Populasi Mikrob Tanah Latosol Darmaga yang diinkubasi Soil Conditioner Berbahan Kompos Jerami Padi

(1)

POPULASI MIKROB TANAH LATOSOL DARMAGA

YANG DIINKUBASI SOIL CONDITIONER

BERBAHAN KOMPOS JERAMI PADI

Andi Krisnantono

A14062034

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ABSTRACT

ANDI KRISNANTONO. Population of Soil Microbes on Latosol Darmaga

Incubated by Soil Conditioner Made from Compost of Rice Straw. Supervised by

RAHAYU WIDYASTUTI and YAYAT HIDAYAT.

Latosol that is found widespread in Indonesia, has characteristics such as it contains much aluminium and Iron oxides, deficient in plant nutrients due to excessive leaching, reddish in color, horizons in the soil profile are not distinct and deep solumn (over 150 cm). Soil conditioner has an important role in improving soil phyical properties such as stimulating granulation, soil aeration and water holding capacity. Soil conditioner from rice straw compost could also enhance beneficial microbial population and their activity, such as nitrogen fixers, phosphate solubilzers and cellullose decomposers. Organic matter accumulation, nutrient cycles and the formation of stable soil structure are strongly influenced by soil organism activities. Thus, the use of soil conditioner on Latosols is expected to improved the physical, chemical and biological properties of soils. This research aims 1) to evaluate the microbial (bacteria and fungi) population in soils incubated by soil conditioner made from rice straw compost, 2) to study the relationship between microbial population and some soil physical properties (aggregate stability and soil moisture). The experiment was arranged using completely randomized designed with two factors i.e. 1) the treatment of soil conditioners (with and without soil conditioner) and 2) incubation time (2 and 6 months). The treatment was replicated three times, thus resulted in 12 experimental units. The result showed that soil conditioner significantly increased soil moisture content, compared to the control. After six months incubation, soil conditioner had no effect yet on the soil aggregate stability and soil microbial population, compared to the control.

Keyword : Soil conditioner, Latosol, Microbial Population, Aggregate Stability and Soil Moisture Content


(3)

ABSTRAK

ANDI KRISNANTONO. Populasi Mikrob Tanah Latosol Darmaga yang diinkubasi

Soil Conditioner Berbahan Kompos Jerami. Dibimbing oleh RAHAYU WIDYASTUTI dan YAYAT HIDAYAT.

Latosol merupakan jenis tanah yang banyak dijumpai di daerah tropik, tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia. Tanah latosol kaya akan seskuioksida, miskin unsur-unsur kimia. Selain itu, tanah latosol juga memiliki struktur remah sampai gumpal, gembur, warna tanah seragam dengan batas horison yang kabur, serta memiliki solum yang dalam (lebih dari 150cm). Soil conditioner mempunyai peran penting dalam memperbaiki sifat fisik tanah diantaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah dan meningkatkan kemampuan menahan air. Bahan organik juga dapat meningkatkan aktivitas mikrob yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N dan P. Akumulasi bahan organik, siklus unsur hara, dan pembentukan struktur tanah yang stabil sangat dipengaruhi oleh kegiatan organisme tanah. Dengan demikian, penggunaan soil conditioner pada tanah latosol diharapkan mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Penelitian ini bertujuan mempelajari populasi total mikrob dan total fungi pada tanah yang diinkubasi dengan soil conditioner berbahan kompos jerami serta mempelajari hubungan antara populasi total mikrob dan fungi tanah dengan beberapa sifat fisik tanah (kemantapan agregat dan kadar air) pada tanah yang diinkubasikan dengan soil conditioner berbahan kompos jerami. Perlakuan yang diberikan ialah soil conditioner dan tanpa soil conditioner (kontrol). Soil conditioner yang digunakan berbahan jerami padi dengan bentuk briket dicampur merata dalam tanah dengan jumlah total soil conditioner dan tanah sebesar 5,8 kg (bobot kering udara). Soil conditioner dengan tanah diinkubasi dalam kondisi sekitar kapasitas lapang selama 2 bulan dan 6 bulan. Aplikasi soil conditioner dalam bentuk briket belum memberikan pengaruh nyata terhadap populasi total mikrob dan total fungi. Akan tetapi total mikrob dan total fungi cenderung meningkat. Peningkatan kadar air menghambat pertumbuhan fungi sehingga total fungi di dalam tanah menurun. dibandingkan dengan kontrol dalam meningkatkan kadar air. Sedangkan untuk kemantapan agregat tanah, Aplikasi soil conditioner dalam bentuk briket tidak meningkatkan stabilitas agregat tanah. Stabilitas agregat tanah menurun akibat soil conditioner dalam bentuk briket menjadi hancur pada saat penetapan stabilitas agregat.

Kata Kunci : Soil Conditioner, Latosol, Total Mikrob, Total Fungi, Stabilitas Agregat, Kadar Air


(4)

POPULASI MIKROB TANAH LATOSOL DARMAGA

YANG DIINKUBASI SOIL CONDITIONER

BERBAHAN KOMPOS JERAMI PADI

Andi Krisnantono

A14062034

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Populasi Mikrob Tanah Latosol Darmaga yang diinkubasi Soil Conditioner Berbahan Kompos Jerami Padi

Mahasiswa : Andi Krisnantono

NRP : A14062034

Menyetujui,

NIP 19610607 199002 2 001 NIP 19650103 199212 1 002 Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP 19621113 198703 1 003

Tanggal lulus :

Dosen Pembimbing 2

Dr. Ir.Yayat Hidayat, M.Si. Dosen Pembimbing 1


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Populasi Mikrob Tanah Latosol Darmaga yang diinkubasi Soil Conditioner Berbahan Kompos Jerami Padi. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dari Departemen Ilmu

Tanah dan Sumberdaya Lahan. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga kesulitan yang penulis hadapi dapat teratasi.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Penelitian Riset Insentif KNRT 2010 “Pengembangan Soil Conditioner Berbasis Bahan Alami Untuk Meningkatkan Produktivitas Pertanian Lahan kering

Berkelanjutan”, atas Sarana dan Pembiayaan Penelitian.

2. Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi pertama atas bimbingan, bantuan, saran, dan motivasi yang diberikan selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi kedua atas saran-saran dan bantuan selama masa penyusunan skripsi serta penelitian.

4. Dr. Ir. Diah Tjahjandari Suryaningtyas, M.Appl selaku dosen penguji yang telah memberikan saran untuk memperbaiki skripsi ini.

5. Kedua orang tua penulis, Bapak Lilik Soemartono dan Ibu Irnantiami Krisnasatya serta adik penulis, Devina Krismarina atas dorongan dan motivasi yang diberikan pada penulis sehingga penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini 6. Seluruh staf Laboratorium Bioteknologi Tanah dan Laboratorium Konservasi

Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB (Bu Asih, Bu Julaeha, Bu Yati, Bu Laela, Mbak Nia, Mbak Nina Pak Ipul, Pak Jito) yang telah memberikan bantuan selama melakukan analisis di laboratorium.


(7)

7. Teman-teman seperjuangan, Mike Permata Sari, Memi Heriana, Mahro Syihabuddin dan M. Zani Kusuma Adhi yang telah banyak membantu penulis selama masa penelitian.

8. Seluruh teman-teman dari Laboratorium Bioteknologi Tanah dan seluruh Soilers 43 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu atas bantuan, serta doa dan semangatnya, yang tidak akan pernah dilupakan oleh penulis.

9. Pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Penulis sadar bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih membutuhkan saran serta kritik. Namun, penulis berharap agar tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam rangka pembelajaran bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bogor, September 2012


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 9 Desember 1987 dari ayah Ir. Lilik Soemartono dan Ibu bernama Irnantiami Krisnasatya. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Penulis memulai studinya di TK Pertiwi dan lulus tahun 1994. Pada tahun yang samapenulis melanjutkan studi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Gentra Masekdas. Lulus tahun 2000, penulis melanjutkan studi di Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Bekasi. Lulus tahun 2003 penulis melanjutkan studi di Sekolah Menengah Atas 2 Bekasi. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA 2 Bekasi dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor ( IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Tahun 2007 penulis masuk di program mayor Manajemen Sumberdaya Lahan (MSL) Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan (ITSL) Fakultas Pertanian. Selain mengambil program mayor, penulis juga mengambil minor yaitu: Kebijakan Agribisnis. Penulis pernah menjadi asisten pratikum Biologi Tanah pada tahun ajaran 2008/2009 dan 2010/2011, dan asisten pratikum Bioteknologi Tanah tahun ajaran 2009/2010. Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis aktif dalam kegiatan organisasi mahasiswa.


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Hipotesis ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Populasi Mikrob Tanah ... 3

2.1.1 Bakteri ... 4

2.1.2 Fungi ... 5

2.2 Kemantapan Agregat ... 6

2.3 Tanah Latosol... 7

2.4 Soil Conditioner ... 8

2.5. Pengaruh Bentuk Soil Conditioner ... 9

III. METODOLOGI ... 11

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

3.2 Bahan dan Alat ... 11

3.3 Metode Penelitian ... 11

3.3.1 Rancangan Penelitian ... 11

3.3.2 Pembuatan Soil Conditioner ... 12

3.3.3 Inkubasi Soil Conditioner ... 13

3.3.4 Pengambilan Sampel ... 14

3.3.5 Parameter yang diamati... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

4.1 Pengaruh Soil Conditioner Terhadap Populasi Mikrob dan Fungi tanah ... 15

4.1.1 Mikrob Tanah... 15

4.1.2 Fungi Tanah ... 16

4.2 Pengaruh Soil Conditioner Terhadap Kemantapan Agregat Tanah ... 19

4.3 Hubungan antara Populasi Mikrob dan Fungi pada Kemantapan Agregat Tanah ... 21

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

5.1 Kesimpulan ... 23

5.2 Saran ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 24


(10)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah Latosol ... 8 2. Parameter dan Metode Analisis Sifat Fisik dan Biologi ... 13 3. Kriteria Penilaian Stabilitas Agregat ... 20

No. Lampiran Halaman

1. Hasil ANOVA analisis faktorial 2 faktor ... 29 2. Nilai rata-rata dan standar deviasi ... 31 3. Data awal soil conditioner dan data sifat-sifat kimia soil conditioner bulan ke 6 ... 32


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kompos berbahan jerami padi untuk pembuatan briket

soil conditioner ... 12

2. Briket soil conditioner : (a) alat pencetak briket dan (b) soil conditioner yang telah dicetak dalam bentuk briket ... 12

3. Seri pengenceran untuk metode cawan hitung ... 14

4. Populasi total mikrob bulan ke 2 dan bulan ke 6 ... 15

5. Populasi total fungi bulan ke 2 dan bulan ke 6 ... 17

6. Nilai kadar air tanah bulan ke 2 dan bulan ke 6 ... 18


(12)

Tanah latosol merupakan jenis tanah yang banyak dijumpai di daerah tropik, tersebar di sebagian besar kepulauan Indonesia, dan merupakan tanah dominan kedua setelah tanah podsolik (Soepraptohardjo, 1975). Tanah latosol kaya seskuioksida, akan tetapi miskin unsur-unsur basa. Brady (1974) mengemukakan bahwa tanah latosol adalah tanah mineral yang kadar nitrogen dan fosfornya hampir selalu terdapat dalam jumlah yang kecil. Tanah ini memiliki masalah dengan adanya fiksasi fosfat yang tinggi karena banyak mengandung Al dan Fe, akibatnya fosfor tidak tersedia bagi tanaman. Menurut Tarigan (2002) latosol Dramaga mempunyai kandungan bahan organik yang sangat rendah (4,30 – 6,97).

