FUNGSI SOSIAL KELUARGA TERHADAP TINGKAT PENDIDIKAN AGAMA ANAK

(1)

commit to user

FUNGSI SOSIAL KELUARGA TERHADAP TINGKAT

PENDIDIKAN AGAMA ANAK

( Deskriptif Tentang Pendidikan Agama Anak Berdasarkan Fungsi Sosial Orang Tua Studi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Bamjarsari, Kota

Surakarta )

SKRIPSI

Disusun Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Sosiologi

Oleh :

INDIRA PRAMITA

D0304045

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET


(2)

commit to user

SURAKARTA

2011

MOTTO

Nasehat itu seperti salju, semakin lembut ia jatuh, semakin lama ia bertahan, dan semakin dalam merasuk kedalam pikiran.

(Kahlil Gibran)

Pengalaman membuat aku mampu untuk mengenal sebuah kesalahan bilamana aku melakukannya lagi dan lagi.

(Indira Pramita)

Jangan takut akan hidup, percayalah bahwa hidup amatlah berharga, dan kepercayaanmu akan membantu menciptakan kenyataan.

(Jalaludin Rumi)

Cinta membuat jalan keras menjadi lunak dan membalikkan kegelapan menjadi cahaya, serta kehormatan yang berada di hadapan jiwa mengalahkannya dari

gairah dan keinginannya.


(3)

commit to user PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan untuk:

Mama dan Papiku yang tidak henti-hentinya memberikan dos dan motivasi agar cepat terselesainya skripsi ini

Tito Iswara, SE dan Dwi Nuryanti, SE, kakak dan kakak iparku yang selalu memberi dorongan agar aku menjadi orang yang bisa menjadi banggaan

orang tua

Galih Handoko, A.md “Si Tonggoz” makasih buat doa dan supportnya, akhirnya aku jadi sarjana nie, jangan ngejek lagi yaaa….

Wibi “Ndutz” Putra Pratama makasih sudah mau menjadi tempat untuk berbagi keluh kesah, saran dan kritik mu yang selalu menjadi pembelajaran

buat aku…


(4)

commit to user KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamiin. Atas ijin Allah SWT sehigga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tahap demi tahap. Tidak ada kata yang pantas selain memanjatkan syukur kehadirat-Nya. Tidak lupa pula shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW yang senantiasa kita tunggu syafaatnya hingga akhir zaman. Sungguh semua ini semata-mata untuk mendapatkan mardhatillah.

Karya sederhana ini berjudul:

“FUNGSI SOSIAL KELUARGA TERHADAP TINGKAT PENDIDIKAN AGAMA ANAK”

(Deskriptif tentang Religiusitas Anak Berdasarkan Fungsi Sosial Orang Tua Studi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta)

Skripsi ini merupakan sebagian kecil yang dapat digali oleh penulis untuk memaparkan mengenai fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam meningkatkan pemahaman keagamaan dalam realitas kehidupan sehari-hari kepada anak di wilayah Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. Semoga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang mengambil tema yang sama.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih kami haturkan kepada:

1. Prof. Drs. Pawito, Ph. D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta.

2. Dr. Bagus Haryono, M. Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi FISIP UNS Surakarta.

3. Drs. Jefta Leibo, SU selaku Pembimbing Akademik selama penulis berada di bangku kuliah.

4. Prof. Dr. RB. Soemanto, MA selaku Pembimbing Skripsi. Terima kasih untuk kesabaran Bapak dalam membimbing dan mengarahkan penulis.


(5)

commit to user

5. Seluruh staf pengajar Jurusan Sosiologi FISIP UNS atas ilmu yang telah penulis dapatkan dari Bapak/Ibu sekalian.

6. Seluruh staf Kelurahan Sumber yang telah memberikan ijin penelitian untuk skripsi penulis.

7. Para pengajar TPA dan Pengurus Masjid Rohmah di Kelurahan

Sumber yang telah memberikan informasi dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Bambang Warsono beserta Mis Irianti, orang tua yang tidak pernah lelah, dengan kesabaran dan ketulusan hati memanjatkan doa dan memberikan seluruh fasilitas demi terciptanya karya sederhana ini. 9. Tito Iswara, SE dan Dwi Nuryanti, SE untuk support dan doanya. 10. Galih Handoko, Amd yang telah membantu dalam penyelesaian

skripsi penulis baik dalam bentuk moril maupun materiil.

11. Wibi Putra Pratama, anak sekolahan yang mau mendengarkan segala keluh kesah dan memberikan semangat penulis disaat sedang tidak bergairah dalam membuat karya ini.

12. Kawan-kawan Sosiologi angkatan 2004, semoga kita dipertemukan lagi di forum yang lain.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih buat semuanya.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan di masa depan, demi terciptanya masyarakat adil-makmur yang diridhoi Allah SWT. Semoga dapat menjadi sumbangan referensi bagi ilmu pengetahuan.

Surakarta, Januari 2011


(6)

commit to user ABSTRAK

Indira Pramita, D0304045, FUNGSI SOSIAL KELUARGA TERHADAP

PENDIDIKAN AGAMA ANAK (Deskriptif tentang Religiusitas Anak Berdasarkan Fungsi Sosial Orang Tua Studi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta), Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Agama mengandung manfaat yang sangat besar dalam kehidupan manusia yang menganutnya, walaupun masih banyak didapati orang-orang yang tidak mepedulikan kehidupannya. Mereka cenderung melakukan hal-hal yang menyenangkan dirinya tanpa memikirkan orang lain walau perbuatannya itu merugikan orang lain. Keluarga sebagai institusi sosial terkecil merupakan fondasi untuk membangun kehidupan sosial/bermasyarakat secara luas menjadi lebih baik. Keluarga juga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak untuk mengenal nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungannya. Peran penting keluarga dalam memberikan pemahaman keagamaan tentu sangatlah besar bagi sang anak.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam meningkatkan pemahaman keagamaan dalam realitas kehidupan sehari-hari kepada anak di wilayah Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan model analisis interaktif. Teknik pengambilan informan menggunakan purposive sampling. Dari masing-masing teknik tersebut secara berurutan didapatkan sasaran penelitian, anak usia 7-15 tahun di wilayah Kelurahan Sumber, orang tua dari anak-anak tersebut, dan pihak lain yang terkait dengan peningkatan religiusitas anak-anak. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, observasi, dan


(7)

commit to user

dokumentasi. Proses validitas data dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pada dasarnya keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam peningkatan religiusitas anak. Keluarga (orang tua) juga sangat efektif didalam memberikan contoh perilaku tentang pemahamaan keagamaan seperti dengan mengajarkan sholat atau mengikutsertakan anak dalam kegiatan Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) misalnya. Selain itu, ada faktor eksternal maupun internal yang menjadikan kendala orang tua dalam memberikan pemahaman keagamaan.

ABSTRACT

Indira Pramita, D0304045, FUNGSI SOSIAL KELUARGA TERHADAP

PENDIDIKAN AGAMA ANAK (Deskriptif tentang Religiusitas Anak Berdasarkan Fungsi Sosial Orang Tua Studi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta), Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Religion contains a huge benefit in human life which following, although there are still many people who are found not care for his life. They tend to do things that please him without thinking of others even though his actions were harming someone else. The smallest of the family as a social institution is the foundation for building social / societal extensively for the better. Family is also the first and foremost a place for children to know the values prevailing in its environment. Family have an important role in providing religious understanding necessarily for the kids.


(8)

commit to user

This study aims to explain the social function of families especially parents in improving religious understanding in the reality of everyday life to children in the area of Village Resources, District Banjarsari, Surakarta.

This study uses qualitative research methods with interactive analysis model. Retrieval techniques informants using purposive sampling. From each of these techniques sequentially obtained goals of this study, children aged 7-15 years in the Village of sources, parents of these children, and other parties associated with increased religiosity of children. Data collection techniques using in-depth interviews, observation, and documentation. Data validation process by comparing the observed data with data from interviews, and comparing the results of interviews with the contents of a document related.

Results of research indicated that family basically has a very important role in the increased religiosity of children. Family (parents) are also very effective in providing examples of the behavior of religious comprehension. like to teach the prayers or to include children in the activities of Al-Quran Education Park (TPA) for example. In addition, there are external and internal factors that make the constraints of parents in providing religious understanding.


(9)

commit to user DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Landasan Teori ... 12

G. Kerangka Pemikiran ... 23

H. Metodologi Penelitian ... 26

1. Lokasi Penelitian ... 26


(10)

commit to user

3. Sumber Data ... 26

4. Teknik Pengumpulan Data ... 27

5. Teknik Pengambilan Sampel ... 28

6. Validitas Data ... 30

7. Teknik Analisa Data ... 31

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Keadaaan Geografis ... 34

1. Letak Daerah ... 34

2. Batas Wilayah ... 35

3. Luas Wilayah ... 35

B. Keadaan Penduduk ... 36

1. Jumlah Penduduk ... 36

2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Umur .... 36

3. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 38

4. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian... 39

5. Komposisi Penduduk Menurut Agama ... 41

6. Penduduk WNI Keturunan dan WNA ... 42

7. Sarana dan Prasarana ... 43

C. Kondisi Kelurahan Sumber dan Kegiatan Keagamaannya ... 45

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sosialisasi Nilai Agama dari Orang Tua Kepada Anak ... 51

B. Pengaruh Religiusitas dari Orang Tua Kepada Anak ... 76

C. Kendala-kendala yang dihadapi Orang Tua dalam Memberi Teladan Bagi Anaknya ... 101

BAB IV PENUTUP A. ...Kesim pulan ... 120

B. ...Saran ... 123


(11)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA ... 125

LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel I. Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ... 37

Tabel II. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 38

Tabel III. Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 40

Tabel IV. Penduduk Menurut Agama ... 41

Tabel V. Penduduk WNA dan WNI Keturunan ... 42

Tabel VI. Daftar Kategori Informan ... 51

Tabel VII. Matrik Sosialisasi Pemberian Teladan dari Sudut Pandang Orang Tua ... 60

Tabel VIII. Matrik Sosialisasi Pemberian Teladan dari Sudut Pandang Tokoh Masyarakat ... 65

Tabel IX. Matrik Sosialisasi Pemberian Teladan dari Sudut Pandang Anak ... 71

Tabel X. Matrik Fungsi Religi dari Sudut Pandang Orang Tua ... 82

Tabel XI. Matrik Fungsi Religi dalam Sudut Pandang Tokoh Masyarakat ... 89


(12)

commit to user

Tabel XIII. Matrik Kendala Pemberian Teladan dari Sudut Pandang Orang Tua .. 106 Tabel XIV. Matrik Kendala-Kendala yang dihadapi Tokoh Masyarakat

dalam Memberi Teladan Bagi Anak ... 109 Tabel XV. Matrik Fungsi Sosial Keluarga terhadap Tingkat Religiusitas Anak ... 116

DAFTAR BAGAN

Bagan I. Model Analisis Interaktif ... 33


(13)

commit to user

BAB I


(14)

commit to user A. LATAR BELAKANG MASALAH

Agama mengandung manfaat yang begitu besar dalam kehidupan manusia yang menganutnya, tetapi masih banyak didapati orang-orang yang tidak mempedulikan kehidupannya. Mereka cenderung untuk melakukan hal-hal yang membuat dirinya senang tanpa memikrkan orang lain sekalipun ia sudah menggangu kepentingan orang lain tersebut. Ini dapat dilihat dari masih banyaknya tindakan-tindakan kriminal yang ada dalam masyarakat yang tidak sedikit melibatkan orang-orang yang beragama.

