2.2.2 Penggolongan nelayan
Nelayan bukanlah suatu entitas tunggal, mereka terdiri dari beberapa dari beberapa kelompok. Dilihat dari segi pemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan
menjadi tiga kelompok, yaitu: a.
Nelayan buruh, adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain.
b. Nelayan juragan, adalah nelayan yang memilik alat tangkap yang
dioperasikan oleh orang lain. c.
Nelayan perorangan, adalah nelayan yang memiliki peralatn tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.
2.2.3 Gambaran umum kehidupan nelayan
Isu-isu kemiskinan nelayan dan berbagai akibatnya dalam konteks akademis, mulai mencuat kepermukaan ketika memasuki awal tahun 80-an. Pada masa itu,
kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan yang dikenal dengan program motorisasi perahu dan modernisasi peralatan tangkap telah
berlangsung satu dasawarsa. Kebijakan ini telah mendorong proses eksploitasi sumberdaya perikanan secara intensif. Dampak lanjutan dari proses yang demikian ini
adalah timbulnya kelangkaan sumberdaya perikanan, konflik antar kelompok nelayan, kesenjangan social, kemiskinan, serta kerusakan ekosistem pesisir dan lautan.
Menurut Jafar Ginting 2001, kemiskinan merupakan kondisi antagonis dari kehidupan layak yang usianya sama dengan kehidupan manusia dimuka bumi ini.
Kemiskinan itu bagaikan lingkaran setan yang telah manusia karena perbedaan orientasi dan kepentingan yang berkaitan dengan dinamika social, ekonomi dan
politik. Jika melihat lingkungan sekitar kita maka kondisi seperti yang disebutkan
diatas tidak terlepas dari kondisi kehidupan para nelayan yang tinggal dikawasan pesisir, ini terlihat jelas dari tingkat pendidikan yang rendah, kondisi fisik dan struktur
pemukiman yang masih diliputi tekstur lingkungan yang kumuh serta keyakinan terhadap mitos masih mewarnai etos kerja nelayan sebagai faktor kultural yang
mengayun nelayan pada penghasilan yang sama sekali belum memadai dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga nelayan tersebut.
2.3 Tingkat Kesejahteraan Nelayan Konsep kesejahteraan nelayan yang digunakan selama ini masih mengandalkan
pendapatan perkapita sebagai indikator. Seperti diketahui bahwa konsep kesejahteraan tersebut terkait di dalamnya konsep kemiskinan. Dimana ada dua kemiskinan yang digunakan
yaitu “kemiskinan relatif” dan “kemiskinan absolut”. Kemiskinan relatif adalah ukuran bagaimana pendapatan itu terbagi diantara masyarakat pada suatu wilayahlokasi. Sedangkan
kemiskinan absolut adalah suatu ukuran minimal, dimana dapat dikatakan bahwa seseorang itu berada di bawah garis kemiskinan.
Beberapa faktor yang menyebabkan kemiskinan nelayan, antara lain: rendahnya tingkat tekhnologi penangkapan; kecilnya skala usaha; belum efisiennya system pemasaran
hasil ikan dan status nelayan yang sebagian besar adalah buruh. Dalam mengukur tingkat kesejahteraan nelayan ada beberapa indikator yang digunakan seperti indikator Perubahan
Pendapatan Nelayan dan indicator Nilai Tukar Nelayan NTN. Konsep yang dilakukan Ditjen Pesisir dan Pulau – pulau Kecil P3K dalam melakukan penyusunan indikator
kesejahteraan masyarakat pesisir adalah dengan menggunakan Konsep Pemetaan Kemiskinan Poverty Making. Tahap awal Ditjen P3K baru melakukan sampling di Kabupaten Sukabumi
Propinsi Jawa Barat, Kabupaten Kendari Propinsi Sulawesi Tenggara dan Pesisir Pantai Propinsi Jawa Timur Ditjen P3K, 2004 a: 5.
Peta kemiskinan di masyarakat pesisir dapat diukur dengan The Poverty Headcount Index. The Poverty Headcount Index menggambarkan persentase dari populasi yang hidup di
dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi per kapita di bawah garis kemiskinan. The Poverty Headcount Index yaitu kedalaman kemiskinan di suatu wilayah merupakan
perbedaan rata – rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis kemiskinan tersebut dan The Severity of Poverty yang menunjukan kepelikan
kemiskinan di suatu wilayah Ditjen P3K, 2004 a: 7.
2.3.1 Indikator tingkat kesejahteraan nelayan