Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia: Pemodelan Mundell-fleming
SKRIPSI
ANALISIS MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA: PEMODELAN MUNDELL-FLEMING
OLEH
TONGKU AHMAD HUSEIN DAULAY 110523023
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
PERSETUJUAN PENCETAKAN
Nama : TONGKU AHMAD HUSEIN DAULAY
Nim : 110523023
Program Studi : EKONOMI PEMBANGUNAN
Konsentrasi : PERBANKAN
Judul : ANALISIS MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA: PEMODELAN
MUNDELL-FLEMING
Tanggal:... Ketua Program Studi
Irsyad Lubis, SE, M. Soc. Sc, Ph,D
Nip. 19710503 200312 1 003
Tanggal:... Ketua Departemen
Wahyu Ario Pratomo, SE, M. Ec
(3)
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “ANALISIS MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA: PEMODELAN MUNDELL-FLEMING” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari lembaga dan yang saya kutip dari karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya beredia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, November 2013
Tongku Ahmad Husein Daulay 110523023
(4)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana mekanisme transmisi kebijakan moneter yang terjadi di Indonesia melalui pemodelan Mundell-Fleming selam kurun waktu 2000:1-2012:4. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Stok Uang Nominal, Tingkat Bunga, Nilai Tukar Rupiah, Ekspor Netto dan Produk Domestik Bruto. Sistem persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan VAR. Sebelumnya dilakukan uji stasioner, kausalitas granger dan kointegrasi terhadap data yang digunakan. Kemudian dilanjutkan dengan Impulse Response Function dan Variance Decomposition. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode penelitian mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia dengan pemodelan Mundell-Fleming saling memberikan kontribusi terhadap variabel lainnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Kata Kunci: Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter, Mundell-Fleming, VAR, Stasioner, Kausalitas Granger, Kointegrasi.
(5)
ABSTACT
This research intentsfor analyzing how monetary policy transmission mechanism that has been happened Indonesia through Mundell-Fleming's modelling within 2000:1 - 2012:4. Variable that was utilized for this research consist of money supply, interest rate, exchange rate, net export and gross domestic product. Equation system was utilized in this research is VAR. Previously it has been done stasionerity test, granger’s causality test and cointegration test to data that wasused. Then continuedby Impulse Response Function and Variance Decomposition. The result of research showed that during transmission mechanism research period of monetary policy in Indonesia with Mundell Fleming's modelling mutually give contribution to another variable, either short in the termor longterm.
Key word: Monetary policy transmission mechanism, Mundell Fleming, VAR, Stasionerity, Causality of Granger, Cointegration.
(6)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan hikmat dan hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia: Pemodelan Mundell-Fleming”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan do’a dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:
1. Ibunda Tercinta Annur Hasibuan dan Ayah Tercinta Syaiful Bakhri Daulay serta saudara-saudaraku terkasih Juliati Daulay, S.Pd, Amna Marito Daulay, S.Pd, Fitri Riskina Daulay, Fahrul Roji Daulay, Amar Antoni Daulay dan Jumhar Daulay. 2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec. Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini
4. Bapak Syahrir Hakim Nasution, SE, MSi selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
5. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, PhD selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
6. Bapak Paidi Hidayat, SE, MSi selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara sekaligus selaku Dosen Pembaca Penilai pada skripsi ini
7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utarayang telah membagi ilmunya kepada saya
8. Seluruh Staf Akademik Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
9. Rekan-rekan mahasiswa stambuk 2011 Program Ekstensi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat menjadi lebih baik. Akhirnya penulis memohon agar Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya selama ini.
Medan, Juni 2013 Penulis
Tongku Ahmad Husein Daulay 110523023
(7)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
1.3.1 Tujuan Penelitian ... 5
1.3.2 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Moneter ... 7
2.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ... 9
2.2.1 Mekanisme Transmisi jalur Tingkat Bunga ... 10
2.2.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter jalur Kekayaan………... 11
2.2.3 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter jalur Nilai Tukar Mundell-Fleming……… 12
2.2.3.1 Pasar Uang dan Kurva LM*………..…….. 14
2.2.3.2 Nilai Tukar……….. 18
2.3 Penelitian Terdahulu ... 19
2.4 Kerangka Konseptual ... 21
2.5 Hipotesis Penelitian ... 22
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 23
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 23
3.3 Uji Asumsi ... 23
3.3.1 Uji Stasioner Data (Unit Root Test) ... 23
3.3.2 Uji Kointegrasi ... 25
3.3.3 Uji Kausalitas Granger ... 26
3.4 Model Analisis ... 27
3.4.1 Vector Autoregression (VAR) ... 27
3.4.2 Impulse Response Function (IRF) ... 28
3.4.3 Variance Decomposition ... 28
3.5 Defenisi Operasional ... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Variabel Penelitian di Indonesia ... 30
4.1.1 Produk Domestik Bruto... 30
(8)
4.1.3 Jumlah Uang Beredar ... 34
4.1.4 Nilai Tukar Rupiah ... 36
4.1.5 Tingkat Bunga ... 38
4.2 Hasil Uji Asumsi ... 39
4.2.1 Uji Stasioneritas Data (Unit Root Test) ... 39
4.2.2 Uji Kointegrasi ... 40
4.2.3 Uji Kausalitas Granger ... 41
4.3 Hasil Model Analisis ... 43
4.3.1 Estimasi Model Vector Autoregression (VAR) ... 43
4.3.2 Analisis Impulse Response Function (IRF)... 46
4.3.3 Analisis Variance Decomposition ... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 53
5.2 Saran ... 53
(9)
DAFTAR TABEL
No Tabel Judul
Halaman
2.1 Ringkasan Model Mundell-Fleming dalam
Mempengaruhi Kebijakan………. 18
4.1 Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Indonesia Periode 2000:01-2012:04……….. 32
4.2 Perkembangan Ekspor Netto di Indonesia Periode 2000:01-2012:04……….. 34
4.3 Perkembangan Jumlah Ung Beredar (M1) di Indonesia Periode 2000:01-2012:04……….. 35
4.4 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS Periode 2000:01-2012:04……….. 37
4.5 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS Periode 2000:01-2012:04……….. 38
4.6 Hasil Pengujian Stasioneritas Data dengan Unit Root Test pada Tahap Level……….. 39
4.7 Hasil Pengujian Stasioneritas Data dengan Unit Root Test pada Tahap 1 st difference……… 40
4.8 Hasil Pengujian Stasioneritas Data dengan Unit Root Test pada Tahap 2nd difference………... 40
4.9 Hasil Pengujian Kointegrasi Johansen………. 41
4.10 Uji Kausalitas Granger………. 42
4.11 Roots of Characteristic Polynomial………. 44
4.12 Hasil Estimasi VAR Mundell-Fleming……… 45
4.13 Hasil Output Variance Decomposition………. 49
(10)
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul
Halaman
2.1 Model Mundell-Fleming………. 13
2.2 Ekspansi Moneter dalam Sistem Kurs Mengambang……. 16
2.3 Kerangka Pemikiran………..….. 21
4.1 Stabilitas Struktur Model……… … 44
4.2 Hasil Penaksiran IRF dari Model Mundell-Fleming……... 47
(11)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana mekanisme transmisi kebijakan moneter yang terjadi di Indonesia melalui pemodelan Mundell-Fleming selam kurun waktu 2000:1-2012:4. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Stok Uang Nominal, Tingkat Bunga, Nilai Tukar Rupiah, Ekspor Netto dan Produk Domestik Bruto. Sistem persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan VAR. Sebelumnya dilakukan uji stasioner, kausalitas granger dan kointegrasi terhadap data yang digunakan. Kemudian dilanjutkan dengan Impulse Response Function dan Variance Decomposition. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode penelitian mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia dengan pemodelan Mundell-Fleming saling memberikan kontribusi terhadap variabel lainnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Kata Kunci: Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter, Mundell-Fleming, VAR, Stasioner, Kausalitas Granger, Kointegrasi.
(12)
ABSTACT
This research intentsfor analyzing how monetary policy transmission mechanism that has been happened Indonesia through Mundell-Fleming's modelling within 2000:1 - 2012:4. Variable that was utilized for this research consist of money supply, interest rate, exchange rate, net export and gross domestic product. Equation system was utilized in this research is VAR. Previously it has been done stasionerity test, granger’s causality test and cointegration test to data that wasused. Then continuedby Impulse Response Function and Variance Decomposition. The result of research showed that during transmission mechanism research period of monetary policy in Indonesia with Mundell Fleming's modelling mutually give contribution to another variable, either short in the termor longterm.
Key word: Monetary policy transmission mechanism, Mundell Fleming, VAR, Stasionerity, Causality of Granger, Cointegration.
(13)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Permasalahan makro ekonomi yang begitu rumit menjadikan para pengambil kebijakan untuk selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan. Karena apabila salah langkah, maka akan sangat berdampak terhadap perekonomian baik secara mikro maupun secara makro. Ketika menjalankan kebijakan moneter, para pembuat kebijakan sering mengamati apa yang terjadi di mancanegara. Meskipun kemakmuran domestik merupakan tujuan satu-satunya, namun mereka perlu mempertimbangkan perkembangan di mancanegara (Mankiw, 2007).
Salah satu permasalahan yang sering dialami oleh banyak Negara adalah masalah inflasi. Karena masalah inflasi ini sangat sensitif bagi perekonomian. Inflasi yang tingkatannya tinggi tidak akan menggalakkan perkembangan perekonomian suatu Negara. Inflasi adalah suatu bagian integral dari makro ekonomi. Dalam perekonomian empat sektor atau peekonomian terbuka seperti Indonesia, maka kondisi ekonomi sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dunia (mancanegara). Karena telah melakukan ekspor impor dengan berbagai Negara. Sehingga nilai tukar mata uang sangat berpengaruh terhadap perekonomian dalam negeri.
Menurut Samuelson dan Nordhaus 2001 inflasi terjadi ketika harga umum naik. Cara menghitung inflasi adalah dengan menggunakan indeks harga rata-rata tertimbang dari harga ribuan produk individual. Indeks harga konsumen (IHK)
(14)
mengukur harga biaya pasar dari barang dan jasa konsumen yang dikaitkan dengan biaya dari harga barang dan jasa terebut pada tahun dasar tertentu.