Bahan pembenah tanah atau soil conditioner didefinisikan sebagai bahan-bahan sintetis atau alami, organik atau mineral, berbentuk padat maupun cair yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Soil conditioner yang terbuat dari bahan organik tergolong ke dalam soil conditioner alami. Bahan organik dapat meningkatkan aktivitas mikrob yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N dan P (Gaur, 1980). Bahan organik yang digunakan sebagai soil conditioner mempunyai peranan dalam memperbaiki sifat fisik tanah diantaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah dan meningkatkan kemampuan menahan air, selain sifat fisik bahan organik juga mampu memperbaiki sifat biologi tanah.

Peranan organisme yang terdapat di tanah tidaklah kecil. Akumulasi bahan organik, siklus unsur hara, dan pembentukan struktur tanah yang stabil sangat dipengaruhi oleh kegiatan organisme tanah (Hardjowigeno, 2003). Selain itu organisme tanah juga memiliki peranan penting dalam perubahan bahan organik menjadi substansi yang akan menyediakan nutrien bagi tanaman yang tumbuh diatasnya. Keanekaragaman dan jumlah mikrob tanah ditentukan oleh beberapa faktor di dalam tanah yaitu kelembaban, aerasi, suhu, bahan organik, kemasaman, dan kandungan unsur hara (Alexander, 1976). Terhadap sifat kimia tanah, bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga mempengaruhi serapan hara oleh


(13)

2

tanaman (Gaur, 1980). Dengan demikian, penggunaan soil conditioner pada tanah latosol diharapkan mampu memperbaiki sifat biologi, fisik dan kimia tanah latosol.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mempelajari populasi total mikrob dan total fungi pada tanah yang diinkubasi dengan soil conditioner berbahan kompos jerami padi.

2. Mempelajari hubungan antara populasi total mikrob dan fungi tanah dengan beberapa sifat fisik tanah (kemantapan agregat dan kadar air) pada tanah yang diinkubasikan dengan soil conditioner berbahan kompos jerami padi.

1.3 Hipotesis

1. Populasi mikrob dan fungi tanah meningkat dengan pemberian soil conditioner berbahan kompos jerami padi.

2. Peningkatan total mikrob dan fungi akan memperbaiki kemantapan agregat tanah.


(14)

2.1 Populasi Mikrob Tanah

Jumlah dan keragaman mikrob di dalam tanah cukup tinggi. Mikrob tanah terdiri atas lima kelompok utama yaitu : bakteri, aktinomisetes, fungi, algae, dan protozoa. Populasi mikrob yang tinggi menggambarkan adanya suplai makanan dan energi yang cukup dalam tanah (Rao, 1979). Tingkat kesuburan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor iklim seperti suhu, curah hujan, kelembaban, faktor nutrisi dan lingkungan, serta keanekaragaman mikrob tanah yang merupakan indikator tingkat kesuburan tanah (Allen dan Allen, 1981).

Mikrob tanah dalam ekosistem tanah memiliki berbagai peranan antara lain : mendekomposisi sisa-sisa tumbuhan dan hewan, sebagai pemacu dan pengatur utama laju mineralisasi unsur-unsur hara dalam tanah, sebagai penambat unsur-unsur hara dan transformasi elemen-elemen dalam tanah (Killham, 1995). Menurut Ma’shum et al., (2003), peranan mikrob dalam kesuburan tanah ditunjukkan dengan aktivitasnya dalam memperbaiki struktur tanah dan ketersediaan hara bagi tanaman. Berkaitan dengan pembentukan struktur tanah, mikrob berperan sebagai pembangun agregat tanah yang mantap. Akumulasi sel dan pembentukan koloni bakteri yang melapisi butir partikel primer dan sekunder (agregat) memiliki pengaruh penting di dalam struktur tanah (Tisdall, 1994). Mekanisme yang terjadi adalah dalam kondisi alami, bakteri tanah menghasilkan senyawa organik berupa eksopolisakarida. Eksopolisakarida bakteri dapat berinteraksi dengan partikel tanah melalui pembentukan jembatan polimer sehingga memiliki peran dalam pembentukan mikroagregat dan yang lebih utama adalah kemampuan eksopolisakarida tersebut dalam memantapkan agregat tanah. Sekresi dari senyawa-senyawa polisakarida, asam organik dan lendir yang diproduksi oleh hifa-hifa eksternal mampu mengikat butir-butir primer/agregat mikro tanah menjadi butir-butir sekunder/agregat makro. Agen organik ini sangat penting dalam menstabilkan agregat mikro dan melalui kekuatan perekat dan pengikatan oleh asam-asam dan hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap (Subiksa, 2002). Masih menurut Ma’shumet al. (2003), dalam kaitannya


(15)

4

dengan peningkatan ketersediaan unsur hara, mikrob berfungsi untuk mempercepat dekomposisi bahan organik dan sebagai pemacu tingkat kelarutan senyawa anorganik yang tidak tersedia menjadi bentuk tersedia. Mikrob dan fungi tanah merupakan salah satu dekomposer bahan organik, dimana mereka mengubah bahan organik tersebut menjadi bagian terkecil dan dimanfaatkan sebagai makanannya. Saat mencapai fase letal/mati mikrob dan fungi tanah mengeluarkan ekskresi berupa metabolit sekundernya yang sangat berguna bagi tanah (Annisa, 2010).

2.1.1 Bakteri

Bakteri merupakan mikrob prokariotik (tidak memiliki membran inti) dan mempunyai dinding sel yang tersusun atas peptidoglikan. Ukuran bakteri berkisar antara 1-2µm dengan diameter 0,5-1µm. Bakteri tanah menempati pori mikro (<10µm). Hal ini disebabkan pada pori mikro bakteri akan lebih terlindung dari serangan protozoa (Kilham, 1995).

Faktor lingkungan yang mempengaruhi keanekaragaman bakteri dalam tanah antara lain : kelembaban, suhu, aerasi, bahan organik, derajat kemasaman (pH), dan suplai hara. Sebagian bakteri dapat tetap bertahan hidup pada kondisi ekstrim dengan membentuk endospora (Alexander, 1976). Pertumbuhan bakteri tanah dapat memperbaiki struktur tanah menjadi lebih baik. Keadaan ini akan meningkatkan daya pegang air oleh tanah sehingga air yang tersedia bagi tanaman meningkat. Selain itu, unsur hara yang semula berada dalam bentuk tidak larut akan berubah menjadi bentuk yang terlarut sehingga lebih mudah diambil tanaman (Sarief, 1985). Bakteri sangat beragam dalam ukuran, bentuk dan kebutuhan oksigen (aerob dan anaerob), penggunaan energi (autotrof dan heterotrof), hubungannya dengan tanaman dan binatang (saprofit dan parasit) (Sutedjo et al., 1991). Menurut Rao (1979), bakteri dibagi menjadi 10 ordo yakni Pseudomonadales, Chlamydobcteriales, Hypomicrobiales, Eubacterterials, Actinomycetes, Caryophanales, Beggiatoales, Myxobacteriales, Spirochaetales, Mycoplasmatales, tiga diantaranya yaitu Pseudomonadales, Eubacteriales dan Aktinomycetes merupakan bakteri yang sering ditemukan di dalam tanah.


(16)

2.1.2 Fungi

Fungi merupakan mikrob eukariotik yang berfilamen. Filamen ialah jalinan dari hifa yang bergabung satu sama lain. Diameter hifa berkisar antara 2-10 µm. Ketersediaan oksigen merupakan faktor yang sangat menentukan populasi fungi dalam tanah. Hal ini dikarenakan sifat fungi yang merupakan mikrob aerob obligat dimana oksigen mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidup fungi. Itulah sebabnya, fungi amat jarang dijumpai pada tanah-tanah yang tergenang dan bersifat reduktif seperti ekosistem rawa dan gambut (Alexander, 1976).

Fungi di dalam tanah mempunyai peranan yang sangat beragam, salah satunya ialah sebagai dekomposer. Fungi dekomposer atau disebut juga saprofit mendapatkan energi dengan merombak bahan organik menjai CO2 dan molekul sederhana seperti

asam organik. Asam organik yang dihasilkan oleh aktifitas dekomposisi fungi akan meningkatkan akumulasi asam humat (humic acid) yang bersifat resisten sehingga dapat bertahan di tanah dalam waktu yang lama sebagai sumber bahan organik (Killham, 1995).

Fungi memegang peranan penting dalam proses-proses yang terjadi di dalam tanah seperti pada siklus nutrisi tanah dan interaksi dengan organisme tanah lainnya termasuk juga dengan tanaman, baik di atas permukaan tanah maupun di dalam tanah (Subba Rao, 1994). Faktor yang mempengaruhi populasi fungi dalam tanah antara lain : kadar bahan organik, konsentrasi ion hidrogen (pH), pemupukan, regim kelembaban, aerasi, suhu, dan komposisi vegetasi (Alexander, 1976).

Fungi mempunyai toleransi yang lebih tinggi terhadap kemasaman. Oleh karena itu, proses dekomposisi material pada tanah-tanah masam lebih didominasi oleh aktifitas fungi. Sebagian besar fungi tergolong mesofilik dengan kisaran suhu optimum 25 – 35 oC.


(17)

6

2.2 KemantapanAgregat

Partikel-partikel primer di dalam tanah tergabung dalam suatu kelompok yang dinamakan sebagai agregat tanah, yang merupakan satuan dasar struktur tanah. Agregat terbentuk diawali dengan suatu mekanisme yang menyatukan partikel-partikel primer membentuk kelompok atau gugus (cluster) dan dilanjutkan dengan adanya sesuatu yang dapat mengikat menjadi lebih kuat (sementasi) (Baver et al., 1972).

Kemantapan agregat tanah dapat didefinisikan sebagai kemampuan tanah untuk bertahan terhadap gaya-gaya yang akan merusak. Gaya-gaya tersebut dapat berupa kikisan angin, pukulan hujan, daya urai air pengairan, dan beban pengolahan tanah (Amezketa et al. 2003). Baver et al. (1972) menyatakan bahwa pembentukan agregat yang mantap memerlukan ikatan yang lebih kuat antar partikel atau jonjot sehingga tidak mudah terdispersi kembali dalam air. Stabilitas agregat tanah tergantung dari kekuatan pelaku penyemen dalam menghadapi gaya perusak yang berasal dari luar. Agregasi yang tinggi belum tentu menguntungkan apabila tidak diikuti dengan stabilitas agregat yang cukup. Agregat yang mantap ialah agregat yang tidak terurai oleh air maupun gaya-gaya perusak mekanik. Pembentukan agregat yang mantap melibatkan berbagai bahan sementasi baik koloid organik maupun koloid anorganik. Agregat yang mantap tidak dapat terjadi pada fraksi pasir atau debu tanpa adanya bahan-bahan koloidal.

