BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia mulai tahun 1997 menurut berbagai pihak merupakan akibat dari kurangnya praktek Good Corporate Governance di
Indonesia. Seiring dengan tuntutan untuk menghadirkan suatu proses bisnis yang
terkelola dengan baik, sorotan atas kinerja akuntan terjadi dengan begitu tajamnya. Ini tidak dapat terlepas dari terjadinya beberapa skandal besar
“malpraktik bisnis” yang melibatkan profesi akuntan di dalam dan luar negeri. Peristiwa bisnis yang melibatkan akuntan tersebut seharusnya member pelajaran
untuk mengutamakan etika dalam melaksanakan praktik profesi akuntan. Berdasarkan OECD salah satu komponen dari corporate goverance adalah
adanya sistem pelaporan keuangan yang memadai, di Indonesia sendiri sistem pelaporan keuangan masih perlu ditingkatkan dan diperbaiki. Salah satu faktor
yang masih harus ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan di Indonesia adalah menyangkut etika dan sikap positif akuntan Indonesia, tidak
mengherankan jika sejak dulu etika selalu menyoroti akuntan dalam menyajikan laporan keuangan.
Bertolak dari kasus - kasus di atas, dan dihubungkan dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, akuntan seolah menjadi profesi yang harus paling
bertanggungjawab. Dalam hal ini, karena peran pentingnya dalam masyarakat
Universitas Sumatera Utara
bisnis, akuntan bahkan dituduh sebagai pihak yang paling besar bertanggung- jawabnya atas kemerosotan perekonomian Indonesia. Bagaimanapun situasi ini
memerlukan perhatian dalam berbagai aspek pengembangan profesionalisme akuntan, termasuk di dalamnya melalui suatu penelitian.
Profesi akuntan Indonesia pada masa yang akan datang akan menghadapi tantangan yang semakin berat, untuk itu persiapan yang menyangkut profesi
seorang akuntan mutlak diperlukan. Di Indonesia sedang berkembang issue seiring terjadinya beberapa
pelanggaran etika yang terjadi, baik dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah. Hal ini tidak akan terjadi jika setiap akuntan
dan calon akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman dan dapat menerapkan etika secara memadai dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang akuntan
untuk melaksanakan tugasnya sebagai seorang akuntan yang profesional. Pekerjaan seorang akuntan harus dikerjakan dengan sikap yang profesional yang
sepenuhnya berlandaskan pada standar moral dan etika yang ada. Dengan sikap akuntan yang profesional maka akan mampu menghadapi tekanan yang muncul
dari dirinya sendiri ataupun dari pihak eksternal, dimana kemampuan seorang akuntan untuk dapat mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia berada, dalam hal ini ada salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seorang akuntan adalah lingkungan
pendidikan. Wyatt 2004:45 menyebutkan bahwa kelemahan yang terdapat pada akuntan
adalah: keserakahan individu dan korporasi, pemberian jasa yang mengurangi
Universitas Sumatera Utara
independensi, sikap terlalu ‘lunak’ pada klien dan peran serta dalam menghindari aturan akuntansi yang ada. Wyatt menambahkan bahwa untuk menghindari hal -
hal tersebut, akuntan pendidik seharusnya memberikan perhatian yang lebih besar dalam pendidikan akuntansi atas dua hal, yaitu apresiasi terhadap profesi akuntan
dan apresiasi mengenai dilema etika ethical dilemmas. Hal ini dapat dituangkan dalam bentuk mata pelajaran, metode pengajaran sampai kepenyusunan kurikulum
yang berlandaskan nilai - nilai etika dan moral. Pendidikan akuntansi di Indonesia bertujuan menghasilkan lulusan yang
memiliki etika dan bermoral tinggi. Berbagai upaya dilakukan untuk memperkenalkan nilai - nilai profesi dan etika akuntan kepada mahasiswa. Dalam
upaya pengembangan pendidikan akuntansi yang berlandaskan etika ini dibutuhkan adanya umpan balik feedback mengenai kondisi yang ada sekarang,
yaitu apakah pendidikan akuntansi di Indonesia telah cukup membentuk nilai - nilai positif mahasiswa akuntansi.
Pendidikan akuntansi di Indonesia memiliki tanggung jawab yang besar untuk menyiapkan mahasiswa agar kelak sukses berkarier di profesi akuntan. Tantangan
bagi lulusan untuk semua lapangan pekerjaan yang membutuhkan profesionalisme kerja, termasuk akuntan adalah penguasaan hardskill dan softskill yang memadai.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh dunia usaha di Indonesia, para pengguna lulusan lebih membutuhkan lulusan perguruan tinggi yang memiliki
softskill memadai daripada lulusan yang hanya sekedar memiliki hardskill, berupa kecerdasan intelektual yang tinggi.
Oleh karena itu, akuntan pendidik dituntut oleh berbagai badan profesional
Universitas Sumatera Utara
untuk mengembangkan softskill mahasiswa akuntansi sejak dini, khususnya kemampuan mahasiswa bekerja dalam team. Kalangan praktisi atau profesi dan
pengusaha, akuntan manajemen, akuntan publik, internal auditor dan Ikatan Akuntan Indonesia, semuanya menekankan pada pentingnya keahlian membangun
team. Hasil survei di Amerika yang dilakukan oleh ikatan akuntan manajemen
bersama-sama dengan ikatan akuntan keuangan menunjukkan bahwa perusahaan- perusahaan lebih membutuhkan calon karyawan akuntan yang memiliki keahlian
membangun team dibanding dengan yang tidak memiliki keahlian ini Segel dan Sorensen:1994:135.
Dalam kode etik Akuntan Indonesia disebutkan bahwa tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggungjawabnya dengan standar profesionalisme
tertinggi, mencapai tingkat kinerja yang tinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi seorang
akuntan adalah profesionalisme. Seorang akuntan haruslah merupakan seorang individu yang dengan jelas dapat didefinisikan oleh pemakai jasa akuntan sebagai
profesional di bidang akuntansi. Prinsip kode etik Akuntan Indonesia menyebutkan bahwa prinsip profesionalisme berarti setiap anggota harus
berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjahui tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Goa dan thorne 2004:5 mengatakan bahwa pendidikan akuntansi selama ini memfokuskan pada dimensi pilihan kebijakan tetapi tidak memperhatikan nilai
dan kredibilitas yang mempengaruhi pilihan tersebut. Kemudian Goa dan Thorne
Universitas Sumatera Utara
menyebutkan bahwa pada dasarnya akuntan memilih tindakan berdasarkan nilai yang ada dalam pikiran mereka.
Prinsip profesionalisme seorang akuntan akan terwujud dengan baik apabila akuntan tersebut merasa bahwa profesi akuntan adalah penting dan memiliki
tanggung jawab yang besar dalam masyarakat. Dengan demikian akuntan tersebut berusaha menjalankan tugas dengan sebaik - baiknya dan menjaga nama baik
profesinya. Karena itulah, salah satu hal penting yang perlu ditekankan dalam pendidikan akuntansi adalah bagaimana membentuk nilai - nilai dan persepsi
positif mahasiswa terhadap profesi. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti
tentang “PERBEDAAN PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI SENIOR DAN JUNIOR DI PROGRAM S-1 EKSTENSI AKUNTANSI MENGENAI
PROFESI AKUNTAN, STUDI EMPIRIS DI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA”.
1.2 Batasan Masalah