari 2007

Moekasan, T. K., L. Prabaningrum,danMeitha, L. 2000.Bawang Merah dan Cabai.Penerapan PHT. Pada Sistem Tanaman Tumpang Gilir.Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Hlm. 8-10, 30.


(51)

Nazaruddin, 1999.Sayuran Dataran Rendah.Budi Daya dan Pengaturan Panen. Penebar Swadaya. Jakarta. Hlm. 55.

Rahayu, E.danN. Berlian V. A., 1999.Bawang Merah.Penebar Swadaya. Jakarta. Hlm. 4, 6, 11, 17.

Rukmana, R., 1994.Bawang Merah.Budidaya dan Pengolahan Pascapanen. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hlm. 15-18.

Sinulingga, W. 1989.Trichoderma dan Gliocladium.Biologi,Ekologi, dan Potensi Sebagai Biokontrol.Pusat Penelitian Perkebunan Sungai Putih. Galang. Sugiyarto, M., E. Widajati, B. Santosa, D. Siswanto, 2000.Prosiding Seminar Hasil

Penelitian/Pengkajian Teknologi Pertanian Mendukung Ketahanan Pangan Berwawasan Agribisnis.Malang, 8 9 Agustus 2000. Balai Penelitian

Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Hlm. 86.

Sunarjono, H., 2006.Bertanam 30 Jenis Sayur.Penebar Swadaya. Jakarta. Hlm. 132.

Sunarjono, H. H., Suwandi, A. H. Permadi, F. A. Bahar, S. Sulihanti, dan W. Broto, 1995.Teknologi Produksi Bawang Merah.Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Hlm. 43, 63-65.

Syaifuddin, 1992.Pengelolaan Laboratorium.Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia (AP3I). Pusat Penelitian Perkebunan Sei Putih. Galang. Deli Serdang. Sumatera Utara.

Walker, J. C., 1969.Plant Pathology.Mc. Graw Hill, Inc. New York. P.300. Waspada, 2007.Bawang Merah dan Pestisida.Diakses dari

http://www.waspada.co.id/serba-serbi/kesehatan/artikelphp?article-id=7849811. Tanggal 21 Februari 2007.

Wibowo, S., 1999.Budidaya Bawang.Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay. Penebar Swadaya, Jakarta. Hlm. 93.

Winarto, L., Harahap, S. M., Haloho, L., Nainggolan, P., Agriawati, D. P., Mardiana, Handayani, T., dan Sidabutar, G., 2007.Uji Adaptasi Varietas Unggul dan Rakitan Teknologi Bawang Merah di Sumatera Utara.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara. Balai Besar Pengkajian dan

Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Medan. Hlm. 9.


(52)

Wiyatiningsih, S., 2007.Pergiliran Tanaman Hindarkan Bawang Merah Dari Penyakit Moler.Portal Universitas Gadjah Mada © Universitas Gadjah Mada. Kontak webmaster:

webugm@ugm.ac.id <mailto:webugm@ugm.ac.id> Wordpress, 2007.Penyakit Bawang Merah.Diakses dari

http://www.wordpress.petanidesa.com/2007/02/05/penyakit-bawang-merah.htm. Diakses tanggal 21 Februari 2007.


(53)

20 cm 20 cm

50 cm

75 cm

U

Lampiran 1. Bagan Penelitian

I

II

Keterangan :

= tanaman bawang merah di dalam polibag

I

=ulangan pertama


(54)

U

Lampiran 2. Bagan Perlakuan

I IV II III V

Keterangan :

A0 = Kontrol

A1 = KerapatanT. harzianum104 konidia/ liter air A2 = KerapatanT. harzianum106 konidia/ liter air A3 = KerapatanT. harzianum108konidia/ liter air A4 = KerapatanT. harzianum1010konidia/ liter air

Jumlah perlakuan = 5 perlakuan

Jumlah ulangan = 5 ulangan

Jumlah polibag per plot = 4 polibag

Jumlah tanaman per polibag = 1 tanaman

Jumlah plot = 25 plot

Jumlah sampel yang diamati = 4 tanaman/plot Jumlah tanamaman sampel seluruhnya = 100 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya = 100 tanaman