Menurut Tisdall (1996) agregasi adalah mikroagregat (< 250 µm) yang dibentuk oleh molekul organik (MO) yang menempel pada liat (L) dan kation polivalen (P) membentuk partikel (L-P-MO), yang saling berikatan dengan partikel (L-P-MO) lainnya membentuk makroagregat [(L-P-MO)x]y. Dinamika agregasi sangat kompleks dan dipengaruhi oleh interaksi beberapa faktor seperti lingkungan, pengelolaan tanah, tanaman, komposisi mineral, tekstur, konsentrasi karbon organik tanah, proses pedogenesis, aktivitas mikroorganisme tanah, ion-ion yang dapat dipertukarkan, cadangan nutrisi di dalam tanah, dan kelembaban (Bronick & Lal 2005).


(18)

2.3 Tanah Latosol

Menurut taksonomi tanah USDA, Latosol termasuk ke dalam Oxic Dystropept. Latosol memiliki permeabilitas agak lambat hingga sedang dan sangat responsif terhadap pemupukan P (Yogaswara, 1977).

Latosol merupakan tanah yang telah mengalami hancuran iklim yang kuat dan proses pencucian yang nyata. Tanah latosol pertama kali diusulkan oleh Kellog pada tahun 1949 dengan sifat tanah yang memiliki KTK rendah, kemantapan agregat tinggi dan berwarna merah yang memiliki pelapukan dan perkembangan lanjut sehingga bereaksi masam, kandungan hara P, K, Ca dan Mg sangat rendah sedangkan Al dan Fe tinggi (Dharmawijaya, 1997).

Tanah Latosol terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi memiliki tiga proses utama, yaitu (1) pelapukan intensif yang terjadi terus menerus, (2) terjadi pencucian basa-basa yang mengakibatkan penumpukan seskuioksida, dan (3) terjadi penumpukan mineral liat kaolinit. Proses latosolisasi biasanya terjadi pada daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi (Soepardi, 1983).

Kapasitas tukar kation tanah Latosol rendah, hal ini disebabkan oleh kadar bahan organik yang kurang dan sebagian lagi oleh sifat liat hidro-oksida. Tanah Latosol ini mempunyai kandungan basa-basa yang dapat dipertukarkan dan hara yang tersedianya rendah (Soepraptohardjo dan Suhardjo, 1978). Menurut Soepardi (1979) latosol memiliki tingkat kesuburan yang rendah sehingga memerlukan tindakan pemupukan apabila digunakan secara intensif. Ciri lainnya adalah tanah latosol memiliki mineral liat tipe 1:1 dari golongan kaolinit, dan haloisit. Selain itu, tanah latosol juga memiliki struktur remah sampai gumpal, gembur, warna tanah seragam dengan batas horison yang kabur, serta memiliki solum yang dalam (lebih dari 150cm) (Hardjowigeno, 2003).

Berdasarkan data hasil analisis Feniara (1999), tanah latosol merupakan tanah yang miskin unsur hara. Hasil analisis tanah latosol yang dilakukan Feniara (1999) diperlihatkan pada Tabel 1.


(19)

8

Tabel 1. HasilAnalisisSifat Kimia Tanah Latosol.

JenisPengukuran Nilai Keterangan

pH 4-5 Masam – Agak Masam

C-organik 1,23 % Rendah

N 0,11 % SangatRendah

P 0,5 ppm Rendah

K 0,10 me/100 g Rendah Ca 2,10 me/100 g Rendah Mg 0,76 me/100 g Rendah KTK 13,44 me/100 g Rendah Sumber :Feniara (1999).

2.4 Soil Conditioner

Hudson dan Notohadiprawiro (1983) mengemukakan bahwa Soil Conditioner dibedakan kedalam pembenah tanah sintetis, alami, organik, dan mineral, berbentuk padat maupun cair yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. a. Pembenah tanah sintetis adalah bahan pembenah tanah yang diproduksi secara

rekayasa kimia dari bahan-bahan organik atau mineral yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah antara lain struktur tanah dan kemampuan tanah memegang air.

b. Pembenah tanah alami adalah pembenah tanah yang berasal dari bahan-bahan organik atau mineral yang diproduksi tanpa rekayasa kimia.

c. Pembenah tanah organik adalah pembenah tanah sintetis atau alami yang sebagian besar berasal dari bahan organik, sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia.

Menurut Dariah (2007) pembenah tanah merupakan suatu bahan yang dapat digunakan untuk mempercepat pemulihan/perbaikan kualitas tanah. Tujuan dari penggunaan bahan pembenah tanah ialah (1) Memperbaiki struktur tanah, mengurangi atau mencegah terjadinya erosi, (2) Merubah sifat hidrophobik dan


(20)

hidrofilik sehingga merubah kapasitas tanah menahan air (water holding capacity) dan (3) Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah.

Ozturk (2005) menyatakan bahwa pada umumnya, soil conditioner kimia atau sintetis dapat meningkatkan dan mempertahankan struktur tanah dan stabilitas agregat, termasuk meningkatkan resapan air dan mengurangi limpasan dan erosi, serta polimer sintetis efektif dalam meningkatkan konduktivitas hidrolik, porositas tanah, dan meningkatkan kapasitas memegang air. soil conditioner sangat penting dalam industri pertanian, untuk melawan penggunaan peralatan berat untuk pertanian yang bisa memadatkan tanah dan mengurangi produktivitas tanaman (Bathke et al., 1992).

Menurut Bauder (1976) beberapa soil conditioner dapat mempengaruhi sifat-sifat tanah. Sifat tanah yang secara teori dapat dipengaruhi oleh penambahan soil conditioner ke dalam tanah antara lain (1) kemampuan menahan air, (2) suhu, (3) kapasitas dan ketersediaan hara, (4) aerasi, (5) struktur dan stabilitas agregat, (6) populasi dan perilaku mikrob, (7) bahan organik, (8) perilaku hewan, termasuk serangga.

2.5 Pengaruh Bentuk Soil Conditioner

Menurut Glaser et al., (2002) perbedaan bentuk pembenah tanah akan berpengaruh terhadap kemampuannya dalam memperbaiki kualitas tanah, khususnya dalam ketersediaan hara, retensi hara, dan retensi air. Pembenah tanah yang dikemas dalam bentuk granul mempunyai kadar air, kandungan hara P dan K serta pH yang lebih rendah namun mempunyai nisbah C/N lebih tinggi dibandingkan bentuk serbuk dan pelet. Pada umumnya kemasan serbuk mempunyai kandungan C-organik yang lebih tinggi, namun kandungan asam fulvat lebih rendah dibandingkan bentuk granul dan pelet (Nurida et al., 2010). Sementara menurut Annafi (2004), briket organik (kompos dan pupuk kandang) selain dapat digunakan sebagai media tanam dan pupuk organik juga dapat menjadi alternatif pembenah tanah, jika digunakan pada lahan lahan marginal, dapat meningkatkan bahan organik tanahnya dan dapat meningkatkan kapasitas menyimpan air.


(21)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan (University Farm, IPB), Laboratorium Konservasi Tanah dan Air dan Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanaian Bogor. Penelitian dimulai Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Bahan tanah Latosol diambil dari lahan semak belukar pada kedalaman 0 – 20 cm di kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB.

3.2 Bahan dan Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah ayakan, cangkul, sekop, ember, timbangan, gayung, alat pencetak soil conditioner, polybag, laminar air flow, oven, autoklaf, inkubator, cawan petri, tabung reaksi, plastik dan kertas. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah Martin Agar yang digunakan sebagai media isolasi total fungi dan Nutrient Agar yang digunakan untuk isolasi total mikrob.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1.Rancangan Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap 2 faktor, yakni faktor pertama, tanah dengan dua taraf perlakuan yakni diberikan dan tidak diberikan soil conditioner dan faktor kedua, waktu inkubasi dengan dua taraf yaitu 2 bulan dan 6 bulan, dan terdiri dari 3 ulangan sehingga didapatkan 12 satuan percobaan.

Model matematis :

Yijk = µ + αi+ βj+ (αβ)ij + єijk


(22)

Keterangan

Yijk : Pengamatan Faktor Tanah taraf ke-i , Ulangan ke-j dan Faktor Waktu Inkubasi taraf ke-k

µ : Rataan Umum

αi : Pengaruh Faktor Tanah pada taraf ke-i

βj : Pengaruh Faktor Waktu Inkubasi pada taraf ke-j

αβij : Interaksi antara Faktor Tanah taraf ke-i dengan Faktor Waktu Inkubasi taraf ke-j.

єijk : Komponen galat oleh Faktor Tanah taraf ke-i, Faktor WaktuInkubasi taraf ke-j danulangan ke-k

Seluruh data kuantitatif hasil eksperimen dianalisis dengan menggunakan model linear umum dengan software SPSS (Statistical Product Service Solution) versi 17.0 software Windows dengan taraf α = 10%.

3.3.2. Pembuatan Soil Conditioner

Kompos berbahan jerami padi (Gambar 1) yang telah memiliki nisbah C/N rasio 15-30 dikering-udarakan terlebih dahulu kemudian dicetak menjadi soil conditioner dalam bentuk briket (Gambar 2.b). Komposisi bahan dari briket soil conditioner yang akan dicetak 80 % ialah kompos yang berasal dari jerami padi dan kotoran sapi, kemudian 10% ialah dolomit, bahan perekat yakni tepung tapioka yang sudah diencerkan (5%) dan sisanya ialah biochar (5%). Sedangkan pengkayaan unsurnya ialah ekstrak kotoran kambing (1500 ml), dan pupuk Cu (5ppm). Pencetakan briket dilakukan dengan menggunakan cetakan 1 cm3 (Gambar 2.a). Soil conditioner yang telah dicetak dalam bentuk briket kemudian dikering udarakan hingga kadar airnya mencapai 20 -25% untuk kemudian diaplikasikan ke dalam polybag.


(23)

12

Gambar 1. Kompos berbahan jerami padi untuk pembuatan briket soil conditioner.

(a) (b)

Gambar 2. Briket soil conditioner : (a) alat pencetak briket dan (b) soil conditioner yang telah dicetak dalam bentuk briket.

