Kerja sama diukur dari kesediaan karyawan
Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Kependudukan ...
Volume 2, Nomor 2, September 2013
175
arah garis diagonal, maka model regresi tidak me- menuhi asumsi-asumsi normalitas.
Dependent Variable: Kinerja Pegawai
Observed Cum Prob
1.00 .75
.50 .25
0.00
E xp
e ct
e d
C u
m P
ro b
1.00 .75
.50 .25
0.00
Gambar 1. Uji Normalitas P-P Plot
Sumber: Hasil pengolahan SPSS
Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil regresi dari data primer yang diolah dengan menggunakan program SPSS
diperoleh hasil sebagaimana Tabel 1, dapat dibuat persamaan sebagai berikut:
Y = 15,942 + 0,473X
Dari nilai formulasi diatas dapat diketahui konstanta sebesar 15,942 yang merupakan nilai
tetap yang tidak dipengaruhi oleh Budaya or- ganisasi, artinya jika tidak ada budaya organisasi
maka kinerja pegawai pada dinas Kependudkan dan Pencatatan Sipil Kota Lhokseumawe sebesar
15,942 . Berdasarkan persamaan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Koeisien X sebesar 0,473 artinya jika budaya organisasi ditingkatkan 100 maka kinerja pega-
wai meningkat sebesar 47,3. Berdasarkan Tabel 2, koeisien korelasi R
diperoleh nilai sebesar 0,366 atau 36,6; yang bera bahwa rendahnya hubungan korelasi antara
budaya organisasi kerja terhadap kinerja pegawai pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kota Lhokseumawe. Sedangkan koeisien de- terminasi R
2
sebesar 0, 134 atau 13,4; artinya
perubahan-perubahan pada kinerja pegawai dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan variabel bu-
daya organisasi sebesar 13,4. Sedangkan sele-
bihnya 86,6 dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.
Pembahasan
Berdasarkan hasil uji statistic seperti ditujuk- kan dalam tabel 3 diperoleh nilai hitung pada vari-
able diperoleh t
hitung
sebesar 2,722 yang diperoleh dari hasil output SPSS dan t
tabel
sebesar 1,677 diperoleh dengan melihat tabel t statistik df =
50-2=48. Hasil menunjukkan bahwa t
hitung
t
tabel
yaitu 2,722 1,677 dengan tingkat signiikansi 0,009. Berdasarkan hasil perhitungan di atas se-
hingga disimpulkan terima Ha tolak Ho artinya, budaya organisasi berpengaruh secara parsial ter-
hadap kinerja pegawai pada Dinas Kependudukan dan pencatatan Sipil Kota Lhokseumawe.
Tabel 1 Coeficient a
B Unstandardized Coeficients
Standardized Coef- icients
Std. Error Beta
1 Constant
15.942 2.848
Budaya organisasi .473
.174 .366
a Dependent Variabel: Kinerja Pegawai
Sumber: Hasil pengolahan SPSS
Tabel 2 Hasil Uji Determinasi
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error
of the Estimate
1 .366a
.134 .116
2.785 a Predictors: Constant, Budaya Organisasi
b Dependent Variabel: Kinerja Pegawai
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
176
Jurnal Visioner Strategis N u r m a la
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpul- kan bahwa hasil pembuktian hipotesis diperoleh
t
hitung
sebesar 2,722 dan t
tabel
sebesar 1,677. Hasil menunjukkan bahwa t
hitung
t
tabel
yaitu 2,722 1,677 dengan tingkat signiikansi 0,009. Berdas-
arkan hasil perhitungan di atas sehingga disim- pulkan terima Ha tolak Ho dalam artinya budaya
organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kota Lhokseumawe.
SARAN
Variabel-variabel lain yang belum muncul pada penelitian ini hendaknya dapat ditindaklan-
juti menjadi pertimbangan untuk melakukan pe- nelitian yang lebih mendalam.
Tabel 3 Hasil Uji-t
Model t
Sig. 1
Constant 5.598
.000 Budaya Kerja
2.722 .009
a Dependent Variable: Kinerja Pegawai
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Kependudukan ...
Volume 2, Nomor 2, September 2013
177 REFERENSI
Arikunto, Suharsimi, 2000. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta: Jakarta. ______, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi. Rineka Cipta: Jakarta
Assagaf, Yusran. 2012. Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Kinerja Karyawan. Keputusan Men-
pan no 25 Kep M.Pan 4 2002 tentang Pedoman PengembanganBudaya Kerja Aparatur Negara. Jakarta:Kantor Menpan.
Brahmasari. 2004. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta, Graha Ilmu
Donnely, Ivancevich Gibson 1997. Organisasi. Jilid 1 Edisi Kelima. Erlangga 1997 http:id.wikipedia.
orgwikiBudaya. Diakses 20 Agustus 2012
David, Drennan 1994 .Faktor Yang Mempengaruhi Budaya kerja.Harian Republika, 27 Juli
1994:8 . http:id.wikipedia.orgwikibudaya
. Diakses 21 Agustus 2012. Gibson, 1995, ”Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Struktur, Proses. Terjemahan, Jakarta: Penerbit
Erlangga. Gleser, Susan R, Zamanou, Sonia and Hacker Kenneth. 1987. Measuring and Interpreting Organiza-
tional Culture Management Communication Quartely , Vol. 1. No.2 pp 173-178.