Lembaga agama merupakan sistem keyakinan dan praktek keagamaan penting dari masyarakat yang telah dibakukan dan dirumuskan serta yang dianut secara luas dan dipandang sebagai perlu dan benar. Asosiasi agama merupakan kelompok orang yang terorganisasi yang secara bersama-sama menganut keyakinan dan menjalankan praktek suatu agama. Agama atau religi dapat didefinisikan sebuah sistem keyakinan dan praktek sebagai sarana bagi sekelompok orang untuk menafsirkan dan menaggapi apa yang mereka rasakan sebagai pengada adikodrati

(supranatural) dan kudus. (Johnstone, 1975, hal.20)

Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: ” Ada empat indikator kebahagiaan keluarga seseorang, yaitu ketika ia memiliki istri/suami yang saleh, anak-anak yang shaleh, sahabat-sahabat


(15)

commit to user

yang shaleh, dan rizki yang ada dekat dengan keluarganya” (HR. Ad-Daelami dari Ali bin Abi Thalib ra). Hadits tersebut dapat dimaknai bahwa sebuah keluarga dapat bahagia penuh kasih sayang manakala anggota keluarganya bapak/ibu, anak, sahabat dan yang terkait dengannya saleh penuh keberkahan. Keluarga yang seperti inilah yang akan mampu melahirkan karakter bangsa yang mandiri.

Keluarga sebagai institusi sosial terkecil, merupakan fondasi dan investasi awal untuk membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas menjadi lebih baik. Sebab, di dalam keluarga internalisasi nilai-nilai dan norma-norma sosial jauh lebih efektif dilakukan ketimbang melalui institusi lainnya di luar keluarga. Lembaga yang paling ampuh dalam proses internalisasi prinsip-prinsip tersebut adalah keluarga. Melalui keteladanan dan pembiasaan dalam keluarga, segala prinsip itu dapat ditanamkan. Keteladanan dan pembiasaan ini merupakan metode utama dalam pembentukan karakter anak, terutama dalam keluarga.

Di keluargalah kali pertama anak-anak mendapat pengalaman langsung yang akan digunakan sebagai bekal hidupnya dikemudian hari melalui latihan fisik, sosial, mental, emosional dan spritual. Karena anak ketika baru lahir tidak memiliki tata cara dan kebiasaan (kebudayaan) yang begitu saja terjadi sendiri secara turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, oleh karena itu harus dikondisikan suatu hubungan yang harmonis antara anak dengan agen lain (orang tua dan anggota


(16)

commit to user

keluarga lain) dan lingkungan yang mendukungnya baik dalam keluarga atau lingkungan yang lebih luas.

Keluarga merupakan unsur sentral dalam ajaran Islam. Sebab unit keluarga memang merupakan sendi utama masyarakat. Atas landasan unit-unit keluarga yang sehat akan berdiri tegak bangunan masyarakat yang sehat.

Keluarga adalah sebuah institusi yang minimal memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut. 1) Fungsi religius, yaitu keluarga memberikan pengalaman keagamaan kepada anggota-anggotanya; 2) Fungsi afektif, yakni keluarga memberikan kasih sayang dan melahirkan keturunan; 3) Fungsi sosial, keluarga memberikan prestise dan status kepada semua anggotanya; 4) Fungsi edukatif, keluarga memberikan pendidikan kepada anak-anaknya; 5) Fungsi protektif, keluarga melindungi anggota-anggotanya dari ancaman fisik, ekonomis, dan psiko-sosial; dan 6) Fungsi rekreatif, yaitu bahwa keluarga merupakan wadah rekreasi bagi anggotanya.

Melihat beragamnya fungsi keluarga tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah institusi sentral penerus nilai-nilai budaya dan agama (value transmitter). Artinya, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak mulai belajar mengenal nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya, dari hal-hal yang sangat sepele, seperti menerima sesuatu dengan tangan kanan sampai pada hal-hal yang sifatnya sangat rumit, seperti interpretasi yang kompleks tentang ajaran agama atau


(17)

commit to user

tentang berbagai interaksi manusia. Suatu keluarga akan menjadi kokoh, bilamana keenam fungsi yang disebutkan tadi berjalan harmonis. Sebaliknya, bila pelaksanaan fungsi-fungsi di atas mengalami hambatan akan terjadi krisis keluarga. Keluarga juga akan mengalami konflik, bila fungsi-fungsi itu tidak berjalan secara memadai. Misalnya, jika fungsi edukatif tidak berjalan efektif maka kemungkinan hubungan anak dan orangtua akan mengalami ketidakteraturan (disorder).

Pendidikan sangat penting bagi perkembangan psikologi dan tingkah laku anak. Orang tua yang tidak memberikan pendidikan yang benar kepada anaknya, dan tidak mendidiknya dengan sopan santun serta akhlak yang mulia, tidak akan memetik hasil, kecuali seorang anak yang berperilaku berani dan bermusuhan dengan orang tuanya. Perkembangan manusia secara psikis terjadi perubahan-perubahan dalam diri seseorang untuk tercapainya kepribadian yang sempurna.

Sebagai penerus utama nilai-nilai, dalam lingkungan keluarga juga berlangsung mekanisme pemilihan tokoh identifikasi. Anak meniru pola perilaku orang dewasa di dalam keluarga. Yang ditiru dapat berupa perilaku, gaya bicara atau sifat-sifat khasnya. Ditinjau dari perspektif gender, keluarga merupakan laboratorium dimana sejak anak dilahirkan ia belajar dan mengenal perilaku yang terkait pada gender seseorang (gender related behavior). Karena keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama bagi seorang individu, maka nilai-nilai agama dan prinsip-prinsip moral harus di mulai dari rumah. Nilai-nilai agama berupa


(18)

commit to user

keadilan, kejujuran, kebenaran, keberanian mengatakan yang benar, penghargaan dan penghormatan kepada sesama manusia, nilai-nilai persamaan, persaudaraan dan kebebasan hendaknya ditanamkan sejak usia dini. Dalam konteks ini orang tua, ayah dan ibu memiliki peran yang amat penting untuk mengajarkan anak-anaknya rasa saling mengasihi, kepedulian, keindahan, kebersihan, ketertiban, dan kedisiplinan.

Maksud dan tujuan orang tua adalah mereka ingin membekali anak-anaknya dengan kepandaian secara rohani atau spiritual sehingga diharapkan tingkah laku anak-anak mereka akan menjadi baik dan sesuai dengan norma-norma dalam masyarakat serta mempunyai tingkat moralitas yang tinggi.

Menurut Moeslim Abdurrahman (1997), kita mungkin berasumsi bahwa penanaman dasar-dasar pendidikan agama sebagai kerangka pembentukan watak dan sikap kepribadian, telah dilaksanakan dengan intensif pada tingkat dasar yang mungkin diteruskan pada tingkat menengah dan perguruan tinggi. Namun di tingkat mana pun, sebaiknya pendidikan agama harus lebih berorientasi untuk menumbuhkan wawasan keagamaan dalam kaitan dengan membangun intelektualitas keagamaan (religius intelectual building).

Peran lembaga pendidikan. Dalam paradigma baru, pendidikan agama-agama lebih ditekankan kepada moral improvement. Bila dalam paradigma lama, metode pengembangan misi agama lebih bersifat


(19)

commit to user

emosional dan sering kurang jujur melihat agama-agama lain, maka dalam paradigma baru yang perlu dikembangkan adalah metode kebijaksanaan (hikmah, wisdom), keteladanan (mauizhah hasanah), dan dialog (jadal bil ahsan). Karena itu, pemaksaan, indoktrinasi, dan debat tidak mendapat tempat dalam paradigma baru ini.

Agama merupakan elemen dasar perkembangan anak. Harus dipahami pula bahwa untuk mengajarkan agama pada tingkat dini dibutuhkan banyak metode. Orang tua harus sedapat mungkin aktif menggali informasi serta menerapkan metode pengajaran agama yang sudah teruji. Dalam mengajarkan sesuatu kepada anak, kita harus menyertakan hati, telinga dan mata. Orang tua harus memberikan contoh yang nyata, bukan sekadar nasihat atau perintah. anak-anak memerlukan keteladanan agar nilai yang hendak disampaikan menjadi lebih bermakna.

