Tanggungjawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan

(1)

TANGGUNGJAWAB INDUK PERUSAHAAN

TERHADAP PERIKATAN YANG DILAKUKAN

OLEH ANAK PERUSAHAAN

TESIS

Oleh

RITA DYAH WIDAWATI 077011056/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

MEDAN


(2)

TANGGUNGJAWAB INDUK PERUSAHAAN

TERHADAP PERIKATAN YANG DILAKUKAN

OLEH ANAK PERUSAHAAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat

Untuk memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

RITA DYAH WIDAWATI 077011056/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

MEDAN


(3)

Judul Tesis : TANGGUNGJAWAB INDUK PERUSAHAAN TERHADAP PERIKATAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK PERUSAHAAN

Nama Mahasiswa : Rita Dyah Widawati Nomor Pokok : 077011056

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof. Sanwani Nasution, SH) Ketua

(Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum) (Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof.Dr. Muhammad Yamin, SH.,M.S.,C.N) (Prof.Dr.Ir. T.Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 25 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Sanwani Nasution, SH

Anggota : 1. Prof.Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum 2. Prof. Dr. Suhaidi. SH, MH

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum


(5)

ABSTRAK

Secara hukum perusahaan anggota grup tidak ada kaitannya dengan hak dan

kewajiban keluar dari perusahaan satu sama lain, akan tetapi perusahaan-perusahaan yang berada dalam perusahaan grup dimiliki oleh pemilik modal yang sama sehingga dapat dikatakan sebagai satu kesatuan kelompok kegiatan ekonomi. Meskipun dari sudut kegiatan ekonomi perusahaan dalam grup merupakan satu kesatuan, namun dari segi yuridis masing-masing perusahaan anggota grup tersebut mempunyai karakteristik tersendiri, yaitu bahwa masing-masing perusahaan yang bergabung dalam perusahaan grup adalah merupakan badan hukum-badan hukum yang berdiri sendiri.Apabila salah satu anak perusahaan melakukan perikatan dengan pihak ketiga maka keterikatan secara yuridis dari induk perusahaan dapat muncul selaku pemegang saham ia ikut serta bertanggung jawab terhadap pelunasan hutang tersebut, dengan demikian timbul permasalahan yaitu: bagaimana hubungan hukum antara induk perusahaan dengan anak perusahaan dalam perusahaan grup? Bagaimana tanggung jawab induk perusahaan terhadap perikatan yang dilakukan oleh anak perusahaan dalam perusahaan grup?. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif dengan berpedoman pada norma-norma hukum yang terdapat dalam perundang-undangan Perseroan terbatas. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa meskipun hubungan hukum induk perusahaan adalah sebagai pemegang saham anak perusahaan tidak berarti apabila anak perusahaan wanprestasi maka induk perusahaan dapat diminta bertanggung jawab, mereka adalah perusahaan yang mandiri jadi anak perusahaan itu sendiri yang harus bertanggung jawab dengan segala resikonya. Induk perusahaan diminta bertanggung jawab terhadap perikatan yang dilakukan oleh anak perusahaannya bila terbukti kerugian yang diderita anak perusahaan tersebut akibat ikut campurnya induk perusahaan didalam masalah manajemen dan keuangan sehingga menimbulkan anak perusahaan mengalami kekurangan keuangan atau kerugian yang berakibat tidak bisa membayar hutang pada pihak ketiga.

Disarankan agar pemerintah membuat peraturan perundang-undangan tersendiri mengenai perusahaan grup selain karena semakin bertumbuhnya perusahaan grup di Indonesia juga agar pertumbuhan perusahaan grup tidak menjurus pada praktek monopoli.


(6)

ABSTRACT

Legally, subsidiary as a group member has no right and obligstion to move out of the main corporate one other, however, the subsidiaries of the group are owned by the equity owner so that it can be said that it is an entity of economic activity. Although economically, a company of group is an entity, however, jurudically, each company of the group has typical characteristics, in which each joints the group as an independent subsidiary. When one of the subsidiaries makes an agreement with the third party, the juridical agreement of the main corporate can arise as the shareholder, it assumes liability for repayment of the liability by which the problem arises, how is the legal relationship between the main corporate on the and subsidiary in the group corporate ? How is the liability of the main corporate on the agreement madeby a subsidiary in the main corporate? The present study used a normative juridical method and descriptive analysis referring to the legal norms stipulated in the Laws of Corporate. Based on the study, it can be shareholder of the subsidiary default, the main corporate can be charged on its liability, it is an independent company bt which it has to assume the liability and any risk. The main corporate is demanded to assume the liability for any agreement made by the subsidiary if has been found that the loss of subsidiary is a consequence of the intervension of the main corporate in management and finance that make the subsidiary suffered from financial loss or damage leading ti its disability to repay the obligation to the third party.

It is suggested

It is suggested that the government makes a separate law of the group corporate in spite of the growing main corporate in Indonesia also that the growt of the group corporate no lead to monopoly.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan karena oleh KasihNya penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Tesis ini adalah kewajiban bagi mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatra Utara untuk membuat suatu karya ilmiah dalam rangka menyelesaikan studi dan untuk menambah wawasan, baik bagi penulis sendiri maupun untuk pembaca tesis ini. Untuk mencapai gelar Magister Kenotariatan itulah, penulis membuat suatu karya ilmiah yang berjudul “ Tanggung Jawab Induk

Perusahaan Terhadap Perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan”. Diharapkan tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya serta dapat

memberikan kontribusi pada ilmu pengetahuan.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM &H, Sp.A(K), selaku Rektor

Universitas Sumatera, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah

Pasca sarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH,MS,CN, selaku Ketua Program

Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Ibu Dr.T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.HUM, selaku sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.


(8)

5. Bapak Prof. Sanwani Nasution, SH, selaku ketua Tim Pembimbing

yang telah memberikan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing

II yang telah memberikan bimbingannya sehingga penulis dapat menyeleikan tesis ini.

7. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, selaku Dosen Pembimbing III yang telah memberikan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 8. Bapak Fredy, selaku Direktur Keuangan PT. Sekar Bumi, terima kasih

atas waktu dan kesempatan yang diberikan untuk bisa wawancara.

9. Seluruh staf pengajar Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

10. Yang Terkasih Suamiku Drs. Jonner Simbolon, yang telah memberi kesempatan untuk belajar dan yang selalu memberi semangat, dorongan kritik dan saran untuk menyelesaikan studi dan tesis ini.

11. Yang tersayang anak-anakku Elsa Yosephine, Antony Setya Putra dan

Mayer Omega Parlindungan, mama minta maaf karena telah mengambil

waktu yang seharusnya mama beri buat kalian, semoga dengan selesainya studi ini bisa memberikan arti buat kalian bertiga.

12. Yang terhomat orangtuaku alm. Bapak Sotopo dan alm. Ibunda Yohana

Lasmini, Yang tanpa pamrih membesarkan dan mendidik, sehingga menjadi


(9)

13. Yang terkasih adikku Indah, terimakasih atas semangat dan dorongan untuk menyelesaikan studi ini.

14. Sahabat-sahabatku Suarni Zebua, Fadila Agustina, Melda, Tina, Vina, Dina, Eva, Erry, Natal, Serly, Aldi, Amin, Mahruzar, Fadly, Ira, Mutia, Pak Sukri, Pak Mahadi,Bang Agam, Zulfikar, Bangun, Corry, Susiana Simanjuntak, Bang Sofyan (Group C) dan rekan-rekan MKN angkatan 2007, semoga setelah selesainya studi kita ini persahabatan kita bisa tetap terjalin meskipun kita tidak bersam-sama lagi.

15. Staf administrasi kak Fatima, Sari, Lisa, Winda, Afni, Bang Aldi,

Rizal,terima kasih atas bantuan selama ini dalam proses studi sampai selesainya

studi ini.

Akhirnya kata, penulis mohon maaf sebesar-besarnya kepada semua pihak, jika ada kesalahan yang telah diperbuat baik secara sadar maupun tidak sadar, selama penulis menyelesaikan studi ini.