3.3.3. Inkubasi Soil Conditioner

Tanah yang digunakan untuk inkubasi pada penelitian ini ialah tanah latosol. Tanah Latosol tersebut diayak dengan ukuran 2 mm. Tanah yang telah diayak ditimbang seberat 3,8 kg (Bobot Kering Mutlak) lalu diberikan soil conditioner dengan perbandingan 1:20 yakni seberat 0,2 kg. Berat tanah ditambah dengan soil conditioner ialah 4 kg, kemudian tanah dan soil conditioner yang telah ditimbang tersebut dicampurkan dan diaduk secara merata. Tanah dan soil conditioner yang telah diaduk dituangkan ke dalam polybag. Setelah itu, ditambahkan dengan air hingga mencapai kapasitas lapang. Berat tanah ditambah dengan soil conditioner dan air hingga kapasitas lapang ialah 5,8 kg.


(24)

Tanah yang telah dicampur dengan soil conditioner ditimbang setiap 2 hari sekali. Penetapan waktu penimbangan ini berdasarkan hasil perhitungan evaporasi yang terjadi pada saat inkubasi berlangsung. Berdasarkan perhitungan tersebut massa air akan lebih rendah 25% dari kapasitas lapang setelah 2 hari, agar kondisi tanah di dalam polybag tidak mengalami defisiensi air, maka apabila tanah terlalu kering perlu ditambahkan sejumlah air hingga mencapai kapasitas lapang. Hal ini mempunyai tujuan untuk menjaga perubahan massa air dalam polybag. Tanah dalam polybag harus dijaga tetap dalam kondisi kapasitas lapang.

3.3.4. PengambilanSampel

Pengambilan sampel untuk analisis dilakukan pada bulan ke-2 dan bulan ke-6 inkubasi. Pengambilan meliputi contoh tanah agregat utuh dan contoh tanah terganggu. Contoh tanah agregat utuh digunakan untuk menetapkan kemantapan agregat. Contoh tanah agregat utuh diambil sebanyak ±500 g kemudian disimpan ke dalam toples. Pengambilan contoh tanah terganggu dilakukan secara langsung dan diacak dari seluruh bagian polybag secara merata kemudian dimasukkan ke dalam plastik. Pengambilan sampel tanah terganggu digunakan untuk menetapkan sifat-sifat biologi yakni total mikrob dan total fungi serta digunakan untuk penetapan kadar air.

3.3.5 Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini ialah sifat fisik dan biologi tanah. Sifat fisik yang diamati ialah kadar air dan agregat tanah, sedangkan untuk sifat biologi ialah total mikrob dan total fungi (Tabel 2).

Tabel 2. Parameter dan metode analisis sifat fisik dan biologi tanah

Parameter Metode analisis

Kadar air Metode gravimetri

Agregat Tanah Pengayakan ganda (De Leenher dan De Boodt)

TotalMikrob Cawan hitung


(25)

14

Total Fungi dan Total Mikrob

Isolasi total fungi dan total mikrob menggunakan metode cawan hitung. Tahapan untuk melakukan metode cawan hitung ialah sebagai berikut: sampel tanah diambil 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan fisiologis (0,85% NaCl) dan dikocok dengan vorteks selama 3 menit. Dari tabung reaksi pertama dipipet lagi sebanyak 1 ml dan dikocok lagi dengan vortkes. Prosedur ini dilakukan sampai pengenceran 10-7 untuk total mikrob dan 10-4 untuk total fungi dan dilakukan dalam tempat yang steril (laminar air flow) agar terjaga dari kontaminan. Kemudian pada pengenceran 10-3 dan 10-4 dipipet 1 ml kedalam petri yang telah berisi media Martin Agar untuk memperoleh total fungi. Demikian juga pada pengenceran 10-6 dan 10-7 dipipet kembali sebanyak 1 ml ke dalam petri yang telah berisi Nutrient Agar untuk memperoleh total mikrob. Media yang dituang dalam kondisi yang tidak terlalu panas, sekitar 40oC. Inkubasi dilakukan 3 hari di dalam inkubator pada suhu 35oC. Penghitungan jumlah mikrob dilakukan dengan metode cawan hitung (Lay, 1994).

Gambar 3. Seri pengenceran untuk metode cawan hitung.

9 mL Larutan fisiologis

1 mL 1 mL 1 mL 1 mL Sampel tanah

1 gram

10-1 10-2 10-3 10-4 10-5

1 mL 1 mL


(26)

4.1 Pengaruh Soil Conditioner terhadap Populasi Mikrob dan Fungi Tanah 4.1.1 Mikrob Tanah

Populasi rata-rata total mikrob pada bulan kedua untuk sampel yang diberikan soil conditioner adalah 14,56 x 107 CFU/g (Colony Form Unit/ gram BKM), sedangkan untuk sampel kontrol (tanpa pemberian soil conditioner) adalah 10,15 x 107 CFU/g. Pada bulan keenam populasi rata-rata total mikrob untuk sampel yang diberikan soil conditioner adalah 18,35 x 107 CFU/g dan untuk sampel kontrol adalah 12,77 x 107 CFU/g.

Gambar 4. Populasi total mikrob bulan ke 2 dan bulan ke 6.

Berdasarkan hasil olah statistik aplikasi soil conditioner belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap populasi total mikrob (Tabel Lampiran 1). Meskipun demikian perlakuan soil conditioner cenderung memiliki nilai total mikrob yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dari waktu ke waktu. Kenaikan total mikrob dari bulan kedua hingga bulan keenam pada perlakuan soil conditioner ialah 20,6 %, sedangkan pada kontrol ialah 20,5 %.

0 4 8 12 16 20

2 6

To

tal

M

ikr

o

b

(

x 10

7 CFU/g

B

K

M

)

Masa Inkubasi ( Bulan ke-)


(27)

16

Tingginya nilai populasi total mikrob tersebut dikarenakan oleh penambahan soil conditioner yang terbuat dari bahan organik dan berfungsi sebagai sumber karbon dan energi bagi mikrob. Menurut Sprenger (1991) dan Pigott dan Tucker (1990), beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri, yaitu nutrien, konsentrasi ion H (pH), kadar air, suhu, keberadaan oksigen, kompetisi antar populasi bakteri.

Merujuk pada data Sari (2011) C/N rasio soil conditioner berbahan kompos jerami ini pada awal inkubasi ialah 22,45. Sedangkan pada akhir inkubasi C/N rasionya ialah 11,11. Menurut Murbandono (2002), pada saat proses dekomposisi berlangsung bakteri penghancur akan menggunakan N untuk berkembang biak. Sehingga dapat diketahui dari data C/N rasio bahwa N yang menjadi substrat bagi pertumbuhan populasi bakteri tersebut menurun akibat dipergunakan oleh bakteri untuk berkembang biak, yang artinya nilai total mikrob akan meningkat. Dari data populasi total fungi yang didapatkan dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa tingginya populasi total mikrob ini lebih didominasi oleh bakteri. Menurut Alexander (1976), apabila oksigen tersedia dalam kadar rendah, organisme yang terdapat dalam jumlah yang banyak adalah bakteri, karena fungi bersifat aerob atau membutuhkan oksigen.

4.1.2 Fungi Tanah

Populasi rata-rata total fungi yang diperoleh pada bulan kedua untuk sampel yang diberikan soil conditioner adalah 22,06 x 104 CFU/g, sedangkan untuk sampel kontrol (tanpa pemberian soil conditioner) adalah 31,15 x 104 CFU/g. Pada bulan keenam populasi rata-rata total fungi untuk sampel yang diberikan soil conditioner adalah 27,67 x 104 CFU/g dan untuk sampel kontrol adalah 32,09 x 104 CFU/g.


(28)

Gambar 5. Populasi total fungi bulan ke 2 dan bulan ke 6.

Data diatas menunjukkan bahwa populasi total fungi tanah mengalami peningkatan dari waktu ke waktu tetapi nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan kontrol. Secara statistik aplikasi soil conditioner belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap populasi total fungi (Tabel Lampiran 1). Peningkatan populasi fungi pada bulan kedua hingga bulan keenam untuk perlakuan soil conditioner ialah 20,2 % sedangkan untuk kontrol ialah 31,2 %.

Rendahnya jumlah populasi total fungi tanah ini bila dibandingkan dengan kontrol dipengaruhi oleh nilai kadar air. Tingginya kadar air menyebabkan aerasi memburuk dan ketersediaan oksigen menurun. Menurut Alexander (1976), apabila oksigen tersedia dalam kadar rendah, organisme yang terdapat dalam jumlah yang banyak adalah bakteri, karena fungi bersifat aerob atau membutuhkan oksigen.

Data rata-rata kadar air yang didapatkan untuk bulan kedua pada sampel yang diberikan soil conditioner adalah 53,61%, untuk sampel kontrol ialah 52,50%. Sedangkan pada bulan keenam pada sampel yang diberikan soil conditioner adalah 53,89%, dan untuk sampel kontrol adalah 49,83% (Gambar 6).

0 5 10 15 20 25 30 35

2 6

To tal Fu n g i ( x 10

4 CFU/g

B

K

M

)

Masa Inkubasi (Bulan ke-)


(29)

18

Gambar 6. Nilai kadar air tanah bulan ke 2 dan bulan ke 6.

Data tersebut menunjukkan nilai kadar air pada tanah yang diinkubasikan dengan soil conditioner dan kontrol. Dapat terlihat bahwa pada tanah yang diinkubasikan dengan soil conditioner rmengalami peningkatan dari bulan kedua hingga bulan keenam sebaliknya pada kontrol mengalami penurunan dan nilainya juga lebih kecil dibandingkan tanah yang diinkubasikan dengan soil conditioner. Secara olah statistik pun pemberian perlakuan soil conditioner memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter kadar air (Tabel Lampiran 1). Merujuk pada data Heriana (2012) porositas total pada perlakuan soil conditioner dengan dosis 1:20 ialah 68,92% sedangkan pada kontrol 67,17% sehingga dapat terlihat bahwa pada perlakuan soil conditioner sebagian besar ruang pori terisi oleh air sehingga jumlah oksigen yang dibutuhkan fungi menurun. Dengan menurunnya jumlah oksigen tersebut maka semakin sulit bagi fungi untuk berkompetisi dengan bakteri dalam memperoleh nutriennya.

4.2 Pengaruh Soil Conditioner Terhadap Kemantapan Agregat Tanah

Rata-rata indeks stabilitas agregat yang didapatkan dari penelitian ini pada bulan ke 2 untuk sampel yang diinkubasikan soil conditioner ialah 287,2, untuk

47 49 51 53 55

2 6

K

ad

ar

A

ir

(

%

)

Masa Inkubasi (Bulan ke-)


(30)

sampel kontrol ialah 294,6. Pada bulan ke 6 sampel yang diinkubasikan soil conditioner menjadi 201,1, sedangkan kontrol 202,6.

Gambar 7. Nilai indeks stabilitas agregat tanah bulan ke 2 dan bulan ke 6. Data diatas menunjukkan penurunan indeks stabilitas agregat baik pada sampel yang diinkubasikan soil conditioner maupun kontrol. Secara olah statistik pun pemberian perlakuan soil conditioner belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap indeks stabilitas agregat (Tabel Lampiran 1). Akan tetapi, menurut kriteria indeks stabilitas agregat baik kontrol maupun soil conditioner tersebut tergolong dalam kriteria sangat stabil.