Menjadi orang tua yang baik dan bijak bukanlah suatu hal yang mudah. Dibutuhkan kesabaran dan toleransi yang tinggi agar kita dapat mengembangkan potensi putra-putri kita dengan lebih baik. Terlebih saat ini banyak orang tua yang sibuk mencari nafkah bagi keluarga, sehingga menyebabkan anak-anak sering kurang mendapatkan perhatian dan penasuhan serius dari orang tuanya. Bagi keluarga muslim, mendidik anak bukanlah semata-mata dorongan alami dan kodrati melainkan suatu kewajiban orang tua terhadap anak dan merupakan sarana untuk mewujudkan generasi yang tangguh dan kuat. Selain itu, dalam Islam anak merupakan titipan dari Allah SWT yang nantinya orang tua akan dimintai


(20)

commit to user

pertanggungan jawab oleh Allah SWT di akhirat kelak. Membiasakan anak sejak usia dini untuk mengetahui dan melaksanakan berbagai aktivitas keagamaan tidak dapat dilakukan tanpa memperhatikan kenyamanan emosi, fisik dan spiritual anak, jika orang tua dapat memfasilitasi ketiganya, maka proses pembelajaran agama akan berjalan dengan baik.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut:

“ Bagaimana fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam meningkatkan pemahaman keagamaan didalam realitas kehidupan sehari-hari kepada anak di wilayah Kelurahan Sumber ? “

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini mempunyai tujuan antara lain:

Menjelaskan fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam meningkatkan pemahaman keagaman dalam realitas kehidupan sehari-hari kepada anak di Kelurahan Sumber.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap : · Bagi Keluarga khususnya orang tua, diharapakan dapat menjadi contoh


(21)

commit to user

teladan bagi anak khususnya dalam memberikan pemahaman religiusitas secara mendalam agar terbentuk perilaku yang baik sesuai dengan ajaran agama.

· Bagi Pembaca,

Dapat memberikan pengetahuan dan wacana yang baru mengenai pemahaman religiusitas pada anak, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyikapi dan mengatasinya.

· Bagi Penulis,

Karya ini semakin melatih kepekaan penulis dalam menemukan permasalahan sosial dalam masyarakat khususnya dalam suatu keluarga terutama fungsi sosial orang tua dalam meningkatkan religiusitas anak agar tercermin baik dalam realitas kehidupan sehari-hari baik di lingkungan formal maupun informal.

E. TINJAUAN PUSTAKA

Lembaga dalam arti sosiologi adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting, atau secara formal dapat disebut sebagai sekumpulan kebiasaan dan tata kelakuan pada suatu kegiatan pokok manusia. (Horton & Hunt, 1999:244)

Lembaga tidak mempunyai anggota tetapi mempunyai pengikut, dimana pengikut ini bergabung menjadi satu yang disebut asosiasi. Asosiasi adalah kelompok orang yang terorganisir yang mengejar


(22)

commit to user

beberapa tujuan bersama. (Horton & Hurt, 1999:263)

Setiap lembaga mempunyai asosiasinya dan melalui asosiasi itulah norma-norma lembaga dilaksanakan. Dalam kaitannya dengan Fungsi Sosial keluarga terhadap Tingkat Religiusitas Anak, keluarga sebagai lembaganya dan Orang Tua serta Anak sebagai asosiasinya yang terorganisir dan menjalankan tugasnya masing-masing.

Dalam Jurnal Internasional, penelitian mengenai tingkat

pendidikan agama anak yang pernah dilakukan oleh Allison James, Thomas Nigel dan Woodhead Martin (2005). Dengan judul Method of Teaching Religion in Children (Metode Pengajaran Agama untuk Anak). Penelitian ini membahas mengenai metode mengajarkan agama pada anak. Penelitian tersebut dilakukan oleh tiga komunitas di Negara Inggris yang menganalisis penelitian Pendidikan agama sebenarnya telah dimulai sejak anak lahir bahkan sejak anak dalam kandungan. Anak usia balita atau 0-5 tahun belum termasuk usia sekolah. Dengan demikian ia lebih banyak bersama dan berinteraksi di lingkungan keluarga terutama orang tuanya. Maka orang tua adalah segala-galanya bagi anak. Oleh karena itu, setiap orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan agama bukanlah sekedar mengajarkan pengetahuan agama dan melatih ketrampilan anak dalam melaksanakan ibadah. pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya. Agar agama itu dalam tumbuh dalam jiwa anak dan dapat dipahami nantinya, maka harus ditanamkan semenjak kelahiran bayi. Dengan demikian, ada metode-metode tertentu yang harus diterapkan


(23)

commit to user

dalam mengajarkan agama pada anak. Adapun metode yang dimaksud adalah semua cara yang dilakukan dalam upaya mendidik. Mengajar adalah termasuk upaya mendidik metode mengajarkan agama pada anak (balita). Selanjutnya adalah metode percakapan dalam hal ini perlu dipahami bahwa objeknya adalah anak balita. Anak pada umumnya mulai pandai berbicara pada umur dua tahun. Meskipun pada dasarnya bayi yang berumur satu tahun pun sudah dapat diajak berinteraksi dengan bahasa isyarat. Oleh karena itu, dianjurkan ketika anak mulai pandai bercakap, diajarkan kata-kata yang baik dan benar. (Allison James, Thomas Nigel dan Woodhead Martin Volume 20, Issue 2, April 2005)

Keluarga adalah lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga lainnya berkembang karena kebudayaan yang makin kompleks menjadikan lembaga-lembaga itu penting. Keluarga mempunyai suatu sistem norma dan tata cara yang diterima untuk menyelesaikan sejumlah tugas penting. Selain itu Keluarga juga merupakan salah satu tempat untuk proses sosialisasi atau menyebarkan fungsi-fungsi sosial bagi anggotanya.

Sosialisasi merupakan suatu proses yang dianggap penting dalam perkembangan kepribadian seseorang. Melalui sosialisai seseorang akan dapat memahami pola kehidupan kelompoknya. Dan dengan sosialisasi seseorang dapat diterima dalam kelompoknya.

Keluarga merupakan kelompok primer (primary group) yang pertama dari seseorang anak dan dari situlah perkembangan kepribadian bermula. Ketika anak sudah cukup umur untuk memasuki kelompok


(24)

commit to user

primer lain di luar keluarga, pondasi dasar kepribadiannya sudah ditanamkan secara kuat. Jenis kepribadiannya sudah diarahkan dan terbentuk. Dengan demikian hal tersebut telah menegaskan bahwa keluarga adalah faktor penentu utama bagi sosialisasi anak.

Definisi agama dalam sosiologi adalah definisi yang empiris yaitu definisi menurut pengalaman yang kongkret sekitar agama yang dikumpulkan dari masa lampau maupun kejadian sekarang.

Religi atau agama merupakan sebuah sistem keyakinan dan praktek sebagai sarana bagi sekelompok orang untuk menafsirkan dan menanggapi apa yang mereka rasakan sebagai pengada adikodrati (supranatural) dan kudus (Johnstone 1975:20)

Lain halnya dengan Joachim Wach yang melihat agama dari tiga unsure pengertian, yaitu : pertama unsur teoritis-nya, bahwa agama adalah suatu sistem kepercayaan, kedua unsur praktis-nya, yang berupa sistem kaidah yang mengikat penganutnya, ketiga unsur sosiologis-nya, bahwa agama mempuyai sistem perhubungan dan interaksi sosial. Apabila salah satu unsur tidak terdapat maka orang tidak dapat bicara tentang agama, tetapi hanya kecenderungan religius. (Hendropuspito, 2000:34-35)

Kehadiran anak di dunia ini merupakan amanah ilahi. Kehadirannya bisa menjadi penoreh bahagia bagi keluarga, pun sebaliknya anak bisa menjadi bebean keluarganya di dunia maupun di akherat. Memenuhi hak-haknya merupakan perintah Allah SWT. Agar bisa memenuhi hak-hak anak dengan baik, salah satu cara efektif adalah


(25)

commit to user memperdalam ilmu agama bagi orang tua.

Untuk bisa memenuhi hak-hak anak secara optimal, hal itu dibutuhkan kesadaran tinggi meluruskan niat dan menyempurnakan ikhtiar. Tanpa kesadaran tinggi, orang tua bisa tergelincir melanggar hak-hak anak. Selain itu, dibutuhkan akhlak mulia dalam mengiringi kewajiban pemenuhan hak-hak anak seperti sikap sabar, penyayang, bijaksana, pantang menyerah, optimis, selalu berdoa kepada Allah SWT dn lainnya. Pasalanya, banyak ujian dan godaan selama pemenuhan hak-hak anak tersebut. Selama anak masih belum bisa mandiri, selama itu pula masih ada tanggung jawab orang tua untuk memenuhi hak anaknya khususnya hak atas kebutuhan hidup.

Disamping itu, ilmu agama tidak hanya didalami para orang tua, namun juga anak-anak mereka. Anak perlu dididik soal hak dan kewajibannya sebagai anak sehingga ada keseimbangan di pemenuhannya.

F. LANDASAN TEORI Pendekatan Weber

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dimana dalam penelitian kualitatif teori dibatasi pada pengertian suatu pernyataan sistematis yang berkaitan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari data dan diuji secara empiris. Dapat dikatakan bahwa teori dalam metode ini berfungsi untuk membantu menghubungkan antara peneliti dan data yang dibutuhkan dalam hal pengumpulan dan proses analisa data.


(26)

commit to user

Tujuan penelitian ini adalah ingin menggambarkan keteladanan orang tua dalam mensosialisasikan dan memberikan pemahaman nilai-nilai agama yang ditujukan untuk anaknya dengan menggunakan salah satu paradigma dari buku karangan George Ritzer, yaitu paradigma definisi sosial yang diambil dari karya Weber.

Paradigma definisi soial dipiliih dalam penelitian ini didasarkan pada pemahaman peneliti bahwasanya tindakan untuk menentukan atau memilih dan menerapkan proses sosialisasi nilai-nilai agama adalah sebuah tindakan sosial yang dilakukan oleh sekelompok orang tua kepada anak-anaknya.

Tindakan sosial yang dimaksudkan disini adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna dan arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. (Ritzer, 1985 : 48)

Tindakan tersebut mempunyai makna atau arti subyektif yaitu menentukan dan memilih strategi yang tepat untuk mensosialisasikan nilai-nilai agama pada anak di wilayah Kelurahan Sumber. Dalam strategi ini juga melibatkan orang lain yaitu : pekerja di Kelurahan, pengajar TPA masjid Rohmah yang terletak di Sumber.