Medan, Juli 2009 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama Lengkap : Rita Dyah Widawati Tempat/Tgl Lahir : Kediri, 30 Desember 1969

Status : Menikah

Alamat : Menteng VII G. Patriot No. 9 Medan

II. Keluarga

Nama Ayah : Alm. M. Soetopo

Nama Ibu : Alm. Y. Lasmini

Nam Suami : Drs. Jonner Simbolon

Nama Anak : 1. Elsa Yosephine

2. Antony Setya Putra

3. Mayer Omega Parlindungan

III.Pendidikan

SD : Tahun 1976 s/d Tahun 1982

SD Negeri Teluk Nibung Surabaya

SMP : Tahun 1982 s/d Tahun 1985

SMP Swasta Gatotan I Surabaya

SMA : Tahun 1985 s/d Tahun 1988

SMA Swasta Budi Luhur Surabaya Perguruan Tinggi/S1 : Tahun 1988 s/d Tahun 1994

Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Perguruan Tinggi/S2 : Tahun 2007 s/d Tahun 2009

Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara – Medan


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ………ii

KATA PENGANTAR ………..iii

RIWAYAT HIDUP ………vi

DAFTAR ISI ……….vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Keaslian Penelitian ... 6

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 6

. 1. Kerangka Teori ... 6

2. Konsepsi ... 15

G. Metodologi penelitian ... 17

1. Sifat Penelitian ... 18

2. Metode Penelitian ... 18

3. Tehnik Pengumpulan Data ... 19

4. Alat Pengumpulan Data ... 20

5. Analisis Data ... 21


(12)

BAB II HUBUNGAN HUKUM ANTARA INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN DALAM

PERUSAHAAN GRUP

A. Tinjauan Umum ... 22

1. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum ... 22

2. Pendirian PT. Menjadi Badan Hukum ... 25

3. Tahap Pengesahan Mentri ... 28

4. Pendaftaran Dan Pengumuman ... 34

5. Modal Dan Saham ... 37

a. Modal ... 37

b. Saham ... 42

6. Organ Perseroan Terbatas ... 48

a. Rapat Umum Pemegang Saham ... 48

b. Komisaris ... 55

c. Direksi ... 58

B. Hubungan Hukum Antara Induk Perusahaan Dengan ……. ……63

Anak Perusahaan . BAB III TANGGUNG JAWAB INDUK PERUSAHAAN TERHADAP PERIKATAN ANAK PERUSAHAAN DALAM PERUSAHAAN GRUP A. Doktrin Piercing The Corporate Veil ... 84

B. Campur Tangan Induk Perusahaan Ke Dalam Bisnis Anak ... 88

Perusahaan. C. Kewenangan Anak Perusahaan Dalam Melakukan Perikatan ... 90


(13)

D. Tanggung Jawab Induk Perusahaan Terhadap Perikatan ... 94 Anak Perusahaan.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 104

B. Saran ... 105 DAFTAR PUSTAKA ……….106


(14)

B A B I

P E N D A H U L U A N

A. Latar Belakang

Perusahaan grup/kelompok atau lebih dikenal dengan sebutan konglomerasi merupakan topik yang selalu menarik perhatian, karena pertumbuhan dan perkembangan perusahaan grup yang tidak terkendali dapat menimbulkan monopoli terhadap suatu jaringan usaha. Disisi lain perusahaan grup itu dianggap diperlukan untuk mempercepat proses pembangunan perekonomian dalam suatu negara.

Hubungan-hubungan yang ada diantara perusahaan anggota grup dapat diartikan sebagai hubungan antara badan-badan hukum yang ada didalam suatu grup tersebut; yaitu badan hukum dengan bentuk Perseroan Terbatas. Hubungan itu dapat terjadi antara lain karena adanya keterkaitan kepemilikan yang banyak atau sedikit. Mempunyai keterikatan yang erat baik satu sama lain; dalam kebijakan menjalankan usaha maupun dalam hal pengaturan keuangan dan hubungan organisasi.Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perusahaan yang berada dibawah satu pimpinan sentral atau pengurusan bersama dikelola dengan gaya dan pola yang sama.1

Akan tetapi bahwa perusahaan-perusahaan yang terkait didalam satu peruahaan grup haruslah perusahaan-perusahaan yang berstatus badan hukum seperti Perseroan Terbatas.

“Karena tidak tertutup kemungkinan bahwa anak perusahaan yang tidak tergolong dalam badan hukum pun dapat bergabung didalam suatu perusahaan grup, misalnya perusahaan berbentuk Firma, CV (commanditeir Vennootschaap atau perseroan), menjadi anak-anak perusahaan dari satu induk perusahaan yang bersatus badan hukum”.2

1 Emmy Simanjuntak, Seri Hukum Dagang; Perusahaan kelompok (group company/concern) , Universitas Gajah Mada, Jogyakarta, 1997, h. 5, pendapat H.J.M.N. Honne.


(15)

Perusahaan-perusahaan yang tergabung didalam kelompok yang akan dibahas adalah yang berbentuk Perseroan Terbatas, sehingga masing-masing perusahaan telah berstatus badan hukum. Gunawan Widjaja memberikan lima kapasitas suatu Perseroan Terbatas, yaitu:

1. Dapat di gugat dan menggugat, yang berarti memiliki suatu persona standi in

judicio tersendiri;

2. Memiliki harta kekayaan tersendiri; memiliki harta kekayaan disini bukanlah memiliki harta kekayaan dari suatu kesatuan, suatu badan hukum yang dapat dicatatkan atas namanya sendiri, yang menandakan bahwa perseroan adalah suatu subjek hukum yang mandiri;

3. Dapat memberikan kuasa;

4. Dapat membuat perjanjian, tentunya dengan segala akibat hukumnya; 5. Mampu membuat peraturan untuk mengatur kehidupan internalnya sendiri.3

Namun apabila dilihat secara mendalam, maka perusahaan-perusahaan yang berada didalam perusahaan grup itu dimiliki oleh pemilik modal yang sama sehingga dapat dikatakan sebagai satu kesatuan kelompok kegiatan ekonomi. Perusahaan-perusahaan yang tergabung didalamnya adalah badan-badan usaha yang masing-masing merupakan sebuah badan hukum tersendiri, konsekuensinya perusahaan yang terkait dalam perusahaan grup mempunyai hak dan kewajiban hukum masing-masing.

3Gunawan Widjaja, Resiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT, Forun Sahabat, Jakarta, 2008, h. 9


(16)

Selanjutnya dalam aktifitasnya, status badan hukum perusahaan anggota grup harus dipandang sebagai pemegang hak dan kewajiban yang mandiri, termasuk dalam hubungan antara perusahaan grup dengan pihak ketiga dimana perusahaan itu bertanggung jawab atas kegiatan usahanya masing-masing.

Pada prinsipnya perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam suatu grup tidak ada kaitan satu dengan yang lain dalam hal hak dan kewajiban yang dibuat oleh masing-masing perusahaan. Mereka tidak dapat ikut bertanggung jawab kepada pihak ketiga dan juga tidak memperoleh hak yang dihasilkan dari hubungan hukum yang dibuat oleh salah satu perusahaan di dalam kelompok dengan pihak ketiga. “Bahkan mungkin pihak ketiga belum tentu mengetahui bahwa perusahaan yang mengadakan perjanjian dengannya adalah anggota pada suatu kelompok perusahaan”.4

“Yang tidak dapat dipungkiri bahwa didalam kenyataan hal tersebut tidak dapat dipisahkan secara murni karena perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam grup walaupun masing-masing berdiri sendiri ternyata dalam melakukan setiap kegiatan ekonomi, tetap merupakan satu kesatuan sinergi yang disusun untuk semua kelompok”5 Hubungan-hubungan hukum yang tercipta didalam perusahaan grup/kelompok dapat menghasilkan sebuah kondisi dimana pimpinan kelompok yang duduk mewakili kepentingan kelompok sebagai satu kesatuan, cenderung tidak memperhatikan kepentingan pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan masing-masing yang berada didalam grup,sehingga tidak mudah bagi pihak ketiga membuktikan sikap atau perbuatan pimpinan kelompok itu telah menimbulkan kerugian terhadap dirinya.

4 R. Murjiyanto, Pengantar Hukum Dagang; Aspek-Aspek Hukum Perusahaan dan Larangan Praktek

Monopoli, Liberty yogyakarta, 2002, h. 69.


(17)

Dari sudut pandang hukum, pihak ketiga tentu tidak dapat dirugikan begitu saja, hanya karena perusahaan-perusahaan dalam satu grup diorganisasikan dalam sebuah kelompok.

Pengertian induk perusahaan tidak diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007. “R. murjiyanto memberikan pengertian induk perusahaan adalah suatu perusahaan yang sudah besar dan berkembang kemudian membentuk beberapa perusahaan sebagai anak perusahaan, dalam hal ini perusahaan besar itulah yang menjadi perusahaan pusat atau induk”.6

Pada perusahaan grup (kelompok) yang para anggotanya merupakan perusahaan-perusahaan yang telah berbentuk Perseroan Terbatas, masing-masing mempunyai direksi yang bertugas mengurus perseroan berdasarkan anggaran dasarnya sendiri-sendiri.

Dengan induk perusahaan melakukan campur tangan atau intervensi pada anak perusahaan diberbagai hal termasuk bidang finansial atau keuangan, sering menyebabkan anak perusahaan mengalami kesulitan keuangan bahkan dapat menyebabkan pailit. Meskipun dari sudut kegiatan ekonomi perusahaan grup tersebut merupakan satu kesatuan, namun dari segi yuridis masing-masing perusahaan anggota grup tersebut mempunyai karateristik tersendiri dalam pengertian bahwa masing-masing perusahaan yang bergabung dalam perusahaan grup adalah merupakan badan-badan hukum yang berdiri sendiri.

Apabila salah satu anak perusahaan memperoleh kredit dari kreditur, maka keterikatan secara yuridis dari induk perusahaan dapat muncul karena sebagai pemegang


(18)

saham ia ikut bertanggung jawab terhadap pelunasan pinjaman atau hutang dari kreditur tersebut.

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana hubungan hukum antara Induk Perusahaan dengan anak perusahaan dalam Perusahaan Grup ?