Tabel 3. Kriteria Penilaian Stabilitas Agregat (Sitorus, Haridjaja dan Brata, 1983).

IndeksStabilitas Agregat Kriteria

> 200 Sangat stabil sekali

80 - 200 Sangat stabil

66 - 80 Stabil

50 - 66 Agak stabil

40 - 50 Kurang stabil

< 40 Tidak stabil

0 50 100 150 200 250 300

2 6

In d e ks stab il itas A g re g at

Masa Inkubasi (Bulan ke-)


(31)

20

Penurunan indeks stabilitas agregat ini dikarenakan populasi total fungi pada sampel yang diinkubasikan soil conditioner lebih kecil daripada populasi total fungi pada kontrol, sehingga agregasi berlangsung lebih lama dibandingkan dengan kontrol. Selain itu, ukuran briket soil conditioner juga memberikan pengaruh. Pemberian soil conditioner dalam bentuk briket akan menyebabkan luas permukaan spesifik soil conditioner yang mengalami kontak dengan permukaan tanah semakin kecil. Hanafiah (2005) menerangkan bahwa makin kecil ukuran partikel berarti makin banyak jumlah dan makin luas permukaannya per satuan bobot tanah. Dengan semakin kecilnya luas permukaan spesifik soil conditioner maka interaksi antara soil conditioner dengan tanah juga semakin rendah. Sehingga soil conditioner belum mampu memberikan efek perbaikan yang sesuai pada agregat tanah.

Faktor lain yang menjadi penyebab menurunnya indeks stabilitas agregat pada perlakuan soil conditioner adalah soil conditioner yang diberikan dalam bentuk briket akan hancur pada saat pengayakan (kering dan basah) dalam penetapan agregat tanah, sehingga mempengaruhi jumlah bobot diameter tanah pada saringan yang berukuran lebih kecil.

Menurut Bronick & Lal (2005) dinamika agregasi sangat kompleks dan dipengaruhi oleh interaksi beberapa faktor seperti lingkungan, pengelolaan tanah, tanaman, komposisi mineral, tekstur, konsentrasi karbon organik tanah, proses pedogenesis, aktivitas mikroorganisme tanah, ion-ion yang dapat dipertukarkan,cadangan nutrisi di dalam tanah, dan kelembaban.

4.3 Hubungan antara Populasi Mikrob dan Fungi Tanah pada Kemantapan Agregat Tanah

Hasil penelitian menunjukkan nilai populasi mikrob meningkat dan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (Gambar 5), walaupun secara statistik selisih peningkatan tersebut belum memberikan pengaruh yang nyata (Tabel Lampiran 1). Sedangkan untuk fungi juga mengalami peningkatan walaupun nilai tersebut tidak lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (Gambar 6) sehingga secara statistik


(32)

pemberian soil conditioner belum memberikan pengaruh (Tabel Lampiran 1). Untuk agregat secara keseluruhan baik kontrol maupun yang diberikan perlakuan soil conditioner sama-sama mengalami penurunan (Gambar 8). Walaupun nilai agregat pada tanah latosol yang diberikan perlakuan soil conditioner lebih kecil dibandingkan kontrol. Secara statistik pemberian perlakuan soil conditioner belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap kemantapan agregat (Tabel Lampiran 1). Hal ini disebabkan oleh aktivitas fungi yang rendah.Menurut Bronick & Lal (2005) dinamika agregasi dipengaruhi oleh interaksi beberapa faktor seperti aktivitas mikroorganisme tanah. Selain itu, ukuran briket soil conditioner juga berpengaruh terhadap kemantapan agregat tanah. Hanafiah (2005) menerangkan bahwa makin kecil ukuran partikel berarti makin banyak jumlah dan makin luas permukaannya per satuan bobot tanah. Faktor lain yang menjadi penyebab menurunnya indeks stabilitas agregat ialah pada saat analisis agregat di laboratorioum, briket ikut hancur dengan tanah.

Menurut Seta (1987) mekanisme pembentukan agregat tanah oleh adanya peran bahan organik ini dapat digolongkan dalam empat bentuk : (1) penambahan bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah baik jamur dan actinomycetes. Melalui pengikatan secara fisik butir-butir primer oleh misella jamur dan actinomycetes, maka akan terbentuk agregat walaupun tanpa adanya fraksi lempung; (2) Pengikatan secara kimia butir-butir liat (clay) melalui ikatan antara bagian-bagian positif dalam butir lempung dengan gugus negatif (karboksil) senyawa organik berantai panjang (polimer); (3) Pengikatan secara kimia butir-butir liat (clay) melalui ikatan antara bagian-bagian negatif dalam liat (clay) dengan perantaraan basa-basa Ca, Mg, Fe dan ikatanhidrogen; (4) Pengikatan secara kimia butir-butir liat (clay) melalui ikatan antara bagian-bagian negatif dalam liat (clay) dengan gugus positif (gugus amina, amida, dan amino) senyawa organik berantai panjang (polimer).


(33)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Aplikasi soil conditioner dalam bentuk briket belum memberikan pengaruh nyata terhadap populasi total mikrob dan populasi total fungi tanah. Akan tetapi, populasi total mikrob dan total fungi tanah cenderung meningkat dengan aplikasi soil conditioner.

2. Peningkatan kadar air tanah akibat pemberian soil conditioner dalam bentuk briket menghambat pertumbuhan fungi sehingga total fungi di dalam tanah menurun. 3. Aplikasi soil conditioner dalam bentuk briket tidak meningkatkan stabilitas

agregat tanah. Stabilitas agregat tanah menurun akibat soil conditioner dalam bentuk briket menjadi hancur pada saat penetapan stabilitas agregat.

5.2 Saran

Perlunya penelitian lebih lanjut dengan dosis soil conditioner yang lebih tinggi. Selain itu, perlu penelitian lebih lanjut dengan soil conditioner berbahan dasar sampah kota agar C-organik serta keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya lebih tinggi.


(34)

Alexander, M.1976. Introduction to Soil Microbiology, 2nd Edition. Willey Eastern Limited. New Delhi. hlm 61-67

Amezketa E, Aragues R, Carranza R, Urgel B. 2003. Macro-and micro-aggregate stability of soils determined by a combination of wet-sieving and laser-ray diffraction. Spanish J. Agric. Res. 1(4): 83-94.

Anas, I. 1989. Biologi Tanah dalam Praktek. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas. IPB. Bogor.

Annafi, Z. 2004. Pengaruh Waktu Penggunaan Briket Kompos Terhadap Sifat Fisika Tanah dan Pertumbuhan Jagung Manis Pada Pengolahan Minimum Latosol Sindang Barang. Skripsi. IPB. Bogor

Annisa, R.A. 2010. Hubungan Morfologi Tanah Bekas Tambang Batubara dengan Beberapa Sifat Kimia, Fisik, dan Biologi Tanah di PT. Kaltim Prima Coal. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor

Allen O.N., dan Allen E.K. The Leguminosae: a Source Book of Characteristics, Uses and Nodulation. MacMillan. London

Bauder, W. J. 1976. Soil Conditioners-A Problem Or A Solution?. North Dakota Agricultural Experiment Station. Vol. 33. No. 4

Bathke G.R., D.K. Cassel, W.L. Hargrove, and P.M. Porter. 1992. Modification of soil physical properties and root growth response. Soil Science, 154(4):316-329.

Baver, L.D., Gardner, H.R., dan Gardner, W,R. 1972. Soil Physics, 4th edition. New York. Wiley, 498 pp.

Brady, N.C., 1974. The Nature and Properties of Soils. 8th Edn., Macmillan Publishing Co. Inc., New York, pp: 540-570.

Bronick CJ, Lal R. 2005. Soil structure and management: a review. Geoderma 124: 3 –22

Buringh, P. 1970. Introduction to The Study of Soil in Tropical and Subtropical. Pudoc. Wageningen

Dariah, A. Sutono dan N. L. Nurida.2007. Penggunaan pembenah tanah organik dan mineral untuk perbaikan kualitas tanah Typic Hapludults Taman Bogo, Lampung. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Edisi Khusus (3) : 357-364


(35)

24

Dharmawijaya, I. 1997. Klasifikasi Tanah. Dasar dan Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Gadjah Mada Univesity Press, Yogyakarta. Feniara. 1999. Efektivitas cendawan mikoriza arbuskula (CMA), pupuk P dan N

terhadap pertumbuhan dan produksi rumput gajah (Pennisetum purpureumSchum). Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hanafiah, K.A, 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta.

Hudson,N. dan T. Notohadiprawiro. 1983. Soil and Water Conservation. In: Watershed Assesment Team, Composite Report. GOI-USAID. Vol. II, Technical Appendix III.

Gaur, A. C.1980. Rapid Composting. In Compost Technology. Project Field Document No.13. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Glaser, B., J. Lehmann, and W. Zech. 2002. Ameliorating physical and chemical

properties of highly weathered soils in the tropics with charcoal: A review. Biol. Fertil. Soils 35:219-230.

Killham, K. 1994. Soil Ecology. Cambridge University Press. Melbourne.

Killham, K.1995. Ecology of Polluted Soils. Soil Ecology. Cambridge University Press. Cambridge. (pp 175-181)

Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Ma’shum, M., J. Soedarsono dan L. E. Susilowati. 2003. Biologi Tanah. CPIU Pasca

IAEUP, Bagpro Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia. Jakarta. Murbandono ,HS. L. 2002. Membuat Kompos.Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Nurida N.L, Sutono, A. Dariah, dan A. Rachman. 2010. Efikasi Formula Pembenah

Tanah Biochar dalam Berbagai Bentuk (Serbuk, Granul, dan Pelet) dalam Meningkatkan Kualitas Lahan Kering Masam Terdegradasi. Prosiding seminar nasional sumberdaya lahan pertanian. Bogor 30 Nov - 1 Des 2010. Buku II. Konservasi lahan, pemupukan dan biologi tanah. Bogor

Öztürk, H.S., C. Türkmen, E. Erdogan, O. Baskan, O. Dengiz, and M.Parlak.2005. Effects of a soil conditioner on some physical and biological features of soils: Results from a greenhouse study. Bioresource Technology, 96(17):1950-1954. Piggot, G.M. dan B.W. Tucker.1990. Seafood : Effects of Technology on Nutrition. Marcel


(36)

Rachim D.A. dan Suwardi.2002. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rao, S.1979. Soil Microorganisme and Plant Growth. Oxford and IBH Publishing co.New Delhi

Rao, S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Herawati Susilo (penerjemah). Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Sari, P. M. 2011. Pemanfaatan Kompos Jerami Padi dan Sampah Pasar sebagai Soil Conditioner. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor

Sarief, S.1985. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung

Seta, A.K. 1987. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam Mulia. Jakarta

Soepardi, G. 1979. Masalah Kesuburan Tanah di Indonesia. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soepraptohardjo. 1975. Klasifikasi Tanah Indonesia. Lembaga Penelitian Tanah Indonesia. Bogor.

