28
dilanjutkan, sedangkan bila menunjukkan net benefit negatif rugi maka rencana investasi tersebut dibatalkan. Nilai- nilai yang dihitung mencakup NPV, IRR dan
BCR. Persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai- nilai tersebut adalah sebagai berikut Djamin, 1992 :
1. Net Present Value NPV
Keuntungan bersih suatu usaha adalah pendapatan kotor dikurangi jumlah biaya, maka NPV suatu usaha merupakan selisih Present Value arus
keuntungan dengan Present Value arus biaya. Suatu usaha dapat dinyatakan layak iuntuk dilaksanakan apabila NPV usaha tersebut sama atau lebih besar
dari 0 nol dan bila sebaliknya maka usaha tersebut merugi. Nilai NPV dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
NPV B
C i
t t
t t
n
= −
+ ∑
=
1
1
dimana : B
t
= Pendapatan kotor tahunan C
t
= Biaya tahunan n
= Umur ekonomis proyek t
= Tahun proyek 1+i
t
= Discounted factor DF
2. Benefit Cost Ratio BRC
BRC adalah perbandingan antara pendapatan dengan biaya. Suatu usaha dikatakan layak untuk diusahakan apabila nilai BRC dari usaha tersebut lebih
besar dari 1 satu dan bila sebaliknya, maka usaha tersebut tidak layak untuk diusahakan. Nilai BCR dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
BCR B
i C
i
t t
t n
t t
t n
= +
∑
+ ∑
= =
1 1
1 1
dimana : B
t
= Pendapatan kotor tahunan C
t
= Biaya tahunan n
= Umur ekonomis proyek t
= Tahun proyek 1+i
t
= Discounted factor DF
29
3. Internal Rate of Return IRR
IRR adalah suku bunga diskonto yang menyebabkan jumlah hasil diskonto pendapatan sama dengan jumlah hasil diskonto biaya, atau suku
bunga yang membuat NPV bernilai 0 nol. Suatu usaha dikatakan layak apabila IRR lebih besar dari suku bunga diskonto. Nilai BCR dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan : B
i C
i
t t
t n
t t
t n
1 1
1 1
+ ∑
= +
∑
= =
IRR D P
NPV PVP
PVN x D N
D P
F F
F
= +
− −
dimana : D
F
P = Discounting factor yang digunakan yang menghasilkan present value positif
D
F
N = Discounting factor yang digunakan yang menghasilkan present value negatif
PVP = Present value positif PVN = Present value negatif
Untuk mengetahui jangka waktu pengembalian Payback Period suatu usaha, yaitu waktu yang diperlukan untuk membayar kembali semua biaya-biaya
yang telah dikeluarkan didalam investasi suatu usaha dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Tahun Per
Bersih Pendapatan
Investasi Biaya
Total Period
Payback =
30
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kampus IPB – Darmaga. Sebagai lokasi pembanding dilakukan pengamatan ke Penangkaran Rusa di BKPH Jonggol dan
Penangkaran Rusa di Taman Monumen Nasional – Jakarta. Waktu penelitian dilaksanakan selama lima bulan, yaitu bulan Agustus sampai dengan bulan
Desember 2005.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan selama penelitian adalah : 1. Kamera
2. Roll meter 3. Timbangan
4. Seperangkat Komputer dan Program Disain Bahan yang digunakan selama penelitian adalah :
1. Peta lokasi 2. Rusa timor Cervus timorensis dan habitatnya
3. Kantong Plastik
Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder, yaitu meliputi :
1. Keadaan fisik : a. Letak dan luas
b. Iklim c. Topografi kemiringan
d. Hidrologi sumber air e. Tanah jenis tanah
31
2. Keadaan biologi
a. Vegetasi keanekaragaman jenis dan formasi b. Satwaliar kompetitor, predator dan satwa lain
c. Daya dukung lokasi penangkaran Rusa timor Cervus timorensis dengan pendekatan ketersedaiaan sumber pakan dan keterbatasan lahan
3. Analisis finansial
Data yang dikumpulkan untuk keperluan analisis finansial merupakan data hipotetik, yaitu meliputi data penerimaan dan data biaya yang ada
dalam penangkaran rusa.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi tiga cara, yaitu studi litelatur, wawancara dan pengamatan langsung di lapangan.