Ukuran plot = 2500 cm2(50 cm x 50 cm)

Ukuran lahan seluruhnya = 35,75 m2(550 cmx 650 cm)

Jarak antar perlakuan = 50 cm

Jarak antar ulangan = 75 cm

Jarak antar polibag = 20 cm x 20 cm

A3 A0 A2 A1 A4 A2 A3 A3 A4 A1 A2 A1 A4 A0 A0 A0 A3 A1 A4 A1


(55)

Lampiran 3. Deskripsi Tanaman Bawang Merah Varietas Kuning

Asal : Lokal Brebes

Umur : Panen 56 66 hari

Tinggi Tanaman : 35,3 cm (33,7-36,9 cm) Kemampuan berbunga : Susah (alami)

Banyaknya anakan : 7 12

Bentuk daun : Silindris seperti pipa Warna daun : Hijau kekuning-kuningan

Banyak daun : 34-47

Bentuk bunga : seperti payung

Warna bunga : Putih

Banyak buah/tangkai : 70-96 (83)

Banyak bunga : 100-142 (121)

Bentuk biji : Bulat, gepeng, berkeriput

Warna biji : Hitam

Bentuk umbi : Bulat ujung meruncing

Warna umbi : Merah gelap

Produksi umbi : 14,4 ton/ha

Susut bobot umbi : 21,5-22,0% (basah-kering)

Ketahanan terhadap penyakit : Cukup tahan terhadap penyakit busuk umbi Botritis allii

Kepekaan terhadap penyakit : Peka terhadap penyakit busuk ujung daun Phytophthora porri

Keterangan : Baik untuk dataran rendah (Sunarjono, dkk, 1995).


(56)

I II

III

IV

V

Lampiran 4. Perhitungan Kerapatan Konidia Jamur Dengan Haemocytometer

Jumlah konidia jamur dapat dihitung dengan menggunakan alat hitung Haemocytometer.

Kotak I, II, III, IV, dan V adalah contoh kotak yang akan dihitung jumlah konidianya. Kotak ini terletak pada keempat sudutnya yang ditambahkan satu pada tengahnya. Setiap kotak berisi 16 kotak kecil. Pada alat hitung tertera standart yaitu :

L = 0,00025 mm2dan t = 0,1 mm, dimana L = Luas dan t = tinggi Maka isinya : L x t = 0,00025 mm2x 0,1 mm = 25 x 10-6mm3

Adapun cara kerjanya adalah sebagai berikut :

1. Diambil sebanyak 10 gr jamur yang telah diperbanyak dalam Potato Dextrose Agar (PDA).


(57)

t x d 0,25xn

2. Dimasukkan aquadest sebanyak 100 ml, dan dicampurkan ke dalam erlenmeyer.

3. Kemudian disentifuge dengan kecepatan 100-150 rpm sampai konidia jamur lepas sehingga diperoleh endapan pada erlenmeyer atau konidia jamur.

4. Suspensi disaring dan diambil 1 ml dan diteteskan di atas Haemocytometer dengan menggunakan pipet tetes. Dibiarkan ruangan Haemocytometer dipenuhi oleh suspensi jamur. Setelah merata, diletakkan penutup Haemocytometer ke atas permukaan hitung Haemocytometer.

5. Dihitung jumlah konidia pada setiap kotak contoh, yang berisi 16 kotak kecil.

6. Dihitung kerapatan konidia jamur dengan menggunakan rumus :

C= x106

Keterangan :

C = Kerapatan konidia

t =Banyaknya konidia yang dihitung

n = Banyaknya kotak kecil yang diamati (5 x 16 kotak = 80 kotak) d = Faktor pengenceran (d = 10 ml)


(58)

Lampiran 5

Rataan Persentase SeranganF. oxysporumPada Pengamatan I

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

A0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A4 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Total 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Rataan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Rataan Persentase SeranganF. oxysporum(%) Transformasi Arcsin x