2. Bagaimana tanggung jawab Induk Perusahaan terhadap perikatan yang dilakukan oleh anak perusahaan dalam perusahaan Grup?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu kepada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hubungan hukum antara sesama anggota dalam perusahaan grup. 2. Untuk mengetahui tanggung jawab induk perusahaan terhadap perikatan yang dilakukan oleh anak perusahaan.

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Secara Teoritis

Dari segi teoritis kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa sumbangan saran dalam ilmu pengetahuan berupa teori/gagasan perkembangan ilmu hukum, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan masalah tanggung jawab induk perusahaan terhadap anak perusahaannya.


(19)

2. Secara Praktis

a. Dari segi praktis akan memberikan masukan kepada pemerintah untuk memberikan rambu-rambu tentang tanggung jawab induk perusahaan terhadap anak perusahaannya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkap berbagai permasalahan yang timbul tentang perikatan yang dibuat oleh anak perusahaan, dan induk perusahaan diminta pertanggung jawaban atas perikatan tersebut.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan yang khususnya dilingkungan Universitas Sumatera Utara, menunjukkan bahwa penelitian dengan judul “TANGGUNG JAWAB INDUK PERUSAHAAN TERHADAP PERIKATAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK PERUSAHAAN” belum ada yang membahasnya, sehingga tesis ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan keasliannya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

“kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperbuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir pendapat, tesis sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui”.7


(20)

Teori berguna untuk menebak menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. “Kontinuitas perkembangan ilmu hukum selain tergantung pada metodologi aktifitas penelitian dan imajinasi sosial dengan ditentukan oleh teori”.8

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. Dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Dalam pembahasan tesis ini, kerangka teori yang digunakan adalah berdasarkan tanggung jawab dan perikatan yang akan melihat sejauh mana induk perusahaan bertanggung jawab terhadap perikatan yang dilakukan anak perusahaannya.

Dalam ilmu hukum dikenal “doktrin keterbatasan tanggung jawab” dari suatu badan hukum. Maksudnya secara prinsipil setiap perbuatan yang dilakukan oleh badan hukum, maka badan hukum sendiri yang bertanggung jawab kecuali sebatas nilai saham yang dimasukkannya. Secara hukum tanggung jawab yang normal dari sebuah perusahaan dapat dibedakan sebagai berikut:9

1. Tanggung jawab hukum dari sutu perusahaan yang tidak berbadan hukum, dan 2. Tanggung jawab suatu perusahaan berbentuk badan hukum

Tanggung jawab hukum suatu perusahaan yang tidak berbadan hukum, bila suatu perusahaan tidak berbadan hukum semisal perusahaan dalam bentuk firma, usaha dagang, maka tidak ada harta yang terpisah yang merupakan harta perseroan tersebut yang

8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI- Press, Jakarta, 1986, h. 6

9 Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum


(21)

ada hanyalah harta dari pemilik perusahaannya. Karena itu secara hukum tanggung jawab hukumnya juga tidak terpisah antara tanggung jawab perseroan dengan tanggung jawab pribadi pemilik perusahaan.

Tanggung jawab hukum dari suatu perusahaan yang berbentuk badan hukum, seperti Perseroan Terbatas, koperasi, secara hukum pada prinsipnya harta bendanya terpisah dari harta benda pendiri/pemiliknya.Karena itu tanggung jawab secara hukum juga dipisahkan dari harta benda pribadi pemilik perusahaan yang berbentuk badan hukum tersebut. Pasal 40 ayat (2) KUHD menyebutkan bahwa pemegang saham tidak bertanggung jawab lebih dari pada jumlah penuh saham-saham itu. Prinsip yang sama juga diberlakukan oleh undang-undang tentang Perseroan Terbatas, yang menyatakan dengan tegas bahwa “Perseroan Terbatas adalah merupakan suatu badan hukum” (Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 pasal ayat 1). Dan “tanggung jawabnya sebatas atas saham-saham yang telah diambil oleh pemegang saham (Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 pasal 3 ayat 2)“. Tapi dengan dianutnya asas piercing the corporate veil dalam undang-undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007 yang terdapat dalam pasal 3 ayat (2), yang secara tegas menyatakan bahwa pertanggung jawaban dari pemegang saham tidak berlaku lagi (hapus), dalam hal :

1. Persyaratan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

2. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi;

3. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbutan hukum yang dilakukan oleh perseroan, atau


(22)

4. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, sehingga harta perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

“Bahkan penerapan teori piercing the corporate veil dalam pengembangannya juga membebankan tanggung jawab kepada organ perusahaan yang lain seperti direksi dan komisaris”10

Kata perjanjian dan perikatan merupakan dua istilah yang dikenal dalam KUHPerdata. Pengertian tentang perjanjian ditemukan dalam pasal 1313 KUHPerdata, yang berbunyi sebagai berikut: “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Definisi yang lebih jelas dikemukakan oleh subekti, dimana Ia memberikan perumusan bahwa “perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.11

Untuk melengkapi definisi perjanjian yang terdapat dalam pasal 1313 KUHPerdata, Setiawan menyatakan pendapatnya bahwa:

a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum.

b. Perlu ditambahkan dengan kata-kata “atau saling mengikatkan dirinya” dalam pasal 1313 KUH Perdata.

10 Ibid, h. 17


(23)

Sehingga dengan saran tersebut ia memberi definisi perjanjian adalah ”suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih “12

Terhadap definisi perjanjian tersebut, para sarjana dan ahli hukum pada umumnya memiliki pendapat yang seragam yaitu bahwa definisi perjanjian tersebut tidak lengkap dan terlalu luas. Kiranya pandapat Sutan Remy Sjahdeini dapat dijadikan barometer karena penjabaran luas lingkup kebebasan berkontrak cukup jelas dan mudah dicerna, seperti dikutip Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia, yaitu:

a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;

b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian; c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kuasa dari perjanjian yang akan

dibuatnya;

d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian;

e. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan Undang-Undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional).13

Perjanjian dikatakan wanprestasi apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi yang telah dibuat. Cornelius Simanjuntak dan Natali Mulia, mendefinisikan wanprestasi: Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya, dilakukan tidak menurut selayaknya. Bahwa seorang debitur disebutkan dan berada dalam keadaan wanprestasi apabila ia dalam melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian telah lalai sehingga terlambat dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut sepatutnya /selayaknya.14

12 Setiawan, Pokok-Pokok Perikatan, Putra A.Bardin, Bandung,1999,h. 49

13 Cornelius Simanjuntak Dan Natalie Mulia, Merger Perusahaan Publik (Suatu Kajian Hukum Korporasi), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.27.


(24)

Abdul kadir Muhammad menambahkan bahwa untuk menentukan apakah debitor melakukan wanprestasi perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seorang debitor dikatakan “sengaja” atau “lalai” tidak memenuhi prestasi, yaitu empat keadaan:

1. Debitor tidak memenuhi prestasi sama sekali; 2. Debitor memenuhi prestasi, tidak baik atau keliru;

3. Debitor memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya; atau 4. Melakukan sesuatu yang menurut pejanjian tidak boleh dilakukan.

Akibat timbul dari wanprestasi adalah keharusan bagi debitor untuk membayar “ganti rugi/schadervergoeding” atau “pembatalan perjanjian”.15

Sebagai salah satu asas yang ada dalam kaedah hukum perjanjian, maka asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian adalah merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Karena dalam setiap perjanjian harus ada kesepakatan atau persetujuan dari kedua belah pihak yang berjanji, kesepakatan dalam mengadakan perjanjian ini di dasarkan pada pasal 1338 ayat I KUHPerdata yang menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu, apabila terjadi suatu sengketa karena salah satu pihak melanggar isi perjanjian, maka pihak lainnya dapat membawanya ke pengadilan dan apabila terbukti memang demikian kejadiannya, hakim dapat menghukum pihak yang salah berdasar perjanjian itu.

Perbedaan dengan perundang-undangan adalah dalam hal bahwa perjanjian hanya berlaku bagi pihak yang membuatnya saja, tidak mengikat orang lain atau masyarakat umumnya, sedangkan perundang-undangan berlaku umum kepada semua pihak yang menjadi subjek pengaturannya. Perbedaan lainnya perjanjian diciptakan oleh atas


(25)

inisiatif pihak-pihak tersebut “dari bawah”, sedangkan perundang-undangan dipaksakan berlaku “dari atas” meskipun dalam perbuatannya terdapat partisipasi rakyat secara langsung melalui lembaga perwakilannya”16

Bagi kalangan bisnis, perjajian ini sering dibuat sebagai pedoman atau pegangan dalam pelaksanaan transaksi bisnis atau penyelesaian sengketa apabila terjadi perselisihan. Oleh karena itu perlu di buat secara cermat dan teliti untuk dapat digunakan dalam praktek. Selain itu perlu disimpan baik sebagai dokumen untuk dijadikan bukti apabila terjadi sengketa dikemudian hari. Perjanjian yang baik dapat mengurangi resiko bisnis dan sampai pada tingkat tertentu mencegah ketidakpastian.

Ketentuan mengikat bagi para pihak yang mengadakan perjanjian baik terhadap materi perjanjian yang ada disebutkan dalam perjanjian, semakin dipertegas lagi isinya dalam pasal 1339 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi jugauntuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.

