pJUB = JUB t – JUB t-1 JUB t-1
Keterangan: pJUB
= perubahan jumlah uang yang beredar JUB t
= jumlah uang yang beredar periode ke-t JUB t-1
=jumlah uang yang beredar sebelum periode ke-t
Mekanisme penciptaan uang yaitu, Terdiri dari tiga pelaku, yaitu: bank sentral, bank umum dan sektor swasta domestik. Interaksi terjadi
antara penawaran uang oleh sistem moneter dan permintaan uang oleh sektor swasta domestik. Penciptaan uang primer oleh otoritas moneter.
Uang primerinti M adalah uang kartal dan simpanan giro bank umum.
Disebut primer inti karena jenis uang ini merupakan inti atau biang dalam proses penciptaan uang beredar C, D, dan T. Uang kartal adalah
uang primer tetapi tidak semua uang primer adalah uang kartal. Uang memiliki peranan yang berarti dalam perekonomian,
perkembangan perekonomian dapat diamati dari dua sektor yang saling terkait yaitu sektor riil pasar barang dan jasa dan sektor moneter pasar
uang. Aliran uang sebanding dengan aliran barang dan jasa.
F. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian empiris dalam penerapan multi-factor CAPM dengan menggunakan beta dan faktor fundamental sebagai faktor pengukur
risiko telah dilakukan diantaranya penelitian yang telah dilakukan oleh Banz 1981 yang menguji ukuran perusahaan sebagai faktor fundamental;
Rosenberg, Reid, and Lainstein 1985 yang menguji ratio of book-to-market value; Chan, Hamao, and Lakonnishock 1991 yang menguji faktor makro
dan price to earnings ratio. Penelitian yang sama juga pernah dilakukan oleh Sudarto, dkk 1999 dengan menggunakan variabel beta saham dan Debt
Equity Ratio DER, demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardani 2000 dengan melakukan penambahan nilai saham yang beredar.
Pengujian oleh Black, Jansen dan Schooles, juga oleh Fama dan MacBeth menggabungkan saham-saham menjadi portofolio untuk menaksir beta tiap-
tiap portofolio, kemudian melakukan regresi cross sectional antara rata-rata return dengan beta tiap-tiap portofolio.
Ada juga pengujian yang menggunakan surat-surat berharga individual, misalnya oleh Linzerberger, Ramaswamy dan Gibbons. Hasil
pengujian tersebut rata-rata membuktikan bahwa: 1.
Intersep CAPM secara signifikan tidak sama dengan tingkat bebas risiko, hal ini membuktikan bahwa zero beta CAPM lebih berlaku di dunia nyata.
2. Kemiringan atau slope dari persamaan CAPM ternyata lebih rendah
daripada yang diramalkan Rm-Rf. 3.
Tidak ada bukti bahwa hubungan antara risiko sistematis dan return tidak linear, hal ini masih sesuai dengan spesifikasi CAPM.
4. Faktor-faktor selain beta ternyata berperan di dalam menerangkan return
surat berharga, misalnya PE rasio, besar kecilnya perusahaan, jenis perusahaan, musiman dan sebagainya.
Pengujian CAPM di BEJ antara lain oleh Suad Husnan pada tahun
1990 yaitu dengan menggunakan metode yang sama dengan Black, Jensen, Scholes pada tahun 1972, hasilnya adalah banyak beta yang signifikan secara
statistik dan standar CAPM tidak berlaku di BEJ, tetapi yang berlaku adalah zero beta CAPM.
Budi Harsono Lim 2005 melakukan studi empiris yang didasarkan pada metode pengujian CAPM yang diajukan Lintner 1965 dan Fama dan
MacBeth 1973. dalam pengujian hubungan risiko dan tingkat pengembalian dengan metode Lintner, selain menggunakan metode yang diajukan, juga
mengelaborasi beberapa kritik Miller dan Shcoles yang menyatakan bahwa metode Lintner tersebut menyebabkan bias pada hasil yang ditemukan.