Kebijakan yang sering digunakan untuk mengendalikan inflasi ini adalah kebijakan moneter. Pada saat sekarang ini, kebijakan moneter merupakan kebijakan yang sangat efektif untuk dijadikan alat dalam mengendalikan inflasi. Di dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2004 pada Pasal 7 menyatakan bahwa Indonesia telah menganut kebijakan moneter dengan tujuan tunggal yakni mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Namun kita tidak boleh terpaku terhadap angka nominal dari inflasi itu sendiri. Karena apabila angka inflasi rendah, maka bisa saja pengangguran yang akan menjadi melonjak (sesuai dengan kurva Phillips). Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang bebas (free floating). Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking, artinya perubahan kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan.
Manajemen moneter yang diterapkan di Indonesia selama ini masih terpaku terhadap kuantitas uang. Padahal dunia perekonomian baik nasional maupun
(15)
internasional sudah cukup kompleks untuk dicermati. Sehingga otoritas moneter banyak mendapat kritikan terhadap kebijakan yang mereka ambil. Otoritas moneter dimaksudkan untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi riil dan harga melalui mekanisme transmisi yang ada. Oleh karena itu, otoritas moneter harus benar-benar memahami dengan jelas tentang mekanisme transmisi di negaranya. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dapat berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan bisnis melalui alur tingkat bunga, alur harga asset, dan alur kredit (Jonni Manurung & Adler Haymans Manurung, 2009).
Terdapat penelitian yang dilakukan tentang keefektifan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Di dalam penelitian yang dilakukan oleh M. Natsir, Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui jalur Suku Bunga efektif mewujudkan sasaran akhir kebijakan Moneter di Indonesia periode 1990:2-2007:1. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui jalur Suku Bunga membutuhkan time lag sekitar 10 triwulan hingga terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter.
Berkaitan dengan penargetan inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka pendek maupun jangka panjang oleh Bank Indonesia, menurut Nota Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank Indonesia, sasaran inflasi telah ditetapkan untuk tiga tahun ke depan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yakni tahun 2013, 2014 dan 2015 masing-masing sebesar 4,5%, 4,5%, dan 4% masing-masing dengan deviasi ±1%.
Mengingat perekonomian Indonesia pada tahun 2012 masih tumbuh cukup baik yakni sebesar 6,23% walaupun lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni sebesar 6,5%. Hal ini dikarenakan belum pulihnya perekonomian Negara-negara maju seperti kawasan Eropa. Sementara pertumbuhan perekonomian
(16)
Indonesia ini dikarenakan masih besarnya permintaan domestic khususnya konsumsi rumah tangga. Sehingga nilai impor tahun 2012 masih tumbuh positif yakni sebesar 4,9%, meskipun mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yakni 13,3%. Dari sisi penawaran, pengurangan ini disebabkan oleh belum membaiknya perekonomian global. Sehingga pertumbuhan ekspor Indonesia melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni tahun 2011 sebesar 13,6% dan tahun 2012 hanya sebesar 1,1%.
Bertolak dari uraian-uraian di atas, maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia: Pemodelan Mundell-Fleming”.
1.2. Perumusan Masalah
Sehubungan dengan pemaparan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap kebijakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia yakni Transmisi Kebijakan Moneter dengan pemodelan Mundell-Fleming dengan melihat beberapa bagian sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Mundell- Fleming melalui permintaan agregat terhadap output di Indonesia selama periode penelitian?
2. Apakah variabel-variabel Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dengan Pemodelan Mundel-Fleming saling mempengaruhi satu sama lain?
(17)
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari peneltian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dengan pemodelan Mundell-Fleming yang ada di Indonesia melalui permintaan agregat terhadap penargetan inflasi.
2. Untuk mengetahui bagaimana variabel-variabel dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dengan pemodelan Mundell-Fleming saling mempengaruhi.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari peneltian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap praktisi ekonomi agar dapat mengetahui kebijakan moneter dengan pemodelan Mundell-Fleming dalam mempengaruhi inflasi.
2. Dapat menambah pengetahuan ilmiah terhadap penulis tentang kebijakan moneter dengan pemodelan Mundell-Fleming dalam mempengaruhi inflasi.
3. Sebagai bahan masukan terhadap peneliti lain tentang kebijakan moneter dengan pemodelan Mundell-Fleming dalam mempengaruhi inflasi.
(18)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral dari suatu Negara. Pada dasarnya kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan perekonomian dalam negeri meskipun tidak terlepas pengaruhnya dari perekonomian global. Menurut Prathama & Mandala 2008, yang dimaksud dengan kebijakan moneter adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian macro ke kondisi yang diinginkan (yang lebih baik) dengan mengatur Jumlah Uang Beredar. Yang dimaksud dengan kondisi lebih baik adalah meningkatnya output keseimbangan dan atau terpeliharanya stabilitas harga (inflasi terkontrol).
Pengaruh kebijakan moneter yang pertama kali terasa adalah pada sector moneter dan perbankan (tingkat bunga, inflasi, kredit dan sebagainya), yang kemudian ditransfer ke sector rill (misalnya investasi dan konsumsi) yang berarti terbukti bahwa adanya kebijaksanaan moneter akan mempengaruhi kegiatan ekonomi (Ahmad Jamli).
Ada tiga instrumen utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang beredar, yaitu:
a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Yang dimaksud dengan operasi pasar terbuka (Open Market Operation) adalah pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemerintah.
(19)
b. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Yang dimaksud dengan tingkat bunga diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bank umum yang meminjam ke bank sentral. Bila pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah menurunkan tingkat bunga pinjaman. Dengan tingkat bunga yang lebih rendah, maka keinginan bank-bank untuk meminjam uang dari bank sentral menjadi lebih besar, sehingga jumlah uang beredar bertambah. Begitu juga sebaliknya, ketika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang beredar maka pemerintah menaikkan suku bunga, sehingga jumlah uang beredar di dalam masyarakat berkurang.
c. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Kebijakan moneter dengan instrument Rasio Cadangan Wajib merupakan kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan penentuan cadangan minimum bagi bank umum oleh pemerintah (Bank Sentral). Dengan menggunakan kebijakan ini, apabila pemerintah menghendaki jumlah uang beredar di masyarakat turun, maka cadanagn minimum perbankan dinaikkan. Begitu juga sebaliknya, bila pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah menguangi cadangan minimum di bank sentral.
d. Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Maksudnya adalah otoritas moneter mencoba mengarahkan atau mengendalikan jumlah uang beredar. Misalnya dengan cara menaikkan atau menurunkan kredit di perbankan sehingga merangsang masyarakat untuk mengurangi atau menambah kredit mereka.
(20)
2.2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Dalam ilmu ekonomi makro, peran kebijakan moneter sangat berpengaruh terhadap perekonomian suatu Negara. Meskipun tidak bisa terlepas dari berbagai masalah, namun masih menjadi acuan dalam pengambilan keputusan oleh bank sentral. Jonni Manurung & Adler Haymans Manurung 2009 berpendapat bahwa Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dapat berpengaruh terhadap ektivitas ekonomi dan bisnis melalui alur tingkat bunga (interest rate channel), alur harga asset (asset price channel) atau juga disebut dengan teori Mundell-Fleming, dan alur kredit (credit channel). Mekanisme transmisi alur tingkat bunga dari ekspansi moneter adalah peningkatan permintaan agregat sebagai akibat peningkatan ekspektasi inflasi dan penurunan tingkat bunga riil. Penurunan tingkat bunga riil akan meningkatkan investasi dan menurunkan biaya modal dalam proses produksi sehingga output agregat naik. Mekanisme transmisi Mundell-Fleming mengatakan bahwa ketika suatu tingkat harga yang lebih rendah menurunkan suku bunga, para investor memindahkan sebagian dana mereka ke luar negeri dan pada gilirannya menyebabkan depresiasi relative mata uang domestic terhadap mata uang asing. Depresiasi ini membuat barang-barang local menjadi murah dibandingkan barang-barang asing dan karenanya memicu ekspor netto (Mankiw, 1998).
Permasalahan dari mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah memilih alur tarnsmisi yang paling efektif dalam meningkatkan aktivitas ekonomi dan bisnis. Namun, menurut Mankiw (1998), model Mundell-Fleming cocok untuk Negara-negara yang kecil. Karena Negara-Negara-negara yang kecil ini biasanya mengekspor dan mengimpor GDP (Gross Domestic Product) dalam bagian yang lebih besar. Model ini mengasumsikan bahwa perekonomian yang sedang dipelajari adalah perekonomian
(21)
terbuka kecil dengan mobilitas modal sempurna. Artinya perekonomian bisa meminjam atau memberi pinjaman sebanyak yang ia inginkan di pasar keuangan dunia. Sehingga, tingkat bunga perekonomian ditentukan oleh tingkat bunga dunia.
2.2.1. Mekanisme Transmisi jalur Tingkat Bunga
Tingkat bunga merupakan kunci mekanisme transmisi moneter dalam model IS, model LM, model AD dan model AS. Peningkatan stok uang akan menurunkan tingkat bunga riil dan biaya modal serta meningkatkan investasi bisnis. Peningkatan investasi akan meningkatkan permintaan agregat. Penurunan tingkat bunga riil juga akan meningkatkan pengeluaran untuk pembelian rumah dan barang tahan lama. Oleh sebab itu penurunan tingkat bunga akibat ekspansi moneter akan meningkatkan belanja atau konsumsi dan permintaan agregat. Pada tingkat bunga nominal yang sangat rendah, ekspansi moneter akan meningkatkan ekspektasi tingkat harga dan inflasi, akibatnya tingkat bunga riil turun. Penurunan tingkat bunga riil akan menurunkan biaya modal dan biaya memegang uang, kemudian menstimulasi pengeluaran bisnis dan konsumen. Peningkatan pengeluaran bisnis dan konsumen pada akhirnya akan mingkatkan permintaan agregat. Mekanisme transmisi alur tingkat bunga dirumuskan dalam dua bentuk, yaitu:
m r i y
m p r i y
Di mana:
m = stok uang nominal, r = tingkat bunga riil,
(22)
i = investasi riil, dan y = output riil agregat.