Penelitian ini mengacu pada disiplin ilmu sosiologi. Sosiologi menurut Pitirin Sorokin didefinisikan sebagi suatu ilmu yang mempelajari: 1. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara macam gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral hukum dengan ekonomi, gerakan masyarakat dalm politik dan


(27)

commit to user sebagainya).

2. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non sosial (misalnya gejala-gejala geografis, biologis dan sebagainya). 3. Ciri-ciri semua jenis gejala sosial (Soekanto,1990:21).

Secara umum obyek kajian sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan antar manusia dalam masyarakat. Mac Iver dan Page menjelaskan bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongannya, dari pengawasan dan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan masyarakat selalu berubah (Soekanto, 1990:26).

Secara definitif Max weber merumuskan sosiologi sebagai ilmu yang berusaha menafsirkan dan memahami (interpretative understanding) tindakan sosial serta antar hubungan sosial untuk sampai kepada penjelasan kausal. Dalam definisi ini terkandung dua konsep dasarnya, pertama, konsep tindakn sosial, kedua, konsep tentang penafsiran dan pemahaman.

Studi mengenai antar hubungan sosial memerlukan pemakaian teknik penemuan yang bersifat subyektif seperti metode verstehen, imajinasi atau simpatik reconstruction atau seakan-akan mengalami sendiri (Ritzer, 2002:53-54).

Melalui rasionalitas sebagai konsep dasar Max weber melakukan klasifikasi mengenai tipe-tipe tindakan social:


(28)

commit to user 1. Rasionalitas instrumental (Zwerk Rasionalitas)

Tingkat rasionalitas yang tinggi ini meliputi pertimbangan dan pilihan yang sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Sesudah tindakan itu dilaksanakan orang dapat menentukan secara obyektif sesuatu yang berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai.

2. Rasionalitas yang berorientasi nilai (werkrasionalitas)

Dibandingkan dengan rasionalitas instrumental, sifat rasionalitas yang berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar, tujuan sudah ada dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut atau merupakan nilai akhir baginya.

3. Tindakan tradisional

Tindakn tradisional merupakan tipe tindakn sosial yang bersifat non rasional. Weber melihat bahwa tipe tindakan ini sedang hilang karena meningkatnya rasionalitas instrumental.

4. Tindakan afektif

Tipe tindakan ini ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar (Johnson. 1986 : 219-222).

Selain konsep tindakan sosial, Weber juga mengemukakan konsep tentang antar hubungan sosial (social relationship). Ia mendefinisikannya sebagai tindakan beberapa orang actor yang berbeda-beda sejauh tindakan


(29)

commit to user

itu mengandung makna dan dihubungkan serta diarahkan kepada orang lain.

Bertolak dari konsep dasar tentang tindakan soial itu Weber mengemukakan lima ciri pokok yang menjadi sasaran penelitian sosiologi, yaitu :

1. Tindakan manusia yang menurut si aktor mengandung makna yang subyektif, meliputi tindakan nyata.

2. Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat subyektif.

3. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam.

4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa individu.

5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain. (Ritzer, 1985:45)

Ada tiga teori yang termasuk ke dalam paradigma definisi sosial ini yaitu teori aksi, teori interaksi simbolik dan fenomenologi. Di dalam penelitian ini, peneliti mengambil teori aksi. Dalam teori aksi terdapat beberapa asumsi fundamental yang dikemukakan oleh Hinkle dengan merujuk karya Mac Iver, Znaniecki dan Parsons, sebagai berikut :

1. Tindakan manusia mucul dari kesadarannya sendiri sebagi subyek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagi obyek.


(30)

commit to user

2. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, jadi tindakan manusia bukan merupakan tujuan. 3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik prosedur, metode

serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut.

4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tidak dapat diubah dengan sendirinya.

5. Manusia memilih untuk menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang, dan yang telah dilakukan.

6. Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsip-prinsip moral diharapkan timbul pada saat pengambilan keputusan.

7. Studi mengenai antar hubungan sosial memerlukan pemakaian teknik penemuan yang bersifat subyektif seperti metode verstehen, imajinasi,

sympathetic reconstruction atau seakan-akan mengalami sendiri. (Ritzer, 1985:53)

Parsons menyusun skema unit-unit dasar tindakan sosial dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Adanya individu selaku aktor.

2. Aktor dipandang sebagaipemburu tujuan-tujuan tertentu.

3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat, serta teknik untuk mencapai tujuannya.

4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan. Kendala tersebut


(31)

commit to user

berupa situasi dan kondisi, sebagian ada yang tidak dapat dikendalikan oleh individu. Misalnya tradisi.

5. Aktor berada dibawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma dan berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan. (Ritzer, 1985:56-57)

Aktor mengejar tujuan dalam situasi dimana norma

mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai tujuan. Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap cara atau alat tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih. Kemampuan ini oleh Parsons disebut sebagai voluntarisme Singkatnya voluntarisme

adalah :

Kemampuan individu melakukan tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka mencapai tujuannya. (Ritzer, 1985:87).

Konsep voluntarisme Parsons inilah yang menempatkan Teori Aksi kedalam paradigma definisi sosial. Aktor menurut konsep voluntarisme ini adalah pelaku akif dan kreatif serta mempunyai kemampuan menilai dan memilih dari alternatif tindakan. Walaupun aktor tidak mempunyai kebebasan total, namun ia mempunyai kemauan bebas dalam memilih berbagai alternatif tindakan. Berbagai tujuan yang hendak dicapai, kondisi dan norma serta situasi penting lainnya kesemuanya kebebasan aktor. Tetapi selain itu aktor adalah manusia yang aktif, kreatif, dan evaluatif.


(32)

commit to user

Kesimpulan utama yang dapat diambil adalah bahwa :

Tindakan sosial merupakan suatu proses dimana aktor terlibat dalam pengambilan keputusan subyektif tentang sarana dan cara untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dipilih, yang kesemuanya itu dibatasi kemungkinan-kemungkinannya oleh sistem kebudayaan dalam bentuk norma-norma, ide-ide dan nilai sosial. (Ritzer, 1985:58)

Didalam menghadapi situasi yang bersifat kendala baginya itu, aktor mempunyai sesuatu didalam dirinya berupa kemauan bebas.

Jika kita terapkan teori aksi dalam penelitian dapat dilihat bahwa tindakan sosial tercermin dalam proses sosialisasi pemahaman nilai-nilai agama pada anak yang diberikan oleh orang tua, dimana mereka harus dapat memilih startegi atau cara yang tepat dan sesuai yang digunakan untuk mencapai tujuan ini.

TEORI SOSIALISASI KELUARGA

Lembaga keluarga merupakan tempat pertama untuk anak menerima pendidikan dan pembinaan. Meskipun diakui bahwa sekolah mengkhususkan diri untuk kegiatan pendidikan, namun sekolah tidak mulai dari “ruang hampa”(Hery Noer Aly, 2000). Sekolah menerima anak setelah melalui berbagai pengalaman dan sikap serta memperoleh banyak pola tingkah laku dan keterampilan yang diperolehnya dari lembaga keluarga. Keluarga menjadi tempat berlangsungnya sosialisasi yang berfungsi dalam pembentukan kepribadian sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk susila dan makhluk keagamaan. Jika anak


(33)

commit to user

mengalami atau selalu menyaksikan praktek keagamaan yang baik, teratur dan disiplin dalam rumah tangganya, maka anak akan senang meniru dan menjadikan hal itu sebagai adat kebiasan dalam hidupnya, sehingga akan dapat membentuknya sebagai makhluk yang taat beragama. Dengan demikian, agama tidak hanya dipelajari dan diketahui saja, tetapi juga dihayati dan diamalkan dengan konsisten (Imam Barnadib, 1983).

Keluarga memegang peranan penting dalam meletakkan

pengetahuan dasar keagaman kepada anak–anaknya. Untuk melaksanakan hal itu, terdapat cara–cara praktis yang harus digunakan untuk menemukan semangat keagamaan pada diri anak, yaitu : (a) memberikan teladan yang baik kepada mereka tentang kekuatan iman kepada Allah dan berpegang teguh kepada ajaran-ajaran agama dalam bentuknya yang sempurna dalam waktu tertentu, (b) membiasakan mereka melaksanakan syiar-syiar agama semenjak kecil sehingga pelaksanaan itu menjadi kebiasaaan yang mendarah daging, dan mereka melakukannya dengan kemauan sendiri dan merasa tentram sebab mereka melaksanakannya, (c) menyiapkan suasana agama dan spritual yang sesuai di rumah di mana mereka berada, (d) membimbing mereka membaca bacaan-bacaan agama yang berguna dan memikirkan ciptaan-ciptaan Allah dan makhluk-makhlukNya untuk menjadi bukti kehalusan sistem ciptaan itu dan atas wujud dan keagungan-nya, (e) menggaklakkan mereka turut serta dalam aktivitas-aktivitas agama dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya dalam berbagai macam bentuk dan cara (Ibid, 1992).


(34)

commit to user

Fungsi Sosial keluarga sangat penting dalam memberikan pemahaman agama kepada anak dengan cara orang tua wajib mendidik anak-anaknya mengenal dan mengamalkan akhlak-akhlak terpuji kepada yang berhak, baik akhlak kepada Allah SWT, nabi, dan rasul Allah SWT, orang tua, hingga tumbuhan, dan binatang.

Dalam kaitannya dengan pendidikan anak dalam keluarga, dapat memberikan implikasi-implikasi sebagai berikut : Anak memiliki pengetahuan dasar-dasar keagamaan. Kenyataan membuktikan bahwa anak-anak yang semasa kecilnya terbiasa dengan kehidupan keagamaan

dalam keluarga, akan memberikan pengaruh positif terhadap

perkembangan kepribadian anak pada fase-fase selanjutnya. Oleh karena itu, sejak dini anak seharusnya dibiasakan dalam praktek-praktek ibadah dalam rumah tangga seperti ikut shalat jamaah bersama dengan orang tua atau ikut serta ke mesjid untuk menjalankan ibadah, mendengarkan khutbah atau ceramah-ceramah keagamaan dan kegiatan religius lainnya. Hal ini sangat penting, sebab anak yang tidak terbiasa dalam keluarganya dengan pengetahuan dan praktek-praktek keagamaan maka setelah dewasa mereka tidak memiliki perhatian terhadap kehidupan keagamaan (Hasbullah, 1999). Pentingnya keluarga dalam proses sosialisasi menjadi jelas jika dampaknya dibandingkan dengan dampak dari pengaruh yang lain. Oleh karena itu pernyataan tesebut telah menegaskan bahwa keluarga adalah faktor penentu utama bagi sosialisasi anak.


