commit to user
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Agama mengandung manfaat yang begitu besar dalam kehidupan manusia yang menganutnya, tetapi masih banyak didapati orang-orang
yang tidak mempedulikan kehidupannya. Mereka cenderung untuk melakukan hal-hal yang membuat dirinya senang tanpa memikrkan orang
lain sekalipun ia sudah menggangu kepentingan orang lain tersebut. Ini dapat dilihat dari masih banyaknya tindakan-tindakan kriminal yang ada
dalam masyarakat yang tidak sedikit melibatkan orang-orang yang beragama.
Lembaga agama merupakan sistem keyakinan dan praktek keagamaan penting dari masyarakat yang telah dibakukan dan dirumuskan
serta yang dianut secara luas dan dipandang sebagai perlu dan benar. Asosiasi agama merupakan kelompok orang yang terorganisasi yang
secara bersama-sama menganut keyakinan dan menjalankan praktek suatu agama. Agama atau religi dapat didefinisikan sebuah sistem keyakinan dan
praktek sebagai sarana bagi sekelompok orang untuk menafsirkan dan menaggapi apa yang mereka rasakan sebagai pengada adikodrati
supranatural dan kudus. Johnstone, 1975, hal.20
Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: ” Ada empat indikator kebahagiaan keluarga seseorang, yaitu ketika ia
memiliki istrisuami yang saleh, anak-anak yang shaleh, sahabat-sahabat 1
commit to user yang shaleh, dan rizki yang ada dekat dengan keluarganya” HR. Ad-
Daelami dari Ali bin Abi Thalib ra. Hadits tersebut dapat dimaknai bahwa sebuah keluarga dapat bahagia penuh kasih sayang manakala anggota
keluarganya bapakibu, anak, sahabat dan yang terkait dengannya saleh penuh keberkahan. Keluarga yang seperti inilah yang akan mampu
melahirkan karakter bangsa yang mandiri. Keluarga sebagai institusi sosial terkecil, merupakan fondasi dan
investasi awal untuk membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas menjadi lebih baik. Sebab, di dalam keluarga
internalisasi nilai-nilai dan norma-norma sosial jauh lebih efektif dilakukan ketimbang melalui institusi lainnya di luar keluarga. Lembaga
yang paling ampuh dalam proses internalisasi prinsip-prinsip tersebut adalah keluarga. Melalui keteladanan dan pembiasaan dalam keluarga,
segala prinsip itu dapat ditanamkan. Keteladanan dan pembiasaan ini merupakan metode utama dalam pembentukan karakter anak, terutama
dalam keluarga. Di keluargalah kali pertama anak-anak mendapat pengalaman
langsung yang akan digunakan sebagai bekal hidupnya dikemudian hari melalui latihan fisik, sosial, mental, emosional dan spritual. Karena anak
ketika baru lahir tidak memiliki tata cara dan kebiasaan kebudayaan yang begitu saja terjadi sendiri secara turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, oleh karena itu harus dikondisikan suatu hubungan yang harmonis antara anak dengan agen lain orang tua dan anggota
commit to user keluarga lain dan lingkungan yang mendukungnya baik dalam keluarga
atau lingkungan yang lebih luas. Keluarga merupakan unsur sentral dalam ajaran Islam. Sebab unit
keluarga memang merupakan sendi utama masyarakat. Atas landasan unit- unit keluarga yang sehat akan berdiri tegak bangunan masyarakat yang
sehat.
Keluarga adalah sebuah institusi yang minimal memiliki fungsi- fungsi sebagai berikut. 1 Fungsi religius, yaitu keluarga memberikan
pengalaman keagamaan kepada anggota-anggotanya; 2 Fungsi afektif, yakni keluarga memberikan kasih sayang dan melahirkan keturunan; 3
Fungsi sosial, keluarga memberikan prestise dan status kepada semua anggotanya; 4 Fungsi edukatif, keluarga memberikan pendidikan kepada
anak-anaknya; 5 Fungsi protektif, keluarga melindungi anggota- anggotanya dari ancaman fisik, ekonomis, dan psiko-sosial; dan 6 Fungsi
rekreatif, yaitu bahwa keluarga merupakan wadah rekreasi bagi
anggotanya.
Melihat beragamnya fungsi keluarga tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah institusi sentral penerus nilai-nilai budaya dan
agama value transmitter. Artinya, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak mulai belajar mengenal nilai-nilai yang
berlaku di lingkungannya, dari hal-hal yang sangat sepele, seperti menerima sesuatu dengan tangan kanan sampai pada hal-hal yang sifatnya
sangat rumit, seperti interpretasi yang kompleks tentang ajaran agama atau
commit to user tentang berbagai interaksi manusia. Suatu keluarga akan menjadi kokoh,
bilamana keenam fungsi yang disebutkan tadi berjalan harmonis. Sebaliknya, bila pelaksanaan fungsi-fungsi di atas mengalami hambatan
akan terjadi krisis keluarga. Keluarga juga akan mengalami konflik, bila fungsi-fungsi itu tidak berjalan secara memadai. Misalnya, jika fungsi
edukatif tidak berjalan efektif maka kemungkinan hubungan anak dan orangtua akan mengalami ketidakteraturan disorder.