Jadi setiap orang yang membuat perjanjian, dia terikat untuk memenuhi isi dari pada perjanjian tersebut. Karena isi suatu perjanjian mengandung janji-janji yang mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang yang isinya wajib dipatuhi dan harus dilaksanakan. Asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian ini ada pula yang mendasarkan pada pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat-syarat sahnya perjanjian, dalam pasal 1320 KUHPerdata menetapkan bahwa untuk sahnya perjanjian perlukan empat syarat :

16 Sanusi Bintang dan Dahlan, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h.11


(26)

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.

Asas kesepakatan dalam mengadakan perjanjian adalah merupakan suatu dasar yang menjamin kebebasan orang dalam melakukan perjanjian. Hal ini juga tidak terlepas dari sifat buku III KUHPerdata yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para pihak sering mengenyampingkan kecuali terhadap pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa.

H.F Vollmar di dalam bukunya” Including Tot The Studie Van Het Nederlands Burgerlijk Recht” (1) mengatakan bahwa “ditinjau dari sisinya ternyata bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap kreditur kalau perlu dengan bantuan hakim”17

Sedangkan menurut Van Der burght Gr “ perikatan adalah suatu hubungan hukum serta kekayaan antara dua orang atau lebih yang menurut ketentuan seseorang atau lebih berhak atas sesuatu sedangkan yang seorang lagi atau lebih berkewajiban untuk itu”.18 Ketentuan-ketentuan umum tentang perikatan diatur dalam pasal 1233 dan pasal 1234 KUHPerdata yang beribunyi sebagai berikut:

a. Pasal 1233 KUHPerdata menyebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan dan baik karena undang-undang;

17 Subekti, op.cit., h. 1


(27)

b. Pasal 1234 KUHPerdata menyebutkan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.

Berdasar ketentuan pasal 1233 KUHPerdata tersebut diatas, secara jelas dapat kita ketahui bahwa sumber dari perikatan adalah berasal dari persetujuan dan undang-undang. Dalam ketentuan pasal 1234 KUHPerdata disebutkan mengenai adanya suatu bentuk prestasi yang terdapat dalam suatu perikatan.

Dengan demikian keduanya juga berbeda dengan konsekuensi hukumnya. Pada perjanjian oleh karena dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak maka tidak dipenuhinya prestasi dalam perjanjian akan menimbulkan ingkar janji (wanprestasi), sedangkan tidak di penuhinya suatu prestasi dalam perikatan menimbulkan konsekuensi hukum sebagai perbuatan melawan hukum.

Wanprestasi (ingkar janji) berarti tidak melaksanakan isi kontrak pada pihak-pihak sebelumnya telah sepakat melaksanakannya. Untuk mencegah wanprestasi dan memberi keadilan serta kepastian hukum kepada pihak-pihak, hukum menyediakan sanksi berupa ganti rugi, pembatalan perjanjian dan peralihan resiko.19

Sanksi demikian merupakan sanksi perdata karena masalah kontrak menyangkut kepentingan pribadi, yang berbeda dengan sanksi pidana berupa hukuman fisik (pemenjaraan) terhadap pelaku kejahatan atau tindak pidana tertentu sebagaimana di atur dalam hukum pidana.

19 Sanusi Bintang dan Dahlan, op. cit. h. 11


(28)

Induk perusahaan yang merupakan perusahaan mandiri dan yang mendirikan atau membentuk anak perusahaan yang mandiri pula dalam batas-batas tertentu dalam membuat perjanjian dan perbuatan-perbuatan hukum perusahaan lainnya dengan pihak ke tiga masih turut campur dalam penentuannya. Hal ini tentu berhubungan dengan adanya kepemilikan mayoritas saham yang dimiliki induk perusahaan sehingga induk perusahaan dapat mengendalikan anak perusahaannya.

Bila terjadi wanpretasi atas perjanjian yang telah dibuat oleh anak perusahaan, kalau di lihat dari sifat kemandirian anak perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas tentunya induk perusahaan tidak dapat di minta pertanggung jawabannya, karena setiap perusahaan yang melakukan perbuatan hukum tentunya hanya perusahaan tersebutlah yang dapat menikmati dan mempertanggung jawabkan segala akibat yang ditimbulkannya.

2. Konsepsi

Pemakaian konsep perlu di jelaskan bahwa konsepsi adalah satu bagian terpenting dari teori, karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya dalam pikiran.

“Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori, observasi dan abstraksi”.20

Induk perusahaan sebagai perusahaan yang telah mendirikan anak perusahaan tentunya mempunyai maksud dan tujuan untuk membentuk anak perusahaan. Pendirian anak perusahaan tersebut tidak terlepas dari tujuan perusahaan mengembangkan sayap

20 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-PRESS),Jakarta,1984,h. 137


(29)

untuk memperbesar usaha dan keuntungan, dengan membentuk anak perusahaan dalam bentuk Pereroan Terbatas yang mempunyai tanggung jawab sendiri dan mandiri.

Menurut Munir Fuady ada tiga cara untuk membentuk perusahaan kelompok yaitu:

1. Ekspansi Vertikal, dalam hal ini penggabungan perusahaan bergerak dari hilir ke hulu, misalnya pengusaha garmen yang hendak memperluas jaringannya dengan mendirikan usaha tenun sendiri dan selanjutnya mendirikan perusahaan batik keris. 2. Ekspansi Horizontal, dengan bermotif menekan resiko dilakukan ekspansi melalui

diversifikasi usaha. Dalam hal ini bidang usaha dari satu perusahaan anak dengan perusahaan lainnya sangat berbeda. Istilah konglomerat atau perusahaan kelompok ditujukan untuk bentuk-bentuk seperti ini. Termasuk ke dalam kelompok ini antara lain: Bakrie Group, Sekar Group

3. Campuran antara ekspansi vertical dan horizontal , bentuk campuran ini melakukan ekspansi usaha ke dua arah, terkadang perluasan usaha dengan memperhatikan hubungan dagang dari hulu ke hilir tetapi terkadang tanpa memperhatikan hubungan tersebut sama sekali.21

Dengan terbentuknya perusahaan baru maka akan semakin baik yang berarti adanya peningkatan dalam pembangunan. Terbentuknya perusahaan baru setidaknya akan menimbulkan:

1. Penerimaan pajak dari keuntungan yang diperoleh 2. Membuka kesempatan kerja.

Dalam hal ini dengan terbentuknya perusahaan secara otomatis akan menyerap tenaga kerja, dengan demikian akan tercipta kepentingan yang seimbang antara kepentingan pemilik modal (pengusaha) dan kepentingan pemerintah serta masyarakat.


(30)

Beberapa definisi konsep dasar untuk memperjelas, yaitu:

“Tanggung jawab adalah kewajiban, wewenang dan hal yang melekat pada suatu

kedudukan”.22

Tanggung jawab adalah kewajiban yang harus dipikul oleh orang/badan akan sesuatu yang telah di dibuatnya.

“Induk perusahaan adalah perusahaan yang menjalankan usaha sendiri dan menjalankan pengendalian operasional pada anak perusahaannya”.23

Perseroan Terbatas, menurut pasal 1 ayat (1) undang-undang no. 40 tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas yang selanjutnya di sebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksananya.

Anak perusahaan adalah perusahaan yang mempunyai hubungan khusus dengan

perusahaan induk dan perusahaan lain dalam satu kelompok, dengan demikian untuk pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisaris maupun penentuan kebijakan kegiatan usaha perusahaan sangat di pengaruhi oleh induk perusahaannya.

G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini di sebabkan karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistimatis, metodologis dan konsisten. Melalui proses

22 Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001, h. 619

.23 Rudi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, h. 64


(31)

penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan.”24

“Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya”.25 “Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang dianalisa berdasarkan pada metode, sistematika dan dengan jalan menganalisanya.26

Dengan demikian metode penelitian adalah merupakan upaya ilmiah untuk memakai dan memecah suatu permasalahan berdasarkan metode tertentu. Sehubungan dengan permasalahan sebelumnya dapat dikemukakan beberapa hal, diantaranya:

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, karena ingin menggambarkan kajian terhadap tanggung jawab induk perusahaan terhadap perikatan yang dibuat anak perusahaanya. 2. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pedekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif atau kepustakaan mencakup:27

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum; b. Penelitian terhadap sistimatik hukum;

c. Penelitian terhadap sinkronisasi vertikal dan horizontal; d. Perbandingan hukum;

e. Sejarah hukum

24 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, 2005, h. 5-6

25 Sorjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, h. 64

26 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek , Sinar Grafika, Jakarta, 1996, h. 64


(32)

“Metode penelitian sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun sebagai law as it decided by the judge through judicial process”. 28

3. Teknik Pengumpulan Data

Sebagai penelitian hukum normatif, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan ( library research), bahan kepustakaan tersebut merupakan dasar yang dalam ilmu penelitian digolongkan sebagai data sekunder, untuk mendapatkan konsep teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dari peneliti terdahulu tanpa mengganggu kerangka pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian ini, dan di tambah dengan data dari nara sumber yang diperoleh dari wawancara yang berkaitan dengan objek penelitian.

