Persaingan Sehat healthy competition Persaingan Tidak Sehat unfair competition

21 Sehat merupakan puncak dari berbagai upaya yang mengatur masalah persaingan antarpelaku usaha dan larangan melakukan praktik monopoli. 24 Dalam melakukan persaingan usaha, pelaku usaha melakukan kegiatan bersaing untuk merebut hati konsumen untuk memenangkan pangsa pasar dengan upaya menawarkan produk barang atau produk jasa kepada konsumen dengan berbagai startegi pemasaran yang diterapkannya. 25 Persaingan usaha secara umum dibagi menjadi dua, yakni persaingan usaha sehat healthy competition dan persaingan usaha tidak sehat unfair competition.

a. Persaingan Sehat healthy competition

Istilah ini menegaskan yang ingin di jamin adalah terciptanya persaingan yang sehat. Dengan melihat beberapa istilah di atas dapat dikatakan bahwa apapun istilah yang di pakai, semuanya berkaitan tiga hal yaitu : 1 Pencegahan atau peniadaan praktek monopoli 2 Menjamin persaingan yang sehat 3 Melarang persaingan yang tidak jujur Secara umum, konsep dari persaingan usaha secara sehat ini ialah untuk melindungi pelaku usaha baru baik yang sejenis maupun yang berkaitan dengan usaha lain yang merupakan pesaingnya. Dengan adanya konsep persaingan usaha secara sehat ini, pelaku usaha tersebut akan tetap bisa bersaing. Sehingga kegiatan usaha yang dilakukan pelaku usaha baru ini 24 Rachmadi Usman, 2013, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h.1. 25 http:eprints.walisongo.ac.id35753092411001_Bab2.pdf , diakses pada 13 Maret 2016 pukul 20 : 56 WITA. 22 nantinya tidak dapat dibendung oleh pelaku usaha yang sudah lama terdapat pada suatu pasar tertentu. Setidaknya ada tiga asumsi yang mendasari agar terjadi persaingan yang sempurna dalam suatu pasar, yakni :  Pelaku usaha tidak menentukan secara sepihak harga atas produk dan atau jasa.  Barang atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha adalah betul-betul sama.  Konsumen dan pelaku usaha memiliki informasi yang sempurna, baik berupa kesukaan, tingkat pendapatan, maupun biaya serta teknologi yang digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa. 26