Perlakuan I II UlanganIII IV V Total Rataan

A0 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55 32,75 6,55

A1 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55 32,75 6,55

A2 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55 32,75 6,55

A3 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55 32,75 6,55

A4 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55 32,75 6,55

Total 32,75 32,75 32,75 32,75 32,75 163,75

Rataan 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55

Daftar Analisis Sidik Ragam

SK dB JK KT Fh F.05 F.01

Ulangan 4 0,00 0,00 0,00 tn 3,01 4,77

Perlakuan 4 0,00 0,00 0,00 tn 3,01 4,77

Galat 16 0,00 0,00

Total 24 0,00

FK : 1072,56

KK : 0,00 %

Keterangan

: * = Nyata

** = Sangat Nyata tn = Tidak Nyata


(59)

Lampiran 6

Rataan Persentase SeranganF. oxysporumPada Pengamatan II

Perlakuan I II UlanganIII IV V Total Rataan

A0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A4 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Total 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Rataan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Rataan Persentase SeranganF. oxysporum(%) Transformasi Arcsin x

Perlakuan I II UlanganIII IV V Total Rataan

A0 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55 32,75 6,55

A1 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55 32,75 6,55

A2 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55 32,75 6,55

A3 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55 32,75 6,55

A4 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55 32,75 6,55

Total 32,75 32,75 32,75 32,75 32,75 163,75

Rataan 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55

Daftar Analisis Sidik Ragam

SK dB JK KT Fh F.05 F.01

Ulangan 4 0,00 0,00 0,00 tn 3,01 4,77

Perlakuan 4 0,00 0,00 0,00 tn 3,01 4,77

Galat 16 0,00 0,00

Total 24 0,00

FK : 1072,56

KK : 0,00 %

Keterangan

: * = Nyata

** = Sangat Nyata tn = Tidak Nyata


(60)

Lampiran 7

Rataan Persentase SeranganF. oxysporumPada Pengamatan III

Perlakuan I II UlanganIII IV V Total Rataan

A0 25,00 25,00 0,00 25,00 0,00 75,00 15,00

A1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A2 25,00 0,00 0,00 0,00 0,00 25,00 5,00

A3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A4 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Total 50,00 25,00 0,00 25,00 0,00 100,00

Rataan 10,00 5,00 0,00 5,00 0,00 4,00

Rataan Persentase SeranganF. oxysporum(%) Transformasi Arcsin x

Perlakuan I II UlanganIII IV V Total Rataan

A0 30,00 30,00 6,55 30,00 6,55 103,10 20,62

A1 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55 32,75 6,55

A2 30,00 6,55 6,55 6,55 6,55 56,20 11,24

A3 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55 32,75 6,55

A4 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55 32,75 6,55

Total 79,65 56,20 32,75 56,20 32,75 257,55

Rataan 15,93 11,24 6,55 11,24 6,55 10,30

Daftar Analisis Sidik Ragam

SK dB JK KT Fh F.05 F.01

Ulangan 4 307,95 76,99 1,56 tn 3,01 4,77

Perlakuan 4 747,87 186,97 3,78 * 3,01 4,77

Galat 16 791,86 49,49

Total 24 1847,67

FK : 2653,28

KK : 68,29 %

Keterangan

: * = Nyata

** = Sangat Nyata tn = Tidak Nyata


(61)

Sy = 3,15

P 2 3 4 5

SSR.05 3,00 3,15 3,23 3,30

LSR.05 9,44 9,91 10,16 10,38

Perlakuan A1 A2 A0

A3 A4

Rataan 0,00 5,00 15,00

a b

Lampiran 8

Rataan Persentase SeranganF. oxysporumPada Pengamatan IV

Perlakuan I II UlanganIII IV V Total Rataan

A0 50,00 50,00 25,00 50,00 25,00 200,00 40,00

A1 25,00 25,00 25,00 0,00 25,00 100,00 20,00

A2 25,00 25,00 0,00 0,00 0,00 50,00 10,00

A3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A4 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Total 100,00 100,00 50,00 50,00 50,00 350,00