Bahan utama dari penelitian ini adalah data sekunder yang dilakukan dengan menghimpun bahan-bahan berupa:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, berupa ketentuan perundang-undangan antara lain undang-undang nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas, Kitab undang-undang Hukum Dagang, Kitab undang-undang Hukum Perdata.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis bahan-bahan hukum primer

28 Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hukum dan hasil penulisan hukum pada majalah akreditasi, Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari, 2003, h. 2


(33)

tersebut, antara lain berupa buku-buku rujukan yang relevan, hasil karya tulis ilmiah dan berbagai makalah yang berkaitan.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus umum, kamus bahasa, surat kabar, artikel, internet.

4. Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui:

1. Studi dokumen atau kepustakaan (library research), yang terdiri dari: a. Bahan hukum primer

Yang meliputi segala jenis peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah yang diteliti.

b. Bahan hukum sekunder

Yang meliputi pendapat para pakar hukum yang bersumber pada buku-buku berisi teori atau pendapat para ahli hukum.

2. Wawancara yang dilakukan terhadap nara sumber dalam penelitian ini yaitu pada PT. Sekar Bumi, Sidoarjo, Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Bapak Fredy sebagai Direktur Keuangan.


(34)

5. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian merupakan suatu hal yang sangat penting guna memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Dimana data yang telah dikumpulkan dengan studi kepustakaan tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan melakukan identifikasi yang logis dan sistematis, untuk kemudian ditarik kesimpulan dari data yang dianalisis tersebut dengan menggunakan metode secara deduktif. Dipilihnya metode analisis deduktif ini adalah agar gejala-gejala normatif yang diperhatikan dapat dianalisis dari berbagai aspek secara mendalam dan terintegral antara aspek yang satu dengan yang lain, sehingga dengan demikian diharapkan dapat menjawab permasalahan yang diteliti.


(35)

B A B II

HUBUNGAN HUKUM ANTARA INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN DALAM PERUSAHAAN GROUP

A. Tinjauan Umum

1. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum

Istilah Perseroan Terbatas ada beraneka ragam dipakai pada beberapa negara, seperti: Aktiengesellschaft atau disingkat A.G (untuk Jerman,Austria dan disingkat N.V (untuk Belanda) dan Company limited Shares (untuk inggris).29

Salah satu bentuk badan usaha yang cukup banyak diminati dalam praktek bisnis adalah Perseroan Terbatas, karena Perseroan Terbatas diyakini dapat menjadi sarana untuk pemupukan modal yang lebih besar jika dibandingkan dengan bentuk badan usaha lainnya seperti: Perusahaan Dagang (PD), Firma (Fa), Perseroan Komanditer (CV).30

“Selain itu Perseroan Terbatas juga dapat masuk ke Pasar Modal atau bursa efek apabila telah memenuhi syarat yang ditentukan Undang-Undang Pasar Modal.31 Oleh karena bentuk badan usaha Perseroan Terbatas tersebut banyak diminati maka perlu diketahui kelebihan dan kekurangan bentuk badan hukum Perseroan Terbatas: 1. Kelebihan Perseroan Terbatas:

a. Memungkinkan pengumpulan modal besar; b. Tanggung jawab terbatas;

c. Pengalihan kepemilikan lebih mudah; d. Jangka waktu yang tidak terbatas; e. Manajemen yang lebih kuat;

f. Untuk Penanam Modal Asing (PMA) ada fasilitas bebas pajak (tax holiday).

29 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Djambatan, Jakarta, 1995, h.89-90. 30 Sentoso Sembiring, Hukum Perusahaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan, Nuansa Aulia, Bandung, 2006, h.13.


(36)

2. Kekurangan Perseroan Terbatas: a. Pengenaan pajak ganda;

b. Ketentuan perundangan lebih ketat;

c. Rahasia perusahaan relatif kurang terjamin;

d. Pendirian perusahaan relatif rumit, lama, dan biaya lebih besar;

e. Untuk penanam modal asing (pma), sedikit rentan terhadap situasi dan kondisi sosial politik dan keamanan suatu Negara.32

Menurut Agus budiarto, bentuk Perseroan terbatas banyak diminati oleh para pengusaha karena Perseroan Terbatas mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri dan berpotensi memberikan keuntungan baik bagi instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya (pemegang saham). Ini bisa dilihat dalam realita yang ada ditengah-tengah kita, organisasi ekonomi (badan usaha) yang dimiliki oleh konglomerat yang menguasai beberapa sektor perekonomian bentuknya adalah Perseroan Terbatas. Mula-mula sebagai perusahaan yang biasa saja (kecil), lambat laun berkembang menjadi Perusahaan raksasa, dia mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri dan memberikan keuntungan bagi lembaganya maupun pemegang sahamnya.33

Perseroan Terbatas merupakan persekutuan yang berbentuk badan hukum. Bentuk badan hukum ini tidak disebut persekutuan tetapi persero karena modal badan hukum ini terdiri dari sero-sero atau saham-saham.

Berbeda halnya dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang tidak secara eksplisit menyatakan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum, dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007 pada Pasal 1 ayat (1) dengan tegas dinyatakan bahwa keberadaan Perseroan Terbatas diakui sebagai badan hukum dan dianggap sebagai manusia. Oleh karena itu sebagai badan hukum atau artificial person, mampu bertindak melakukan perbuatan hukum melalui “wakilnya” atau orang yang mewakili perseroan serta bertindak untuk dan atas nama perseroan, karena itu perseroan juga merupakan subjek hukum mandiri atau persona standi in judicio. Dia bisa

32 Abdul Rasyid Saliman,Hukum Bisnis Untuk Perusahaan; Teori dan Contoh Kasus,Kencana, Jakarta, 2005, h. 104.

33 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia, Jakarta, Indonesia, 2002, h. 14.


(37)

mempunyai hak dan kewajiban dalam hubungan hukum sama seperti manusia biasa atau natural person , dia bisa menggugat ataupun digugat,bisa membuat keputusan dan bisa mempunyai hak dan kewajiban layaknya manusia.34

Menurut R. Soerjatin suatu Perseroan Terbatas adalah suatu perserikatan: 1. Dalam mana tak dikenal para anggotanya;

2. Yang harus didirikan dengan akta otentik; 3. Yang merupakan suatu badan hukum;

4. Dalam mana para anggotanya bertanggung jawab terbatas;

5. Yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk didirikannya dan untuk menjalankan usahanya.35

Didalam Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007 tidak dijelaskan lebih lanjut apa yang dimaksudkan dengan badan hukum . Hanya dalam Pasal 7ayat( 4) Undang-Undang Perseroan Terbatas menyebutkan kapan perseroan memperoleh status badan hukum yaitu pada tanggal diterbitkannya keputusan Mentri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.

Perseroan Terbatas dapat diakui sebagai badan hukum karena ciri-ciri tertentu seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang, yaitu:

1. Adanya organisasi yang teratur; 2. Mempunyai harta kekayaan sendiri; 3. Melakukan hubungan hukum sendiri; 4. Mempunyai tujuan sendiri.36

34 Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Bentuk-Bentuk Badan Usaha Di Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, 1997, h. 52.

35 R. Suryatin, Hukum Dagang I dan II, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, h.57-58

36 Abdulkadir Muhmmad, Hukum Perseroan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, h.8-9


(38)

Dari rumusan yang diberikan diatas dapat diketahui bahwa suatu Perseroan Terbatas sebagai bentuk modern corporation memiliki setidaknya tiga karasteristik tambahan yaitu :

1. Kepemilikannya diwadahkan dalam bentuk saham-saham yang dapat dengan mudah dipindahtangankan atau dialihkan kepada siapapun juga;

2. Mempunyai masa hidup yang abadi dengan jangka waktu pendirian yang tidak ditentukan lamanya, yang tidak digantungkan pada masa hidup pemegang sahamnya.

3. Sifat tanggung jawab yang tidak hanya terbatas pada pemegang saham, tidak hanya untuk tanggung jawab perdata melainkan juga tanggung jawab atas suatu tindak pidana yang dilakukan oleh perseroan. Disamping itu dikenal juga pertanggung jawaban terbatas terhadap para pengurusnnya.37

Dengan dinyatakannya suatu perusahaan berstatus badan hukum dengan sifat tanggung jawabnya yang terbataspun hadir demi hukum bagi kepentingan pemegang saham.

Hal ini berarti bahwa seorang pemegang saham terbatas kepada sahamnya sendiri yang telah diambil itu mengenai pertanggungjawabannya atas segala tindak tanduk, keuntungan dan kerugian dari pada Perseroan Terbatas yang bersangkutan. Ia hanya bertanggung jawab atas jumlah sahamnya. Jika belum disetor harus disetor penuh. Tetapi kalau sudah disetor maka hanya sejumlah nilai dari sahamnya itu saja yang dia harus bertanggung jawab terhadap Perusahaan dan terhadap pihak ketiga yang menuntut dari Perseroan Terbatas. Maka ini adalah sifat dari pada suatu Limited

Company-nya suatu Perseroan Terbatas, terbatas dalam tanggung jawab para

pemegang sahamnya.38

2. Pendirian Perseroan Terbatas Menjadi Badan Hukum

Sebuah Perseroan Terbatas berdiri atau “ada” semata-mata karena adanya perjanjian yang dibuat oleh dua orang atau lebih dihadapan notaris untuk

37 Gunawan Wijaya, op.cit. h. 11

38 Sudargo Gautama, Komentar atas Undang-Undang Perseroan Terbatas Yang Baru (1995) No.1 Perbandingan Dengan Peratuturan Lama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,1995, h.19.