Hofstede G and Bornd MH. 1984. Hofstede Culture Dimension: An Independent Validation Using Rokeach Value Survey. Journal Of Cross Cultiral Psychology.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
______, 2007. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. PT Reika Aditama: Bandung. Nugraha, Prima sinaga. 2009. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada
Sekretariat Daerah Kabupaten Dairi Sumatera Utara
. Skripsi. Tidak diplubikasikan. Universi- tas Sumatra Utara. Medan
Sugiono. 2008. Metodologi Penelitian Bisnis. Cetakan kesembilan. Penerbit CV. Alfabeta: Bandung.
178
Jurnal Visioner Strategis N u r m a la
Pengaruh Kurs dan Inlasi terhadap Pasar Saham di Indonesia
Volume 2, Nomor 2, September 2013
179
Pengaruh Kurs dan Inlasi terhadap Pasar Saham di Indonesia
This study aimed to examine the effect of exchange rate and inlation on stock market prices in Indonesia. The hypothesis is that the exchange rates
and inlation negatively affect the stock market in Indonesia. Data collected by observation methode that use monthly data from January 2010-December
2012. Variable is proxied by stock market Stock Price Index CSPI. The analytical method used is multiple linear regression analysis. The study con-
cluded that the exchange rate and inlation variables and signiicant negative effect on the stock price index.
Keywords: Exchange rate, inlation, stock market R i s t a t i
Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh,
Lhokseumawe
JURNAL VISIONER STRATEGIS
Volume 2, Nomor 2, September 2013 ISSN: 2338-2864
p. 179-186
180
Jurnal Visioner Strategis R i s t a t i
LATAR BELAKANG
Perkembangan pasar modal suatu negara tidak lepas dari perkembangan perekonomian ne-
gara tersebut. Pertumbuhan ekonomi tinggi dan kondisi bisnis yang baik diharapkan dapat men
- ingkatkan harga saham. Selain dari pertumbuhan
ekonomi, tingkat bunga dan inlasi mempengaruhi kinerja pasar modal yang tercermin dari indek
harga saham gabungan. Pasar modal adalah salah satu alternatif sumber dana selain perbankan, dan
juga salah satu tempat investasi bagi pihak yang mempunyai kelebihan dana. Para pemodal dapat
melakukan investasi tidak hanya pada aktiva riil real assets tetapi juga inancial assets seperti in-
vestasi saham, obligasi, dan sertiikat reksa dana Efni, 2009.
Untuk berinvestasi di pasar saham membutuh- kan sejumlah informasi untuk membantu investor
dalam melakukan pengambilan keputusan. Pasar saham yang eisien merupakan cerminan semua
informasi yang relevan terhadap harga sekuritas saham. Informasi pasar saham mengungkapkan
melalui perubahan harga dengan cepat Stiglitz, 1985. Kondisi makroekonomi merupakan salah
satu informasi yang relevan bagi investor untuk menentukan apakah akan menginvestasikan dan-
anya ke pasar saham atau tidak. Hal ini disebab- kan kondisi pasar saham berkaitan erat dengan
kondisi ekonomi. Di saat kondisi ekonomi sedang bertumbuh, maka pasar saham akan bullish, na
- mun pada saat kondisi ekonomi terpuruk, maka
pasar saham akan bearish. Stabilitas pasar saham mempunyai peranan
sangat penting dalam mendorong pertumbuhan perekonomian. Pasar saham adalah titik perte-
muan antara penawaran dengan permintaan su -
rat berharga, dimana individu yang mempunyai kelebihan dana surplus funds berinvestasi pada
perusahaan entities yang kekurangan dana. Dalam teori portofolio ada beberapa faktor yang
mempengaruhi permintaan surat berharga seperti kekayaan, suku bunga, kurs, dan tingkat inlasi,
sedangkan penawaran surat berharga dipengaruhi oleh proitabilitas perusahaan, inlasi yang dihara-
pkan dan aktivitas pemerintah Miskhin, 2008.
Inlasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa yang mempunyai pengaruh luas demikian
juga terhadap harga saham di pasar modal. Den- gan inlasi maka akan terjadi naik turunnya harga
saham. Bagi investor saham, laju inlasi menjadi pertimbangan dalam menyusun portofolio den-
gan harapan menghasilkan riel return tertinggi. Real return merupakan return
investasi yang ter- sisa setelah komisi, pajak, inlasi dan semua biaya
lain. Selama inlasi moderat, pasar saham mem- berikan peluang terbaik kalau dibandingkan den-
gan instrument pendapatan tetap dan pasar uang Cahyono, 2011.
Pergerakan nilai tukar dan inlasi yang diikuti oleh pergerakan suku bunga sebagai pengendali
permintaan dan penawaran uang beredar mau -
pun sebagai pengontrol inlasi maka suku bunga dapat digunakan sebagai alat mediasi nilai tukar
dan inlasi untuk melihat dampaknya terhadap harga saham. Naik turunnya harga saham yang
dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar dan inlasi dapat mempengaruhi pengembalian dan tingkat
keuntungan, nilai tukar dan inlasi yang wajar akan mendorong pergerakan iklim investasi yang
secara langsung mampu mengangkat perekono- mian negara secara makro, karena para investor
baik dari dalam maupun luar negeri tertarik un- tuk menanamkan modalnya di dalam negeri yang
tentu memberikan keuntungan bagi para investor itu sendiri dan juga negara.