Replikasi terhadap metode Fama dan MacBeth menggunakan pendekatan portofolio untuk memperoleh estimasi beta yang lebih akurat. Dengan
menggunakan risiko portofolio tersebut, beliau melakukan pengujian hubungan tehadap risiko tingkat pengembalian bulan per bulan untuk
mengamati relevansi risiko dan efisiensi pasar. secara keseluruhan, temuan empiris yang diperoleh menunjukan bahwa beta adalah relevan sebagai risiko
sistematis dan kompensasi atas risiko tersebut adalah positif. Selain itu terbukti bahwa model dua faktor Black lebih mampu menggambarkan
hubungan risiko tingkat pengembalian yang terjadi. Temuan dengan menggunakan metode Lintner menunjukkan bahwa:
1. Beta adalah relevan dan terdapat price of risk positif,
2. Risiko residual tidak relevan, dan
3. Tingkat pengembalian portofolio zero beta selama periode pengujian
adalah negatif. Ima Suryani 2003 melakukan pengujian empiris konsistensi CAPM
di Pasar Modal Indonesia Periode 1999-2001 dengan menentukan korelasi antara ERi dan Ri. dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa CAPM
konsisiten di Pasar Modal Indonesia dan menyarankan agar investor, emiten, BAPEPAM dan peneliti selanjutya menggunakan CAPM sebagai landasan
teori. Moch. Taufik Riantoso 2000 telah menguji aplikasi model CAPM
dan portofolio saham untuk mempelajari risiko dan keuntungan daham pasar modal sebagai alternatif pengelolaan investasi yang semakin menguntungkan
dan membawa kita untuk menganalisa bagaimana investasi saham harus dilakukan dengan mengamati risiko dan return saham. Pendekatan dilakukan
dengan menggunakan model CAPM dan teori portofolio, untuk menganalisa risiko dan return saham, dan dengan metodologi tertentu diharapkan
memenuhi tujuan penelitian dengan menghasilkan keputusan dan rencana strategi yang baik. pengamatan dilakukan terhadap 12 saham yang termasuk
dalam BI-40 dengan mengambil data kegiatan usaha, finansial dan data harga saham yang lalu. Data harga saham yang telah diolah digunakan untuk
mengulas dan menganalisa saham. Data-data yang telah diolah tersebut dianalisa dengan model CAPM tentang pola pergerakan saham, bagaimana
hubungannya dengan harga pasar dan kemudian melalui teori portofolio dicoba menggabungkan beberapa saham untuk memperkecil risiko.
Kemudian, setelah dilakukan penelitian terhadap 12 saham tersebut,
disimpulkan bahwa investasi saham tidak dianjurkan untuk investasi jangka panjang dan disarankan dilakukan dengan investasi jangka pendek transaksi
harian atau mingguan. Lain halnya dengan CAPM, model APT menggambarkan beragam
tingkat sensitivitas terhadap berbagai variabel sistematis. Model APT pertama kali dikembangkan oleh Ross yang merupakan bentuk pengembangan dari
CAPM. Beberapa penelitian empiris dalam penerapan model APT juga telah dilakukan diantaranya, penelitian yang dilakukan oleh Chan, Rol, dan Ross
1986 yang menggunakan empat faktor yang mempengaruhi return sekuritas, yaitu tingkat inflasi, premi risk-default , dan suku bunga. Selain itu, Berry,
Burneister, dan McElroy 1988 yang menggunakan variabel risk-default, tingkat bunga, inflasi, pertumbuhan ekonomi jangka panjang, dan risiko
residual. Dalam penelitiannya, Eko 2000 mencoba untuk mengetahui
seberapa jauh pengaruh suku bunga clan inflasi dalam mempengaruhi imbal hasil saham sektoral clan untuk melihat sektor-sektor manakah
yang menarik sebagai tempat investasi saham apabila terjadi perubahan-perubahan pada suku bunga clan inflasi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data suku bunga SBI dan inflasi sebagai variabel bebas dan imbal hasil saham-
saham sektoral sebagai variable tak bebas. Analisis dilakukan untuk dua periode waktu, yaitu sebelum krisis moneter Januari 1996-Juni
1997 dan saat krisis ekonomi.
Pada tahun 2002, Rahmat Sudarsono meneliti tentang Analisis Multifaktor Dalam Penentuan Return Saham : Pengujian Presifikasi Arbitrage
Pricing Theory APT Dengan Capital Asset Pricing Model CAPM Dan Model Fama-French Di Bursa Efek Jakarta. Pada pengujian multifaktor APT
variabel-variabel atau faktor-faktor risiko yang dianalisis adalah tingkat suku bunga SBI, Deposito Bank Pemerintah, deposito Bank Umum, Deposito Bank
Asing, Tingkat Bunga Internasional SIBOR, LIBOR, suku bunga Amerika Serikat dan Jerman, jumlah uang beredar, Tingkat return pasar saham
domestik IHSG, tingkat return pasar saham internasional DJIA,SP 500, Nikkei, dan Hangseng, kurs valuta asing USD, inflasi Indeks Harga
Konsumen, Pertumbuhan Industri Indeks pertumbuhan industri menengah dan sedang, market capitalization emiten, BM ratio, dan PE ratio.
Gancar Candra Premananto dan Muhammad Madyan meneliti mengenai Perbandingan Keakuratan Capital Asset Pricing Model Dan
Arbitrage Pricing Theory Dalam Memprediksi Tingkat Pendapatan Saham Industri Manufaktur Sebelum Dan Semasa Krisis Ekonomi. Hasil
penelitiannya menemukan bahwa model CAPM lebih akurat dibandingkan APT baik sebelum dan semasa krisis ekonomi. Adapun penelitiannya yang
lain dengan menggunakan model yang sama namun variabel independennya berbeda, yaitu Perbandingan Keakuratan CAPM Dan APT Dalam
Memprediksi Tingkat Pendapatan Industri Perbankan Dan Lembaga Keuangan Selain Bank Baik Sebelum Dan Semasa Krisis Ekonomi Di Bursa
Efek Jakarta yang menghasilkan bahwa CAPM lebih akurat dalam
memprediksi return saham dibandingkan dengan APT baik semasa ataupun sebelum krisis.
G. Perumusan Hipotesis