(39)

melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksananya (Undang-Undang Perseroan Terbatas Pasal 1 ayat 1).

Dengan demikian Perseroan Terbatas adalah suatu badan yang sengaja dibentuk untuk melakukan usaha tertentu oleh orang-orang atau badan hukum yang disebut sebagai pendiri.

Pasal 38 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menentukan bahwa suatu Perseroan Terbatas harus didirikan dengan suatu akta otentik, dengan demikian maka “akta otentik itu merupakan syarat mutlak untuk Perseroan Terbatas, dengan lain perkataan apabila tidak ada suatu akta otentik, badan atau perserikatan itu tidak merupakan suatu Perseroan Terbatas melainkan suatu CV atau firma”39

Pasal 1870 KUHPerdata menentukan bahwa suatu akta otentik memberi suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat didalamnya antara pihak beserta ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari pada mereka. Dari ketentuan tersebut ternyata pada hakekatnya suatu akta otentik merupakan suatu alat pembuktian yang sempurna, mengenai apa yang disebutkan/dinyatakan dalam akta itu. Dengan demikian isi dari pada akta itu mencerminkan kehendak para pihak atau apa yang tercantum dalam akta itu mempunyai kekuatan pembuktian formil.

Prosedur pendirian Perseroan Terbatas ditempuh dengan melalui beberapa tahap: 1. Tahap akta notaris


(40)

Pada tahap ini yang merupakan tahap pertama dari pendirian suatu Perseroan Terbatas, para pendiri diwajibkan untuk membuat akta pendirian suatu Perseroan Terbatas berbentuk akta otentik (dengan akta notaris). Ini sesuai dengan Ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007.

2. Tahap Pengesahan Mentri

Akta pendirian yang notarial dari Perseroan Terbatas tersebut haruslah diajukan ke Mentri Hukum Dan Hak Asasi Manusia untuk mendapatkan Pengesahannnya (Pasal 7 ayat (4)) Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007.

3. Tahap Pendaftaran Dalam daftar Perusahaan

Anggaran dasar yang telah disahkan oleh mentri tersebut selanjutnya harus di proses pendaftarannya dalam daftar perusahaan yang disediaklan (Pasal 29) Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007.

4. Tahap Pengumuman Dalam Tambahan Berita Negara

Ini adalah tahap terakhir dari proses pendirian suatu Perseroan Terbatas, yakni mengumumkan anggaran dasar Perseroan Terbatas yang bersangkutan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia (Pasal 30) Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007.


(41)

Akta pendirian yang notarial dari Perseroan Terbatas tersebut haruslah diajukan ke mentri untuk mendapatkan pengesahannya.

Dengan telah berstatus badan hukum maka tanggung jawab Perseroan Terbatas dalam tindakannya menjadi mandiri sebagai badan hukum, sehingga terjadi perubahan dalam tanggung jawab para pemegang saham yaitu ia tidak bertanggung jawab atas kerugian dari perseroan yang melibihi nilai saham yang telah diambil ( Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 3 ayat 1).

Hal ini berarti bahwa seorang pemegang saham bertanggung jawab sebatas pada sahamnya atas segala tindak tanduk, keutungan dan kerugian dari Perseroan Terbatas yang bersangkutan.

Proses mendapatkan pengesahan dari Mentri diajukan oleh pendiri atau kuasanya (dalam hal ini hanya notaris yang diperbolehkan),mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada mentri dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 9 ayat 1):

a. Nama dan tempat kedudukan perseroan; b. Jangka waktu berdirinya perseroan;

c. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;

d. Jumlah modal dasar,modal ditempatkan dan modal disetor; e. Alamat lengkap perseroan.


(42)

Pengesahan sebagai badan hukum harus diajukan kepada mentri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak akta pendirian ditandatangani (Pasal 10 ayat 1).

Permohonan untuk mendapat pengesahan dari mentri tersebut dapat ditolak, penolakan tersebut langsung diberitahukan beserta alasannya kepada pemohon secara elektronik (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 10 ayat 4).40 Dan apabila permohonan untuk mendapat pengesahan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Mentri langsung menyatakan tidak berkeberatan atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 10 ayat 3).

Dalam Undang-Undang dikatakan bahwa pengertian kata “orang” dalam hal pendirian Perseroan Terbatas harus dipandang sebagai subjek hukum dalam arti luas yaitu orang-orang, perorangan atau badan hukum. Jadi dimungkinkan dalam Perseroan Terbatas sebagai badan hukum dapat melakukan perjanjian. Akta pendirian merupakan anggaran dasar yang berisi keterangan tentang identitas Perseroan Terbatas seperti (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 8 ayat 2):

a. Nama lengkap, tempat dan tangal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan

40 penjelasan: langsung, yang dimaksud dengan langsung dalam ketentuan ini adalah pada saat yang bersamaan dengan saat pengajuan permohonan diterima.


(43)

b. Alamat lengkap serta nomor dan tanggal keputusan Mentri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Pereroan.41

c. Nama Lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota direksi dan komisaris yang pertama kali diangkat.

d. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.

Didalam anggaran dasar memuat sekurang-kurangnya (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 15 ayat 1):

a. Nama dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan,

b. Maksud dan tujuan serta kegitan usaha Perseroan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dimaksud dengan “kegiatan usaha Perseroan, adalah kegiatan yang dilakukan Perseroan dalam rangka mewujudkan maksud dan tujuan tersebut.

c. Jangka waktu berdirinya perseroan,

d. Besarnya jumlah modal dasar,modal yang ditempatkan, dan modal yang disetor,

41 penjelasan: Dalam mendirikan Perseroan diperlukan kejelasan mengenai kewarganegaraan pendiri, karena pada dasarnya badan hukum di Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas haru didirikan oleh warga Negara Indonesia, namun demikian kepada warga negara asing diberi kesempatan untuk mendirikan badankum di Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas sepanjang Undang-Undang yang mengatur bidang usaha Perseroan tersebut memungkinkan atau pendirian Perseroan tersebut diatur dengan Undang-Undang tersendiri.


(44)

e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham dan nilai nominal setiap saham,

f. Nama jabatan dan jumlah anggota direksi dan dewan komisaris,

g. Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang saham, h. Tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota direksi

dan komisaris,

i. Tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden.

Mengingat terbatasnya pengaturan mengenai Perseroan Terbatas dalam Undang-Undang, maka hal-hal lain yang belum cukup diatur dalam peraturan perundang-undangan dibenarkan kepada Perseroan Terbatas untuk mengatur sendiri dalam anggaran dasar hal-hal yang masih dianggap perlu. Tentu saja sejauh hal-hal tersebut tidak bertentangan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain terdapat suatu keleluaaan bagi Perseroan Terbatas untuk menetapkan hal-hal yang dianggap perlu dan yang belum diatur dalam peraturan yang ada. Oleh karena itu dalam menyusun akta pendirian atau anggaran dasar Perseroan Terbatas harus benar-benar dipersiapkan dengan sebaik-baiknya sehingga masalah-masalah yang perlu dan dianggap mendasar bisa dituangkan secara jelas dan lengkap dalam anggaran dasar.42

Dalam penggunaan nama Perseroan Terbatas, Persero tidak boleh menggunakan nama yang (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 16 ayat 1):

a. Telah dipakai secara sah oleh Perseroan lain atau mirip dengan nama Perseroan lain;

b. Bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan;

j. Sama atau mirip dengan nama lembaga Negara, lembaga pemerintah atau lembaga internasional;

42 I.G. Rai Widjaja, Pedoman Dasar Perseroan Terbatas (PT), Pradnya Paramita, Jakarta,1994, h. 9.


(45)

k. Tidak sesuai dengan maksud dan tujuan, serta kegiatan usaha, atau menunjukkan maksud dan tujuan Perseroan saja tanpa nama diri;

l. Terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk kata;

m. Mempunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata.

Nama Perseroan harus didahului dengan perkataan Perseroan Terbatas atau disingkat PT (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 16 ayat 2).

“Pada akhir nama Perseroan ditambah singkatan kata “Tbk”, dalam hal tidak ada tulisan singkatan”Tbk” berarti Perseroan tertutup”.43

Tindakan hukum untuk mendirikan perseroan pada asasnya mempunyai 2 unsur yang harus dibedakan tetapi saling mengikat. Unsur pertama adalah pendirian Perseroan Terbatas sendiri dengan anggaran dasarnya yang menentukan identitas dan pengaturannya, dan unsur yang kedua adalah keikutsertaan dari pada pendiri sebagai pemegang saham.

“Dengan demikian merupakan suatu keharusan bagi para pendiri agar akta pendirian Perseroan Terbatas yang telah dibuat oleh notaris tersebut diajukan untuk mendapat pengesahan dari mentri Hukum dan Hak Asasi manusia, agar Perseroan Terbatas memperoleh status badan hukum”.44 Karena sebelum akta pendirian mendapat pengesahan status Perseroan Terbatas belum sebagai badan hukum,

43 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, h. 120.