(35)

commit to user

Definisi agama dalam sosiologi adalah definisi yang empiris yaitu definisi menurut pengalaman kongkret sekitar agama yang dikumpulkan dari masa lampau maupun kejadian sekarang

Hendropuspito mendefinisikan agama sebagai suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan nonempiris yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas umumnya.

Pendidikan agama merupakan pendidikan dasar yang harus diberikan kepada anak sejak dini ketika masih muda. Hal tersebut mengingat bahwa Pribadi anak pada usia kanak-kanak masih muda untuk dibentuk dan anak didik masih banyak berada dibawah pengaruh lingkungan rumah tangga. Mengingat arti startegis lembaga keluarga tersebut, maka pendidikan agama yang merupakan pendidikan dasar itu harus dimulai dari suatu keluarga oleh orang tua.

Pendidikan agama dan spiritual termasuk termasuk bidang-bidang pendidikan yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga terhadap anak-anaknya. Pendidikan agama dan spiritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada anak-anak. Demikian pula, memberikan kepada anak bekal pengetahuan agama dan nilai-nilai budaya agama yang sesuai dengan umurnya sehingga dapat menolongnya kepada pengembangan sikap agama yang benar.


(36)

commit to user

kedalam jiwa anak , untuk pelaksanaan hal itu secara maksimal hanya dapat dilaksanakan dalam rumah tangga. Harun Nasution menyebutkan bahwa pendidikan agama, dalam arti pendidikan dasar dan konsep agama adalah pendidikan moral. Pendidikan budi pekerti luhur yang berdasarkan agama inilah yang harus dimulai oleh orang tua di lingkungan keluarga. Disinilah harus dimulai pembinaan kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam diri anak. Lingkungan keluargalah yang dapat membina pendidikan ini, karena anak usia dini lebih banyak berada di lingkungan keluarga daripada di luar, karena perilaku beragama seorang anak bergantung pada penerimaan nilai-nilai agama melalui sosialisasi yang ada pada lingkungan keluarga terutama fungsi sosial orang tua. (Harun Nasution, 1995:70)

G. KERANGKA PEMIKIRAN

Pendidikan agama merupakan pendidikan dasar yang harus diberikan kepada anak sejak dini ketika masih muda. Hal tersebut mengingat bahwa pribadi anak pada usia kanak-kanak masih muda untuk dibentuk dan anak didik masih banyak berada di bawah pengaruh lingkungan rumah tangga. Mengingat arti strategis lembaga keluarga tersebut, maka pendidikan agama yang merupakan pendidikan dasar itu harus dimulai dari rumah tangga oleh orang tua.

Sosialisasi ini meninjau peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga itu anak mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan


(37)

nilai-commit to user

nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan pribadinya. Perubahan masyarakat telah mempengaruhi perubahan fungsi-fungsi sosial keluarga. Fungsi-fungsi sosial yang mengalami perubahan itu antara lain ialah: Fungsi Pendidikan, Fungsi Keagamaan, Fungsi rekreasi, Fungsi Perlindungan.

Pada hakikatnya orang tua dalam keluarga memiliki banyak peran, namun yang terpenting adalah mengetahui maksud mengaplikasikannya, bukan hanya mengetahuinya saja. Guna mengetahui pengetahuan orang tua terkait dengan fungsi keluarga, maka peneliti melakukan kroscek dengan informan lain yang berasal dari kategori yang sama, yakni dari kategori orang tua, maka informan tersebut menambahkan bahwa keluarga juga memiliki peranan yakni memberikan perlindungan kepada anak dari setiap bahaya. Selain itu keluarga juga berkewajiban memberikan kasih sayang dan menumbuhkan rasa saling asih, asah dan asuh.

Fungsi-fungsi tersebut harus terwujud agar keluarga yang terbentuk bisa menjadi sebuah keluarga yang harmonis. Artinya keluarga yang tahan banting terhadap setiap permasalahan yang dihadapi oleh keluarga. Ini ditentukan oleh kesigapan keluarga dalam menghadapi masalah. Keluargalah yang menjadi kontrol bagi anggota keluarganya sehingga peran orang tua sangat penting, dan ajaran agama menjadi salah satu pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi.

Sebuah kendala merupakan hal yang mampu menyeimbangkan kemampuan serta proses pelaksanaan. Kendala mampu memberikan


(38)

commit to user

nyawa pada sebuah proses perbaikan. Bayangkan saja kalau hidup ini tidak pernah ada hal yang sulit, pastinya kehidupan akan terasa hambar. Selain itu manusia tidak akan memikirkan suatu hal dalam memecahkan masalah tersebut. Kendala juga menjadikan manusia berkreasi dalam memilih jalan keluar mana yang paling dilpilih dalamm mengatasi sebuah permasalahan. Begitu juga dengan permasalahan orang tua dalam memberikan teladan kepada anaknya. Pastinya ada beberapa hambatan yang menghadang dalam memberikan pembelajaran agama kepada anak. Alurnya sebagai berikut :

H. METODOLOGI PENELITIAN 1. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Sumber, Surakarta dengan Pendidikan

Agama Anak

Sosialisasi Nilai Agama Orang Tua Kepada Anak

Pengaruh Religiusitas

Kendala-kendala yang dihadapi


(39)

commit to user

alamat Jl. Kahuripan Utama No. 8, dengan alasan di lokasi ini sangat strategis untuk memudahkan peneliti mendapatkan data yang diinginkan. 2. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yang mempunyai tujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu menggambarkan keteladanan orang tua dalam memberikan pemahaman agama kepada anak.

Penelitian ini tidak mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada, tidak dimksudkan untuk menarik generalisasi yang menjelskan variabel anteseden yang menyebabkan suatu gejala atau kenyataan sosial, tidak menggunakan dan tidak melakukan pengujian

pada hipotesis, tidak dimaksudkan untuk membangun dan

mengembangkan perbendaharaan teori. 3. Sumber Data

Sumber data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini yaitu : a. Data Primer

Data Primer, yaitu data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu maupun perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan, informan


(40)

commit to user

adalah orang yang dianggap mengetahui permasalahan yang akan dihadapi dan bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan. b. Data Sekunder

Data Sekunder, adalah merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain, misal dalam bentuk tabel atau diagram .

4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara (interview)

Peneliti menggunakan teknik wawancara dalam pengumpulan data. Dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan adalah teknik

wawancara mendalam (indepth interview). Dengan demikian

wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat “open ended”

dan mengarah pada kedalaman informasi. Hal ini dilakukan guna menggali pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar pada penggalian informasi secara lebih jauh dan mendalam. Dalam hal ini subjek yang diteliti posisinya lebih berperan sebagai informan daripada sebagai responden. (HB. Sutopo, 2002 : 59). Wawancara ini dilakukan dalam waktu dan kondisi yang paling tepat guna mendapatkan kejelasan tentang fungsi-fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam meningkatkan religiusitas kepada anak.

b. Pengamatan (Observasi)


(41)

commit to user

langsung di lapangan (di Kelurahan Sumber) untuk mengumpulkan bahan keterangan tentang fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam memberikan pemahaman keagamaan kepada anak.

c. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data untuk memperoleh data sekunder dengan cara melihat kembali berbagai literatur, foto, dokumentasi yang relevan dengan penelitian ini.

5. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah sebagian anggota populasi yang diambil dengan menggunakan teknik tertentu. Sampel yang akan diambil menyesuaikan dengan kebutuhan peneliti selama di lapangan guna memperoleh data yang selengkapnya.

Dalam penelitian kualitatif sampel bukan mewakili populasi sebagaimana dalam penelitian kuantitaif, tetapi sampel berfungsi untuk menggali berbagai informasi penting.

Dalam memilih sampel yang lebih utama adalah menentukan sampel yang sevariatif mungkin dan berikutnya dapat dipilih lagi memperluas dan menambah informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu sehingga dapat sering mengisi.

Teknik Pengambilan Sampel Menurut Lexy J. Moleong (2005 : 224) dalam penelitian kualitatif sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual. Jadi, maksud sampling dalam hal ini ialah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam sumber dan


(42)

commit to user

bangunannya (construction). Tujuannya adalah untuk merinci

kekhususan yang ada dalam ramuan konteks unik. Maksud kedua dari sampling ialah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.

Oleh karena penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka pengambilan sampel dilakukan secara selektif dengan menggunakan pertimbangan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan serta tujuan penelitian (Lindayani 2005 : 46). Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sample acak, tetapi sample yang bertujuan (purposive sampling) (Lexy J. Moleong 2005 : 224). Dalam purposive sampling ini peneliti cenderung memilih informan yang dianggap mengetahui permasalahan secara lengkap dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data.

Beberapa pedoman yang perlu dipertimbangkan dalam

mempergunakan cara ini adalah :

1. Pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian. 2. Jumlah dan ukuran sampel tidak dipersoalkan.

3. Unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. (Sukandarrumidi, 2002 : 65)

Pada penelitian ini akan menggunakan informan untuk pengambilan data yang diperlukan dengan kriterianya adalah :


(43)

commit to user Kelurahan Sumber.

2. Orang tua dari anak tersebut yang bertempat tinggal di wilayah Kelurahan Sumber.

3. Pihak Luar yang juga berperan dalam memberikan pemahaman keagamaan.

6. Validitas Data

Dimaksudkan sebagai pembuktian bahwa data yang diperoleh peneliti benar-benar terjadi di lapangan. Untuk menguji validitas data peneliti menggunakan metode trianggulasi dimana untuk mendapatkan data tidak hanya diambil dari satu sumber data saja melainkan beberapa sumber. Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memenfatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Teknik validitas data yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lain. Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dengan metode kualitatif. Hal tersebut akan dicapai dengan jalan :

a. Membandingkan data hasil wawancara

b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

c. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.