2.2.2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter jalur Kekayaan
Tingkat harga yang lebih rendah akan meningkatkan nilai riil dari uang tunai yang dipegang oleh rumah tangga, dan kesejahteraan yang lebih tinggi ini mendorong naiknya belanja konsumen. Keputusan pengeluaran dari konsumen mungkin akan mempengaruhi neraca konsumen. Modigliani menggunakan hipotesis siklus hidup dari konsumsi barang tahan lama dan jasa-jasa untuk menjelaskan efek kekayaan, konsumsi ini tidak konstan dalam periode jangka panjang. Hal ini terutama dikarenakan kekayaan keuangan konsumen tidak konstan selama hidup. Ekspansi moneter akan meningkatkan harga asset keuangan sehingga kekayaan naik. Peningkatan kekayaan keuangan akan meningkatkan sumber daya ekonomi selama hidup konsumen dan pada akhirnya akan meningkatkan konsumsi dan permintaan agregat.
Mekanisme transmisi jalur kekayaan dapat dirumuskan sebagai berikut: m s w c y
dimana:
m = stok uang nominal s = saving
w = kekayaan keuangan atau neraca konsumen c = konsumsi riil rumah tangga
(23)
2.2.3. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter jalur Nilai Tukar Mundell- Fleming
Dalam model Mundell-Fleming, diasumsikan bahwa perekonomian terbuka kecil dengan mobilitas modal sempurna. Artinya perekonomian bisa meminjam atau member pinjaman sebanyak yang ia inginkan di pasar keuangan dunia. Sehingga tingkat bunga perekonomian ditentukan oleh tingkat bunga dunia. Asumsi ini berarti bahwa tingkat bunga dalam perekonomian ini r ditentukan oleh tingkat bunga dunia r*.
Berdasarkan asumsi teori Mundell-Fleming, maka dapat dimodelkan secara matematis:
y = - r + s + g + y*………...……….….(2.1)
m = - r + y……….………..(2.2)
r = r*……….…….(2.3)
Persamaan (2.1) menunjukkan keseimbangan di pasar barang di mana output domestik (y) dipengaruhi oleh suku bunga domestik (r), nilai tukar (s), pengeluaran pemerintah (g), dan output luar negeri (y*). Persamaan (2.2) menunjukkan keseimbangan di pasar uang di mana jumlah uang beredar (m) dipengaruhi oleh suku bunga (r) dan output domestik (y). Persamaan (2.3) menunjukkan keseimbangan di pasar valas yang dipengaruhi oleh suku bunga domestik (r) dan suku bunga dunia (r*). Sementara , ,
, , , merupakan parameter persamaan.
Gambar 2.1 Model Mundell-Fleming
suku bunga LM
E
(24)
IS
y Pendapatan, output
Sumber: N.G.Mankiw, Makroekonomi Edisi 6, 2007
Gambar 2.1 menggambarkan model Mundell-Fleming dengan tingkat output (pendapatan) dan suku bunga yang ada. Kurva IS menggambarkan keseimbangan di pasar barang dimana tingkat output yang diproduksi setara dengan tingkat output yang ingin dikonsumsi masyarakat. Kurva IS memiliki kemiringan negative karena peningkatan suku bunga akan menurunkan output nasional. Kurva LM menggambarkan keseimbangan di pasar uang dimana jumlah uang yang diedarkan bank sentral setara dengan jumlah uang yang ingin dipegang oleh masyarakat. Kurva LM memiliki kemiringan positif karena peningkatan suku bunga akan menurunkan jumlah uang yang ingin dipegang masyarakat. Kurva FE menggambarkan keseimbangan di pasar valas dimana neraca modal tidak mengalami perubahan ketika suku bunga domestik (r) setara dengan suku bunga dunia (r*). Kurva FE memiliki kemiringan nol karena asumsi mobilitas modal yang tinggi dimana aliran dana ke luar masuk suatu Negara disebabkan perbedaan suku bunga dalam negeri dan dunia.
2.2.3.1. Pasar Uang dan Kurva LM*
Pasar uang akan berada dalam keseimbangan apabila penawaran akan uang (ms) sama dengan akan permintaan uang (md). Dalam analisis keseimbangan di pasar
uang digunakan suatu kurva yang disebut kurva LM. Kurva LM adalah tempat kedudukan titik-titik yang menghubungkan tingkat bunga (r) dan pendapatan nasional (y), dimana pasar uang dalam keadaan seimbang. Penawaran akan uang yang disebut juga dengan uang beredar dalam perekonomian, diasumsikan sebagai variabel yang eksogen. Sehingga:
(25)
Ms = Md...(2.4)
Sementara permintaan akan uang terdiri dari permintaan akan uang untuk transaksi (Lt), permintaan uang untuk berjaga-jaga (Lj), dan permintaan uang untuk spekulasi
(L2). Sehingga total permintaan akan uang dapat dituliskan sebagai berikut:
L = L1 + L2...(2.5)
dimana
L1 = Lt + Lj………..(2.6)
L1 = L1(y)………(2.7)
L2 = L2(r) ………...…(2.8)
maka:
L = L1(y) + L2(r)……….(2.9)
atau:
L = L(y,r)……….(2.10) Karena dalam pasar uang syarat equilibriumnya harus sama antara permintaan uang dan penawaran uang. Maka:
L = M………..………..(2.11) atau:
L1 (y) + L2 (r) = M……….………...(2.12)
atau:
L(y,r) = M……….(2.13) Sehingga model Mundell-Fleming menunjukkan persamaan dalam pasar uang adalah:
= ( , )………...(2.14)
Persamaan ini menyatakan bahwa penawaran keseimbangan uang riil, sama dengan permintaan, L(y,r). permintaan keseimbangan uang riil bergantung secara negatif pada
(26)
tingkat bunga, dan secara positif pada pendapatan y. Jumlah uang beredar M adalah variabel eksogen yang dikendalikan oleh bank sentral, dan karena model Mundell-Fleming merupakan analis untuk jangka pendek, maka tingkat harga P juga diasumsikan tetap secara eksogen.
Sementara pertumbuhan ekonomi internasional dan nilai tukar fleksibel telah meningkatkan peranan kebijakan moneter internasional dalam penentuan nilai tukar mata suang suatu negara. Ekspansi moneter pada awalnya akan menurunkan tingkat bunga riil domestik dan kemudian mengakibatkan deposit mata uang luar negeri naik. Peningkatan nilai deposit mata uang luar negeri terhadap deposit mata uang domestic akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar mata uang luar negeri dan depresiasi nilai tukar mata uang domestik. Depresiasi nilai tukar mata uang domestik mengakibatkan harga relatif produk atau ekspor lebih murah sehingga ekspor netto naik dan akhirnya meningkatkan permintaan agregat. Mekanisme transmisi alur efek nilai tukar dirumuskan sebagai berikut:
m r e x y dimana:
m = stok uang nominal (JUB) r = tingkat bunga riil
e = nilai tukar mata uang x = ekspor riil netto y = output riil agregat
(27)
Gambar 2.2
Ekspansi Moneter dalam Sistem Kurs Mengambang
kurs e
LM1* LM2*
Pendapatan, output Sumber: N.G.Mankiw, Makroekonomi Edisi 6, 2007
Dari gambar 2.2 bisa dilihat bahwa kenaikan jumlah uang beredar menggeser kurva LM* ke kanan, yang menurunkan kurs dan meningkatkan pendapatan. Perlu diingat bahwa dalam perekonomian tertutup kenaikan jumlah uang beredar meningkatkan pengeluaran karena menurunkan tingkat bunga dan mendorong investasi. Dalam perekonomian terbuka kecil, saluran transmisi moneter ini tidak tersedia karena tingkat bunga ditetapkan oleh tingkat bunga dunia. Dalam perekonomian terbuka tingkat bunga dan kurs menjadi variabel utama. Karena jumlah uang beredar akan menekan tingkat bunga domestik. Sementara modal mengalir keluar dari perekonomian karena investor menjadi pengembalian yang lebih tinggi di tempat lain. Aliran keluar modal ini melindungi tingkat bunga domestic agar tidak turun di bawah tingkat bunga dunia (r*). Namun kebijakan ini juga berdampak lain, karena berinvestasi di luar negeri mengharuskan dilakukannya konversi mata uang domestic mejadi mata uang asing, aliran keluar modal meningkatkan penawaran mata uang domestic di pasar valuta asing, sehingga kurs mengalami depresiasi. Penurunan
(28)
kurs membuat barang-barang domestic relatif murah terhadap barang-barang luar negeri dan meningkatkan ekspor netto.
Model Mundell-Fleming menunjukkan bahwa dampak dari sebagian besar kebijakan ekonomi terhadap perekonomian terbuka kecil tergantung pada apakah kurs yang dianut adalah kurs mengambang atau kurs tetap. Yang jelas, dampak yang dihasilkan pada kurs tetap berbeda dengan pada kurs mengambang. Model Mundell-Fleming menunjukkan bahwa kekuatan kebijakan fiscal dan moneter untuk mempengaruhi pendapatan agregat tergantung pada rezim kurs. Di bawah kurs mengambang, hanya kebijakan moneter yang bisa mempengaruhi pendapatan.