Rataan 20,00 20,00 10,00 10,00 10,00 14,00

Rataan Persentase SeranganF. oxysporum(%) Transformasi Arcsin x

Perlakuan I II UlanganIII IV V Total Rataan

A0 45,00 45,00 30,00 45,00 30,00 195,00 39,00

A1 30,00 30,00 30,00 6,55 30,00 126,55 25,31

A2 30,00 30,00 6,55 6,55 6,55 79,65 15,93

A3 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55 32,75 6,55

A4 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55 32,75 6,55

Total 118,10 118,10 79,65 71,20 79,65 466,70

Rataan 23,62 23,62 15,93 14,24 15,93 18,67

Daftar Analisis Sidik Ragam

SK dB JK KT Fh F.05 F.01

Ulangan 4 418,23 104,56 1,76 tn 3,01 4,77

Perlakuan 4 3793,47 948,37 15,95 ** 3,01 4,77

Galat 16 951,58 59,47

Total 24 5163,28

FK : 8712,36


(62)

tn = Tidak Nyata

Uji Jarak Duncan

Sy = 3,45

P 2 3 4 5

SSR.05 3,00 3,15 3,23 3,30

LSR.05 10,35 10,86 11,14 11,38

Perlakuan A3 A2 A1 A0

A4

Rataan 0,00 10,00 20,00 40

A B

C

Lampiran 9

Rataan Persentase SeranganF. oxysporumPada Pengamatan V

Perlakuan I II UlanganIII IV V Total Rataan

A0 75,00 75,00 50,00 75,00 75,00 350,00 70,00

A1 25,00 50,00 50,00 75,00 50,00 250,00 50,00

A2 75,00 25,00 25,00 50,00 25,00 200,00 40,00

A3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

A4 25,00 0,00 0,00 0,00 0,00 25,00 5,00

Total 200,00 150,00 125,00 200,00 150,00 825,00

Rataan 40,00 30,00 25,00 40,00 30,00 33,00

Rataan Persentase SeranganF. oxysporum(%) Transformasi Arcsin x

Perlakuan I II UlanganIII IV V Total Rataan

A0 60,00 60,00 45,00 60,00 60,00 285,00 57,00

A1 30,00 45,00 45,00 60,00 45,00 225,00 45,00

A2 60,00 30,00 30,00 45,00 30,00 195,00 39,00

A3 6,55 6,55 6,55 6,55 6,55 32,75 6,55

A4 30,00 6,55 6,55 6,55 6,55 56,20 11,24

Total 186,55 148,10 133,10 178,10 148,10 793,95

Rataan 37,31 29,62 26,62 35,62 29,62 31,76

Daftar Analisis Sidik Ragam

SK dB JK KT Fh F.05 F.01

Ulangan 4 406,40 101,60 1,17 tn 3,01 4,77

Perlakuan 4 9606,94 2401,73 27,78 ** 3,01 4,77

Galat 16 1383,52 86,47


(63)

FK : 25214,26

KK : 29,28 %

Keterangan

: * = Nyata

** = Sangat Nyata tn = Tidak Nyata

Uji Jarak Duncan

Sy = 4,16

P 2 3 4 5

SSR.05 3,00 3,15 3,23 3,30

LSR.05 12,48 13,10 13,43 13,72

Perlakuan A3 A4 A2 A1 A0

Rataan 0,00 5,00 40,00 50,00 70,00

A

B

C

Lampiran 10

Rataan Persentase SeranganF. oxysporumPada Pengamatan VI

Perlakuan I II UlanganIII IV V Total Rataan

A0 75,00 75,00 100,00 100,00 75,00 425,00 85,00

A1 25,00 75,00 50,00 75,00 50,00 275,00 55,00

A2 75,00 50,00 50,00 75,00 50,00 300,00 60,00

A3 25,00 0,00 0,00 0,00 0,00 25,00 5,00

A4 25,00 0,00 0,00 25,00 0,00 50,00 10,00

Total 225,00 200,00 200,00 275,00 175,00 1075,00

Rataan 45,00 40,00 40,00 55,00 35,00 43,00

Rataan Persentase SeranganF. oxysporum(%) Transformasi Arcsin x

Perlakuan I II UlanganIII IV V Total Rataan

A0 60,00 60,00 90,00 90,00 60,00 360,00 72,00

A1 30,00 60,00 45,00 60,00 45,00 240,00 48,00

A2 60,00 45,00 45,00 60,00 45,00 255,00 51,00

A3 30,00 6,55 6,55 6,55 6,55 56,20 11,24

A4 30,00 6,55 6,55 30,00 6,55 79,65 15,93

Total 210,00 178,10 193,10 246,55 163,10 990,85

Rataan 42,00 35,62 38,62 49,31 32,62 39,63


(1)