44 Gatot Supramono, “ Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru”, (DJambatan: Jakarta,2004), h. 5-6.


(46)

dengan demikian pendiri Perseroan Terbaras atau pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan atas nama perseroan (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 3 ayat 2). Meskipun demikian (Undang-Undang-(Undang-Undang memberi peluang kepada pemegang saham agar perikatan yang dilakukan tersebut dapat mengikat perseroan setelah perseroan berbadan hukum, yaitu:

Apabila perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan perseroan yang belum didirikan mengikat perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum apabila Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pertama perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih sxsemua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya.

Sesuai Pasal 6 dan Pasal 7 angka 4 Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007, Perseroan Terbatas menjadi badan hukum setelah akta pendiriannya mendapat pengesahan untuk jangka waktu sesuai yang ditetapkan dalam anggaran dasarnya.45

“Bila dilihat secara mendalam Pasal 6 tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam hal anggaran dasar tidak menyebutkan jangka waktu berdirinya suatu

45 Penjelasan Pasal 6: apabila Perseroan didirikan untuk jangka waktu terbatas harus disebutkan secara tegas, demikian juga apabila Perseroan didirikan untuk jangka waktu tidak terbatas harus disebutkan secara tegas dalam anggaran dasar.


(47)

Perseroan Terbatas maka Perseroan Terbatas itu berdiri untuk jangka waktu yang tidak terbatas”.46

4. Pendaftaran dan Pengumuman

Setelah akta pendirian mendapat pengesahan dari Mentri, tahap

berikutnya adalah mendaftarkan perseroan.

“Daftar perseroan diselenggarakan oleh Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Daftar perseroan memuat data tentang perseroan yang meliputi (Undang-Undang No. 40 tahun 2007 Pasal 29 ayat 2):

a. Nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha,

jangka waktu pendirian dan permodalan; b. Alamat lengkap perseroan:

(1) Perseroan mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar;

(2) Perseroan mempunyai alamat lengkap sesuai dengan tempat kedudukannya; (3) Dalam surat menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh perseroan, barang cetakan dan akta dalam hal perseroan menjadi pihak yang harus menyebutkan nama dan alamat lengkap perseroan.

c. Nomor dan tanggal akta pendirian dan keputusan Mentri mengenai pengesahan badan hukum perseroan .

46 Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas Dan Aspek Hukumnya, Pustaka sinar Harapan, Jakarta,1996, h.25


(48)

d. Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan Mentri, mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya keputusan Mentri mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar.

e. Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan tanggal penerimaan pemberitahuan oleh Mentri. Perubahan anggaran dasar mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya surat penerimaan pemberitahuaan perubahan anggaran dasar oleh mentri.

f. nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan anggaran dasar;

g. nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan;

h. nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan pengadilan tentang pembubaran perseroan yang telah diberitahukan kepada mentri;

i. berakhirnya status badan hukum perseroan;

j. neraca dan laporan rugi laba dari tahun buku yang bersangkutan bagi perseroan yang diaudit.

Data perseroan sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007, dimasukkan dalam daftar perseroan pada tanggal yang bersamaan dengan tanggal:

a. Keputusan Mentri mengenai pengesahan badan hukum perseroan, persetujuan atas perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan;


(49)

b.Penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar yang tidak memerlukan persetujuan; atau

c.Penerimaan pemberitahuan data perseroan yang bukan merupakan perubahan anggaran dasar.

Jadi dalam hal ini yang di daftarkan bukan Perseroan Terbatasnya melainkan akta pendirian dan akta perubahan anggaran dasar.

Dengan demikian setiap perusahaan termasuk perusahaan asing yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia dan telah memiliki izin, wajib didaftarkan dalam daftar Perusahaan. Perusahaan tersebut meliputi:

1. Perseroan Terbatas; 2. Koperasi;

3. Persekutuan Komanditer (CV); 4. Firma;

5. Perusahaan perorangan lainnya yang melaksanakan kegiatan usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.47

Setelah dilakukan proses pendaftaran perusahaan, maka tahap berikutnya adalah diumumkan ke dalam tambahan berita Negara Republik Indonesia.

Pengumuman dilakukan oleh Mentri, dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya keputusan Mentri (Undang-Undang no. 40 tahun 2007 Pasal 30 ayat 2).


(50)

5. Modal dan Saham a. Modal

Untuk mengelola suatu perseroan dibutuhkan suatu modal yang disebut modal dasar yang menjadi modal awal untuk melakukan segala kegiatan atau aktifitas perseroan.”Menurut Rudi Prasetya yang dimaksud dengan modal Perseroan adalah keseluruhan nilai nominal dari saham yang ada dalam Perseroan Terbatas”.48

Selanjutnya perlu dimengerti bahwa pengertian modal perseroan tidak ada sangkut pautnya dengan pengertian ekonomis dalam hubungan dengan harta kekayaan Perseroan Terbatas, karena pengertian harta kekayaan dalam hal ini adalah jumlah harta yang menjadi milik perseroan setelah dibayarkan hutang-hutang perseroan.

Menurut Achnad Ichsan, harta kekayaan itu merupakan modal dalam arti ekonomi, yang selalu mengalami perubahan tergantung pada kemajuan maupun kemunduran badan usaha yang bersangkutan, sedangkan modal perseroan itu tetap Menurut I.G. Rai Widjaya untuk mengelola suatu Perseroan diperlukan adanya modal yang disebut modal dasar Perseroan atau authorized capital,Modal Perseroan dibedakan antara lain:

1. Modal dasar (authorized capital)

adalah jumlah saham maksimum yang dapat dikeluarkan oleh perseroan, sehingga modal dasar terdiri atas seluruh nominal saham.

2. Modal ditempatkan (issued capital atau sub scribed capital)

adalah saham yang telah diambil dan sebenarnya telah terjual kepada pendiri maupun pemegang saham perusahaan. Jadi para pendiri demikian juga para pemegang saham perseroan telah menyanggupi untuk mengambil bagian sebesar


(51)

atau sejumlah tertentu dari saham perseroan. Oleh karena itu dia mempunyai kewajiban untuk membayar atau melakukan penyetoran kepada perseroan.

3. Modal yang disetor (paid up capital)

adalah saham yang telah dibayar penuh kepada Perseroan yang menjadi penyertaan atau penyetoran modal riil yang telah dilakukan oleh pendiri maupun para pemegang saham Perseroan.

Modal Perusahaan selain didapat dari modal dasar yang diperoleh dari para pemegang saham,juga dapat diperoleh dari modal yang berasal dari sumber external yakni berasal dari pihak-pihak diluar Perusahaan, seperti dengan cara menjadi pemegang saham Perusahaan tersebut, dengan menjual saham-saham Perusahaan lewat mekanisme yang disebut go public yaitu dengan melibatkan publik didalamnya untuk membeli saham-saham yang dijual oleh Perusahan.49

Mengenai besarnya modal dasar sudah ditentukan di dalam Pasal 32 ayat (1) 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah ), namun dalam Pasal 32 ayat (2) masih memberikan keleluasaaan yaitu dalam rangka “kegiatan usaha tertentu”50 dapat menentukan jumlah minimum modal perseroan yang lebih besar.

Hal lain yang penting yaitu seluruh saham harus disetor penuh pada saat pengesahan perseroan. Rumusan itu memberi pengertian bahwa angsuran modal ditempatkan hanya boleh dilakukan sebelum perseroan memperoleh status badan hukum.

Hal yang menarik dari Undang-Udang Perseroan Terbatas ialah mengenai larangan pengeluaran saham oleh perseroan untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki perseroan lain. “Rumusan demikian dapat ditentukan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 tahun 2007 yang berbunyi: perseroan

49 Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan; Perusahaan; dan Asuransi , PT. Alumni, Bandung, 2007, h.95-96.

50 Penjelasan Pasal 32 ayat (2), yang di maksud “kegiatan usaha tertentu” antara lain perbankan, asuransi dan freight forwarding.


(52)

dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh perseroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan.51

Ketentuan tentang larangan tersebut, Rudi Prasetya menafsirkan sebagai berikut :

1. Jika perseroan didirikan dan atas “saham-saham yang di tempatkan” di ambil sendiri oleh perseroan;

2. Atau perseroan mengadakan “emisi” (pengeluaran saham ), dan dari saham-saham yang diemisi itu dibeli sendiri oleh perseroan.52

Hal ini dapat dikatakan menurut penjelasan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas no.40 tahun 2007, alasan perseroan tidak mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri karena Perseroan Terbatas didirikan untuk menghimpun modal oleh karenanya perseroan membutuhkan pemasukan dari pihak lain.