Kurs ini biasanya digunakan sebagai indikator utama untuk melihat kekuatan ekonomi ataupun
tingkat kestabilan perekonomian suatu Negara. Jika kurs mata uang negara tersebut tidak stabil
maka dapat dikatakan bahwa perekonomian ne
- gara tersebut tidak baik atau sedang mengalami
krisis ekonomi. Untuk itu perlu bagi suatu Negara untuk memiliki mata uang yang stabil agar pereko-
nomian negara tersebut dapat berjalan dengan lan- car dan membentuk suatu tren pertumbuhan. Hasil
studi yang dilakukan Moradoglu, et al, 2000 me- nyimpulkan bahwa faktor makroekonomi memi-
liki hubungan erat dengan perilaku harga saham. Temuan Saadah dan Panjaitan 2006 menemukan
hasil yang berbeda yaitu tidak ada interaksi dina- mis yang signiikan antara harga saham dan nilai
tukar. Studi Maryanne 2010 mendukung temuan Saadah dan Panjaitan, yang menyatakan bahwa
faktor nilai tukar rupiah dan inlasi tidak berpen- garuh terhadap harga saham.
Pengaruh Kurs dan Inlasi terhadap Pasar Saham di Indonesia
Volume 2, Nomor 2, September 2013
181
Berdasarkan ulasan dan hasil studi di atas, maka dalam penelitian ini, saya akan mereplikasi-
kan kembali beberapa studi yang sudah dilaku- kan. Apakah temuan ini akan mendukung studi
yang menyatakan bahwa faktor makroekonomi berpengaruh terhadap harga saham atau malah se-
baliknya bahwa tidak ada pengaruh antara faktor makroekonomi dengan harga saham.
TINJAUAN TEORITIS
Makroekonomi sebuah studi tentang ekonomi secara keseluruhan. Yang menjelaskan menge-
nai perubahan ekonomi dan berdampak kepada masyakarakat, perusahaan, dan pasar. Makroe-
konomi sebuah indicator yang dijadikan investor untuk menafsirkan dan menganalisis guna un-
tuk pengambilan keputusan investasi. Indikator ekonomi dapat digunakan untuk memprediksi tren
keuangan atau ekonomi di masa depan. Indikator makroekonomi adalah adalah tingkat inlasi, suku
bunga bank Indonesia, dan Kurs Mougoue, 1996; Gupta, 2000; dan Moradoglu, et al, 2000.
Kurs merupakan nilai tukar mata uang antara satu Negara dengan Negara lain. Harga sebuah
mata uang dari suatu Negara yang diukur atau din -
yatakan dalam mata uang Negara lain Krugman dan Maurice, 2003. Nopirin 1996 menyebutkan
kurs adalah perbandingan antara dua mata uang yang berbeda, maka akan mendapatkan perband
- ingan nilaiharga antara kedua mata uang tersebut.
Kurs atau nilai tukar mata uang juga dapat didein- isikan sebagai harga satu unit mata uang domestik
dalam satuan valuta asing. Melemahnya nilai tukar domestik terhadap mata uang asing seperti Ru-
piah terhadap US Dollar memberikan pengaruh yang negatif terhadap pasar ekuitas karena pasar
ekuitas menjadi tidak punya daya tarik Kurs dis- ebut juga sebagai harga suatu mata uang terhadap
mata uang lainnnya Salvatore, 2008. Sedang- kan bukti empiris yang dilakukan Ibrahim 2000
menemukan hubungan positif yang lemah antara perbedaan return
saham domestik dikurangi luar negeri dengan perubahan dalam nilai tukar.
Inlasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inlasi kecuali bila kenaikan
itu meluas atau mengakibatkan kenaikan kepada barang lainnya. elain itu tingkat inlasi yang tinggi
menunjukkan bahwa resiko investasi cukup besar sebab inlasi yang tinggi akan mengurangi ting-
kat pengembalian rate of return dari investor Nurdin, 1999. Widjojo dalam Almilia, 2003
yang menyatakan bahwa makin tinggi inlasi akan semakin menurunkan tingkat proitabilitas peru-
sahaan. Turunnya proit perusahaan adalah infor- masi yang buruk bagi para trader di bursa saham
dan dapat mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan tersebut.
Pasar saham berperilaku seperti semua pasar lainnya dalam suatu ekonomi yang kom-
petitif. Harga pasar saham ditentukan oleh paso- kan saham dari penjual dan permintaan saham
dari pembeli. Pada dasarnya, aturan penawaran dan permintaan bekerja di sini. Jika lebih banyak
orang ingin membeli saham permintaan dari orang-orang yang ingin menjual supply, maka
harga bergerak naik. Sebaliknya, jika lebih banyak orang ingin menjual saham daripada membelinya,
akan ada pasokan lebih besar daripada permintaan, dan harga akan jatuh. Ketika kinerja harga saham
yang besar, semua orang ingin membeli masuk ini membuat sisi permintaan lebih besar di pasar, dan
menyebabkan harga lebih tinggi. Sebaliknya, jika permintaan kurang dari suplai, maka penurunan
harga ini http:bisnisdaninvestasi.com.
Harga saham dapat juga dipengaruhi suatu kondisi diluar kinerja perusahaan yang dinama-
kan risiko pasar. Baik berupa tingkat suku bunga SBI yang berdampak pada naik turunnya bunga
deposito yang menjadi efek pengalihan dana oleh investor keluar saham. Hal ini akan membawa
dampak turunnya harga saham tersebut. Selain tingkat suku bunga faktor inlasi yang tinggi juga
memungkinkan berpengaruh terhadap harga suatu saham. Inlasi akan menurunkan daya beli dan
penurunan nilai asset perusahaan Permana dan Sularto, 2008.