Soepraptohardjo, M. dan H. Suharjo. 1978. Rice soils of Indonesia. In : Int. Rice res. Inst. Soil and Rice. Los Banos. p : 99-144

Sprenger, R.A. 1991. Hygiene for Management. Highfield Publications, SouthYorkshire Subiksa, IGM. 2002. Pemanfatan Mikoriza Untuk Penanggulangan Lahan Kritis.

Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sutedjo, M.M., A.G. Kartasapoetra, R.D.S. Sastroatmodjo.1991. Mikrobiologi Tanah. Melton Putra. Jakarta.

Tarigan L. D. 2002. Nilai Faktor Konversi dari C-organik ke Bahan Organik dan Bentuk-Bentuk Bahan Organik pada Tanah Latosol Darmaga dan Podsolik Jasinga. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Thorn, G. 1997. The fungi in soil. In: J.D Van Elsas, J.T Trevors dan E.M.H. Wellington (eds). Modern Soil Microbiology. Marcel Dekker Inc. New York. Hlm 63-108.

Tisdall JM. 1994. Possible role of soil microorganisms in aggregation in soils. Plant Soil. 159 (1):115-121.


(37)

26

Tisdall JM. 1996. Formation of soil aggregates and accumulation of soil organic matter. In: Carter MR, Stewart BA (eds.). Structure and Organic Matter Storage in Agriculture Soils. CRC Press, Boca Raton, FL, pp. 57-96.

Yogaswara, A. 1977. Seri-seri Tanah dari 7 Tempat di Jawa Barat. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor


(38)

(39)

28

Tabel Lampiran 1. Hasil ANOVA analisis faktorial 2 faktor

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:kdr_air Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 30.805a 3 10.268 1.828 .220

Intercept 33026.718 1 33026.718 5880.581 .000

Perlakuan 20.021 1 20.021 3.565 .096

Waktu 4.272 1 4.272 .761 .409

perlakuan*waktu 6.512 1 6.512 1.160 .313

Error 44.930 8 5.616

Total 33102.453 12

Corrected Total 75.735 11 a. R Squared = .407 (Adjusted R Squared = .184)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:mikroba Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 106.917a 3 35.639 .610 .627

Intercept 2338.579 1 2338.579 40.036 .000

Perlakuan 75.100 1 75.100 1.286 .290

Waktu 30.784 1 30.784 .527 .489

perlakuan*waktu 1.033 1 1.033 .018 .898

Error 467.295 8 58.412

Total 2912.790 12

Corrected Total 574.211 11 a. R Squared = .186 (Adjusted R Squared = -.119)


(40)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:fungi Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 185.253a 3 61.751 .303 .822

Intercept 9573.360 1 9573.360 47.010 .000

Perlakuan 136.823 1 136.823 .672 .436

Waktu 32.144 1 32.144 .158 .702

perlakuan*waktu 16.287 1 16.287 .080 .785

Error 1629.160 8 203.645

Total 11387.774 12

Corrected Total 1814.414 11 a. R Squared = .102 (Adjusted R Squared = -.235)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:agregat Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 16075.441a 3 5358.480 3.702 .119 Intercept 416430.933 1 416430.933 287.692 .000

Perlakuan 34.766 1 34.766 .024 .884

Waktu 13610.865 1 13610.865 9.403 .037

perlakuan*waktu 14.915 1 14.915 .010 .924

Error 5789.964 4 1447.491

Total 506936.044 8

Corrected Total 21865.406 7 a. R Squared = .735 (Adjusted R Squared = .537)

Kesimpulan : pemberian soil conditioner berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar air dilihat dari faktor perlakuan dengan taraf nyata 10%


(41)

30

Tabel Lampiran 2. Nilai mean dan standar deviasi Bulan ke-2

Group Statistics

PERLAKUAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

AGREGAT KONTROL 2 294.7125 13.14582 9.29550

SOIL CONDITIONER 2 287.2595 67.33141 47.61050

KADAR AIR KONTROL 3 52.5033 1.59017 .91808

SOIL CONDITIONER 3 53.6133 2.59240 1.49672

MIKROBA KONTROL 3 10.1500 9.25162 5.34143

SOIL CONDITIONER 3 14.5667 5.83959 3.37149

FUNGI KONTROL 3 31.1500 14.02970 8.10005

SOIL CONDITIONER 3 22.0667 9.90067 5.71616 Bulan ke-6

Group Statistics

PERLAKUAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

AGREGAT KONTROL 1 202.6600 . .

SOIL CONDITIONER 3 201.1033 23.27883 13.44004

KADAR AIR KONTROL 3 49.8367 .32868 .18977

SOIL CONDITIONER 3 53.8933 3.62046 2.09027

MIKROBA KONTROL 3 12.7667 8.06494 4.65630

SOIL CONDITIONER 3 18.3567 6.99361 4.03776

FUNGI KONTROL 3 32.0933 19.28950 11.13680


(42)

Tabel Lampiran 3. Data awal soil conditioner dan data sifat-sifat kimia soil conditioner bulan ke 6

 Data sifat-sifat kimia soil conditioner bulan ke 6

pH 1:1 C-organik N total KTK

5,3 2,0 0,18 14,18  Data awal soil conditioner

a. Unsur hara makro (%)

C-organik N-total P-total K Ca Mg

25,37 1,13 0,59 0,73 2,56 0,62

b. Unsur hara mikro (ppm)

Fe Cu Mn Zn

1,52 19 83 134

c. Sifat Biologi

Total Fungi (koloni) Total Mikrob (koloni)

9,3 x 106 3,95 x 1011


(43)

ABSTRACT

ANDI KRISNANTONO. Population of Soil Microbes on Latosol Darmaga

Incubated by Soil Conditioner Made from Compost of Rice Straw. Supervised by

RAHAYU WIDYASTUTI and YAYAT HIDAYAT.

Latosol that is found widespread in Indonesia, has characteristics such as it contains much aluminium and Iron oxides, deficient in plant nutrients due to excessive leaching, reddish in color, horizons in the soil profile are not distinct and deep solumn (over 150 cm). Soil conditioner has an important role in improving soil phyical properties such as stimulating granulation, soil aeration and water holding capacity. Soil conditioner from rice straw compost could also enhance beneficial microbial population and their activity, such as nitrogen fixers, phosphate solubilzers and cellullose decomposers. Organic matter accumulation, nutrient cycles and the formation of stable soil structure are strongly influenced by soil organism activities. Thus, the use of soil conditioner on Latosols is expected to improved the physical, chemical and biological properties of soils. This research aims 1) to evaluate the microbial (bacteria and fungi) population in soils incubated by soil conditioner made from rice straw compost, 2) to study the relationship between microbial population and some soil physical properties (aggregate stability and soil moisture). The experiment was arranged using completely randomized designed with two factors i.e. 1) the treatment of soil conditioners (with and without soil conditioner) and 2) incubation time (2 and 6 months). The treatment was replicated three times, thus resulted in 12 experimental units. The result showed that soil conditioner significantly increased soil moisture content, compared to the control. After six months incubation, soil conditioner had no effect yet on the soil aggregate stability and soil microbial population, compared to the control.

Keyword : Soil conditioner, Latosol, Microbial Population, Aggregate Stability and Soil Moisture Content


(44)

ABSTRAK

ANDI KRISNANTONO. Populasi Mikrob Tanah Latosol Darmaga yang diinkubasi

Soil Conditioner Berbahan Kompos Jerami. Dibimbing oleh RAHAYU WIDYASTUTI dan YAYAT HIDAYAT.

Latosol merupakan jenis tanah yang banyak dijumpai di daerah tropik, tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia. Tanah latosol kaya akan seskuioksida, miskin unsur-unsur kimia. Selain itu, tanah latosol juga memiliki struktur remah sampai gumpal, gembur, warna tanah seragam dengan batas horison yang kabur, serta memiliki solum yang dalam (lebih dari 150cm). Soil conditioner mempunyai peran penting dalam memperbaiki sifat fisik tanah diantaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah dan meningkatkan kemampuan menahan air. Bahan organik juga dapat meningkatkan aktivitas mikrob yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N dan P. Akumulasi bahan organik, siklus unsur hara, dan pembentukan struktur tanah yang stabil sangat dipengaruhi oleh kegiatan organisme tanah. Dengan demikian, penggunaan soil conditioner pada tanah latosol diharapkan mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Penelitian ini bertujuan mempelajari populasi total mikrob dan total fungi pada tanah yang diinkubasi dengan soil conditioner berbahan kompos jerami serta mempelajari hubungan antara populasi total mikrob dan fungi tanah dengan beberapa sifat fisik tanah (kemantapan agregat dan kadar air) pada tanah yang diinkubasikan dengan soil conditioner berbahan kompos jerami. Perlakuan yang diberikan ialah soil conditioner dan tanpa soil conditioner (kontrol). Soil conditioner yang digunakan berbahan jerami padi dengan bentuk briket dicampur merata dalam tanah dengan jumlah total soil conditioner dan tanah sebesar 5,8 kg (bobot kering udara). Soil conditioner dengan tanah diinkubasi dalam kondisi sekitar kapasitas lapang selama 2 bulan dan 6 bulan. Aplikasi soil conditioner dalam bentuk briket belum memberikan pengaruh nyata terhadap populasi total mikrob dan total fungi. Akan tetapi total mikrob dan total fungi cenderung meningkat. Peningkatan kadar air menghambat pertumbuhan fungi sehingga total fungi di dalam tanah menurun. dibandingkan dengan kontrol dalam meningkatkan kadar air. Sedangkan untuk kemantapan agregat tanah, Aplikasi soil conditioner dalam bentuk briket tidak meningkatkan stabilitas agregat tanah. Stabilitas agregat tanah menurun akibat soil conditioner dalam bentuk briket menjadi hancur pada saat penetapan stabilitas agregat.

Kata Kunci : Soil Conditioner, Latosol, Total Mikrob, Total Fungi, Stabilitas Agregat, Kadar Air


(45)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tanah latosol merupakan jenis tanah yang banyak dijumpai di daerah tropik, tersebar di sebagian besar kepulauan Indonesia, dan merupakan tanah dominan kedua setelah tanah podsolik (Soepraptohardjo, 1975). Tanah latosol kaya seskuioksida, akan tetapi miskin unsur-unsur basa. Brady (1974) mengemukakan bahwa tanah latosol adalah tanah mineral yang kadar nitrogen dan fosfornya hampir selalu terdapat dalam jumlah yang kecil. Tanah ini memiliki masalah dengan adanya fiksasi fosfat yang tinggi karena banyak mengandung Al dan Fe, akibatnya fosfor tidak tersedia bagi tanaman. Menurut Tarigan (2002) latosol Dramaga mempunyai kandungan bahan organik yang sangat rendah (4,30 – 6,97).