Namun demikian tidak semua cara dilakukan untuk setiap jenis data, melainkan disesuaikan dengan jenis data yang dikumpulkan, yaitu :
1. Data keadaan fisik lokasi diperoleh dari data sekunder, yaitu berasal dari
Badan Meteorologi dan Geofisika Wilayah II Bogor, Ba gian Propertis IPB, litelatur dan pengamatan langsung di lapangan
2. Data biologi lokasi dikumpulkan dari pengamatan langsung di lapangan
yaitu melalui analisis vegetasi dan inventarisasi satwa yang ada serta pengukuran daya dukung melalui petak contoh. Secara rinci tehnik pelak-
sanaan analisis vegetasi dan inventarisasi satwa adalah sebagai berikut : a. Analisis vegetasi
Untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur komunitas vegetasi dilakukan dengan metode sampling. Pada penelitian ini digunakan
metode garis berpetak, yaitu dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur, sehingga sepanjang rintisan terdapat petak-
petak dengan jarak tertentu yang sama. Bentuk dan ukuran petakan analisis vegetasi disajikan pada Gambar 4.
32
Arah Rintisan 1 m
10 m 5 m
20 m 20 m
Gambar 4. Disain Metode Garis Berpetak Dalam Analisis Vegetasi Menurut Kusmana 1995, ukuran plot-plot yang dibuat ber-
dasarkan stadium pertumbuhan vegetasi, yaitu sebagai berikut : 1 m x 1 m untuk semai dan tumbuhan bawah, 5 m x 5 m untuk
pancang, 10 m x 10 m untuk tiang dan 20 m x 20 m untuk pohon. Adapun kreteria stadium pertumbuhan vegetasi adalah :
1.
Semai :
pertumbuhan mulai kecambah sampai anakan setinggi kurang dari 1,5 m.
2.
Pancang :
permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.
3.
Tiang :
Pohon muda berdiameter 10 cm – 20 cm.
4.
Pohon :
pohon dewasa berdiameter 20 cm dan lebih.
5.
Tumbuhan bawah : tumbuhan selain permudaan pohon, misalnya rumput, herba dan semak belukar.
Parameter vegetasi yang diukur secara langsung di lapangan, yaitu meliputi :
1.
Nama species ilmiah dan lokal
2.
Jumlah individu untuk menghitung kerapatan
3.
Penutupan tajuk untuk mengetahui prosentase penutupan vegetasi terhadap lahan
b. Inventarisasi satwa Untuk mengetahui jenis satwa yang ada di lokasi penangkaran,
maka dilakukan sensuspendataan terhadap jenis-jenis satwa yang ada. Dan selanjutnya dikelompokkan berdasarkan kelas dari masing-
masing satwa tersebut reptil, aves atau mamalia.
33
c. Daya dukung habitat Untuk mengetahui daya dukung habitat padang rumput
dilakukan dengan cara memotong setiap jenis rumput sampai batas permukaan tanah dalam setiap petak contoh. Setelah dilakukan
pemanenan hijauan dari masing- masing petak contoh ditimbang berat basahnya Prasetyonohadi, 1986. Hijauan pada petak contoh yang
sudah dipotong dibiarkan tumbuh selama 20 hari kemudian dilakukan pemanenan dan penimbangan kembali. Perlakuan tersebut dilakukan
sebanyak tiga kali. Pemotongan dilakukan terhadap semua hijauan yang tumbuh di
dalam petak contoh sampai serendah mungkin dari permukaan tanah yaitu ± 5 cm jarak pemotongan ini didasarkan atas kemampuan rusa
untuk merumput sampai ± 5 cm di atas permukaan tanah, kemudian hasil potongan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang sudah
disiapkan. Selanjutnya hijauan yang sudah di potong dipisahkan masing- masing jenisnya dan dikelompokkan antara jenis hijauan yang
dimakan rusa dengan yang tidak dimakan. Kemudian dilakukan penimbangan pada masing- masing jenis hijauan yang dimakan rusa
untuk mengetahui berat dari masing- masing jenis tersebut. Ukuran petak contoh untuk mengukur produktivitas hijauan
adalah 1 m x 1 m dengan jumlah petak contoh sebanyak 12 yang penempatan dilapangan dilakukan secara sistimatis.