Tabel 2.1: Ringkasan Model Mundell-Fleming dalam Mempengaruhi Kebijakan
REZIM KURS
Mengambang Tetap
Berdampak Pada:
Kebijakan Y E NX Y e NX
Ekspansi Fiskal Tetap Naik Turun Naik Tetap Tetap Ekspansi Moneter Naik Turun Naik Tetap Tetap Tetap Hambatan Impor Tetap Naik Tetap Naik Tetap Naik Sumber: N.G.Mankiw, Makroekonomi Edisi 6, 2007
2.2.3.2. Nilai Tukar
Nilai tukar adalah harga salah satu mata uang terhadap mata uang asing. Ada beberapa sistem nilai tukar, yakni:
a. Nilai Tukar Tetap
Dalam sistem nilai tukar tetap bank sentral siap membeli dan menjual mata uang dalam harga dollar yang tetap. Cara mengintervensi kurs dalam sistem nilai tukar
(29)
ini dengan cara bank sentral harus memiliki cadangan atau persediaan berupa dollar dan emas yang selanjutnya dapat ditukar dengan dollar.
b. Nilai Tukar Fleksibel
Dalam sistem nilai tukar fleksibel ini bank sentral menyesuaikan nilai tukar agar permintaan dan penawaran valuta asing seimbang.
c. Nilai Tukar Mengambang Bebas dan Terkendali
Dalam sistem Nilai Tukar mengambang bebas, bank sentral sepenuhnya berdiam diri dan membiarkan nilai tukar dengan bebas ditentukan oleh pasar valuta asing. Karena bank sentral tidak mengintervensi pasar valuta asing, maka transaksi cadangan yakni nol. Namun dalam prakteknya, sistem nilai tukar fleksibel ini tidak sepenuhnya mengambang bebas. Melainkan mengambang terkendali. Di bawah nilai tukar terkendali, intervensi bank sentral dengan menjual atau membeli valuta asing merupakan upaya untuk mempengaruhi nilai tukar.
2.3. Penelitian Terdahulu
Teguh dan Maruto (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Dampak Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Perekonomian Indonesia Aplikasi Model Mundell-Fleming menyimpulkan bahwa dalam persamaan LM, PDB di pengaruhi secara positif dan signifikan oleh tingkat bunga, permintaan uang (jumlah uang beradar) dan PDB periode sebelumnya. Secara umum, koefisien dalam persamaan LM mempunyai besaran yang inelastis, sehingga sesuai dengan pandangan golongan Monetaris terhadap kurva LM Kebijakan moneter dalam bentuk pengaturan jumlah uang beredar (permintaan uang) terbukti lebih signifikan dalam meningkatkan PDB dari sisi permintaan, dimana terdapat hubungan positif dan signifikan pada tingkat
(30)
kepercayaan 1 persen antara variabel permintaan uang (M2) dan PDB dari sisi permintaan. Kebijakan fiskal melalui variabel pengeluaran pemerintah juga mempunyai dampak positif dan signifikan terhadap PDB, namun dengan tingkat kepercayaan yang lebih besar dari pada kebijakan moneter, yakni sebesar 10 persen. Sehingga temuan tersebut mendukung tesis model Mundell-Fleming, di mana kebijakan moneter memberikan pengaruh lebih besar dan efektif
dalam meningkatkan PDB, sementara kebijakan fiskal memberikan pengaruh yang lebih kecil dalam meningkatkan PDB dari pada kebijakan moneter. Kebijakan fiskal kurang berpengaruh terhadap peningkatan PDB, sebagai akibat dari adanya crowding out effect yang menegasikan seluruh dampak kebijakan fiskal.
Sementara itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh Bobby Rusda Zega (2009) yang berjudul Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia menyimpulkan bahwa pada alur Nilai Tukar terdapat pengaruh antara variabel dalam penelitian dalam mentransmisikan kebijakan moneter di Indonesia dimana perubahan jumlah uang direspon cukup tinggi oleh nilai tukar dan perubahan nilai tukar memberikan respon terhadap ekpor netto yang pada akhirnya memberikan respon terhadap output atau pendapatan nasional. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia selama periode penelitian (2000:1 – 2008:4). Dalam Jangka pendek kebijakan moneter ditransmisikan melalui jalur Nilai Tukar langsung member respon terhadap perubahan jumlah uang (sesuai dengan model Mundell-Fleming).
Selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan oleh M. Natsir periode 1990:2-2007:1 yang bertujuan untuk menganalisis Empiris Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Melalui Jalur Nilai Tukar dapat disimpulkan bahwa Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur nilai tukar membutuhkan time lag atau kecepatan sekitar 16 triwulan hingga terwujudnya sasaran akhir kebijakan
(31)
moneter (inflasi). Respons variabel-variabel pada jalur nilai tukar terhadap perubahan instrumen moneter (Suku Bunga SBI) relative lemah dan variabel utama jalur ini yaitu nilai tukar/kurs hanya mampu menjelaskan variasi inflasi sebesar 19,70% lebih kecil dibandingkan dengan porsi yang dapat dijelaskan oleh Paritas Suku Bunga (PSB) yakni sebesar 43,27%. Hasil ini menunjukkan Granger causality dan predictive power yang lemah antara Kurs dan Inflasi.
2.4. Kerangka Konseptual
Ketika menjalankan kebijakan moneter, para pembuat kebijakan sering mengamati apa yang terjadi di mancanegara. Meskipun kebijakan domestic tujuan satu-satunya, namun mereka perlu mempertimbangkan perkembangan di mancanegara (Mankiw, 2007). Kebijakan yang sering dipakai oleh pengambil kebijakan adalah Kebijakan Moneter. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ini dapat berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan bisnis melalui jalur Tingkat Bunga, jalur Kredit dan jalur Nilai Tukar (Jonni Manurung & Adler Haymans Manurung, 2009). Namun Mankiw (1998) mengatakan jalur Nilai Tukar merupakan jalur yang paling cocok diterapkan di Negara-negara kecil yang biasanya mengekspor dan mengimpor GDP dalam bagian yang lebih besar.
Adapun kerangka pemikiran dari penelitian yang dilakukan sebagai batasan ruang lingkup masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
(32)
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Sumber: www.bi.co.id
2.5. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian tinjauan pustaka di atas maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:
1. Jumlah Uang Beredar dan Ekspor Netto berpengaruh positif terhadap Output Riil Agregat.
2. Sementara Tingkat Bunga Deposito dan Kurs berpengaruh negatif terhadap Output Riil Agregat.
JUB TINGKAT
BUNGA
EKSPOR NETTO
PDB NILAI
(33)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini untuk menganalisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dengan jalur Nilai Tukar (Mundell-Fleming) yang dilakukan oleh Bank Indonesia selama periode 2000:1–2012:4. Peneliti mengambil periode ini karena mulai tahun 2000 perekonomian Indonesia mulai membaik pasca krisis moneter tahun 1998. Peneliti menganalisis Kebijakan ini hanya dari sisi Kebijakan Moneter yang artinya tidak memasukkan variabel-variabel dari sisi fiskal. Sementara variabel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Jumlah Uang Beredar, Tingkat Bunga, Nilai Tukar, Ekspor Netto, dan PDB.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data sekunder dengan jenis data runtun waktu (Times Series) yang diperoleh dari publikasi resmi oleh Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS).
3.3. Uji Asumsi
3.3.1. Uji Stasioneritas Data (Unit Root Test)
Sebagaimana telah diketahui bahwa data Time Series merupakan data yang diambil dari suatu atau beberapa variabel dalam waktu yang berbeda-beda. Misalnya dengan rentang waktu harian, mingguan, bulanan, tahunan dan sebagainya. Sehingga
(34)
data time series seringkali tidak stasioner sehingga menyebabkan hasil regresi yang meragukan (regresi lancung). Regresi lancung adalah situasi dimana hasil regresi menunjukkan koefisien regresi yang signifikan secara statistik dan nilai koefisien determinasi yang tinggi namun hubungan antar variabel di dalam model tidak saling berhubungan. Agar regresi yang dihasilkan tidak meragukan kita perlu merubah data tidak stasioner menjadi data stasioner. Dalam uji stasioneritas ini digunakan Uji Akar Unit (Unit Root Test) atau sering disebut dengan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF test) dari setiap variabel dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Uji ini diperkenalkan oleh David Dickey dan Wayne Fuller. Uji ini bertujuan utnuk mengetahui apakah nilai ekspektasi rata-rata stochastic term error sama dengan nol dan varians konstan. Jika nilai ekspektasi rata-rata stochastic term error sama dengan nol dan varians konstan maka setiap data runtun waktu dari variabel adalah stasioner (Jonni Manurung & Adler Haymans Manurung, 2009). Uji ini dilakukan ketika error term ( ) saling berkorelasi.
Untuk mempermudah pemahaman dari pengujian akar unit, maka langkah pertama adalah dengan formulasi berikut:
Y = Yt-1 + µt ; -1 1………..(3.1)
Di mana µt adalah white noise error term
Jika nilai = 1, dalam kasus uji akar unit, persamaan di atas menjadi model random walk yang artinya data tidak stasioner. Selanjutnya dalam pengujian akar unit, dilakukan manipulasi yaitu dengan mengurangkan masing-masing sisi (kiri dan kanan) dari persamaan di atas dengan Yt-1, sehingga memperoleh persamaan:
Yt – Yt-1 = Yt-1 – Yt-1 + µt……….…(3.2)
Yt – Yt-1 = ( – 1) Yt-1 + µt ……….(3.3)
(35)
Yt = Yt-1 + µt………...(3.4)
Di mana = ( -1) dan tanda ‘ ’ menunjukkan symbol pembedaan pertama. Selanjutnya dilakukan dengan pengujian hipotesis:
H0 : = 0 (terdapat unit root, artinya data time series tidak stasioner)
H1 : 1 (tidak terdapat unit root, artinya data time series stasioner)
Jika tidak menolak hipotesis nol, berarti = 0, maka nilai = 1. Artinya data yang dianalisis memiliki unit root. Hal ini dapat disimpulkan bahwa data runtun waktu Yt
adalah tidak stasioner.
Untuk mengubah data menjadi stasioner maka dapat dilakukan dengan metode difference (pembedaan). Untuk memahami metode ini, pertama harus menggunakan model random walk yang tidak stasioner:
Yt = Yt-1 + µt………...(3.5)
Yt – Yt-1 = µt………(3.6)
Yt = µt………...(3.7)
Sehingga nilai rata-rata dari pembedaan pertama Yt bernilai nol atau E( Yt) = 0 dan
Var( Yt) = 2, maka model tersebut menjadi stasioner.