Bahan pembenah tanah atau soil conditioner didefinisikan sebagai bahan-bahan sintetis atau alami, organik atau mineral, berbentuk padat maupun cair yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Soil conditioner yang terbuat dari bahan organik tergolong ke dalam soil conditioner alami. Bahan organik dapat meningkatkan aktivitas mikrob yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N dan P (Gaur, 1980). Bahan organik yang digunakan sebagai soil conditioner mempunyai peranan dalam memperbaiki sifat fisik tanah diantaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah dan meningkatkan kemampuan menahan air, selain sifat fisik bahan organik juga mampu memperbaiki sifat biologi tanah.

Peranan organisme yang terdapat di tanah tidaklah kecil. Akumulasi bahan organik, siklus unsur hara, dan pembentukan struktur tanah yang stabil sangat dipengaruhi oleh kegiatan organisme tanah (Hardjowigeno, 2003). Selain itu organisme tanah juga memiliki peranan penting dalam perubahan bahan organik menjadi substansi yang akan menyediakan nutrien bagi tanaman yang tumbuh diatasnya. Keanekaragaman dan jumlah mikrob tanah ditentukan oleh beberapa faktor di dalam tanah yaitu kelembaban, aerasi, suhu, bahan organik, kemasaman, dan kandungan unsur hara (Alexander, 1976). Terhadap sifat kimia tanah, bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga mempengaruhi serapan hara oleh


(46)

tanaman (Gaur, 1980). Dengan demikian, penggunaan soil conditioner pada tanah latosol diharapkan mampu memperbaiki sifat biologi, fisik dan kimia tanah latosol.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mempelajari populasi total mikrob dan total fungi pada tanah yang diinkubasi dengan soil conditioner berbahan kompos jerami padi.

2. Mempelajari hubungan antara populasi total mikrob dan fungi tanah dengan beberapa sifat fisik tanah (kemantapan agregat dan kadar air) pada tanah yang diinkubasikan dengan soil conditioner berbahan kompos jerami padi.

1.3 Hipotesis

1. Populasi mikrob dan fungi tanah meningkat dengan pemberian soil conditioner berbahan kompos jerami padi.

2. Peningkatan total mikrob dan fungi akan memperbaiki kemantapan agregat tanah.


(47)

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Populasi Mikrob Tanah

Jumlah dan keragaman mikrob di dalam tanah cukup tinggi. Mikrob tanah terdiri atas lima kelompok utama yaitu : bakteri, aktinomisetes, fungi, algae, dan protozoa. Populasi mikrob yang tinggi menggambarkan adanya suplai makanan dan energi yang cukup dalam tanah (Rao, 1979). Tingkat kesuburan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor iklim seperti suhu, curah hujan, kelembaban, faktor nutrisi dan lingkungan, serta keanekaragaman mikrob tanah yang merupakan indikator tingkat kesuburan tanah (Allen dan Allen, 1981).

Mikrob tanah dalam ekosistem tanah memiliki berbagai peranan antara lain : mendekomposisi sisa-sisa tumbuhan dan hewan, sebagai pemacu dan pengatur utama laju mineralisasi unsur-unsur hara dalam tanah, sebagai penambat unsur-unsur hara dan transformasi elemen-elemen dalam tanah (Killham, 1995). Menurut Ma’shum et al., (2003), peranan mikrob dalam kesuburan tanah ditunjukkan dengan aktivitasnya dalam memperbaiki struktur tanah dan ketersediaan hara bagi tanaman. Berkaitan dengan pembentukan struktur tanah, mikrob berperan sebagai pembangun agregat tanah yang mantap. Akumulasi sel dan pembentukan koloni bakteri yang melapisi butir partikel primer dan sekunder (agregat) memiliki pengaruh penting di dalam struktur tanah (Tisdall, 1994). Mekanisme yang terjadi adalah dalam kondisi alami, bakteri tanah menghasilkan senyawa organik berupa eksopolisakarida. Eksopolisakarida bakteri dapat berinteraksi dengan partikel tanah melalui pembentukan jembatan polimer sehingga memiliki peran dalam pembentukan mikroagregat dan yang lebih utama adalah kemampuan eksopolisakarida tersebut dalam memantapkan agregat tanah. Sekresi dari senyawa-senyawa polisakarida, asam organik dan lendir yang diproduksi oleh hifa-hifa eksternal mampu mengikat butir-butir primer/agregat mikro tanah menjadi butir-butir sekunder/agregat makro. Agen organik ini sangat penting dalam menstabilkan agregat mikro dan melalui kekuatan perekat dan pengikatan oleh asam-asam dan hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap (Subiksa, 2002). Masih menurut Ma’shumet al. (2003), dalam kaitannya


(48)

dengan peningkatan ketersediaan unsur hara, mikrob berfungsi untuk mempercepat dekomposisi bahan organik dan sebagai pemacu tingkat kelarutan senyawa anorganik yang tidak tersedia menjadi bentuk tersedia. Mikrob dan fungi tanah merupakan salah satu dekomposer bahan organik, dimana mereka mengubah bahan organik tersebut menjadi bagian terkecil dan dimanfaatkan sebagai makanannya. Saat mencapai fase letal/mati mikrob dan fungi tanah mengeluarkan ekskresi berupa metabolit sekundernya yang sangat berguna bagi tanah (Annisa, 2010).

2.1.1 Bakteri

Bakteri merupakan mikrob prokariotik (tidak memiliki membran inti) dan mempunyai dinding sel yang tersusun atas peptidoglikan. Ukuran bakteri berkisar antara 1-2µm dengan diameter 0,5-1µm. Bakteri tanah menempati pori mikro (<10µm). Hal ini disebabkan pada pori mikro bakteri akan lebih terlindung dari serangan protozoa (Kilham, 1995).

Faktor lingkungan yang mempengaruhi keanekaragaman bakteri dalam tanah antara lain : kelembaban, suhu, aerasi, bahan organik, derajat kemasaman (pH), dan suplai hara. Sebagian bakteri dapat tetap bertahan hidup pada kondisi ekstrim dengan membentuk endospora (Alexander, 1976). Pertumbuhan bakteri tanah dapat memperbaiki struktur tanah menjadi lebih baik. Keadaan ini akan meningkatkan daya pegang air oleh tanah sehingga air yang tersedia bagi tanaman meningkat. Selain itu, unsur hara yang semula berada dalam bentuk tidak larut akan berubah menjadi bentuk yang terlarut sehingga lebih mudah diambil tanaman (Sarief, 1985). Bakteri sangat beragam dalam ukuran, bentuk dan kebutuhan oksigen (aerob dan anaerob), penggunaan energi (autotrof dan heterotrof), hubungannya dengan tanaman dan binatang (saprofit dan parasit) (Sutedjo et al., 1991). Menurut Rao (1979), bakteri dibagi menjadi 10 ordo yakni Pseudomonadales, Chlamydobcteriales, Hypomicrobiales, Eubacterterials, Actinomycetes, Caryophanales, Beggiatoales, Myxobacteriales, Spirochaetales, Mycoplasmatales, tiga diantaranya yaitu Pseudomonadales, Eubacteriales dan Aktinomycetes merupakan bakteri yang sering ditemukan di dalam tanah.


(49)

5

2.1.2 Fungi

Fungi merupakan mikrob eukariotik yang berfilamen. Filamen ialah jalinan dari hifa yang bergabung satu sama lain. Diameter hifa berkisar antara 2-10 µm. Ketersediaan oksigen merupakan faktor yang sangat menentukan populasi fungi dalam tanah. Hal ini dikarenakan sifat fungi yang merupakan mikrob aerob obligat dimana oksigen mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidup fungi. Itulah sebabnya, fungi amat jarang dijumpai pada tanah-tanah yang tergenang dan bersifat reduktif seperti ekosistem rawa dan gambut (Alexander, 1976).

Fungi di dalam tanah mempunyai peranan yang sangat beragam, salah satunya ialah sebagai dekomposer. Fungi dekomposer atau disebut juga saprofit mendapatkan energi dengan merombak bahan organik menjai CO2 dan molekul sederhana seperti

asam organik. Asam organik yang dihasilkan oleh aktifitas dekomposisi fungi akan meningkatkan akumulasi asam humat (humic acid) yang bersifat resisten sehingga dapat bertahan di tanah dalam waktu yang lama sebagai sumber bahan organik (Killham, 1995).

Fungi memegang peranan penting dalam proses-proses yang terjadi di dalam tanah seperti pada siklus nutrisi tanah dan interaksi dengan organisme tanah lainnya termasuk juga dengan tanaman, baik di atas permukaan tanah maupun di dalam tanah (Subba Rao, 1994). Faktor yang mempengaruhi populasi fungi dalam tanah antara lain : kadar bahan organik, konsentrasi ion hidrogen (pH), pemupukan, regim kelembaban, aerasi, suhu, dan komposisi vegetasi (Alexander, 1976).

Fungi mempunyai toleransi yang lebih tinggi terhadap kemasaman. Oleh karena itu, proses dekomposisi material pada tanah-tanah masam lebih didominasi oleh aktifitas fungi. Sebagian besar fungi tergolong mesofilik dengan kisaran suhu optimum 25 – 35 oC.


(50)

2.2 KemantapanAgregat

Partikel-partikel primer di dalam tanah tergabung dalam suatu kelompok yang dinamakan sebagai agregat tanah, yang merupakan satuan dasar struktur tanah. Agregat terbentuk diawali dengan suatu mekanisme yang menyatukan partikel-partikel primer membentuk kelompok atau gugus (cluster) dan dilanjutkan dengan adanya sesuatu yang dapat mengikat menjadi lebih kuat (sementasi) (Baver et al., 1972).

Kemantapan agregat tanah dapat didefinisikan sebagai kemampuan tanah untuk bertahan terhadap gaya-gaya yang akan merusak. Gaya-gaya tersebut dapat berupa kikisan angin, pukulan hujan, daya urai air pengairan, dan beban pengolahan tanah (Amezketa et al. 2003). Baver et al. (1972) menyatakan bahwa pembentukan agregat yang mantap memerlukan ikatan yang lebih kuat antar partikel atau jonjot sehingga tidak mudah terdispersi kembali dalam air. Stabilitas agregat tanah tergantung dari kekuatan pelaku penyemen dalam menghadapi gaya perusak yang berasal dari luar. Agregasi yang tinggi belum tentu menguntungkan apabila tidak diikuti dengan stabilitas agregat yang cukup. Agregat yang mantap ialah agregat yang tidak terurai oleh air maupun gaya-gaya perusak mekanik. Pembentukan agregat yang mantap melibatkan berbagai bahan sementasi baik koloid organik maupun koloid anorganik. Agregat yang mantap tidak dapat terjadi pada fraksi pasir atau debu tanpa adanya bahan-bahan koloidal.