Rataan 54,00 35,62 41,62 55,31 35,62 44,43

Daftar Analisis Sidik Ragam

SK dB JK KT Fh F.05 F.01

Ulangan 4 1865,44 466,36 5,72 tn 3,01 4,77

Perlakuan 4 17746,00 4436,50 54,42 ** 3,01 4,77

Galat 16 1304,37 81,52

Total 24 20915,81

FK : 49359,51

KK : 20,32 %

Keterangan

: * = Nyata ** = Sangat Nyata tn = Tidak Nyata

Uji Jarak Duncan

Sy = 4,04

P 2 3 4 5

SSR.05 3,00 3,15 3,23 3,30

LSR.05 12,11 12,72 13,04 13,33

Perlakuan A3 A4 A2 A1 A0

Rataan 5,00 10,00 60,00 80,00 90,00

A B

C

Lampiran 13

Rataan Intensitas Serangan

F. oxysporum

Perlakuan I II UlanganIII IV V Total Rataan

A0 86,96 61,90 86,96 95,45 57,89 389,16 77,83

A1 38,24 65,52 52,94 77,60 37,24 271,54 54,31

A2 67,74 39,39 31,25 69,23 36,67 244,28 48,86

A3 8,64 0,00 0,00 0,00 0,00 8,64 1,73

A4 15,15 0,00 0,00 11,43 0,00 26,58 5,32

Total 216,73 166,81 171,15 253,71 131,80 940,20

Rataan 43,35 33,36 34,23 50,74 26,36 37,61

Rataan Intensitas Serangan

F. oxysporum

(%) Transformasi Arcsin x

Perlakuan I II UlanganIII IV V Total Rataan

A0 68,87 51,88 68,87 77,75 49,49 316,86 63,37

A1 38,17 54,09 46,66 61,75 37,58 238,25 47,65

A2 55,37 38,88 34,02 56,29 37,29 221,85 44,37


(2)

A4 22,87 6,55 6,55 19,73 6,55 62,25 12,45 Total 202,33 157,95 162,65 222,07 137,46 882,46

Rataan 40,47 31,59 32,53 44,41 27,49 35,30

Daftar Analisis Sidik Ragam

SK dB JK KT Fh F.05 F.01

Ulangan 4 960,77 240,19 4,43 tn 3,01 4,77

Perlakuan 4 11275,85 2818,96 51,94 ** 3,01 4,77

Galat 16 868,41 54,28

Total 24 13105,03

FK : 31149,43

KK : 20,87 %

Keterangan

: * = Nyata ** = Sangat Nyata tn = Tidak Nyata

Uji Jarak Duncan

Sy = 3,29

P 2 3 4 5

SSR.05 3,00 3,15 3,23 3,30

LSR.05 9,88 10,38 10,64 10,87

Perlakuan A3 A4 A2 A1 A0

Rataan 1,73 5,32 48,86 54,31 77,83

A B

C

Lampiran 14

Rataan Produksi Tanaman Bawang Merah Kg/plot

Perlakuan I II UlanganIII IV V Total Rataan

A0 0,02 0,08 0,04 0,01 0,11 0,26 0,05

A1 0,26 0,14 0,20 0,07 0,23 0,90 0,18

A2 0,14 0,27 0,30 0,11 0,26 1,07 0,21

A3 0,40 0,51 0,46 0,52 0,50 2,39 0,48

A4 0,47 0,46 0,56 0,42 0,52 2,43 0,49

Total 1,29 1,46 1,56 1,13 1,61 7,05

Rataan 0,26 0,29 0,31 0,23 0,32 0,28

Rataan Produksi Tanaman Bawang Merah Transformasi Arcsin x


(3)