(44)

commit to user

d. Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang.

e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. (Moleong, 1995 : 178)

7. Teknik Analisa Data

Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif artinya data yang dihimpun dan disusun secara sistematis kemudian diinterpretasikan, dianalisa sehingga dapat menjelaskan pengertian dan pemahaman tentang gejala yang diteliti. Menurut Miles & Huberman, ada tiga komponen pokok dalam tahap analisis data, yaitu :

a. Reduksi Data

Komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dari fieldnote. Reduksi data berlangsung sejak peneliti mengambil keputusan tentang kerangka kerja konseptual, melakukan pemilihan kasus, penyusunan pertanyan penelitian, dan juga waktu menentukan cara pengumpulan data yang akan digunakan. Dengan kata lain reduksi data adalah bagian dari proses analisis yang mempertegas, memeperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting, dan mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan.

b. Sajian Data

Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian yang


(45)

commit to user dapat dilakukan.

Sajian data merupakan komponen analisis kedua yang penting sehingga kegiatan perencanaan kolom dalam bentuk matriks bagi data kualitatif dalam bentuknya yang khusus sudah membawa peneliti memasuki daerah analisis penelitian. Kedalaman dan kemantapan hasil analisis sangat ditentukan oleh kelengkapan sajian datanya.

c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Penarikan simpulan dilakukan setelah proses pengumpulan data benar-benar selesai. Dan hasil kesimpulan tersebut perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar dapat dipertanggung jawabkan. Verifikasi dapat dilakukan dengan cara melakukan pengulangan-pengulangan dengan cepat dengan tujuan untuk pemantapan, penelusuran data kembali. Dapat juga dilakukan dengan diskusi atau memeriksa antar teman, bila dilakukan secara kelompok untuk mengembangkan ketelitian. Pada dasarnya makna data harus diuji validitasnya supaya simpulan penelitian menjadi lebih kokoh dan lebih bisa dipercaya.

Berikut akan digambarkan diagram model analisis data yang digunakan yaitu :


(46)

commit to user (HB. Sutopo, 2002 : 96)

BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Pengumpulan Data

Reduksi Data

Penarikan Kesimpulan/ Verivikasi


(47)

commit to user

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama dikenalkan kepada anak, atau dapat dikatakan bahwa seorang anak itu mengenal hubungan sosial pertama-tama dalam lingkungan keluarga. Adanya interaksi anggota keluarga yang satu dengan keluarga yang lain menyebabkan seorang anak menyadari akan dirinya bahwa ia berfungsi sebagai individu dan juga sebagai makhluk sosial. Dengan lokasi penelitian di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. Pemilihan lokasi ini atas pertimbangan bahwa didalam wilayah penelitian ini terdapat penerapan pendidikan keluarga, khususnya dalam pendidikan, akhlak yang harus dibina dari kecil dengan pembiasaan-pembiasaan dan contoh teladan dari keluarga terutama kedua orang tua. Dalam bab ini akan diberikan gambaran umum Kelurahan Sumber sebagai lokasi penelitian.

A. Keadaan Geografis 1. Letak Daerah

Kelurahan Sumber salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Banjarsari. Letaknya sanagt strategis karena berdekatan dengan pusat pemerintahan dan perdagangan di Kota Surakarta. Kelurahan Sumber berada di sebelah timur pusat pemerintahan Kota Surakarta dan di sebelah selatan pusat pemerintahan Kecamatan Banjarsari.

2. Batas Wilayah

Secara administratif, wilayah Kelurahan Sumber berbatasan dengan:

a. Sebelah Utara : Kelurahan Banyuanyar


(48)

commit to user b. Sebelah Selatan : Kelurahan Kerten

c. Sebelah Barat : Desa Baturan, Colomadu

d. Sebelah Timur : Kelurahan Nusukan 3. Luas Wilayah

Luas wilayah Kelurahan Sumber adalah 13.330 Ha, yang terdiri atas 75 Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT). Sedangkan dalam waktu wilayah ini terdapat beberapa kampung yang meliputi:

a. Kampung Jetis

b. Kampung Trakilan

c. Kampung Krajan

d. Kampung Bregan

e. Kampung Jambalan

f. Kampung Sumber Baru

g. Kampung Pajajaran

h. Kampung Kahuripan

i. Kampung Kutai

B. Keadaan Penduduk 1. Jumlah Penduduk


(49)

commit to user

Jumlah keseluruhan penduduk di Kelurahan Sumber adalah 16.538 jiwa, meliputi 8.180 jiwa laki-laki dan 8.358 jiwa perempuan dari jumlah keseluruhan penduduk yang meliputi 4.300 kepala keluarga (KK).

2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Umur

Dengan melihat komposisi penduduk dalam bagian ini, maka dapat diketahui dalam golongan manakah sebagaian besar masyarakat Kelurahan Sumber. Secara garis besar, komposisi penduduk menurut umur dikelompokkan dalam 3 kategori:

a. Usia muda/ angkatan belum produktif, yaitu usia 0-14 tahun b. Usia dewasa/ angkatan kerja produktif, yaitu usia 15-59 tahun c. Usia tua/ angkatan tidak produktif, yaitu 60 tahun keatas

Secara lebih jelasnya komposisi penduduk menurut umur dijelaskan dalam tabel di bawah ini:

Tabel. I


(50)

commit to user No Kelompok

Umur

Laki-laki Perempuan Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-39 40-49 50-59 60 + 412 660 645 639 664 884 1617 1158 847 654 406 607 599 606 720 885 1580 1357 790 808 818 1267 1244 1245 1384 1769 3197 2515 1637 1462

Jumlah 8180 8358 16538

Sumber : Laporan Monografi Dinamis, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, kota Surakarta, Triwulan ke-3, bulan September 2008

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa kategori penduduk usia belum produktif adalah 3.329 jiwa dan kategori usia tidak produktif sebesar adalah penduduk usia produktif sebesar 11.747 jiwa. Jadi dapat dinyatakan bahwa sebagaian besar penduduk Kelurahan Sumber termasuk dalam angkatan kerja produktif kondisi ini akan sangat berpenagruh dalam perkembangan wilayah itu sendiri.


(51)

commit to user

Pendidikan merupakan suatu prosess dimana seorang individu dapat memahami dan memberikan makna dalam kehidupan social serta dinamika sosial yang ada dalam masyarakat. Untuk mengetahui tingkat pendidikan pendidikan penduduk di Kelurahan Sumber, dapat kita lihat dalam tabel dibawah ini:

Tabel. II

Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah %

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tidak sekolah Belum tamat SD Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA

Tamat Akademi/ PT

1.521 1.216 261 2.626 2.481 4.986 2.629 9,67 7,73 1,66 16,70 15,78 31,71 16,72

Jumlah 15.720 100

Sumber : Laporan Monografi Dinamis, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, kota Surakarta, Triwulan ke-3, bulan September 2008

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa sebagaian besar penduduk Kelurahan Sumber masih dalam tingkat pendidikan yang rendah. Tingkat pendidikan rendah ini dihitung dari jumlah keseluruhan penduduk yang tamat SD sampai dengan tidak sekolah sebanyak 5.624 jiwa atau 35,76%. Sedangkan jumlah penduduk yang termasuk dalam tingkat pendidikan menengah yaitu tamat SLTP sampai dengan tamat SLTA 7.467 jiwa atau 47,49%. Di sisi lain dapat dikatakan bahwa jumlah


(52)

commit to user

penduduk Keseluruhan Sumber yang termasuk dalam pendidikan tinggi atau tamat Akademi / PT adalah rendah, yaitu 2.629 jiwa atau 16,72%.

4. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Dengan lokasinya yang berada di pusat Kota Surakarta, maka dapat dipastikan bahwa penduduk Kelurahan Sumber tidak ada yang mempunyai pekerjaan sebagai nelayan. Mata pencaharian penduduk Kelurahan Sumber terbagi dalam berbagai pekerjaan seperti pengusaha, petani, buruh, pedagang, pengangkutan, pegawai negeri, maupun pensiunan. Tetapi sebagian besar penduduk Kelurahan Sumber tercatat sebagai golongan lain-lain. Untuk memperjelasnya, dapat dilihat dalam tabel penggolongan penduduk sebagai berikut.


(53)

commit to user Tabel III

Penduduk Menurut Mata Pencaharian

(Dihitung berdasarkan penduduk berumur 10 tahun keatas)

No Mata Pencaharian Jumlah %

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Petani Sendiri Buruh Tani Nelayan Pengusaha Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Pengangkutan

Peg. Negeri (sipil/ABRI) Pensiunan Lain-lain 37 91 - 204 1.009 579 610 210 743 449 10.521 0,26 0,63 - 1,41 6,99 4,01 4,22 1,45 5,14 3,11 72,80

Jumlah 14.453 100

Sumber: Laporan Monografi Dinamis, Keluran Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Triwulan ke-3, bulan September 2008

Dari data di atas dapat diketahui bahwa penduduk yang tercatat golongan lain-lain yaitu sebesar 10.521 atau 72,80%. Golongan lain-lain ini adalah mereka yang mempunyai pekerjaan tidak tetap dan mereka yang mempunyai pekerjaan di luar seperti apa yang disebutkan dalam tabel di atas. Sedangkan penduduk dengan mata pencaharian di luar golongan lain-lain terbagi secara merata dan jumlah masing-masing pekerjaannya sangat kecil. Hal ini dapat dilihat dalam jumlah penduduk dengan mata pencaharian sebagai pengusaha adalah 204 jiwa atau 1,41% atau penduduk


(54)

commit to user

dengan mata pencaharian sebagai petani sendiri hanya sebesar 37 jiwa 0,26%.