Disamping untuk perlindungan modal, ketentuan Pasal 36 ayat (1) tersebut juga diperlukan sebagai perlindungan bagi kepentingan pihak ketiga (kreditur)

51 Penjelasan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang no. 40 tahun 2007, pada prinsipnya mengeluarkan upaya pengumpulan modal, maka kewajiban penyetoran atas saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain. Demi kepastian Pasal ini menentukan bahwa perseroan tidak boleh mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri. Larangan tersebut termasuk juga larangan kepemilikan silang (cross holding) yang terjadi apabila perseroan memiliki saham yang dikeluarkan oleh perseroan lain yang memiliki saham perseroan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengertian kepemilikan silang secara tidak langsung adalah apabila perseroan pertama memiliki saham pada perseroan kedua tanpa melalui kepemilikan pada satu “perseroan antara” atau lebih sebaliknya perseroan kedua memiliki saham pada perseroan pertama. Pengertian kepemilikan silang secara tidak langsung adalah kepemilikan perseroan pertama atas saham pada perseroan kedua melalui kepemilikan pada satu “perseroan antara” atau lebih dan sebaliknya perseroan kedua memiliki saham pada perseroan pertama.

.


(53)

perseroan, modal kekayaan perserseroan merupakan jaminan bagi kepentingan pihak ketiga (kreditur).

Dinyatakan pula bahwa larangan perseroan mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri juga dilarang untuk dimiliki perseroan lain, dapat dikatakan termasuk dimiliki anak perusahaan terhadap saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaannya. Alasan larangan tersebut dikarenakan bahwa pemilikan saham oleh anak perusahaan tidak dapat dipisahkan dari pemilikan induk perusahaannya.

Menurut Rachmat Soemitro seperti dikutip Rudi Prasetya: pembelian kembali saham oleh perseroan merupakan salah satu cara untuk pengurangan modal perseroan. Dua cara lainnya yaitu dengan membayar kembali uang saham yang telah disetorkan atau dengan membebaskan harga saham yang masih terhutang serta cara yang ketiga dengan memperkecil nilai saham dengan cara penggelapan atas saham yang telah dikeluarkan.53

Tata cara pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan dilakukan dengan ketentuan (Undang-Undang no.40 tahun 2007 Pasal 37 ayat 1):54

a. Pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan, ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan (penjelasan: yang dimaksud kekayaan bersih adalah seluruh harta kekayaan perseroan dikurangi seluruh kewajiban perseroan sesuai dengan laporan keuangan yang disahkan oleh Rapat Umum Pemegang saham secara Sah dalam

53 Rudi prasetya, op.cit, h.187-188.

54 penjelasannya: pembelian kembali saham perseroan tidak menyebabkan pengurangan modal kecuali apabila saham tersebut ditarik kembali.


(1)

B A B IV

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu:

1. Hubungan hukum yang terjadi antara induk perusahaan dengan anak perusahaan adalah induk perusahaan sebagai pemegang saham dari anak perusahaannya sehingga dengan demikian Induk perusahaan dapat mengontrol jalannya perusahaan dengan kepemilikan mayoritas saham. Pengontrolan induk perusahaan dilakukan dengan memberikan pembatasan-pembatasan yang tertuang dalam anggaran dasar dari anak perusahaan, seperti : anak perusahaan untuk dapat melakukan perjanjian dengan pihak ketiga untuk mendapatkan kedit, memberikan pinjaman pada perusahaan lainnya dan perbuatan hukum lainnya harus minta persetujuan induk perusahaan.

Meskipun dalam perusahaan grup yang terdiri dari lebih dari satu perusahaan yang tergabung, dan dimiliki oleh pemilik yang sama tetapi mereka adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum yaitu Perseroan Terbatas, dimana bentuk bandan hukum tersebut menurut hukum dan Undang-Undang Perseroan Terbatas adalah perusahaan yang mandiri, yang mempunyai harta sendiri, segala perbuatan hukum yang dilakukan menjadi tanggung jawab


(2)

perusahaan itu sendiri tanpa bisa diminta pertangungjawaban dari induk 104 perusahaannya dan anak perusahaan lain dalam satu grup.

2. Dengan adanya hubungan hukum tersebut bentuk tanggung jawab induk perusahaan Adalah:

a. Tanggung jawab materiil yaitu sebesar jumlah saham yang dimiliki induk perusahaan dalam anak perusahaan.

b. Tanggung jawab moriil, yaitu beban nama baik yang dimiliki perusahaan induk dalam lingkungan bisnis.

Dalam hal anak perusahaan lalai atau tidak mampu memenuhi prestasinya, maka induk perusahaan sebagai penanggung harus membayar pelunasan hutang kepada kreditur (setelah menuntut agar harta benda debitur lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya).

Dengan demikian induk perusahaan sebagai penanggung wajib membayar pelunasan hutang tersebut.

B. Saran

Untuk mengetahui dengan jelas seluk beluk, mekanisme dan tanggung jawab dalam perusahaan grup hendaklah masalah perusahaan kelompok diatur dalam Peraturan Pelaksana dari undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007. Dengan diaturnya perusahaan group/kelompok kedalam per undang-undangan, kepentingan pihak ketiga dapat dilindungi dan agar pertumbuhan perusahaan grup/kelompok tidak menjurus pada praktek monopoli.


(3)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku - Buku

Ali, Muhammad, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001. Bintang, Sanusi Dan Dahlan, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi Dan Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Burght, Van Der Gr, Perikatan Dalam Teori Dan Yurisprudensi, Mandar Maju, Bandung, 1999.

Budiarto, Agus, kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002.

Dirdjosisworo, Soedjono, Hukum Perusahaan Mengenai Bentuk-Bentuk Perusahaan (Badan Usaha) di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1997.

Fuady, Munir, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.

___________, Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.

___________, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.

Gautama, Sudargo, Komentar Atas Undang-Undang Perseroan Terbatas Yang Baru (1995) No. 1 Perbandingan Dengan Peraturan Lama, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung,1995.

Hadikusuma, R.T. Sutantya Raharja, Sumantoro, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan: Bentuk-bentuk Perusahaan Yang Berlaku Di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,1995.

Ichsan Ahmad, Hukum Dagang Lembaga Perserikatan Surat-Surat Berharga, Aturan-Aturan Angkutan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1993.

Irawan Bagus, Aspek-aspek Hukum kepailitan; Perusahaan; dan Asuransi, PT. Alumni, Bandung, 2007.


(4)

.Kansil, C.S.T dan Kansil Cristine S.T, Pokok-Pokok Perseroan Terbatas Tahun 1995, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan Jakarta,1996.

________, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Sinar 106 Grafika, Jakarta,2004.

Lipton Philip and Herzberg Abraham, Uderstanding Company Law, The Law Book Company Limited, 1992.

Muhamad, Abdul Kadir, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992.

________, Hukum Perseroan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung1996. Muljadi Kartini & Widjaja Gunawan, Hukum Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.

Murjiyanto, R, Pengantar Hukum Dagang, Aspek-Aspek Hukum Perusahaan

Nasution, Bismar, Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada majalah akreditasi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tanggal 18 February 2003.

Purwotjipto, H.M.N, Pengertian Pokok `Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1995. Jilid ke dua.

Prasetya, Rudi, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, PT. Citra Aditya bakti, Bandung, 1996.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Mandar maju, Bandung, 1994. Rusli Hardijan, Perseroan Terbatas Dan Aspek Hukumnya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,1996.

Saliman, Saliman Abdul, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus,Kencana, Jakarta, 2005. `

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1984. ________, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986.

________, Dan Mahmudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1996.


(5)

________, Pengantar Penelitian Hukum,, UI-Press, Jakarta, 2005.

Suryatin, R, Hukum Dagang I Dan II, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1982.

Sembiring, Sentoso, Hukum Dagang, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

________, Hukum Perusahaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan, Bandung, Nuansa Aulia, 2006.

Simanjuntak, Emmy, Perusahaan Kelompok (Group Company/Concern) Universitas Gajah Mada, jogyakarta, 1997.

Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1990.

_____, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 19995

Supramono Gatot, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, Jakarta,Djambatan, 2004. _________ , Kedudukan Perusahaan Sebagai Subyek Dalam Gugatan Perdata, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2007.

Setiawan, Pokok-Pokok Perikatan, Putra A. Bardin, Bandung, 1999.

Sofyan, Sri Soedewi Maschoen, Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Hukum Jaminan Dan Perorangan, Badan Pembinaan Nasional, Departemen Kehakiman, Jakarta, 1980.

Usman, Rachmadi, Dimensi Hukum Perseroan Terbatas, PT. Alumni, Bandung, 2004.

Widjaja, I.G. Rai, Hukum Perusahaan, Mega Poin, Jakarta, 2000.

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996. Yuhassarie Emmy, Harnowo Tri, Prosiding: Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah - Masalah Kepailitan Dan Wawasan Hukum Lainnya, Perseroan Terbatas dan Good Corporate Governance (Jakarta 13 -15 Juli 2004), Jakarta, Pusat Pengkajian Hukum,2004.

Yani, Ahmad dan Widjaja, Gunawan, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta, Rajawali Pers, 1999.


(6)

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Perseroan Terbatas no. 40 Tahun 2007 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata C. Tesis/Makalah/Internet

Assari, HMU Fattowi, Peningkatan Kinerja BUMD Melalui Pengembangan Holding Company , Tesis Fakultas Sosial Politik Program S2 Universitas Indonesia, Jakarta, 2000.

Fred. B.G. Tumbuan,Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris Serta Kedudukan RUPS Menurut UU No. 1 Tahun 1995, Makalah Kuliah S2 Fakultas Hukum UI, Tahun ajaran 2001-2002.