Menurut Tisdall (1996) agregasi adalah mikroagregat (< 250 µm) yang dibentuk oleh molekul organik (MO) yang menempel pada liat (L) dan kation polivalen (P) membentuk partikel (L-P-MO), yang saling berikatan dengan partikel (L-P-MO) lainnya membentuk makroagregat [(L-P-MO)x]y. Dinamika agregasi sangat kompleks dan dipengaruhi oleh interaksi beberapa faktor seperti lingkungan, pengelolaan tanah, tanaman, komposisi mineral, tekstur, konsentrasi karbon organik tanah, proses pedogenesis, aktivitas mikroorganisme tanah, ion-ion yang dapat dipertukarkan, cadangan nutrisi di dalam tanah, dan kelembaban (Bronick & Lal 2005).


(51)

7

2.3 Tanah Latosol

Menurut taksonomi tanah USDA, Latosol termasuk ke dalam Oxic Dystropept. Latosol memiliki permeabilitas agak lambat hingga sedang dan sangat responsif terhadap pemupukan P (Yogaswara, 1977).

Latosol merupakan tanah yang telah mengalami hancuran iklim yang kuat dan proses pencucian yang nyata. Tanah latosol pertama kali diusulkan oleh Kellog pada tahun 1949 dengan sifat tanah yang memiliki KTK rendah, kemantapan agregat tinggi dan berwarna merah yang memiliki pelapukan dan perkembangan lanjut sehingga bereaksi masam, kandungan hara P, K, Ca dan Mg sangat rendah sedangkan Al dan Fe tinggi (Dharmawijaya, 1997).

Tanah Latosol terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi memiliki tiga proses utama, yaitu (1) pelapukan intensif yang terjadi terus menerus, (2) terjadi pencucian basa-basa yang mengakibatkan penumpukan seskuioksida, dan (3) terjadi penumpukan mineral liat kaolinit. Proses latosolisasi biasanya terjadi pada daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi (Soepardi, 1983).

Kapasitas tukar kation tanah Latosol rendah, hal ini disebabkan oleh kadar bahan organik yang kurang dan sebagian lagi oleh sifat liat hidro-oksida. Tanah Latosol ini mempunyai kandungan basa-basa yang dapat dipertukarkan dan hara yang tersedianya rendah (Soepraptohardjo dan Suhardjo, 1978). Menurut Soepardi (1979) latosol memiliki tingkat kesuburan yang rendah sehingga memerlukan tindakan pemupukan apabila digunakan secara intensif. Ciri lainnya adalah tanah latosol memiliki mineral liat tipe 1:1 dari golongan kaolinit, dan haloisit. Selain itu, tanah latosol juga memiliki struktur remah sampai gumpal, gembur, warna tanah seragam dengan batas horison yang kabur, serta memiliki solum yang dalam (lebih dari 150cm) (Hardjowigeno, 2003).

Berdasarkan data hasil analisis Feniara (1999), tanah latosol merupakan tanah yang miskin unsur hara. Hasil analisis tanah latosol yang dilakukan Feniara (1999) diperlihatkan pada Tabel 1.


(52)

Tabel 1. HasilAnalisisSifat Kimia Tanah Latosol.

JenisPengukuran Nilai Keterangan

pH 4-5 Masam – Agak Masam

C-organik 1,23 % Rendah

N 0,11 % SangatRendah

P 0,5 ppm Rendah

K 0,10 me/100 g Rendah Ca 2,10 me/100 g Rendah Mg 0,76 me/100 g Rendah KTK 13,44 me/100 g Rendah Sumber :Feniara (1999).

2.4 Soil Conditioner

Hudson dan Notohadiprawiro (1983) mengemukakan bahwa Soil Conditioner dibedakan kedalam pembenah tanah sintetis, alami, organik, dan mineral, berbentuk padat maupun cair yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. a. Pembenah tanah sintetis adalah bahan pembenah tanah yang diproduksi secara

rekayasa kimia dari bahan-bahan organik atau mineral yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah antara lain struktur tanah dan kemampuan tanah memegang air.

b. Pembenah tanah alami adalah pembenah tanah yang berasal dari bahan-bahan organik atau mineral yang diproduksi tanpa rekayasa kimia.

c. Pembenah tanah organik adalah pembenah tanah sintetis atau alami yang sebagian besar berasal dari bahan organik, sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia.

Menurut Dariah (2007) pembenah tanah merupakan suatu bahan yang dapat digunakan untuk mempercepat pemulihan/perbaikan kualitas tanah. Tujuan dari penggunaan bahan pembenah tanah ialah (1) Memperbaiki struktur tanah, mengurangi atau mencegah terjadinya erosi, (2) Merubah sifat hidrophobik dan


(53)

9

hidrofilik sehingga merubah kapasitas tanah menahan air (water holding capacity) dan (3) Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah.

Ozturk (2005) menyatakan bahwa pada umumnya, soil conditioner kimia atau sintetis dapat meningkatkan dan mempertahankan struktur tanah dan stabilitas agregat, termasuk meningkatkan resapan air dan mengurangi limpasan dan erosi, serta polimer sintetis efektif dalam meningkatkan konduktivitas hidrolik, porositas tanah, dan meningkatkan kapasitas memegang air. soil conditioner sangat penting dalam industri pertanian, untuk melawan penggunaan peralatan berat untuk pertanian yang bisa memadatkan tanah dan mengurangi produktivitas tanaman (Bathke et al., 1992).

Menurut Bauder (1976) beberapa soil conditioner dapat mempengaruhi sifat-sifat tanah. Sifat tanah yang secara teori dapat dipengaruhi oleh penambahan soil conditioner ke dalam tanah antara lain (1) kemampuan menahan air, (2) suhu, (3) kapasitas dan ketersediaan hara, (4) aerasi, (5) struktur dan stabilitas agregat, (6) populasi dan perilaku mikrob, (7) bahan organik, (8) perilaku hewan, termasuk serangga.

2.5 Pengaruh Bentuk Soil Conditioner

Menurut Glaser et al., (2002) perbedaan bentuk pembenah tanah akan berpengaruh terhadap kemampuannya dalam memperbaiki kualitas tanah, khususnya dalam ketersediaan hara, retensi hara, dan retensi air. Pembenah tanah yang dikemas dalam bentuk granul mempunyai kadar air, kandungan hara P dan K serta pH yang lebih rendah namun mempunyai nisbah C/N lebih tinggi dibandingkan bentuk serbuk dan pelet. Pada umumnya kemasan serbuk mempunyai kandungan C-organik yang lebih tinggi, namun kandungan asam fulvat lebih rendah dibandingkan bentuk granul dan pelet (Nurida et al., 2010). Sementara menurut Annafi (2004), briket organik (kompos dan pupuk kandang) selain dapat digunakan sebagai media tanam dan pupuk organik juga dapat menjadi alternatif pembenah tanah, jika digunakan pada lahan lahan marginal, dapat meningkatkan bahan organik tanahnya dan dapat meningkatkan kapasitas menyimpan air.


(1)

26

Tisdall JM. 1996. Formation of soil aggregates and accumulation of soil organic matter. In: Carter MR, Stewart BA (eds.). Structure and Organic Matter Storage in Agriculture Soils. CRC Press, Boca Raton, FL, pp. 57-96.

Yogaswara, A. 1977. Seri-seri Tanah dari 7 Tempat di Jawa Barat. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor


(2)

(3)

28

Tabel Lampiran 1. Hasil ANOVA analisis faktorial 2 faktor

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:kdr_air

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 30.805a 3 10.268 1.828 .220 Intercept 33026.718 1 33026.718 5880.581 .000

Perlakuan 20.021 1 20.021 3.565 .096

Waktu 4.272 1 4.272 .761 .409

perlakuan*waktu 6.512 1 6.512 1.160 .313

Error 44.930 8 5.616

Total 33102.453 12

Corrected Total 75.735 11 a. R Squared = .407 (Adjusted R Squared = .184)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:mikroba

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 106.917a 3 35.639 .610 .627

Intercept 2338.579 1 2338.579 40.036 .000

Perlakuan 75.100 1 75.100 1.286 .290

Waktu 30.784 1 30.784 .527 .489

perlakuan*waktu 1.033 1 1.033 .018 .898

Error 467.295 8 58.412

Total 2912.790 12

Corrected Total 574.211 11 a. R Squared = .186 (Adjusted R Squared = -.119)


(4)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:fungi

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 185.253a 3 61.751 .303 .822

Intercept 9573.360 1 9573.360 47.010 .000

Perlakuan 136.823 1 136.823 .672 .436

Waktu 32.144 1 32.144 .158 .702

perlakuan*waktu 16.287 1 16.287 .080 .785

Error 1629.160 8 203.645

Total 11387.774 12

Corrected Total 1814.414 11 a. R Squared = .102 (Adjusted R Squared = -.235)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:agregat

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 16075.441a 3 5358.480 3.702 .119 Intercept 416430.933 1 416430.933 287.692 .000

Perlakuan 34.766 1 34.766 .024 .884

Waktu 13610.865 1 13610.865 9.403 .037

perlakuan*waktu 14.915 1 14.915 .010 .924

Error 5789.964 4 1447.491

Total 506936.044 8

Corrected Total 21865.406 7 a. R Squared = .735 (Adjusted R Squared = .537)

Kesimpulan : pemberian soil conditioner berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar air dilihat dari faktor perlakuan dengan taraf nyata 10%


(5)

30

Tabel Lampiran 2. Nilai mean dan standar deviasi Bulan ke-2

Group Statistics

PERLAKUAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

AGREGAT KONTROL 2 294.7125 13.14582 9.29550

SOIL CONDITIONER 2 287.2595 67.33141 47.61050

KADAR AIR KONTROL 3 52.5033 1.59017 .91808

SOIL CONDITIONER 3 53.6133 2.59240 1.49672

MIKROBA KONTROL 3 10.1500 9.25162 5.34143

SOIL CONDITIONER 3 14.5667 5.83959 3.37149

FUNGI KONTROL 3 31.1500 14.02970 8.10005

SOIL CONDITIONER 3 22.0667 9.90067 5.71616

Bulan ke-6

Group Statistics

PERLAKUAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

AGREGAT KONTROL 1 202.6600 . .

SOIL CONDITIONER 3 201.1033 23.27883 13.44004

KADAR AIR KONTROL 3 49.8367 .32868 .18977

SOIL CONDITIONER 3 53.8933 3.62046 2.09027

MIKROBA KONTROL 3 12.7667 8.06494 4.65630

SOIL CONDITIONER 3 18.3567 6.99361 4.03776

FUNGI KONTROL 3 32.0933 19.28950 11.13680


(6)

Tabel Lampiran 3. Data awal soil conditioner dan data sifat-sifat kimia soil conditioner bulan ke 6

 Data sifat-sifat kimia soil conditioner bulan ke 6

pH 1:1 C-organik N total KTK

5,3 2,0 0,18 14,18

 Data awal soil conditioner a. Unsur hara makro (%)

C-organik N-total P-total K Ca Mg

25,37 1,13 0,59 0,73 2,56 0,62

b. Unsur hara mikro (ppm)

Fe Cu Mn Zn

1,52 19 83 134

c. Sifat Biologi

Total Fungi (koloni) Total Mikrob (koloni)

9,3 x 106 3,95 x 1011