5. Komposisi penduduk Menurut Agama

Agama merupakan hal paling pokok dan mendasar serta menjadi hak asasi yang paling asasi bagi manusia. Agama dijadikan pedoman moral dan tingkah laku dalam kehidupan manusia. Perbedaan agama yang menimbulkan keserasian dslam masyarakat adalah selalu diharapkan setiap anggota-anggotanya. Dikelurahan Sumber, jumlah dari masing –masing pemeluk agama dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel. IV

Penduduk Menurut Agama

No Agama Jumlah %

1. 2. 3. 4. 5. Islam Kristen Katholik Kristen Protestan Budha Hindu 13.235 1.135 2.153 5 10 80,03 6,87 13,02 0,30 0,60

Jumlah 16.538 100

Sumber: Laporan Monografi Dinamis, kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Triwulan ke-3, blan September 2008

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas agama penduduk Kelurahan Sumber adalah Islam yaitu berjumlah 13.235 jiwa atau 80,03%


(55)

commit to user

dari jumlah keseluruhan penduduk. Penganut agama Kristen katholik berjumlah 1.136 jiwa atau 6,87%, sedang jumlah penganut agama yang terkecil adalah penagnut agama Budha yaitu 5 jiwa atau hanya 0, 30%. Sedangkan sampai saat ini penganut agama Konghucu, masih dimasukkan dalam Kategori agama budha.

6. Penduduk WNI Keturunan dan WNA

Pengakuan adanya warga keturunan sebagai WNI, dalam masyarakat Indonesia masih sangat sulit dan membingungkan. Terkadang seorang warga keturunan masih dianggap orang asing (WNA) dan bukan merupakan bagian dari warga negara Indonesia. WNA adalah mereka yang berwarga negara asing dan belum mengalami naturalisasi, meninggalkan status kewarganegaraannya dan menjadi WNI. Secara terperinci, penduduk WNA dan WNI keturunan di Kelurahan Sumber dapat kita lihat dalam tabel dibawah ini:

Tabel. V

Penduduk WNA dan WNI Keturunan

No Kewarganegaraan Laki-laki Perempuan Jumlah

1. WNI Keturunan 8.180 8.358 16.538

2. WNA - - -

Sumber: Laporan Monografi Dinamis, Kelurahan Sumber, Kecamatan banjarsari, Kota Surakarta, Triwulan ke-3, bulan September 2008


(56)

commit to user

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa warga Kelurahan Sumber tidak ada yang berketurunan Warga Negara Asing (WNA). Seluruh penduduk Kelurahan Sumber tergolong dalam Warga Negara Indonesia dan beretnik jawa yang berjumlah 16.538 jiwa atau 4.300KK.

7. Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana merupakan salah satu bagian yang vital dalam membantu pertumbuhan masyarakat di suatu wilayah tertentu. Dalam bagian ini akan dikemukakan adanya sarana dan prasarana kampung yang meliputi sarana pendidikan dan peribadatan serta prasarana organisasi sosial.

Terdapat empat buah sarana pendidikan di dalam wilayah Kelurahan Sumber yaitu Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas, dengan perincian:

a. Enam buah Taman Kanak-kanak

b. Tujuh buah Sekolah Dasar

c. Empat buah Sekolah Menengah Pertama

d. Lima buah Sekolah Menengah Atas

Sedangkan sarana peribadatan dibagi dalam: a. Dua puluh buah masjid

b. Satu buah musholla c. Tujuh buah gereja


(57)

commit to user

Sedangkan sarana olah raga/ kesenian kebudayaan dan social dibagi dalam:

a. Sembilan buah jembatan

Sedangkan sarana komunikasi dibagi dalam: a. Tiga jenis sarana komunikasi

b. Seribu tujuh ratus buah sarana komunikasi Sedangkan sarana kesehatan dibagi dalam:

a. Enam buah klinik KB

b. Tujuh belas buah posyandu

c. Satu buah puskesmas

d. Sembilan orang dokter praktek

Dari sarana yang tersebut diatas juga didukung oleh adanya prasarana organisasi sosial sebagai wadah penyuluhan aspirasi masyarakat.

Prasarana organisasi sosial dibagi atas:

a. Karang Taruna


(58)

commit to user c. Dasa Wisma

d. Panti Laras

C. Kondisi Kelurahan Sumber dan Kegiatan Keagamaannya

Banyaknya penduduk yang beragama islam di wilayah Kelurahan Sumber yaitu 13.235 jiwa atau 80,03% dari jumlah penduduk keseluruhan yaitu 16.538 jiwa menjadikan wilayah Kelurahan Sumber sebagai wilayah yang bernafaskan agama islam. Dalam hal ini Secara sosiologis agama tidak hanya dipahami sebagai suatu sistem kepercayaan terhadap dunia adikodrati

yang bersifat ilahi (belief system) yang bersifat pribadi, namun juga berkaitan dengan nilai-nilai, norma-norma, institusi-institusi, perilaku-perilaku, ritual-ritual dan simbol-simbol yang bersifat sosial. Sampai tingkat tertentu, agama berkaitan erat dengan konstruksi sosial dan budaya yang merupakan refleksi dari tatanan kehidupan masyarakat yang mendukungnya.

Di wilayah Kelurahan Sumber ini pendidikan agama terhadap anak dalam keluarga sangat di tekankan ketika masih muda. Hal tersebut mengingat bahwa pribadi anak pada usia kanak-kanak masih muda untuk dibentuk dan anak didik masih banyak berada di bawah pengaruh lingkungan rumah tangga. Mengingat arti strategis lembaga keluarga tersebut, maka pendidikan agama yang merupakan pendidikan dasar itu harus dimulai dari keluarga oleh orang tua.

Pendidikan didalam keluarga adalah pendidikan fundamental atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Pendidikan agama merupakan


(59)

commit to user

pendidikan yang pertama dan utama yang sangat dibutuhkan bagi anak. Dimana hal tersebut secara langsung berpengaruh terhadap perilaku dan perkembangan anak. Sedangkan pendidikan agama pada anak keluarga rnuslim merupakan awal pembentukan kepribadian, baik atau buruk kepribadian anak tergantung pada pendidikan serta lingkungan yang mengasuhnya. Oleh karena itu, sebagai keluarga muslim, orang tua mempunyai kewajiban memberikan pendidikan dan bimbingan kepada anak. Mengingat pentingnya pendidikan agama, maka orang tua harus mempunyai pengetahuan yang cukup dalam menegakkan pilar-pilar pendidikan agama dalam keluarga.

Pendidikan agama dan spiritual termasuk bidang-bidang pendidikan yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga terhadap anak-anaknya. Pendidikan agama dan spiritual ini bcrarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada kanak-kanak. Demikian pula, memberikan kepada anak bekal pengetahuan agama dan nilai-nilai budaya Islam yang sesuai dengan umurnya sehingga dapat menolongnya kepada pengembangan sikap agama yang betul. Bagaimanapun sederhananya pendidikan agama yang diberikan di rumah, itu akan berguna bagi anak dalam memberi nilai pada teori-teori pengetahuan yang kelak akan diterimanya di sekolah. Inilah tujuan atau kegunaan pertama pendidikan agama dalam keluarga.

Oleh karena itu, peranan pendidikan (khususnya pendidikan agama) memainkan peranan pokok yang sepatutnya dijalankan oleh setiap keluarga


(60)

commit to user

terhadap anggota-anggotanya. Lembaga-lembaga lain dalam masyarakat, seperti lembaga polilik, ekonomi dan lain-lain, tidak dapat memegang dan menggantikan peranan ini. Lembaga-lembaga lain mungkin dapat membantu keluarga dalam tindakan pendidikan, akan tetapi tidak berarti dapat menggantikannya, kecuali dalam keadaan-keadaan luar biasa (Hasan Langgulung, 1995).

Keluarga memegang peranan penting dalam meletakkan pengetahuan dasar keagaman kepada anak- anaknya. Untuk melaksanakan hal itu, terdapat cara-cara praktis yang harus digunakan untuk menemukan semangat keagamaan pada diri anak, yaitu :

Ø Memberikan teladan yang baik kepada mereka tentang kekuatan iman kepada Allah dan berpegang teguh kepada ajaran-ajaran agama dalam bentuknya yang sempurna dalam waktu tertentu

Ø Membiasakan mereka melaksanakan syiar-syiar agama semenjak kecil

sehingga pelaksanaan itu menjadi kebiasaaan yang mendarah daging, dan mereka melakukannya dengan Kemauan sendiri dan merasa tentram sebab mereka melaksanakannya

Ø Menyiapkan suasana agama dan spritual yann; sesuai di rumah di mana mereka berada

Ø Membimbing mereka membaca bacaan-bacaan agama yang berguna dan

memikirkan ciptaan-ciptaan Allah dan makhluk-makhluk-Nya untuk menjadi bukti kehalusan sistem ciptaan itu dan atas wujud dan keagungan-Nya


(61)

commit to user

Ø Menggalakkan mereka turut serta dalam aktivitas-aktivitas agama dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya dalam berbagai macam bentuk dan cara (Ibid, 1992).

Bekal pendidikan agama yang diperoleh anak dari lingkungan keluarga akan memberinya kemampuan untuk mengarnbil haluan di tengah-tengah kemajuan yang demikian pesat. Kelurahan Sumber yang juga merupakan wilayah keluarga muslim merupakan keluarga-keluarga yang mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam mendidik generasi-generasinya untuk mampu terhindar dari berbagai bentuk tindakan yang menyimpang.

Pembentukan kepribadian anak sangat erat kaitannya dengan pembinaan iman dan akhlak. Secara umum para pakar kejiwaan berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu mekanisme yang mengendalikan dan mengarahkan sikap dan perilaku seseorang. Kepribadian terbentuk melalui semua pengalaman dan nilai-nilai yang diserap dalam pertumbuhannya, terutama pada tahun-tahun pertama dari umurnya. Apabila nilai-nilai agama banyak masuk ke dalam pembentukan kepribadian seseorang, tingkah laku orang tersebut akan diarahkan dan dikendalikan oleh nilai-nilai agama, Di sinilah letak pentingnya pengalaman dan pendidikan agama pada masa-masa pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Oleh sebab itu, keterlibatan orang tua (baca: keluarga) dalam penanaman nilai-nilai dasar keagamaan bagi anak semakin diperlukan (Zakiah Darajat, 1993).