Sementara Moradoglu, et al. 2000, berpen- dapat bahwa perilaku harga saham telah banyak
dilakukan, terutama dalam kaitannya dengan vari- abel makro ekonomi. Penelitian Moradoglu ini
mendukung temuan Chen et al. 1986, Geske and Roll 1983, dan Fama 1981. Sedangkan Ajayi
dan Mougoue 1996 juga menggunakan vari-
182
Jurnal Visioner Strategis R i s t a t i
abel makroekonomi nilai tukar dan harga saham. Mereka meneliti hubungan dinamis antara harga
saham dan nilai tukar pada “Delapan Besar” pasar saham, yaitu kanada, Perancis, Jerman, Italia,
Jepang, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat dengan menggunakan bivariate error correction
model . Hasil penelitian mereka menunjukkan
hubungan yang signiikan antara nilai tukar dan harga saham pasar modal dan pasar uang.
Hipotesis
Permana dan Sularto 2008 menyatakan bah- wa tingkat bunga SBI, dan tingkat inlasi memiliki
pengaruh negatif dan signiikan terhadap harga sa- ham. Sedangkan penelitian yang dilakukan Rika
2001 menyisimpulkan bahwa arah pergerakan return saham agribisnis sulit untuk diperkirakan
mengingat dari analisis sensitivitas return saham agribisnis terhadap kedua faktor yaitu SBI dan
tingkat inlasi menunjukkan pengaruh yang ber- lawanan, karena kenaikan SBI akan memberikan
sentimen positif terhadap return saham agribisnis sementara tingkat inlasi justru memberikan sen-
timen negatif Selain itu juga dapat disimpulkan walaupun model APT yang dibentuk hanya mam-
pu mejelaskan 27.8 dari variasi return saham ag- ribisnis, namun dari analisis regresi menunjukkan
return saham agribisnis dipengaruhi oleh: faktor indeks Nikkei berpengaruh positif, indeks kom
- posit Thailand berpengaruh positif, suku bunga
SBI berpengaruh positif, faktor pergantian pemer- intah berpengaruh positif dan tingkat inlasi ber-
pengaruh negatif.
Fatah 2009 menguji variabel makroekonomi Indonesia, indeks harga saham di luar negeri, dan
suku bunga terhadap pergerakan indeks harga sa -
ham gabungan IHSG, serta melihat hubungan keseimbangan jangka panjang dan jangka pendek.
Hasil studinya menyimpulkan bahwa pengendali- an nilai tukar sebagai salah satu instrumen moneter
dan pergerakan indeks harga saham di luar negeri memiliki dampak jangka panjang dan jangka pen-
dek terhadap harga-harga saham di pasar modal indonesia. Penelitian Fata mendukung hasil studi
yang dilakukan Fama dan French 1981 yang meneliti kaitan antara return saham dengan ting-
kat suku bunga, inlasi dan pertumbuhan ekonomi, hanya menemukan pengaruh negatif inlasi terha-
dap harga saham dan tidak menemukan pengaruh suku bunga dan pertumbuhan ekonomi terhadap
harga saham. Jadi berdasarkan beberapa hasil studi empiris
di atas, maka penelitian ini dihipotesiskan sebagai berikut:
H
1
: Kurs berpengaruh negatif terhadap harga sa- ham di Bursa Efek Indonesia.
H
2
: Inlasi berpengaruh negatif terhadap harga saham di Bursa Efek Indonesia.
METODE PENELITIAN Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder bulanan dalam bentuk time
series periode Januari 2010-Desember 2012. Data
diperoleh dari Bank Indonesia www.bi.go.id, Badan Pusat Statistik www.bps.go.id dan Bursa
Efek Indonesia www.idx.co.id.
Pengukuran Variabel Indek Saham merupakan tanda penyertaan
atau kepemilikan seseorang atau badan dalam sua- tu perusahaan, selembar saham adalah selembar
kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemiliknya berapapun porsinya
jumlahnya dari suatu perusahaan yang menerbit- kan kertas saham tersebut. Harga saham yang di-
gunakan dalam penelitian ini adalah Indek Harga Saham Gabungan IHSG.
Kurs merupakan
ertukaran uang dari nilai mata uang yang berbeda. Pasar Valuta Asing ini
menyediakan pasar sarana isik maupun dalam pasar kelembagaan untuk melakukan perdagan-
gan mata uang asing, menentukan nilai tukar mata uang asing, dan menerapkan managemen mata
uang asing. Kurs yang digunakan dalam penelitian ini adalah perbandingan nilai mata uang Indonesia
RP dengan mata uang Amerika Dollar
Inlasi merupakan kenaikan tingkat harga ba-
rang dan jasa secara umum dan terus menerus se -
lama waktu tertentu.
Model analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi liniear berganda mul-
tiple regression analysis dengan formulasi seba-
gai berikut:
Pengaruh Kurs dan Inlasi terhadap Pasar Saham di Indonesia
Volume 2, Nomor 2, September 2013
183 IHSG = α + β
1
Kurs + β
2
Inlasi
3
+ e PEMBAHASAN
Uji asumsi klasik digunakan adalah Uji multi- kolinearitas, Uji ini bertujuan ada tidaknya korela-
si antar variabel bebas. Hasil uji multikolinearitas yang didasarkan pada analisis korelasi variabel-
variabel independen disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Uji Multikolinearitas
Variabel IHSG
Kurs Kurs
-0,5291 -
Inlasi
-0,1415 0,0335
Berdasarkan hasil Tabel 1 terlihat bahwa ke- seluruhan variabel independen memiliki korelasi
relatif lebih rendah dengan nilai korelasi di bawah 0,8. Ini membuktikan bahwa model tersebut tidak
terindikasi masalah multikolinier. Sebuah model memiliki masalah multikolinieritas, jika korelasi
antar variabel independen melebihi 0,8 Gujarati, 2003.