Pendidikan sangat penting bagi perkembangan psikologi dan tingkah laku anak. Orang tua yang tidak memberikan pendidikan yang
benar kepada anaknya, dan tidak mendidiknya dengan sopan santun serta akhlak yang mulia, tidak akan memetik hasil, kecuali seorang anak yang
berperilaku berani dan bermusuhan dengan orang tuanya. Perkembangan manusia secara psikis terjadi perubahan-perubahan dalam diri seseorang
untuk tercapainya kepribadian yang sempurna. Sebagai penerus utama nilai-nilai, dalam lingkungan keluarga juga
berlangsung mekanisme pemilihan tokoh identifikasi. Anak meniru pola perilaku orang dewasa di dalam keluarga. Yang ditiru dapat berupa
perilaku, gaya bicara atau sifat-sifat khasnya. Ditinjau dari perspektif gender, keluarga merupakan laboratorium dimana sejak anak dilahirkan ia
belajar dan mengenal perilaku yang terkait pada gender seseorang gender related behavior. Karena keluarga merupakan lembaga pendidikan
pertama dan utama bagi seorang individu, maka nilai-nilai agama dan prinsip-prinsip moral harus di mulai dari rumah. Nilai-nilai agama berupa
commit to user keadilan, kejujuran, kebenaran, keberanian mengatakan yang benar,
penghargaan dan penghormatan kepada sesama manusia, nilai-nilai persamaan, persaudaraan dan kebebasan hendaknya ditanamkan sejak usia
dini. Dalam konteks ini orang tua, ayah dan ibu memiliki peran yang amat penting untuk mengajarkan anak-anaknya rasa saling mengasihi,
kepedulian, keindahan, kebersihan, ketertiban, dan kedisiplinan. Maksud dan tujuan orang tua adalah mereka ingin membekali
anak-anaknya dengan kepandaian secara rohani atau spiritual sehingga diharapkan tingkah laku anak-anak mereka akan menjadi baik dan sesuai
dengan norma-norma dalam masyarakat serta mempunyai tingkat moralitas yang tinggi.
Menurut Moeslim Abdurrahman 1997, kita mungkin berasumsi bahwa penanaman dasar-dasar pendidikan agama sebagai kerangka
pembentukan watak dan sikap kepribadian, telah dilaksanakan dengan intensif pada tingkat dasar yang mungkin diteruskan pada tingkat
menengah dan perguruan tinggi. Namun di tingkat mana pun, sebaiknya pendidikan agama harus lebih berorientasi untuk menumbuhkan wawasan
keagamaan dalam kaitan dengan membangun intelektualitas keagamaan religius intelectual building.
Peran lembaga pendidikan. Dalam paradigma baru, pendidikan agama-agama lebih ditekankan kepada moral improvement. Bila dalam
paradigma lama, metode pengembangan misi agama lebih bersifat
commit to user emosional dan sering kurang jujur melihat agama-agama lain, maka dalam
paradigma baru yang perlu dikembangkan adalah metode kebijaksanaan hikmah, wisdom, keteladanan mauizhah hasanah, dan dialog jadal bil
ahsan. Karena itu, pemaksaan, indoktrinasi, dan debat tidak mendapat tempat dalam paradigma baru ini.
Agama merupakan elemen dasar perkembangan anak. Harus dipahami pula bahwa untuk mengajarkan agama pada tingkat dini
dibutuhkan banyak metode. Orang tua harus sedapat mungkin aktif menggali informasi serta menerapkan metode pengajaran agama yang
sudah teruji. Dalam mengajarkan sesuatu kepada anak, kita harus menyertakan hati, telinga dan mata. Orang tua harus memberikan contoh
yang nyata, bukan sekadar nasihat atau perintah. anak-anak memerlukan keteladanan agar nilai yang hendak disampaikan menjadi lebih bermakna.
Menjadi orang tua yang baik dan bijak bukanlah suatu hal yang mudah. Dibutuhkan kesabaran dan toleransi yang tinggi agar kita dapat
mengembangkan potensi putra-putri kita dengan lebih baik. Terlebih saat ini banyak orang tua yang sibuk mencari nafkah bagi keluarga, sehingga
menyebabkan anak-anak sering kurang mendapatkan perhatian dan penasuhan serius dari orang tuanya. Bagi keluarga muslim, mendidik anak
bukanlah semata-mata dorongan alami dan kodrati melainkan suatu kewajiban orang tua terhadap anak dan merupakan sarana untuk
mewujudkan generasi yang tangguh dan kuat. Selain itu, dalam Islam anak merupakan titipan dari Allah SWT yang nantinya orang tua akan dimintai
commit to user pertanggungan jawab oleh Allah SWT di akhirat kelak. Membiasakan
anak sejak usia dini untuk mengetahui dan melaksanakan berbagai aktivitas keagamaan tidak dapat dilakukan tanpa memperhatikan
kenyamanan emosi, fisik dan spiritual anak, jika orang tua dapat memfasilitasi ketiganya, maka proses pembelajaran agama akan berjalan
dengan baik.
B. PERUMUSAN MASALAH