Oleh sebab itu, perbaikan pola pendidikan anak dalam keluarga merupakan sebuah keharusan dan membutuhkan perhatian yang serius. Banyak sekali


(62)

commit to user

pengaruh-pengaruh pendidikan agama Islam terhadap perkembangan anak, yaitu seperti perubahan kepribadian anak, menjadi baik dan mulia, serta mereka mengetahui tata cara bergaul dengan sesama dengan mengaplikasikan etika-etika yang mereka pelajari dari pelajaran di pengajian pondok pesantren dan lembaga-lembaga agama Islam lainnya. Pembinaan anak secara terencana seperti yang disebutkan di atas, akan memudahkan orang tua untuk mancapai keberhasilan pendidikan yang diharapkan. Pengaruh yang sangat penting dan utama ialah meacerdaskan kehidupan bangsa serta menshalihkan kehidupan bangsa.


(63)

commit to user BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Keluarga adalah sebuah lingkungan yang sangat kental akan kekerabatan serta nilai-nilai sosial. Lewat keluarga kita mulai mengenal kebiasaan, aturan dan semua hal yang berkaitan dengan hubungan bermasyarakat. Keluarga juga dapat dikatakan sebagai sebuah lembaga yang mengajarkan banyak hal kepada manusia. Pendidikan dasar terjadi dan kita peroleh lewat agama. Keluarga merupakan tempat kita bersosialisasi awal dan ini menjadi dasar bagi internalisasi nilai-nilai masyarakat. Kita dapat mengetahui tentang agama, norma serta nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat.

Namun terkadang apa yang kita pikirkan tentang keluarga memiliki perbedaan dalam kenyataannya. Keluarga harusnya menjadi benteng bagi segala hal yang dapat merusak moral serta akhlak seseorang terutama bagi anak yang masih rentan terhadap semua hal yang masuk kepikirannya. Realita di lapangan menunjukkan ada hal yang reda dalam hal pengoptimalan fungsi keluarga. Keluarga harusnya menjadi filter bagi semua hal yang masuk dalam otak anak.


(1)

Peran mendidik

Keluarga adalah

lingkungan yang pertama

kali anak temui dala

kehidupannya. Keluarga

harus memberikan

pendidikan yang baik. Hal

ini diwujudkan dengan

pemberian arahan dan

bimbingan kepada anak.

Peran mendidik

Masyarakat adalah lingkungan

dimana seseorang menggali

kemampuannya. Mayarakat adalah faktor yang sangat menentukan

kepribadian anak. Sosialisasi

dilakukan dengan pemberian

dorongan, semangat, serta

pemberian pengetahuan dan

pengalaman kepada anak sehingga dapat mengasah kemampuan dan ketrampilan anak.

Pendidikan yang ditanamkan oleh orang tua kepada anak akan terlihat dari perilaku anak. Anak yang mendapat didikan yang baik dari orang tuanya senantiasa memiliki kepribadian yang lebih santun bila dibandingkan dengan anak yang tidak mendapat pendidikan dari keluarga. Ini terlihat dari perilaku anak dimana sesuai dengan ajaran orang tua dan tidak bertentangan dengan ajaran agama dan norma yang berlaku. Perilaku itu dapat ditunjukkan dengan bagaimana anak bersikap terhadap orang yang lebih tua, menghargai orang lain, kerjasama dan tolong menolong dengan orang lain dll.


(2)

commit to user

Dari hasil matrikulasi di atas dapat diketahui bahwa keluarga memiliki peran yang sangat vital dalam mempengaruhi anak, terutama dalam hal keagamaan. Agama dianggap mampu menjadi rem bagi anak dalam melakukan perbuatan. Agama juga dijadikan sebagai pedoman dalam bertingkah laku.

Nilai-nilai agama yang diajarkan dari sebuah keluarga tidak hanya terdiri atas ajaran agama yang menyangkut ibadah, namun juga berkaitan dengan hubungannya dengan makhluk yang lain. Agama juga mengajarkan agar setiap umat bisa menghargai, tolong menolong dan saling bekerjasama dalam segala hal. Ini akan terwujud bila anak memahami ajaran agama. Ajaran agama tidak hanya bisa diperoleh dari keluarga tetapi dari lingkungan di luar keluarga, salah satunya dengan TPA. TPA dijadikan sebagai salah satu sumber seseorang menggali ilmu agama yang belum dia peroleh dari keluarga ataupun dari pendidikan formalnya.

Dapat dijadikan patokan ketika anak mendapatkan pendidikan yang baik dari keluarganya, maka dapat dipastikan anak yang bersangkutan memiliki kepribadian yang lebih baik dengan anak yang tidak mendapatkan pendidikan agama yang baik dari orang tuanya. Maka dari itu dianjurkan agar orang tua memberikan pendidikan agama sejak dini sehingga dapat dijadikan pedoman bagi anak dalam bertingkah laku.


(3)

commit to user BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam bab terakhir ini penulis menyimpulkan beberapa hal yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan. Ada beberapa fakta yang terkuak dalam penelitian ini, dimana telah disajikan dalam bab-bab sebelumnya. Untuk memudahkan dalam menganalisis hasil penelitian, peneliti menyajikannya dalam beberapa sub pembahasan. Adapun kesimpulan dalam sub-sub pembahasan dalam penelitian ini antara lain:

Pertama, keluarga memiliki beberapa peran atau fungsi yang berkaitan dengan anak di mana salah satunya adalah fungsi religiusitas. Fungsi ini menjadi dasar akan moralitas sang anak. Orang tua harusnya mengajarkan nilai-nilai keagamaan/ religiusitas kepada anak sejak dini. Masyarakat sebenarnya telah mengetahui dan orang tua berusaha untuk menjalankan peran tersebut melalui pembiasaan sholat berjamaah dan memasukkan anaknya ke TPA.

Kedua, sosialisasi nilai-niiai agama telah dilakukan oleh orang tua antara lain dengan memberikan contoh secara langsung.dan hal ini dinilai sangat efektif untuk mengajarkan anak akan pengetahuan tentang agama. Ketika orang tua kesulitan dalam memberikan ajaran agama, ada beberapa orang tua yang memasukkan anaknya ke dalam TPA sehingga bisa bertanya kepada para ustadz secara langsung.

Ketiga, kendala-kendala yang dihadapi orang tua dalam memberikan teladan tentang nilai-nilai religiusitas terdiri atas dua faktor, yakni faktor intern


(4)

commit to user

dan ekstern. Faktor intern terdiri atas mentalitas anak yang sudah terdoktrin dan terhegemoni kebudayaan asing yang sebenarnya tidak sesuai dengan budaya ketimuran. Anak lebih suka dianggap gaul daripada mempertahankan kepribadian dan kebudayaan yang sudah tertanam sebelumnya. Faktor intern yang lain adalah kesalahan yang dilakukan oleh orang tua di depan anak-anaknya sehingga anak berpikir semua yang dilakukan oleh orang tuanya adalah salah.

Faktor eksternal yang menjadi kendala bagi orang tua dalam memberikan teladan bagi anak adalah faktor lingkungan, media massa, terbatasnya waktu yang dimiliki oleh orang tua dalam memberikan pedoman bagi anak, anak pernah melihat orang tuanya melakukan kesalahan. Faktor-faktor tersebut membuat anak menjadi ragu akan nilai-nilai agama yang diajarkan oleh orang tuanya. Faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi psikis dan fisik anak.

1. Implikasi Teoritis

Dalam realita di lapangan tentang fungsi religiusitas dalam keluarga sesuai dengan teori tindakan rasional berorientasi nilai yang dikemukakan oleh Weber. Dimana orang tua memberikan teladan serta sosialisasi tentang agama kepada anak karena didasarkan pada peran orang sangat penting dalam mendidik anak.

Teori yang juga terbukti dalam penelitian ini adalah teori sosialisasi yang dikemukakan oleh Sukanto dimar a beliau berpendapat bahwa sosialisasi primer terjadi pada anak di usia dini dan terjadi secara bertahap. Dan ini terbukti di lapangan di mana orang tua memberikan pendidikan religi secara bertahap mulai dari pengetahuan dasar sampai aplikasi ajaran agama salah satunya dengan pelaksanaan sholat berjamaah.


(5)

commit to user

Selain itu tindakan afektif juga terbukti dari hasil penelitian. Ada orang tua yang melakukan perbuatan yang kurang pantas untuk disaksikan oleh anaknya. Kemungkinan onng tua kehilangan kendali dan kurang pertimbangan ketika melaKukan perbuatan yang kurang tepat tersebut. Orang tua masih dikendalikan oleh emosi sehingga tidak bisa menyaring perbuatan mana yang pantas disaksikan oleh anaknya dan mana yang kurang pantas disaksikan oleh sang anak.

2. Implikasi Metodologis

Penelitian yang dilakukan Kelurahan Sumber Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dimana penelitian ini mendeskripsikan secara terperinci tentang fenomena social yang diteliti.

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi agar bisa menggali informasi di

lapangan. Penarikan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dan

pengecekan data dilakukan dengan triangulasi sumber. Hal ini dilakukan untuk bisa terjamin keabsahan datanya.

3. Implikasi Empiris

Dari penelitian ini ada beberapa hal yang dap at diungkap, yakni:

a. Orang tua udah mengetahui perannya dalam mendidik anak dalam lingkup

keluarga.

b. Sosialiasi nilai-nilai reigiusitas dilakukan secara langsung dan dengan

memasukkan anak ke dalam TPA.

c. Orang tua member! teladan kepada anak tentang nilai-nlai religiusitas


(6)

commit to user

d. Terkadang orang tua melakukan perbuatan yang kurang benar di depan

anak-anaknya.

e. Anak-anak mulai terdoktrin dan terhegemoni kebudayaan asing yang

kadang bertentangan dengan budaya Indonesia,

f. Faktor lingkungan, mentalitas anak, media massa menjadi kendala bagi

orang tua dalam memberikan teladan bagi anak.

B. Saran

Dalam pemberian teladan tentang nilai-nilai religiusitas dalam keluarga masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Adapun saran-saran tentang kegiatan pemberian teladan kepada anak tentang nilai-nilai religiusitas antara lain:

1. Orang tua seharusnya mampu memilah-milah mana perbuatan yang pantas

disaksikan oleh anak dan mana yang kurang pantas disaksikan oleh anak.

2. Anak-anak hendaknya mampu membatasi kegiatan yang berhubungan dengan

budaya asing apalagi lagi melalui ilovasi dalam bidang komunikasi dan teknologi.

3. Anak harus pandai-pandai dalam memilih teman sehingga tidak