Hasil persamaan regresi yang digunakan dalam mengestimasikan kurs dan inlai terhadap
indeks harga saham adalah sebagai berikut:
Tabel 2 Hasil Estimasi Regresi
Variabel Koeisien
Constant 10247,52
562,832 17,31495
Kurs -0,55843
0,05858 -9,06246
Inlasi -2,26642
43,3354 -0,04974
R Squared 0,786
Adj, Squared 0,779
F-Statistik 117,205
Prop F-Statistik 0,0000
Keterangan: p1, p5 dan p10
Persamaan regresi pada Table 2 diperoleh nilai koeisien kurs dan inlasi berslope negatif. Slope
negatif ini dapat diinterpretasikan bahwa jika setiap penurunan nilai variabel kurs dan inlasi,
maka indek harga saham akan mengalami pening- katan, begitu juga sebaliknya. Nilai adjusted R-
squared sebesar 0,779. Ini bermakna bahwa nilai
indeks harga saham dapat dijelaskan oleh variabel independen dalam penelitian ini kurs dan inlasi
adalah sebesar 77,9, sisanya 22,1 dijelaskan oleh faktor lain diluar variabel independen yang
digunakan seperti pertumbuhan ekonomi, politik, dan kebijakan pemerintah lainnnya.
Dari hasil estimasi regresi tabel 2 diperoleh bahwa variabel kurs juga berpengaruh negatif
terhadap indeks harga saham. Ini menandakan bahwa hipotesis H
1
dalam penelitian ini da- pat diterima. Temuan ini juga mendukung studi
yang dilakukan Gupta, 2000 dan Moradoglu, et al,
2000, Permana dan Sularto 2008 dan Fatah 2009 yang menyatakan bahwa kurs ber-
pengaruh negatif terhadap hargareturn saham. Kurs merupakan salah satu alternatif investasi
bagi masyarakat yang memiliki kelebihan dana. Dengan melakukan investasi dalam bentuk valas
investor dapat memperoleh keuntungan dari ter- jadinya kenaikan kurs. Apabila nilai mata uang
rupiah mengalami depresiasi maka investor cend- erung akan mengalihkan’investasinya ke dalam
valas. Apabila investor saham banyak yang mel- akukan tindakan seperti itu maka dapat berpen
- garuh pada turunnya lHSG di pasar modal.
Variabel inlasi berpengaruh negatif terhadap harga saham. Ini membuktikan bahwa hipotesis
penelitian ini H
2
yang menyatakan variabel in- lasi berpengaruh negatif terhadap indeks harga
saham dapat diterima. Hasil studi ini juga meno- lak studi empiris yang dilakukan Saadah dan Pan-
jaitan 2006 dan Maryanne 2010 yang menya- takan bahwa inlasi berpengaruh positif terhadap
harga saham. Tetapi penelitian ini justru men- dukung studi yang dilakukan Gupta, 2000 dan
Moradoglu, et al, 2000, Permana dan Sularto 2008 dan Fatah 2009. Ini membuktikan bahwa
semakin tinggi inlasi akan semakin menurunkan tingkat proitabilitas perusahaan. Turunnya proit
perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham dan dapat mengakibatkan
turunnya harga saham perusahaan tersebut Wid- jojo dalam Almilia, 2003. Disisi lain inlasi yang
terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang purchasing power of money.
Disamping itu, inlasi yang tinggi juga bias men- gurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh
184
Jurnal Visioner Strategis R i s t a t i
investor dari investasinya. Sebaliknya jika tingkat inlasi suatu Negara mengalami penurunan, maka
hal ini akan merupakan sinyal yang positif bagi investor seiring dengan turunnya risiko daya beli
uang dan risiko penurunan pendapatan riil Supar- moko dan Maria, 2000.
KESIMPULAN
Hasil analisis regresi linier berganda menun- jukkan bahwa variabel kurs berpengaruh negatif
terhadap indeks harga saham. Meskipun varibel inlasi juga signiikan. Jika kondisi kedua variabel
tersebt mulai menunjukkan peningkatan sebai- knya investor menjual saham karena hasil peneli-
tian ini memprediksikan bahwa harga saham akan turun apabila terjadi kurs dan inlasi mengalami
peningkatan. Sebaliknya, jika kurs dan inlasi menunjukkan penurunan, maka investor tidak
perlu menjual saham karena harga saham akan mengalami peningkatan.
Penelitian ini membatasi dalam penggunaan variabel kurs dan inlasi, hendaknya jika ada pe-
neliti yang ingin menindaklanjuti penelitian ini dapat menambahkan variabel lain seperti pertum-
buhan ekonomi, kondisi politik, dan lain-lain.