b. Persaingan Tidak Sehat unfair competition

Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Dalam persaingan usaha tidak sehat, dibagi kembali menjadi dua jenis yang tergolong persaingan tidak sehat, yakni, perjanjian yang dilarang dan kegiatan yang dilarang. Adapun perjanjian yang dilarang yang dimaksudkan disini adalah segala bentuk perjanjian yang mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Secara umum, perjanjian diartikan sebagai suatu peristiwa dimana dua orang atau dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal. Pengertian secara umum tersebut tidak jauh berbeda dengan penegrtian perjanjian di Kamus Besar Bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan 26 Pindyck, Robert S dan Daniel L. Rubinfeld, 1998, Micro Economics, Prentice Hall International, USA. 23 menaati apa yang telah dipersetujukan. Sedangkan dalam Black’s Law Dictionary yang dimaksud dengan perjanjian adalah “an agreement between two or more person which creates an obligation to do or not to do a particular thing”. Dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat juga tercantum maksud dari perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Hal yang terpenting dari perjanjian dalam hukum antimonpoli adalah ikatan. Pihak yang terikat tidak harus melibatkan semua pihak, jika hanya satu pihak yang terikat juga sudah cukup. Ikatan tersebut dibagi menjadi dua, yakni :  Ikatan Hukum Suatu pihak terikat dengan hukum jika perjanjian yang dilakukan mengakibatkan kewajiban hukum. Ikatan hukum juga diakibatkan oleh kewajiban pembayaran ganti rugi satu pihak kepada pihak lain apabila melanggar ketentuan perjanjian. Mengingat Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU berwenang membatalkan perjanjian, maka perjanjian yang menghambat persaingan usaha tidak mengikat menurut hukum karena dapat dibatalkan. Namun hal ini bukan berarti suatu perjanjian sebagaimana dimaksud Paal 1 angka 7 tidak mengikat bagi pelaku usaha. Ikatan hukum berarti bahwa suatu 24 kewajiban tertentu dilindungi hukum jika tidak melanggar Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.  Ikatan Ekonomi Ikatan ekonomi dihasilkan oleh suatu perjanjian jika ada standar perilaku tertentu yang harus ditaati bukan karena persyaratan hukum, tetapi dalam rangka mencegah kerugian ekonomi. Pihak yang diikutsertakan dalam ikatan ini biasanya menuntut harga yang lebih rendah agar tidak mengalami kerugian dalam persaingan usaha. Pihak yang ikut dalam ikatan ini tersebut akan beruntung jika mengikuti startegi yang disepakati, jika menyimpang dari strategi yang disepkati maka akan menaglami kerugian. Ikatan ini biasanya lahir secara tegas dan nyata express agreement artinya terjadinya kesepakatan secara tertulis maupun tidak, serta ada juga secara diam-diam tacit agreement artinya seolah-olah ada perjanjian, padahal itu merupakan perilaku seseorang atau sekelompok pelaku usaha yang membuat pelaku usaha lain “ikut” dengan caranya. 27 Dalam persaingan usaha tidak sehat, jenis-jenis perjanjian dilarang adalah : a. Oligopoli, adalah perjanjian antara pelaku usaha untuk secara bersama- sama melakukan penguasaan produksi atau pemasaran barang dan atau jasa. 27 Mustafa Kamal Rokan, 2012, Hukum Persaingan Usaha Teori dan Praktiknya di Indonesia, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, h. 86-87. 25 b. Penetapan harga, adalah perjanjian antara pelaku usaha untuk menetapkan harga atas suatu barang dana tau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. c. Pembagian wilayah, adalah perjanjian antara pelaku usaha yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa. d. Pemboikotan, adalah perjanjian antara pelaku usaha untuk menghalangi pelaku usaha lain guna melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri. e. Trust, adalah perjanjian antara pelaku usaha guna melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan dan perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dana tau pemasaran atas barang atau jasa. f. Oligopsoni, adalah perjanjian antara pelaku usaha yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dana tau jasa dalam pasar bersangkutan. g. Integrasi vertikal, adalah perjanjian antara pelaku usaha yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu, yang mana setiap 26 rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atas proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung. h. Perjanjian tertutup, adalah perjanjian antara pelaku usaha yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dana atau tempat tertentu. i. Perjanjian dengan pihak luar negeri, adalah pejanjian dengan pihak luar negeri yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Selain perjanjian yang dilarang, persaingan usaha tidak sehat dapat muncul dari faktor kegiatan yang dilarang. Pada dasarnya, kegiatan adala suatu aktivitas, usaha, atau pekerjaan. Dalam Black’s Law Dictionary, kegiatan adalah “an occupation or pursuit in which person in active”. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak ditentukan suatu rumusan mengenai kegiatan sebagaimana halnya perjanjian. Oleh karena itu, dengan berdasarkan pengertian perjanjian yang dirumuskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka dapat dirumuskan bahwa, kegiatan adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh satu atau lebih pelaku usaha yang berkaitan dengan proses dalam menjalankan kegiatan usahanya. Jadi, kegiatan yang dilarang merupakan kegiatan yang dilakuakn oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. 27 Adapun jenis-jenis dari kegiatan yang dilarang menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah sebagai berikut : a. Monopoli, adalah kegiatan melakukan penguasaan atas produksi dan atau jasa. b. Monopsoni, adalah kegiatan yang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan. c. Penguasaan pasar, adalah kegiatan baik sendiri ataupun bersama-sama pelaku usaha lain berupa menolak atau menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan, atau meatikan usaha pesaingnya di pasar yang bersangkutan. d. Kegiatan jual rugi, adalah kegiatan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya. e. Kegiatan penetapan biaya produksi secara curang, adalah kegiatan melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi komponen harga barang dan atau jasa. 28 f. Persekongkolan, adalah kegiatan bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender. 28

2.2 Asas-Asas Dalam Melakukan Persaingan Usaha