A0 0,81 1,62 1,15 0,57 1,90 6,05 1,21

A1 2,92 2,14 2,56 1,52 2,75 11,89 2,38

A2 2,14 2,98 3,14 1,90 2,92 13,08 2,62

A3 3,63 4,09 3,89 4,13 4,05 19,79 3,96

A4 3,93 3,89 4,29 3,72 4,13 19,96 3,99

Total 13,43 14,72 15,03 11,84 15,75 70,77

Rataan 2,69 2,94 3,01 2,37 3,15 2,83

Daftar Analisis Sidik Ragam

SK dB JK KT Fh F.05 F.01

Ulangan 4 1,90 0,48 3,50 tn 3,01 4,77

Perlakuan 4 27,49 6,87 50,54 ** 3,01 4,77

Galat 16 2,18 0,14

Total 24 31,56

FK : 200,34

KK : 13,03 %

Keterangan

: * = Nyata ** = Sangat Nyata tn = Tidak Nyata

Uji Jarak Duncan

Sy = 0,16

P 2 3 4 5

SSR.05 3,00 3,15 3,23 3,30

LSR.05 0,49 0,52 0,53 0,54

Perlakuan A3 A4 A2 A1 A0

Rataan 0,06 0,18 0,21 0,48 0,49

A B

Lampiran 15. Data pH Tanah

Waktu Pengamatan Rata-rata pH Tanah

Setelah Tanah Disterilisasi 6,73


(4)

(5)

Lahan Penelitian (Sumber : Foto Langsung)

Biakan murniF. oxysporumberumur 2 minggu Biakan murniT. harzianumberumur 3 minggu (Sumber : Foto Langsung) (Sumber : Foto Langsung)

F. oxysporumdilihat dari mikroskop SporaT. harzianumdilihat dari mikroskop (Sumber : Foto Langsung) (Sumber : Foto Langsung)


(6)

(Sumber : Foto Langsung)

Tanaman TerserangF. oxysporum Tanaman Sehat (Sumber : Foto Langsung) (Sumber : Foto Langsung)


Dokumen yang terkait

Penggunaan Jamur Antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. untuk Mengendalikan Penyakit Layu (Fusarium oxysporum) pada Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

9 157 125

Potensi Cendawan Endofit Dalam Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.SP. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis COBB. Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

0 42 58

Teknik PHT Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysforum f. sp capsici Schlecht) Pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum armuum L.) di Dataran Rendah.

0 27 138

Uji Antagonis Trichoderma spp. Terhadap Penyakit Layu (Fusarium oxysforum f.sp.capsici) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L) Di Lapangan

3 52 84

Uji Efektivitas Pestisida Nabati Terhadap Perkembangan Penyakit Layu Fusarium ( Fusarium oxysporum f.sp cúbense ) Pada Beberapa Varietas Tanaman Pisang ( Musa paradisiaca L. )

2 30 74

Uji Efektifitas Beberapa Fungisida Untuk Mengendalikan Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysforum (schlecht.) f.sp lycopersici (sacc.) Synd.ei Hans Pada Tanaman Tomat (Lycopersicum Esculentum Mill)

4 63 70

TANGGAPAN BEBERAPA KULTIVAR BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) TERHADAP SERANGAN Fusarium oxysporum f.sp. cepae PENYEBAB PENYAKIT MOLER DI LAHAN KABUPATEN NGANJUK.

3 4 73

Streptomyces sp. Sebagai Biofungisida Patogen Fusarium oxysporum (Schlecht.) f.sp. lycopersici (Sacc.) Snyd. et Hans. Penyebab Penyakit Layu Pada Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L.).

0 0 3

Penggunaan Jamur Antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. untuk Mengendalikan Penyakit Layu (Fusarium oxysporum) pada Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

1 2 64

Penggunaan Jamur Antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. untuk Mengendalikan Penyakit Layu (Fusarium oxysporum) pada Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

2 2 9