Pengaruh Kurs dan Inlasi terhadap Pasar Saham di Indonesia
Volume 2, Nomor 2, September 2013
185 REFERENSI
Ajayi, R. A, dan Mougoue, M, 1996, On The Dynamic Relation Between Stock Prices and Exchange Rate, Journal of Finance Research, Vol. 19, hal.193-207
Almilia, Luciana Spica, 2003, Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi inancial distress Suatu Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta,
Simposium Nasional Akuntansi, ke-VI. Cahyono, Jaka Eko, 2011, Archive for the ‘Ekonomi Makro dan Indikatornya’ Category, http:jecahy-
ono.wordpress.comcategorytutorialekonomi-makro-dan-indikatornya, Diakses 1 Agustus 2012 Chen, Naifu, 1986, Economic Forces and the Stock Market, The Journal of Business, Vol. 59
Dornbusch, Rudiger, dan Fischer, Stanley, 1992, Makroekonomi, Edisi Keempat, Jakarta: PT. Erlangga Efni, Yulia, 2009, Pengaruh Suku Bunga Deposito, SBI, Kurs dan Inlasi Terhadap Harga Saham
Perusahaan Real Estate dan Property di BEI, Jurnal Ekonomi, Vol. 17. No. 1. Fama, E. F dan French, K. R, 1981, The Cross-Section of Expected Stock Returns, Journal of Finance
Vol. 47 hal. 527-466 Fama, E, 1981, Stock Returns, Real Activity, Inlation, and Monetery, American Economics Review,
Vol. 71. Fatah, Toto Abdul, 2009, Pengaruh Variabel Makroekonomi Indonesia Dan Indeks Harga Saham
Di Luar Negeri Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Ihsg Di Bursa Efek Indonesia, Master Tesis, Institut Teknologi Surabaya
Geske, R. dan Roll, R, 1983, The Monetery and Fiscal Lingkage Stock Returns and Inlation, The Journal
if Finance. Vol. 38. Gujarati, Damodar, 2003, Basic Econometrics, 4
th
Edition, Mc Graw Hall Gupta, Jyoti P., Alain Chevalier dan Fran Sayekt. 2000. The Causality Between Interest Rate, Exchange
Rate and Stock Price in Emerging Market: The Case Of The Jakarta Stock Exchange, Working Paper Series, EFMA, Athens
Ibrahim, Mansor, 2000, Cointegration and Granger Causality Test of Interaction in Malaysia, Asian Economics Bulletin,
Vol. 17. Hal. 36-47 Jatiningsih, Oksiana dan Musdholifah, 2007, Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Aplikasi Manajemen. Vol. 5, No. 1 Krugman, Paul, R dan Maurice, Obsfeld, 2003, International Economics Theory and Policy,
6
th
Edition, USA: Addison Wesley Mishkin, Frederic S, 2008, Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan, Jakarta,Salemba Empat
186
Jurnal Visioner Strategis R i s t a t i
Moradoglu, G., Fatma Taskin, dan Like Bigan, 2000, Causality Bertween Stock Returns and Macro- economics Variabels in Emerging Markets, Russian and East European Finance and Trade, Vol. 36,
hal. 35-53
Nopirin 1996 Ekonomi Moneter, Yogyakarta; BPFE Nurdin, Djayadi, 1999, Resiko Investasi Pada Saham Proprerti di Bursa Efek Jakarta, Usahawan,
No.3, hal.17-23. Permana, Yogi dan Lana Sularto, 2008, Analisis Pengaruh Fundamental Keuangan, Tingkat Bunga
SBI dan Tingkat Inlasi terhadap Pergerakan Harga Saham. Jurnal Ekonomi Bisnis, No.2 Vol 13 Permana, Yogi, dan Sularto, Lana, 2008, Analisis Pengaruh Fundamental Keuangan, Tingkat Bunga
SBI Dan Tingkat Inlasi Terhadap Pergerakan Harga Saham, Jurnal Ekonomi Bisnis, Vol. 13, No. 2, hal. 103-111.
Rika, Azmi, 2001, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Saham Agribisnis Di Bej Menggunakan Model Arbitrange Princing Theory,
Masters Thesis, Institut Pertanian Bogor. Sa’adah dan Yunia Panjaitan. 2006, Interaksi Dinamis Antara Harga Saham dengan Nilai Tukar Ru-
piah Terhadap Dollar Amerika Serikat. Jurnal Ekonomi dan Bisnis.