b. Kebutuhan hidup Rusa timor Cervus timorensis
Untuk mengetahui kebutuhan hidup rusa meliputi pakan, minum, garam mineral, kesehatan dilakukan dengan studi litelatur dari
berbagai sumber skripsi, tesis, disertasi, makalah, buku-buku maupun hasil brownsing internet yang berkaitan dengan data kebutuhan hidup
rusa. 3.
Analisis finansial Data yang diperlukan untuk kepentingan analisis finansial
dikumpulkan dari berbagai sumber dan merupakan data hipotetik. Pemanfaatan hasil penangkaran pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua
34
yaitu pemanfaatan dalam bentuk barang dan pemanfaatan dalam bentuk jasa. Pemanfaatan dalam bentuk barang berupa penjulanan rusa dalam
bentuk hidup sebagai bibit maupun pemanfaatan dalam bentuk daging. Selain itu juga dapat dimanfaatkan ranggah muda velvet sebagai bahan
obat-obatan, maupun ranggah kerasnya untuk hiasan. Sedangkan pemanfaatan dalam bentuk jasa dapat berupa pemanfaatan sebagai obyek
rekreasi maupun sebagai sarana pendidikan maupun penelitian Feriyanto, 2002 .
Analisis Data
Setelah semua data yang diperlukan terkumpul baik data primer maupun sekunder, maka selanjutnya dilakukan analisis berdasarkan pendekatan kualitatif
dan kuantitatif yang dapat diterapkan, baik menyangkut aspek kelayakan bio- ekologi, teknis sarana dan prasarana maupun lingkungan data lokasi.
Keadaan Fisik dan Biologi Lokasi
Data tentang keadaan fisik dan biologi lokasi yang telah terkumpul kemudian dilakukan analisis, terutama data biologi lokasi, yaitu terdiri dari :
1. Analisis vegetasi Data hasil inventarisasi vegetasi selanjutnya dianalisis untuk mengetahui
keragaman jenis dan dominasinya. Menurut Kusmana 1995, parameter vegetasi yang dapat dihitung dalam analisis vegetasi adalah :
a. Kerapatan suatu spesies K contoh
petak Luas
spesies suatu
individu K
∑ =
b. Kerapatan relatif suatu spesies KR 100
x spesies
seluruh Kerapatan
spesies suatu
Kerapatan KR
= c. Frekuensi suatu spesies F
contoh petak
sub seluruh
spesies suatu
ditemukan petak
sub F
∑ ∑
=
35
d. Dominasi suatu spesies D : 1.
Pohon, tiang, pancang contoh
petak Luas
spesies suatu
dasar bidang
Luas D
= 2.
Semai, tumbuhan bawah contoh
petak Luas
tajuk penutupan
Luas D
= e.
Dominasi relatif suatu spesies DR 100
x spesies
seluruh Dominasi
spesies suatu
Dominasi DR
= f.
Frekuensi relatif suatu spesies FR 100
x spesies
seluruh Frkwensi
spesies suatu
Frekwensi FR
= g.
Indek Nilai Penting INP INP = KR + FR + DR, tetapi untuk semai INP = KR + FR
2. Inventarisasi satwa Dari data hasil inventarisasi satwa, selanjutnya dikelompokkan
berdasarkan kelas dari masing- masing satwa tersebut reptil, aves atau mamalia dan disajikan dalam bentuk tabulasi.
