Latar Belakang dan Masalah

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

1.1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang sempurna dibandingkan dengan mahluk ciptaan lain. Manusia memiliki keinginan atau hasrat untuk memenuhi kebutuhannya, baik secara perorangan individu maupun sebagai mahluk sosial kolektif. Manusia disebut mahluk sosial karena di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selalu bekerja sama dengan sesamanya dan saling berinteraksi. Dalam melakukan aktivitas dengan sesamanya, manusia pasti menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi. Dengan berbahasa manusia dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya baik secara pribadi maupun kolektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Keraf 1982 : 16 yang mengatakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi di dalam masyarakat, berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kemampuan manusia dalam menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan sesamanya adalah universal. Masyarakat banyak beranggapan bahwa seorang anak dapat berbahasa tanpa adanya usaha. Mereka beranggapan bahwa kemampuan dalam berbahasa adalah wajar, seperti halnya wajar jika manusia dapat makan, minum, jalan, dan tidur. Anak yang bersuku Batak tentu dapat berbahasa Batak, anak yang bersuku Jawa tentu dapat berbahasa Jawa, dan anak Jepang tentu dapat berbahasa Jepang. Kepandaian berbahasa seakan akan merupakan soal keturunan belaka. Pendapat bahwa kepandaian berbahasa seseorang dari keturunan kurang tepat. Seorang anak akan dapat menguasai bahasa orang dewasa setelah bertahun-tahun latihan tanpa jemu-jemu dan kesalahan-kesalahan yang dibenarkan berulang-ulang. Meskipun anak keturunan orang Jawa, tetapi tidak dididik dan dibesarkan dalam lingkungan yang menggunakan bahasa Jawa maka anak tersebut tidak Universitas Sumatera Utara akan pandai berbahasa Jawa. Anak akan pandai menggunakan bahasa yang digunakan dalam lingkungan tempat anak dididik dan dibesarkan. Keinginan untuk menggunakan salah satu bahasa yang menyebabkan seseorang dapat berbahasa suatu bahasa. Manusia menggunakan bahasa untuk saling berinteraksi dengan sesama. Bahasa dipelajari dan diajarkan oleh manusia bukan karena keturunan. Para ahli bahasa menyelidiki bagaimana setiap bahasa itu dibentuk, bagaimana bahasa itu bervariasi menurut tempat dan berubah menurut waktunya yang berkerabat dengan bahasa-bahasa lainnya serta bagaimana digunakan oleh pemakainya. Penyelidikan para ahli mengatakan dari proses seperti ini timbul linguistik ilmu bahasa. Linguistik sebagai ilmu mempunyai tataran bahasa yaitu: sintaksis, morfologi, fonologi, dan semantik atau disebut juga dengan hierarki bahasa. Novel merupakan salah satu jenis karya sastra yang sangat memerlukan bahasa untuk menyampaikan ide-ide yang terdapat dalam pikiran si pengarang. Bahasa juga merupakan alat untuk menyampaikan pesan atau amanat si pengarang kepada si pembaca. Novel terbentuk dari beberapa paragraf yang saling berhubungan. Dari bahasa yang diatur dengan baik dengan pengimajinasian, ungkapan, dan perbandingan karena adanya diksi , maka akan kita peroleh kesan terhadap novel tersebut. Kalimat-kalimat yang terdapat dalam paragraf- paragraf yang membentuk sebuah novel tidak akan terlepas dari penggunaan frasa. Frasa dapat dikaji secara struktural dan juga dapat dikaji secara generatif. Secara struktural frasa dikaji berdasarkan struktur atau ciri-ciri formal yang ada, misalnya dalam menentukan kelas kata, untuk menyatakan kata kerja harus berdistribusi dengan frasa “dengan” dan kata sifat adalah kata yang dapat didahului oleh kata “sangat” atau kata “paling” Chaer 1994:360. Secara generatif menurut Radford, 1998 : 86 mengatakan bahwa dengan atau tanpa pendamping sebuah kata dapat menjadi sebuah frasa sebab frasa yang belum dimodifikasi memiliki distribusi dan status yang sama seperti frasa lengkap. Universitas Sumatera Utara Ramlan 1987:152 memberi batasan bahwa frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya frasa itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa, yaitu S, P, O, PEL, atau KET. Sebagai suatu fungsi, frasa adalah satuan sintaksis terkecil yang merupakan pemadu kalimat Samsuri, 1985:93. Dapat juga dikatakan bahwa frasa adalah gabungan kata yang bersifat non predikatif, artinya antara kedua unsur yang membentuk frasa itu tidak berstruktur subjek- predikat atau berstruktur predikat-objek Chaer, 1994:222. Tata Bahasa Generatif adalah cabang linguistik teoretis yang bekerja untuk menyediakan seperangkat aturan yang secara akurat dapat memprediksi kombinasi kata yang mampu membuat tata bahasa kalimat yang benar. Studi tentang tata bahasa generatif dimulai pada tahun 1950-an oleh seorang filsuf Amerika yang juga seorang penulis dan pengajar di bidang linguistik, Noam Chomsky mengenalkan gagasan barunya melalui sebuah buku yang berjudul Syntactic Structure. Di dalam buku itu, Chomsky mengutarakan bahwa bahasa berkaitan dengan aktivitas berfikir yang berhubungan juga dengan probabilitas berbahasa atau kreativitas berbahasa yang dapat dianalisis dan dijelaskan dengan teori linguistik. Akibat konsep tersebut teori merupakan sebuah hipotesis yang memiliki hubungan secara internal antara yang satu dengan yang lain. Gagasan inilah yang dimaksud Chomsky sebagai tata bahasa generatif. Sehubungan dengan itu maka pengertian tata bahasa generatif adalah tata bahasa yang berusaha menampilkan seperangkat kaidah kalimat yang terbatas dari kalimat yang tak terbatas jumlahnya. Teori X-bar adalah salah satu bidang kajian Tata Bahasa Generatif Transformasi. Teori ini pada mulanya digunakan untuk menjawab dua permasalahan yang dihadapi oleh kaidah struktur sintaksis dan kaidah struktur frasa. Teori X-bar bukanlah sesuatu yang asing Universitas Sumatera Utara dalam literatur bahasa Indonesia. Teori ini telah diterapkan oleh Mulyadi dalam penelitiannya 1998 yang membicarakan frasa nomina dan farsa preposisi bahasa Indonesia 2002. Adyana 2000 : 121 membicarakan frasa verba Indonesia dalam teori X-bar. Dia membuktikan adanya V’ V bar dalam bahasa Indonesia dan membuat konstruksi umum. Frasa verba bahasa Indonesia dalam diagram pohon belum pernah diteliti apalagi objek penelitiannya adalah Novel. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk menelaah struktur FV Frasa Verba dalam novel Sebuah Lorong di Kotaku dengan menggunakan pendekatan sintaksis generatif yaitu teori X-bar. 1.1.2 Masalah Masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana perilaku fungsi gramatikal, seperti komplemen komp, keterangan ket, dan specifier spec dalam membentuk struktur frasa verba dalam novel Sebuah Lorong di Kotaku? 2. Bagaimanakah kaidah struktur frasa verba yang terdapat dalam novel Sebuah Lorong di Kotaku.

1.2 Batasan Masalah