3.3.2 Uji Kointegrasi
Setelah mengetahui bahwa data Times Series tidak stasioner, maka langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi apakah data tersebut terkointegrasi. Uji kointegrasi dilakukan untuk menguji integrasi keseimbangan jangka panjang hubungan antar variabel meskipun secara individual tidak stasioner namun kombinasi linier dari variabel tersebut dapat menjadi stasioner. Dalam melakukan uji kointegrasi harus diyakini terlebih dahulu bahwa variabel-variabel terkait dalam pendekatan ini
(36)
memiliki derajat integrasi yang sama atau tidak (Insukindro, dalam Hariyatmoko, 2010). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam jangka panjang terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependennya.
3.3.3 Uji Kausalitas Granger
Uji pada dasarnya dapat mengindikasikan apakah suatu variabel mempunyai hubungan dua arah atau hanya satu arah saja. Tetapi pada uji Granger ini yang telihat adalah pengaruh masa lalu terhadap konsisi sekarang. Secara matematis, untuk melihat apakah X menyebabkan Y atau tidak, dapat dilakukan beberapa tahapan:
1. H0 : X tidak menyebabkan Y
Dalam regresi tentunya hal ini berarti bahwa semua koefisien regresi bernilai 0, sehingga hipotesis dapat juga dituliskan dengan:
H0 : 1 = 2 = … = n = 0
2. Membuat regresi penuh untuk mendapatkan Sum Square of Error (SSE) Yt = i Yt-I + i Xt-I + t………(3.8)
3. Membuat regresi terbatas untuk mendapatkan Sum Square of Error (SSE) Yt = i Yt-I + t………..(3.9)
4. Melakukan Uji F berdasarkan SSE yang didapat, dengan formula:
F = ………..…(3.10)
Dimana:
N = banyaknya pengamatan
k = banyaknya parameter model penuh q = banyaknya parameter model terbatas
(37)
5. Bila nilai Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak, berarti X memengaruhi Y. Cara
yang sama juga dapat dilakukan untuk melihat apakah Y mempunyai pengaruh terhadap X.
Apabila diperhatikan pada model di atas, maka terlihat bahwa variabel dependen (Y) dipengaruhi oleh variabel Y itu sendiri pada tahun-tahun sebelumnya dan juga variabel X pada tahun-tahun sebelumnya. Apabila pada uji F telah memberikan hasil yang signifikan terhadap lag pertama, maka dapat diuji kembali dengan lag 2. Proses ini dapat diteruskan hingga uji F mendapatkan hasil yang tidak signifikan (Wahyu dan Paidi, 2007).
3.4 Model Analisis
3.4.1.Vector Autoregression (VAR)
Penelitian ini akan menggunakan sistem Vector Autoregression (VAR) untuk menganalisis data. Siregar dan Irawan (Shochrul, 2011) menjelaskan bahwa VAR merupakan suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap variabel sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari variabel itu sendiri, serta nilai lag dari variabel lain yang ada dalam persamaan. Sims (Nachrowi dan Hardius, 2006) berpendapat bahwa jika memang terdapat hubungan yang simultan antara variabel yang diamati, variabel-variabel tersebut perlu diperlakukan dengan sama. Sehingga tidak ada lagi variabel endogen dan eksogen.
Adapun sistem persamaan VAR dalam penelitian ini dapat disusun sebagai berikut:
M1t= m [M1t-p, RIN t-p, EXR t-p, NEX t-p, PDB]
RINt= r [M1t-p, RIN t-p, EXR t-p, NEX t-p, PDB t-p]
(38)
NEXt= x [M1t-p, RINt-p, EXR t-p, NEX t-p, PDB t-p]
PDBt= y [M1 t-p, RIN t-p, EXR t-p, NEX t-p, PDB t-p]
Dimana:
M1t = Stok Uang Nominal
RINt = Tingkat Bunga
EXRt= Nilai Tukar
NEXt= Nilai Ekspor
PDBt= Output Agregat
P = Panjang Lag
3.4.2. Impulse Response Function (IRF)
Analisis IRF bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel transmit terkointegrasi pada periode jangka panjang atau jangka pendek. IRF merupakan ukuran arah pergerakan setiap variebl transmit akibat perubahan variabel transmit lainnya (Jonni Manurung & Adler Haymans Manurung, 2009).
3.4.3. Variance Decomposition
Variance Decomposition memberikan informasi mengenai variabel inovasi yang relative lebih penting dalam VAR. Pada dasarnya uji ini merupakan metode lain untuk menggambarkan sistem dinamis yang terdapat dalam VAR. uji ini digunakan untuk menyusun perkiraan error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara variance sebelum dan sesudah shock, baik shock yang berasal dari variabel itu sendiri maupun dari variabel lain.
(39)
3.5 Defenisi Operasional
Untuk memudahkan dan memahami variabel dalam penelitian ini maka perlu diberikan batasan operasional, yaitu:
1. Stok Uang Nominal (M1) adalah jumlah uang beredar dalam masyarakat 2. Tingkat Bunga (RIN) adalah suku bunga simpanan berjangka rupiah oleh
bank umum dengan tenor satu bulan
3. Nilai Tukar Rupiah (EXR) adalah nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing yaitu Amerika Serikat
4. Ekspor Netto (NEX) adalah ekspor dikurangi dengan impor
5. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah pendapatan domestic bruto menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000.
(40)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Perkembangan Variabel Penelitian di Indonesia 4.1.1. Produk Domestik Bruto
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan produksi yang dihasilkan oleh faktor produksi perekonomian disuatu Negara. Di Indonesia, PDB disajikan menjadi atas dua konsep, yakni PDB Atas Harga Konstan dan PDB Atas Harga Berlaku. Penghitungan pertumbuhan ekonomi menggunakan konsep harga konstan dengan tahun dasar tertentu untuk mengeliminasi factor kenaikan harga. Pada saat ini Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan tahun dasar 2000.
Pada tahun 2012, pertumbuhan PDB Permintaan Indonesia turun dari tahun sebelumnya, yakni dari 6,5% menjadi 6,2%. Factor produksi yang masih mendominasi adalah Investasi yakni sebesar 9,8%, naik dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 8,8%. Sementara itu, faktor yang menurunkan PDB Indonesia tahun 2012 adalah ekspor. Pada tahun 2011 Indonesia mengekspor sebesar 13,6%, sangat jauh turun bila dibandingkan tahun 2012 yang hanya sebesar 2%. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian kondisi perekonomian global yang melanda kawasan Eropa dan Amerika. Sehingga ekspor Indonesia mengalami penurunan. Di sisi lain, PDB Indonesia pada tahun 2012 atas dasar harga konstan (tahun 2000) mencapai Rp2.618,1 triliun. Secara triwulanan, PDB Indonesia triwulan IV-2012 dibandingkan dengan triwulan III-2012 (q-to-q) turun sebesar 1,45%, tapi bila dibandingkan dengan triwulan IV-2011 tumbuh sebesar 6,11%. Penurunan tersebut mengikuti pola triwulanan yaitu mengalami kontraksi pada triwulan IV setelah terjadi kenaikan pada
(41)
triwulan III. Kontraksi ini disebabkan sector pertanian mengalami penurunan cukup signifikan sebesar 23,06% karena siklus musiman.
Sisi eksternal perekonomian Indonesia pada tahun 2012 mengalami tekanan yang cukup berat bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tekanan tersebut bersumber dari menurunnya perekonomian global di tengah masih kuatnya permintaan domestik. Namun pada tahun 2013 pertumbuhan PDB Indonesia diprakirakan akan meningkat mencapai 6,3%-6,8%. Hal ini sejalan dengan peningkatan kinerja perekonomian dunia dan harga komoditas internasional. Permintaan domestik diprakirakan tetap akan menjadi pilar utama dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Salah satu yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat dalam jangka pendek adalah persiapan Pemilu tahun 2014. Dari sisi eksternal, membaiknya perekonomian global akan meningkatkan permintaan produk ekspor Indonesia. Sehingga kontribusi ekspor dalam pertumbuhan ekonomi domestik diprakirakan akan meningkat.
Tabel 4.1 Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Indonesia Periode 2000:01-2012:04
(42)
Periode
PDB (Miliar
Rupiah) Periode
PDB (Miliar Rupiah)
2000:01 342.852,40 2006:03 474.903,50 2000:02 340.865,20 2006:04 466.101,10 2000:03 355.289,50 2007:01 475.641,70 2000:04 350.762,80 2007:02 488.421,10 2001:01 356.114,90 2007:03 506.933,00 2001:02 360.533,00 2007:04 493.331,50 2001:03 367.517,40 2008:01 505.218,80 2001:04 356.240,40 2008:02 519.204,60 2002:01 368.650,37 2008:03 538.641,00 2002:02 375.720,87 2008:04 519.391,70 2002:03 387.919,59 2009:01 528.454,40 2002:04 372.925,53 2009:02 540.784,10 2003:01 386.743,90 2009:03 561.138,00 2003:02 394.620,50 2009:04 547.365,20 2003:03 405.607,60 2010:01 557.971,20 2003:04 390.199,30 2010:02 573.911,70 2004:01 402.597,30 2010:03 593.704,40 2004:02 411.935,50 2010:04 585.102,50 2004:03 423.852,30 2011:01 595.785,00 2004:04 418.131,70 2011:02 612.200,00 2005:01 426.612,10 2011:03 632.828,00 2005:02 436.121,30 2011:04 623.864,00 2005:03 448.597,70 2012:01 633.243,00 2005:04 439.484,10 2012:02 651.107,00 2006:01 448.485,30 2012:03 671.781,00 2006:02 457.636,80 2012:04 662.008,00 Sumber: www.bps.go.id
4.1.2. Ekspor Netto
Nilai ekspor barang secara keseluruhan pada tahun 2012 tercatat sebesar 188,1 miliar dollar AS atau turun sebesar 6,3% dari tahun sebelumnya yang bisa membukukan hasil ekspor sebesar 200,7 milliar dollar AS. Terutama karena turunnya ekspor produk manufaktur dan produk pertambangan akibat melemahnya permintaan global. Di sisi lain, impor Indonesia pada tahun 2012 tumbuh meskipun ada perlambatan akibat permintaan domestik untuk konsumsi dan investasi jika
(43)
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2012, nilai impor Indonesia secara keseluruhan mencapai 190,2 miliar dollar AS atau tumbuh sebesar 8% dari tahun sebelumnya yang hanya bisa membukukan hasil impor sebesar 176,2 miliar dollar AS. Sehingga Indonesia mencatat ekspor netto pada tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 1,6 miliar dollar AS.