Salvatore, Dominick, 2008, Theory and Problem of Micro Economic Theory, 3
rd
Edition, Alih Bahasa
oleh Rudi Sitompul, Jakarta: PT. Erlangga Sitinjak, Elyzabeth Lucky Maretha, dan Kurniasari, Widuri, 2003, Indikator-indikator Pasar Saham
dan Pasar Uang yan Saling Berkaitan ditinjau dari Pasar Saham sedang Bullish dan Bearish, Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis,
Vol 3. No. 3 Stiglitz, JE, 1985, Credit Markets and the Control of Capital, Journal of Money, Credit and Banking,
Vol 17, No. 2, Diakses 01 Agustus 2012, http:www.jstor.orgdiscover10.23071992329?uid=3738 224uid=2uid=4sid=21100954540043
Tandelin, Eduardus, 2001, Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Yogayakarta : BPFE. http:www.bi.go.id
http:www.bi.go.idwebidMoneterBI+RatePenjelasan+BI+Rate http:www.bi.go.idwebidMoneter2Inlation+TargetingPengenalan+Inlasi
http:www.bisnisdaninvestasi.com http:www.bps.go.id
http:www.idx.co.id http:www.kursvalutaasing.com
Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan pada SKPK Aceh Utara
Volume 2, Nomor 2, September 2013
187
Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan pada SKPK Aceh Utara
The purpose of this study is to determine the effect of leadership style on employee performance. The model used in this study is the multiple linear
regression analysis using the tools of SPSS 20. The test results obtained simultaneously while the value of 42 012 F
count
F
tabel
at a signiicant level α = 5 is equal to 2,741. This shows that the calculation is based on statistical
tests F
count
≥ F
tabel
, with a probability level of 0.005. Thus the results of this calculation can be taken a decision that the hypothesis can be accepted and
the null hypothesis is rejected, it means that the factor of leadership style, style laiser faire, and democratic signiicant effect on the performance of em-
ployees in the national unity of the district. The results partially, t
value
for the variable autocratic style of ≥ 2,678 t 1,994 tables that accept and reject Hi Ho
means that independent variables are factors laiser faire partially signiicant effect on employee performance. Fair laiser variable t for t ≥ 2,183 1,994
tables that accept and reject Hi Ho Variable democratic means independent variable t for t ≤ 4,935 1,994 tables that accept and reject Ho Hi means the
independent variable is the democratic factor . The most dominant variable values to the effects of leadership style on employee performance
Keywords: Leadership, autocratic style, democratic style, laiser faire style R u s y d i
Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh,
Lhokseumawe
JURNAL VISIONER STRATEGIS
Volume 2, Nomor 2, September 2013 ISSN: 2338-2864
p. 187-198
188
Jurnal Visioner Strategis R u s y d i
LATAR BELAKANG
Manajemen dan kepemimpinan merupakan hal yang menjadi fokus bagi keberhasilan atau
kegagalan suatu organisasi. Kedua istilah ini pada prinsipnya tidak dapat dipisahkan satu den-
gan yang lainnya, dalam suatu sistem organisasi. Tetapi istilah manajemen sering diartikan sebagai
proses pencapaian tujuan organisasi melalui keg- iatan orang lain. Implikasi dari pengertian seder-
hana ini adalah penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi.
Keterlibatan sumber daya manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan pada prinsipnya
mempunyai akibat yang lebih jauh dan kompleks dalam pemanfaatannya untuk mencapai tujuan
organisasi tersebut. Untuk itu diperlukan kreativi- tas, yaitu senantiasa mencari cara-cara, peluang-
peluang dan terobosan-terobosan baru, karena daya saing ditentukan oleh kreativitas disamp-
ing produktivitas. Dengan kreativitas ini dalam pembangunan sumber daya manusia, maka upaya
mengembangkan perlu menjadi pemikiran semua pihak yang terkait dalam dunia usaha khususnya
jasa telekomunikasi di Indonesia. Usaha ini tidak dapat dipandang sebagai
sesuatu yang berdiri sendiri, sebab kepemimpinan hanya bisa berlangsung jika ada yang dipimpin
dan jika terjadi interaksi yang postif diantara mereka. Menurut Hersey and Blancahard Syafar,
2003:23 kepemimpinan adalah proses mempen- garuhi aktivitas seseorang atau sekelompok orang
untuk mencapai tujuan pada suatu situasi tert- entu. Salah satu faktor yang dapat digunakan un-
tuk meningkatkan kinerja karyawan adalah Gaya kepemimpinan, komunikasi dan motivasi kerja
Putu Sunarcaya, 2008. Berkenaan dengan kepemimpinan, serta ke-
mampuan pencapaian kinerja karyawan dan tu- juan organisasi maka penelitian ini bermaksud
mengkaji perilaku kepemimpinan yang dikemu- kakan oleh Siagian, 1999:75 yang terdiri dari
gaya kepemimpinan Otokratik, kepemimpinan
paternalistik, kepemimpinan kharismatik, kepem- impinan Laissez faire, dan kepemimpinan yang
demokratik. Menurut Robbins 2006 kepemimpinan mer-
upakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya suatu tujuan. Kar-
tini 1994 menyatakan bahwa fungsi kepemimpi- nan adalah memandu, menuntun, membimbing,
membangun, atau memberi motivasi kerja, dan membuat jaringan komunikasi dan membawa
pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju dengan ketentuan waktu dan perencanaan. Se-
hingga setiap pimpinan akan memperlihatkan gaya kepemimpinannya lewat ucapan, sikap ting-
kah lakunya yang dirasa oleh dirinya sendiri mau- pun orang lain. Gaya kepemimpinan yang tepat
akan menimbulkan motivasi seseorang untuk ber- prestasi. Sukses tidaknya karyawan dalam prestasi
kerja dapat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan atasannya Regina, 2010.
Kinerja karyawan dianggap penting bagi or- ganisasi karena keberhasilan suatu organisasi
dipengaruhi oleh kinerja itu sendiri. Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh
seorang karyawan dalam melakukan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Man-
gkunegara 2005 menyebutkan, faktor yang mem- pengaruhi kinerja adalah kemampuan ability dan
faktor motivasi. Setiap organisasi maupun perusa-
haan akan berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawan untuk mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan. Berbagai cara ditempuh untuk meningkatkan kinerja karyawan misalnya melalui
pendidikan dan pelatihan, pemberian kompensasi dan motivasi serta menciptakan lingkungan kerja
yang baik. Berdasarkan latar belakang masalah maka,
permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah gaya kepemimpinan otokratik, laissez
faire dan demokratik secara simultan mem- punyai pengaruh yang signiikan terhadap ki-
nerja karyawan pada SKPK Aceh Utara
2. Gaya kepemimpinan manakah yang mempu- nyai pengaruh dominan terhadap kinerja kar-
yawan pada SKPK Aceh Utara
TINJAUAN TEORITIS
Kepemimpinan dapat diartikan yaitu Proses yang digunakan oleh seseorang untuk mempen-
garuhi anggota kelompok kearah pencapaian tu- juan-tujuan kelompok atau organisasi Greenberg
Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan pada SKPK Aceh Utara
Volume 2, Nomor 2, September 2013
189
Baron, 1995 dalam Marwansyah,1999. Atau kepemimpinan merupakan kemampuan untuk
mempengaruhi sebuah kelompok ke arah penca- paian tujuan Robbin,1993.