3. Daya dukung habitat Data produktivitas hijauan yang ada di lokasi penangkaran yang
diperoleh dari masing- masing petak contoh kemudian dihitung dengan koreksi nilai proper use-nya yaitu dengan rumus Susetyo, 1980 :
P = produksi hijauan per petak x nilai proper use
Selanjutnya produktivitas hijauan yang ada di lokasi penangkaran dapat
dihitung dengan menggunakan rumus Alikodra, 1990 : l
p L
P =
dimana : P
= Produksi hijauan seluruh areal
L =
Luas areal penangkaran p
= Produksi hijauan seluruh petak contoh
l =
Luas seluruh petak contoh
36
Dengan diketahuinya produktivitas hijauan pakan dan tingkat konsumsi pakan oleh rusa timor Cervus timorensis, maka daya dukung habitat dapat
dihitung dengan menggunakan rumus Susetyo, 1980 : C
P K
= dimana :
K = Jumlah rusa yang dapat ditampung P = Produktivitas hijauan pakan per satuan waktu
C = Jumlah konsumsi pakan oleh rusa per satua n waktu, dimana C = ax
1
+ bx
2
+ cx
3
+ .....+ nx
n
xn = jenis-jenis hijauan yang dimakan rusa
Analisis Finansial
Data yang perlu terkumpul, yaitu meliputi semua komponen biaya dan penerimaan, selanjutnya dianalisis guna menentukan kelayakan usaha
penangkaran berdasarkan analisis keproyekan, yaitu meliputi NPV, BCR, IRR dan PP.
Berdasarkan analisis dari berbagai sumber, maka asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis finansial usaha penangkaran rusa adalah meliputi ;
biaya investasi, biaya tetap, biaya variabeloperasional dan penerimaan. Secara rinci asumsi-asumsi rencana anggaran biaya dan penerimaan dari usaha
penangkaran rusa dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan asumsi-asumsi teknis biologis sebagai berikut :
1. Target induk jantan dan betina dari luar penangkaran adalah 105 ekor pada tahun pertama dan 210 ekor pada tahun kedua dan tetap dipertahankan sampai
tahun kesembilan, kemudian secara bertahap dilakukan pengafkiran. 2. Nisbah kelamin sex ratio jantan dan betina adalah 1 : 19 - 20
3. Bibit berasal dari luar dapat beranak pada tahun ke-2, sedangkan bibit dari hasil penangkaran dapat beranak setelah berumur 3 tahun.
4. Jumlah induk dapat beranak dalam satu periode 1 tahun diperkirakan 80 dari jumlah induk yang siap kawin
5. Lama bunting 8 – 9 bulan
37
6. Rata-rata jumlah anak per kelahiran per induk adalah 1 satu ekor, dengan nisbah kelamin anak yang dilahirkan sebesar 1 : 1 50 jantan dan 50
betina. 7. Tingkat mortalitas anak sepanjang tahun diperkirakan 10 dari jumlah anak
yang dilahirkan. 8. Untuk anak rusa betina yang lahir pada tahun pertama seluruhnya
dialokasikan untuk calon induk, mulai tahun kedua dan seterusnya anak betina yang dilahirkan ± 50 dijadikan bibit, sisanya sebagian besar dijual dan
sebagian kecil di potong. Sementara anak rusa jantan yang akan dijadikan calon pejantan untuk bibit jumlahnya disesuaikan dengan nisbah 1 : 20,
sementara untuk calon pejantan yang dijual nisbah kelaminnya 1 : 10. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah penerimaan.
9. Sisa dari calon induk dan jantan yang tidak terpilih dijual dalam bentuk daging dan ranggahvelvet untuk yang jantan.
10. Pengafkiran rusa induk mulai dilakukan setelah 10 tahun di penangkaran dengan pertimbangan rusa sudah berumur 12 tahun, asumsi masa produktif
rusa sampai pada umur 13 tahun dan izin usaha penangkaran komersil berlaku selama 10 tahun.
Setelah semua data yang diperlukan terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data serta pertimbangan biaya dan pengelolaan guna
membuat alternatif tapak bagi masing- masing penggunaan. Dari analisis tapak akan menghasilkan suatu alternatif yang paling layak dikembangkan berdasarkan
peruntukan, biaya, waktu dan tenaga pengembangannya. Dan akhirnya akan diperoleh suatu disain penangkaran rusa timor Cervus timorensis de Blainville
dengan sistim Deer Farming.
38
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bio-ekologi Lokasi Penangkaran
Keadaan Fisik Lokasi
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, maka diperoleh data mengenai keadaan fisik lokasi penangkaran meliputi :
1. Letak dan Luas