Penurunan ekspor ini terjadi mulai tahun 2011 hingga pertengahan 2012. Pada bulan Juni 2012 terjadi penurunan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan Mei 2012 sebesar 8,7%. Beberapa komoditas utama manufaktur merupakan faktor yang berkontribusi besar terhadap penurunan ekspor ini.
Tabel 4.2 Perkembangan Ekspor Netto di Indonesia Periode 2000:01-2012:04
Periode
Ekspor Netto
(Miliar Rupiah) Periode
Ekspor Netto (Miliar Rupiah)
(44)
2000:02 69.179,56 2006:04 10.799,64
2000:03 63.308,80 2007:01 91.535,08
2000:04 53.217,88 2007:02 91.311,80
2001:01 57.698,60 2007:03 84.557,84
2001:02 67.210,87 2007:04 96.995,36
2001:03 68.747,34 2008:01 36.909,20
2001:04 65.206,38 2008:02 11.423,78
2002:01 61.534,64 2008:03 7.285,44
2002:02 63.439,64 2008:04 20.338,60
2002:03 60.365,51 2009:01 45.795,10
2002:04 50.059,72 2009:02 49.634,92
2003:01 60.412,23 2009:03 31.275,03
2003:02 63.103,62 2009:04 74.108,08
2003:03 61.824,24 2010:01 51.693,67
2003:04 57.449,94 2010:02 36.442,57
2004:01 41.435,52 2010:03 35.382,46
2004:02 56.633,66 2010:04 77.101,97
2004:03 64.833,04 2011:01 58.430,98
2004:04 65.725,22 2011:02 72.345,53
2005:01 59.019,51 2011:03 61.818,37
2005:02 57.572,48 2011:04 34.906,60
2005:03 67.093,86 2012:01 25.112,51
2005:04 89.867,98 2012:02 -20.946,89
2006:01 83.690,89 2012:03 4.924,26
2006:02 82.984,72 2012:04 -25.859,14
Sumber: www.bps.go.id
4.1.3. Jumlah Uang Beredar (M1)
Mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup baik yakni pada tahun 2012 sebesar 6,2%, yang bersumber dari daya beli masyarakat yang cukup tinggi, maka permintaan uang juga mengalami apresiasi. Perkembangan Jumlah Uang Beredar dalam masyarakat dari tahun 2000:1 hingga 2012:4 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.3 Perkembangan Jumlah Ung Beredar (M1) di Indonesia Periode 2000:01-2012:04
(45)
Rupiah) Rupiah)
2000:01 88.923 2006:03 257.843
2000:02 94.678 2006:04 297.080
2000:03 97.145 2007:01 272.239
2000:04 125.286 2007:02 289.727
2001:01 103.298 2007:03 310.265
2001:02 110.643 2007:04 379.582
2001:03 115.212 2008:01 325.044
2001:04 127.823 2008:02 349.649
2002:01 117.053 2008:03 392.136
2002:02 119.913 2008:04 344.688
2002:03 123.897 2009:01 440.213
2002:04 138.294 2009:02 464.171
2003:01 125.223 2009:03 483.191
2003:02 132.432 2009:04 498.807
2003:03 136.471 2010:01 493.690
2003:04 166.474 2010:02 518.042
2004:01 142.817 2010:03 548.394
2004:02 155.466 2010:04 577.432
2004:03 175.351 2011:01 590.220
2004:04 199.446 2011:02 610.877
2005:01 184.878 2011:03 652.863
2005:02 198.427 2011:04 685.193
2005:03 224.414 2012:01 697.945
2005:04 239.781 2012:02 749.930
2006:01 233.878 2012:03 779.913
2006:02 247.742 2012:04 806.036
Sumber: www.bi.go.id
Dari tabel di atas, jelas terlihat bahwa Jumlah Uang Beredar dari tahun 2000:1 hingga 2012:4 bisa dilihat peredaran uang di Indonesia relatif selalu meningkat. Meskipun ada fluktuasi. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan ekonomi Indonesia juga relatif meningkat meskipun ada fluktuasi.
4.1.4. Nilai Tukar Rupiah
Sepanjang tahun 2012, nilai tukar rupiah terus mengalami depresiasi yang cukup signifikan, yakni dari Rp 8.768 per dolar AS pada tahun 2011 menjadi Rp
(46)
9.358 per dolar AS. Depresiasi ini dikarenakan dinamika ekonomi yang terjadi di kawasan Eropa yang belum kunjung pulih. Sehingga berpengaruh terhadap kinerja perekonomian domestik. Sementara dari sisi internal sendiri, yang menyebabkan penurunan nilai tukar rupiah ini adalah meningkatnya ekspektasi inflasi terkait rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada triwulan I 2012.
Untuk lebih jelasnya pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.4 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS Periode 2000:01-2012:04
Periode
Nilai Tukar
(Rp) Periode
Nilai Tukar (Rp)
2000:01 7.459,91 2006:03 9.143,33 2000:02 8.625,65 2006:04 9.086,80 2000:03 8.590,14 2007:01 9.163,95 2000:04 9.444,47 2007:02 8.983,65 2001:01 10.204,70 2007:03 9.309,90 2001:02 11.294,30 2007:04 9.333,60 2001:03 9.284,90 2008:01 9.184,94 2001:04 10.269,42 2008:02 9.295,71
(47)
2002:01 9.914,26 2008:03 9.342,43 2002:02 8.688,65 2008:04 11.324,84 2002:03 8.954,43 2009:01 11.636,67 2002:04 8.906,81 2009:02 10.426,00 2003:01 8.930,25 2009:03 9.887,00 2003:02 8.229,05 2009:04 9.475,00 2003:03 8.462,33 2010:01 9.271,67 2003:04 8.487,90 2010:02 9.091,67 2004:01 8.568,82 2010:03 8.972,33 2004:02 9.382,38 2010:04 8.977,33 2004:03 9.180,30 2011:01 8.863,00 2004:04 9.223,17 2011:02 8.569,33 2005:01 9.370,52 2011:03 8.636,33 2005:02 9.616,45 2011:04 9.024,33 2005:03 10.232,57 2012:01 9.066,00 2005:04 9.857,32 2012:02 9.277,00 2006:01 9.171,57 2012:03 9.491,00 2006:02 9.362,73 2012:04 9.613,00
Sumber: www.bi.go.id
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berfluktuasi. Bisa dilihat pada akhir tahun 2008 hingga awal 2009 nilai tukar rupiah mencapai Rp 11.324 hingga Rp 11.636 per dollar AS. Hal ini disebabkan oleh krisis yang melanda Amerika dan Kawasan Eropa pada tahun 2008.
4.1.5. Tingkat Bunga
Tingkat suku bunga deposito bank di Indonesia selama periode penelitian cukup berfluktuasi. Meskipun suku bunga deposito per tahun relative stabil. Untuk lebih jelasnya bagaimana perkembangan suku bunga deposito tenor satu bulan di Indonesia dapat dilihat di bawah ini:
Tabel 4.5 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS Periode 2000:01-2012:04
Periode
Suku
Bunga (%) Periode
Suku Bunga (%)
(48)
2000:01 10,80 2006:03 10,47
2000:02 10,37 2006:04 8,96
2000:03 11,42 2007:01 8,13
2000:04 11,96 2007:02 7,46
2001:01 13,82 2007:03 7,13
2001:02 14,01 2007:04 7,19
2001:03 15,49 2008:01 6,88
2001:04 16,07 2008:02 7,19
2002:01 15,64 2008:03 9,26
2002:02 14,76 2008:04 10,75
2002:03 13,50 2009:01 9,42
2002:04 12,81 2009:02 8,52
2003:01 11,90 2009:03 7,43
2003:02 10,31 2009:04 6,87
2003:03 7,67 2010:01 6,77
2003:04 6,62 2010:02 6,79
2004:01 5,86 2010:03 6,23
2004:02 6,23 2010:04 6,87
2004:03 6,31 2011:01 6,83
2004:04 6,43 2011:02 6,82
2005:01 6,50 2011:03 6,83
2005:02 6,98 2011:04 6,35
2005:03 9,16 2012:01 5,96
2005:04 11,98 2012:02 5,39
2006:01 11,61 2012:03 5,40
2006:02 11,34 2012:04 5,50
Sumber: www.bi.go.id
4.2 Hasil Uji Asumsi
4.2.1. Uji Stasioneritas Data (Unit Root Test)
Uji stasioneritas data dapat dilakukan dengan menggunakan Unit Root Test yang dikembangkan oleh David Dickey dan Wayne Fuller yang dinamakan Augmented Dickey Fuller (ADF). Data yang tidak stasioner bisa menyebabkan regresi lancung sehingga perlu dilakukan uji stasioneritas data. Langkah pertama yang dilakukan adalah menguji variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
(49)
Stok Uang Nominal (M1), Tingkat Bunga (RIN), Nilai Tukar Rupiah (EXR), Ekspor Netto (NEX), dan Produk Domestik Bruto (PDB).
Hasil pengujian dari variabel-variabel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Dickey dan Fuller dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Stasioneritas Data dengan Unit Root Test
pada Tahap Level
Variabel Nilai ADF
Nilai Kritis Mc Kinnon pada Taraf
Signifikansi 5%
Prob Keterangan M1 4,949650 -2,922449 1,0000 Stasioner RIN -2,133628 -2,921175 0,2328 Tidak Stasioner EXR -3,875294 -2,919952 0,0027 Stasioner NEX -1,656031 -2,919952 0,4471 Tidak Stasioner PDB 2,799348 -2,925169 1,0000 Tidak Stasioner Sumber: Data diolah dengan Eviews
Berdasarkan tabel 4.5 di atas, jelas dilihat bahwa variabel-variabel yang stasioner pada tahap level hanya M1 dan EXR. Maka langkah selanjutnya untuk menstasionerkan data yang lain adalah dengan mengganti tahap level menjadi 1 st difference.