Sejarah perkembangan teori kepemimpinan telah mengalami kemajuan yang sangat pesat,
membuatnya semakin meluas dan kompleks. Ke- pemimpinan adalah fenomena yang kompleks, ka-
rena ia merupakan gejala kemanusiaan yang uni- versal. Juga kepemimpinan merupakan salah satu
masalah yang paling banyak diminati dan paling sedikit difahami gejalanya di dunia ini. Syafar :
2003 : 24.
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang un- tuk mempengaruhi perilaku orang lain. Kekua-
saan berkaitan erat dengan lepemimpinan. Kekua- saan digunakan oleh para pemimpin sebagai alat
untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok. Robbins menyebutkan tiga perbedaan antara kepemimpi-
nan dan kekuasan 1993. Perbedaan pertama ber- kaitan dengan keselarasan tujuan goal compatibi-
lity . Kekuasaan tidak memerlukan kesela-rasan
tujuan, melainkan ketergantungan depedency. Kepemimpinan, disisi lain, memerlukan sejumlah
keselarasan antara tujuan pemimpin da orang- orang yang dipimpin Para peneliti yang menggu-
nakan pendekatan perilaku behavior approach memusatkan perhatian pada dua aspek perilaku
kepemimpinan, nyakni fungsi-fungsi kepemimpi- nan dan gaya kepemimpinan. Fungsi kepemimpi-
nan adalah kegiatan-kegiatan yang terkait dengan tugas task-related activities dan pemeliharaan
kelompok group-maintenance activities, yang harus dijalankan oleh pemimpin atau orang lain,
agar kelompok dapat bekerja secara efektif Ston- er at.al
,1995 Gaya kepemimpinan adalah ber- bagai pola perilaku yang sering digunakan oleh
pemimpin pada saat ia mengarahkan dan mem- pengaruhi orang lain Stoner at.al, 1995
Sebagian besar penelitian tentang kepemimpi- nan menekankan pada gaya style Marwansyah
1999. Dalam hal kepemimpinan, teori gaya kepemimpinan meski belum terdapat kesepaka-
tan bulat tentang gaya kepemimpinan yang secara luas dikenal dewasa ini, lima gaya kepemimpinan
diakui keberadaanya yang dikemukakan oleh, Siagian, 1999:76 yaitu: gaya yang otokratik,
gaya paternalistik, gaya kharismatik, gaya yang laissez faire dan gaya yang demokratik.
Dalam pencapaian tujuan organisasi, yang ber- orientasi pada kinerja karyawan maka peran gaya
kepemimpinan yang diterapkan memiliki kontri- busi yang sangat besar. Seorang pemimpin harus
memiliki beberapa referensi tentang kepemipinan Berkenaan dengan kepemimpinan, serta ke-
mampuan pencapaian kinerja karyawan dan tu- juan organisasi maka penelitian ini bermaksud
mengkaji perilaku kepemimpinan yang dikemu- kakan oleh Siagian : 1999 : 75 yang terdiri dari
gaya kepemimpinan Otokratik, kepemimpinan
paternalistik, kepemimpinan kharismatik, kepem- impinan Laissez faire, dan kepemimpinan yang
demokratik, dan didukung oleh Pandji Anoraga 2000 yang menyatakan bahwa ada tiga tipe
Kepemimpinan a tipe otokratis, b tipe demokra- tis dan c laiser faire.
Keberhasilan seorang pemimpin menurut te- ori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan
dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organ-
isasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang
berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan terten- tu menurut Sondang P. Siagian 1994:129 adalah
1. Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas; 2. Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
3. Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan; 4. Norma yang dianut kelompok;
5. Rentang kendali; 6. Ancaman dari luar organisasi;
7. Tingkat stress; 8. Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Gaya biasanya dikaitkan dengan perilaku sese- orang dalam mendekati atau melaksanakan sesua-
tu. Pengambilan keputusan tidak terlepas dari gaya dan sifat seorang pemimpin yang sifatnya tidak
tetap ixed. Pemimpin memberikan motivasi dan kesempatan kepada bawahannya untuk ber-
partisipasi dalam merumuskan dan menetapkan sasaran, didukung oleh situasi yang mendukung
untuk mempengaruhi pelaksanaan dalam menca- pai sasaran yang telah ditetapkan Dalam kepem-
impinan pendidikan cara bekerjanya harus dapat dipertanggungjawabkan dan bisa menggerakkan
orang lain untuk ikut serta mengerjakan sesuatu
190
Jurnal Visioner Strategis R u s y d i
yang berguna bagi lembaganya. Dalam manaje- men dewasa ini dikenal lima tipe kepemimpinan,
yaitu; otokratik, paternalistik, kharismatik, laissez ire, dan demokratis. Masing-masing tipe ini me-
miliki karakteristik tersendiri yang membedakan
satu tipe dengan satu tipe yang lain sebagaimana akan dijelaskan berikut ini.