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Stasioneritas Data dengan Unit Root Test
pada Tahap 1 st difference
Variabel Nilai ADF
Nilai Kritis Mc Kinnon pada Taraf
Signifikansi 5%
Prob Stasioner pada Tahap RIN -3,777805 -2,921175 0,0056 Stasioner NEX -8,032683 -2,921175 0,0000 Stasioner PDB -1,329673 -2,925169 0,6081 Tidak Stasioner Sumber: Data diolah dengan Eviews
Berdasarkan tabel 4.6 di atas, jelas dilihat bahwa variabel-variabel yang stasioner pada tahap 1 st difference adalah RIN dan NEX. Sementara PDB tidak
(50)
stasioner. Untuk itu, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah menstasionerkan variabel PDB dengan cara mengganti tahap 1st difference menjadi 2nd difference.
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Stasioneritas Data dengan Unit Root Test
pada Tahap 2nd difference
Variabel Nilai ADF
Nilai Kritis Mc Kinnon pada Taraf
Signifikansi 5%
Prob Stasioner pada Tahap PDB -42,81040 -2,925169 0,0001 Stasioner Sumber: Data diolah dengan Eviews
Berdasarkan Tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa variabel PDB sudah stasioner sebagaimana ditunjukkan oleh nilai ADF statistiknya lebih kecil dari nilai kritis Mc Kinnon pada taraf kepercayaan 95%.
4.2.2. Uji Kointegrasi
Setelah dilakukan uji Unit Root Test pada variabel-variabel penelitian, dapat disimpulkan bahwa semua variabel stasioner pada tahap yang berbeda-beda. Namun bukan berarti semua variabel tidak saling terkointegrasi. Untuk itu harus dilakukan uji kointegrasi yang bertujuan untuk mengetahui berapa variabel yang saling terkointegrasi. Artinya uji kointegrasi ini dilakukan untuk melihat hubungan jangka panjang di antara variabel-variabel penelitian. Uji kointegrasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji Johansen.
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Kointegrasi Johansen
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)
Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None * 0.436760 73.07199 69.81889 0.0269
At most 1 0.340529 44.36950 47.85613 0.1024
(51)
At most 3 0.126942 7.064267 15.49471 0.5702
At most 4 0.005517 0.276623 3.841466 0.5989
Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: Data Diolah dengan Eviews
Berdasarkan hasil uji di atas diketahui bahwa ada 1 persamaan kointegrasi pada 5% yang berarti asumsi adanya hubungan jangka panjang antar variabel. Berdasarkan hasil uji kointegrasi diketahui bahwa ternyata ada persamaan yang memiliki kointegrasi dalam jangka panjang sehingga hasil kausalitas yang menyatakan hubungan jangka menengah dan jangka panjang. Jadi semua variabel dinyatakan memiliki kontribusi dalam jangka panjang sehingga analisa Vector Autoregression dapat digunakan untuk pengujian selanjutnya.
4.2.3. Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas ini bertujuan untuk melihat pola hubungan antara variabel Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dengan pemodelan Mundell-Fleming. Adapun hasil dari uji Kausalitas Granger yang telah dilakukan adalah:
Tabel 4.10 Uji Kausalitas Granger
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability Ket.
RIN does not Granger Cause M1 50 0.21533 0.80710 Hubungan Satu Arah
M1 does not Granger Cause RIN 2.84004 0.06894 M1 RIN
EXR does not Granger Cause M1 50 1.38662 0.26039 Tidak Ada Hubungan
M1 does not Granger Cause EXR 0.13947 0.87020
EXN does not Granger Cause M1 50 0.35505 0.70309 Hubungan Satu Arah
M1 does not Granger Cause EXN 2.61931 0.08393 M1 EXN
PDB does not Granger Cause M1 50 5.15779 0.00962 Hubungan Satu Arah
(52)
EXR does not Granger Cause RIN 50 0.69746 0.50315 Hubungan Satu Arah
RIN does not Granger Cause EXR 7.47734 0.00157 RIN EXR
EXN does not Granger Cause RIN 50 0.87179 0.42514 Tidak Ada Hubungan
RIN does not Granger Cause EXN 1.14367 0.32773
PDB does not Granger Cause RIN 50 4.48960 0.01668 Hubungan Satu Arah
RIN does not Granger Cause PDB 0.71450 0.49491 PDB RIN
EXN does not Granger Cause EXR 50 2.33291 0.10864 Hubungan Satu Arah
EXR does not Granger Cause EXN 1.33759 0.27271 EXN EXR
PDB does not Granger Cause EXR 50 0.04117 0.95970 Tidak Ada Hubungan
EXR does not Granger Cause PDB 0.08399 0.91958
PDB does not Granger Cause EXN 50 3.51369 0.03820 Hubungan Satu Arah
EXN does not Granger Cause PDB 1.76963 0.18205 PDB EXN
Sumber: Data Diolah dengan Eviews
Dari Tabel 4.9 di atas dapat dilihat hasil uji Kausalitas Granger antara variabel. Dimana Ftabel = 1,97. Sehingga dapat dilihat bahwa ada hubungan satu arah antara
RIN dengan M1. Yakni jumlah uang yang beredar dalam masyarakat mempengaruhi tingkat bunga. Namun tidak ada hubungan antara EXR dengan jumlah uang beredar. Sebaliknya antara EXN dengan M1 ada hubungan satu arah, yakni jumlah uang beredar mempengaruhi ekspor netto. Begitu juga halnya antara PDB dengan M1 yang memiliki hubungan satu arah, yakni PDB mempengaruhi M1. Untuk EXR dengan RIN, terdapat hubungan satu arah. Yakni tingkat bunga mempengaruhi nilai tukar. Namun sebaliknya, antara EXN dengan RIN serta PDB dengan EXR masing-masing tidak terdapat hubungan. Terdapat hubungan satu arah antara PDB dengan RIN, yakni RIN mempengaruhi PDB. Selanjutnya, antara EXN dengan EXR terdapat hubungan satu arah, yakni EXR mempengaruhi EXN. Serta hubungan antara EXN dengan PDB terdapat hubungan satu arah, yakni PDB mempengaruhi EXN.
(53)
4.3.1. Estimasi Model Vector Autoregression (VAR)
Setelah dilakukan uji kausalitas granger, maka langkah selanjutnya adalah menggunakan model VAR yang didukung dengan penggunaan stabilitas lag. Asumsinya adalah lag ditentukan oleh stabilitas lag structur dengan menggunakan Roots of AR Characteristic Polynomial. Dimana pengujian dilakukan dengan lag 1, lag 2, lag 3 dan seterusnya. Namun jika pada lag 1 sudah stabil, maka pengujian lag selanjutnya tidak dilanjutkan. Hasil pengujian lag dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.11 Roots of Characteristic Polynomial
Roots of Characteristic Polynomial
Endogenous variables: LOG(M1) LOG(RIN) LOG(EXR) LOG(EXN) LOG(PDB)
Root Modulus
0.998416 0.998416
0.709637 - 0.137862i 0.722904
0.709637 + 0.137862i 0.722904
0.658570 0.658570
-0.264094 0.264094
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
(54)
Sumber: Data Diolah dengan Eviews
Gambar 4.1 Stabilitas Struktur Model
Dari tabel 4.9 jelas dilihat bahwa hasil pengujian stabilitas sistem VAR dengan lag 1 menunjukkan seluruh nilai modulusnya kurang dari satu. Oleh karena itu, sistem VAR dengan menggunakan lag 1 merupakan kondisi yang paling stabil. Di sisi lain, pada gambar 4.1 menunjukkan bahwa model yang terbentuk dengan menggunakan Roots of Characteristic Polynomial telah diperoleh hasil yang stabil. Hal ini bisa dilihat bahwa semua unit roots berada dalam lingkaran gambar Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial. Hasil estimasi VAR dengan menggunakan lag 1 dapat dilihat pada tabel 4.10.
Tabel 4.12 Hasil Estimasi VAR Mundell-Fleming
Vector Autoregression Estimates Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
LOG(M1) LOG(RIN) LOG(EXR) LOG(EXN) LOG(PDB)
LOG(M1(-1)) 0.057243 0.059020 0.020465 -1.076185 0.111904
(0.09268) (0.17884) (0.09146) (0.62431) (0.03807)
[ 0.61760] [ 0.33002] [ 0.22376] [-1.72379] [ 2.93953]
LOG(RIN(-1)) -0.019114 0.841464 0.000548 0.187637 -0.015715
(55)
[-0.52073] [ 11.8808] [ 0.01514] [ 0.75890] [-1.04236]
LOG(EXR(-1)) 0.400728 0.319080 0.550500 0.857389 0.008682
(0.11226) (0.21662) (0.11078) (0.75620) (0.04611)
[ 3.56951] [ 1.47303] [ 4.96940] [ 1.13382] [ 0.18828]
LOG(EXN(-1)) 0.047963 -0.072335 -0.056426 0.750150 0.001757
(0.01713) (0.03305) (0.01690) (0.11537) (0.00703)
[ 2.80042] [-2.18888] [-3.33877] [ 6.50240] [ 0.24974]
LOG(PDB(-1)) 3.151147 -0.453696 -0.124154 3.440384 0.612809
(0.31493) (0.60766) (0.31076) (2.12131) (0.12935)
[ 10.0060] [-0.74663] [-0.39952] [ 1.62182] [ 4.73759]
C -34.47321 4.888353 7.258818 -31.84845 3.570906
(3.58615) (6.91954) (3.53868) (24.1559) (1.47295)
[-9.61286] [ 0.70646] [ 2.05128] [-1.31845] [ 2.42433]
R-squared 0.993310 0.898013 0.547070 0.550166 0.987428
Adj. R-squared 0.992513 0.885871 0.493149 0.496614 0.985932
Sum sq. resids 0.122282 0.455260 0.119066 5.548210 0.020629
S.E. equation 0.053958 0.104113 0.053244 0.363456 0.022162
F-statistic 1247.133 73.96324 10.14590 10.27355 659.7756
Log likelihood 75.23393 43.68505 75.87359 -16.32363 117.9451
Akaike AIC -2.884747 -1.570210 -2.911399 0.930151 -4.664380
Schwarz SC -2.650847 -1.336310 -2.677499 1.164051 -4.430480
Mean dependent 12.41881 2.176004 9.139238 31.63065 13.03877
S.D. dependent 0.623602 0.308182 0.074788 0.512273 0.186851
Determinant resid covariance (dof adj.) 4.38E-12 Determinant resid covariance 2.25E-12
Log likelihood 303.1826
Akaike information criterion -11.38261
Schwarz criterion -10.21311
Sumber: Data diolah dengan Eviews
Hubungan LOG(M1) dan LOG[M1(-M1)], LOG(RIN) dan LOG[RIN(-RIN)], LOG(EXR) dan LOG[EXR(-EXR)], LOG(EXN) dan LOG[EXN(-EXN)], LOG(PDB) dan LOG[PDB(-PDB)] telah memenuhi kondisi stabilitas karena analisis lag structure menghasilkan no root lies outside the unit circle pada periode lag [t-1]. Nilai statistic AIC dan statistic SC juga relative kecil sehingga penggunaan time lag memenuhi
(56)
prinsip parsimoni dari semua variabel. Hasil penaksiran model VAR ini digunakan untuk menghasilkan IRF pada masing-masing variabel.
4.3.2. Analisis Impulse Response Function (IRF)
Analisis Impulse Response Function (IRF) ini merupakan analisis yang bertujuan untuk melihat pengaruh antara variabel satu terhadap variabel itu sendiri serta terhadap variabel lainnya. Untuk lebih jelasnya hasil Impulse Response Function (IRF) dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut ini:
(57)
Gambar 4.2 Hasil Penaksiran IRF dari Model Mundell-Fleming -.04 -.02 .00 .02 .04 .06 .08
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
LOG(M1) LOG(RIN) LOG(EXR)
LOG(EXN) LOG(PDB)
Response of LOG(M1) to Cholesky One S.D. Innovations
-.08 -.04 .00 .04 .08 .12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
LOG(M1) LOG(RIN) LOG(EXR)
LOG(EXN) LOG(PDB)
Response of LOG(RIN) to Cholesky One S.D. Innovations
-.03 -.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04 .05 .06
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
LOG(M1) LOG(RIN) LOG(EXR)
LOG(EXN) LOG(PDB)
Response of LOG(EXR) to Cholesky One S.D. Innovations
-.1 .0 .1 .2 .3 .4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
LOG(M1) LOG(RIN) LOG(EXR)
LOG(EXN) LOG(PDB)
Response of LOG(EXN) to Cholesky One S.D. Innovations
-.010 -.005 .000 .005 .010 .015 .020 .025
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
LOG(M1) LOG(RIN) LOG(EXR)
LOG(EXN) LOG(PDB)
Response of LOG(PDB) to Cholesky One S.D. Innovations
(58)
Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa semua variabel konvergen dalam periode jangka panjang. Respons LOG(M1) di awal periode terhadap LOG(RIN), LOG(EXR), LOG(EXN) dan LOG(PDB) cenderung rendah. Namun terhadap LOG(M1) sangat tinggi. Tetapi pada periode ke-2 LOG(M1) turun sehingga cenderung sama dengan variabel yang lain. Response LOG(RIN) terhadap LOG(M1), LOG(RIN), LOG(EXR), LOG(EXN) dan LOG (PDB) cenderung sama pada periode jangka panjang, meskipun pada awal periode LOG(RIN) sangat tinggi. Response LOG(EXR) terhadap LOG(M1), LOG(RIN), LOG(EXR), LOG(EXN) dan LOG (PDB) hampir sama rendah pada periode ke-9 dan periode ke-10. Response LOG(EXN) terhadap LOG(M1), LOG(RIN), LOG(EXR), LOG(EXN) dan LOG (PDB) hampir sama mulai periode ke-5. Response LOG(PDB) terhadap LOG(M1), LOG(RIN), LOG(EXR), LOG(EXN) dan LOG (PDB) cukup bervariasi meskipun pergerakannya secara konstan setelah periode ke-2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Lampiran.
4.3.3. Analisis Variance Decomposition
Variance Decomposition bertujuan untuk mengukur error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan sebelum dan sesudah shock, baik yang berasal dari variabel itu sendiri maupun dari variabel lain. Hasil dari Variance Decomposition dapat dilihat pada tabel 4.13:
Tabel 4.13 Hasil Output Variance Decomposition
(1)
yang mempengaruhi error variance LOG(RIN) pada periode 1 (jangka pendek) adalah
LOG(RIN) dan LOG(M1) masing-masing sebesar 99,72% dan 0,28%. Sedangkan
pada periode 5 (jangka menengah) adalah LOG(RIN) sebesar 73,19%, LOG(EXN)
sebesar 17,25%, LOG(EXR) sebesar 4,02%, LOG(PDB) sebesar 2,96% dan
LOG(M1) sebesar 0,22%. Sementara pada periode 10 (jangka panjang) adalah
LOG(RIN) sebesar 57,76%, diikuti LOG(EXN) sebesar 29,42%, disusul LOG(PDB)
sebesar 6,53% serta LOG(EXR) dan LOG(M1) yakni masing-masing sebesar 3,40%
dan 2,89%.
Variance Decomposition of LOG(EXN) dapat dilihat bahwa variabel yang
mempengaruhi error variance LOG(EXN) pada periode 1 (jangka pendek) adalah
LOG(EXN), LOG(M1) dan LOG(RIN) masing-masing sebesar 98,24%, 1,74% dan
0,01%. Sedangkan pada periode 5 (jangka menengah) adalah LOG(EXN) sebesar
90,21%, LOG(M1) sebesar 4,35%, LOG(PDB) sebesar 2,16%, LOG(RIN) sebesar
1,81% dan LOG(EXR) sebesar 1,46%. Sementara pada periode 10 (jangka panjang)
adalah LOG(EXN) sebesar 87,94%, diikuti LOG(M1) sebesar 4,23%, disusul
LOG(RIN) sebesar 3,24% serta LOG(PDB) dan LOG(EXR) yakni masing-masing
sebesar 2,72% dan 1,88%.
Variance Decomposition of LOG(EXR) dapat dilihat bahwa variabel yang
mempengaruhi error variance LOG(EXR) pada periode 1 (jangka pendek) adalah
(2)
(jangka panjang) adalah LOG(EXR) sebesar 60,32%, diikuti LOG(EXN) sebesar
29,77%, disusul LOG(M1) sebesar 4,18% serta LOG(RIN) dan LOG(PDB) yakni
masing-masing sebesar 4,00% dan 1,72%.
Untuk Variance Decomposition of LOG(PDB) dapat dilihat bahwa variabel
yang mempengaruhi error variance LOG(PDB) pada periode 1 (jangka pendek)
adalah LOG(PDB), LOG(EXN), LOG(EXR), LOG(RIN) dan LOG(M1)
masing-masing sebesar 86,25%, 6,39%, 4,89%, 2,24% dan 0,24%. Sedangkan pada periode 5
(jangka menengah) adalah LOG(PDB) sebesar 81,97%, LOG(M1) sebesar 7,02%,
LOG(RIN) sebesar 6,33%, LOG(EXN) sebesar 2,59% dan LOG(EXR) sebesar 2,08%.
Sementara pada periode 10 (jangka panjang) adalah LOG(PDB) sebesar 80,00%,
diikuti LOG(RIN) sebesar 10,60%, disusul LOG(M1) sebesar 6,52% serta LOG(EXN)
(3)
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh antara variabel dalam penelitian ketika mentransmisikan
kebijakan moneter di Indonesia dimana perubahan jumlah uang beredar
langsung direspon oleh nilai tukar dan perubahan nilai tukar memberikan
respon terhadap ekspor netto yang pada akhirnya memberikan respon terhadap
pendapatan nasional.
2. Masing-masing variabel memiliki kontribusi terhadap perubahan variabel
lainnya di dalam penelitian yang telah dilakukan baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Namun, variabel yang paling besar memberikan
kontribusi terhadap output atau pendapatan nasional adalah jumlah uang
beredar dan ekspor netto.
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat peneliti ajukan berdasarkan kesimpulan di atas
adalah:
(4)
2. Ketika otoritas moneter ingin mengambil kebijakan untuk jangka panjang,
maka sebaiknya jumlah uang beredar dan suku bunga sangat perlu
(5)
Ajija, Shochrul Rohmatul dkk, 2011. Cara Cerdas Menguasai Eviews, Salemba Empat, Jakarta
Bank Indonesia. (2012). Laporan Perekonomian Indonesia 2012
Bank Indonesia . Laporan Perekonomian Indonesia, Berbagai Edisi
Dornbusch, Rudiger., Fischer Stanley dan Richard Startz. 2008. Makroekonomi, PT Media Global Edukasi
Mankiw, Gregory, 2007. Makroekonomi, Edisi Keenam,Erlangga, Jakarta
Mankiw, Gregory, 1998. Pengantar Ekonomi, Jilid II, Erlangga, Jakarta
Manurung, Jonni dan Adler Haymans Manurung, 2009. Ekonomi Keuangan dan Kebijakan Moneter, Salemba Empat. Jakarta
Mangkoesoebroto, Guritno dan Algifari, 1992. Teori Ekonomi Makro, STIE YKPN, Yogyakarta
Nachrowi D., Nachrowi dan Hardius Usman, 2006. Pendekatan Populer dan Praktis untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta
Natsir, M. Analisis Empiris Efektifitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Melalui Jalur Nilai Tukar Periode 1990:2–2007:1, Fakultas Ekonomi Universitas Haluoleo Kendari
Pratomo, Wahyu Ario dan Paidi Hidayat. 2007. Pedoman Praktis Penggunaan Eviews dalam Ekonometrika, USU Press, Medan
(6)
Sukirno, Sadono, 2006. Teori Pengantar Makro Ekonomi, Edisi Ketiga, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Sembiring, Riswanto, 2010. Bauran Kebijakan Fiskal Moneter di Indonesia Periode 1997Q3-2009Q4, Tesis Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta
Santoso, Teguh dan Maruto Umar Basuki, 2009. Dampak Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Perekonomian Indoensia: Aplikasi Model Mundell Fleming, Jurnal Universitas Diponegoro, Semarang
Zega, Bobby Rusda, 2009. Analisis Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia, Tesis Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan
www.bi.go.id www.bps.go.id