Pengujian Angka Lempeng Total pada Tepung Terigu di Pasaran

(1)

PENGUJIAN ANGKA LEMPENG TOTAL PADA TEPUNG TERIGU DI PASARAN

TUGAS AKHIR

OLEH:

DEDEK TASYA SEMBIRING NIM 102410013

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENGUJIAN ANGKA LEMPENG TOTAL PADA TEPUNG TERIGU DI PASARAN

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

DEDEK TASYA SEMBIRING NIM 102410013

Medan, April 2013 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing

Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001

Disahkan Oleh: Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia dan kekuatan yang telah diberikan dalam penyelesaian Tugas Akhir dengan judul “Pengujian Angka Lempeng Total pada Tepung Terigu di Pasaran”. Adapun penyusunan Tugas Akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada program studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU Medan.

Penulis mendapat banyak bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU. 3. Ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., yang telah membimbing dan

mengarahkan penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

4. Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis selama menjalani masa pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.


(4)

6. Ibu Nila Kesuma Sitiwati Dewi, Nauba Pardede, dan Siti Khairunizar yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan.

7. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis yang tersayang yaitu ayahanda Rusli Sembiring dan ibunda Salam Tarigan, kakak penulis Ervi Apriliyanti dan adik penulis Ivan Aditya Bistara yang telah membantu penulis dengan segala perhatian, dukungan, semangat dan doanya untuk penulis selama ini.

8. Para sahabat penulis Devi, Ika, Indri, Ledang, Lia, Nisa, Nita, Nofemi, Vitta dan Yola yang senantiasa selalu memberikan semangat dan saran serta menghibur penulis disaat lelah dalam menyusun Tugas Akhir ini.

Medan, April 2013 Penulis,

DEDEK TASYA SEMBIRING NIM 102410013


(5)

TOTAL PLATE COUNT TESTINOF WHEAT FLOURINTHE MARKET

ABSTRACT

Wheat flouris one of thenon-ricefoodingredientthat is widely usedby the industryandsocietyasthe main raw materialfor bread,noodles,etc.. Total Plate Count(TPC)test was performed todetermine theamountor numbersaerobic mesophyll bacteriathatmaycontaminatetheproduct, whether it isfood-drink, traditional medicineorcosmetics. Wheat flourcontains alot ofstarchofcomplex carbohydratesandproteinin the form ofgluten. Total plate counttest objectives of the flourinthe markettodeterminewhether thetotal plate countcontained in theflourfulfillthe requirements specified inthe Indonesian National Standard (SNI).Total plate counttestingof the flouris doneat The Laboratoryof MicrobiologyResearch and StandardizationIndustryof Medan.

Sampleswere takenofthe marketwithpackagingsacks. Total plate count testingof the flourwas conductedbyplate countmethod(plate count).

Results of testingshowedthatwheat flourwere examinedin totalplate count1.3x103colonies/g. From theresults obtained, the testedof wheat flour total plate countrequirements, in accordancewithSNI01-3751-2009, where the plate countareallowed towheat flourismaximum 1x106colonies/g.


(6)

PENGUJIAN ANGKA LEMPENG TOTAL PADA TEPUNG TERIGU DI PASARAN

ABSTRAK

Tepung terigu merupakan salah satu bahan pangan non beras yang banyak digunakan oleh industri dan masyarakat sebagai bahan baku utama pembuatan roti, mi, dan lain-lain. Uji Angka Lempeng Total (ALT) dilakukan untuk menentukan jumlah atau angka bakteri mesofil aerob yang mungkin mencemari suatu produk, baik itu makanan-minuman, obat tradisional ataupun kosmetika. Tepung terigu mengandung banyak zat pati berupa karbohidrat kompleks serta protein dalam bentuk gluten. Tujuan pengujian angka lempeng total pada tepung terigu di pasaran untuk mengetahui apakah angka lempeng total yang terdapat dalam tepung terigu memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Pengujian angka lempeng total pada tepung terigu dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan.

Sampel diambil dari pasaran dengan kemasan karung. Pengujian angka lempeng total pada tepung terigu ini dilakukan dengan metode plate count (angka lempeng).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tepung terigu yang diperiksa angka lempeng totalnya 1,3 x 103 koloni/g. Dari hasil yang diperoleh, tepung terigu yang diuji memenuhi persyaratan angka lempeng total, sesuai dengan SNI 01-3751-2009, dimana angka lempeng yang diperbolehkan untuk tepung terigu adalah maksimal 1 x 106 koloni/g.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Tepung Terigu ... 3

2.2 Syarat Mutu Tepung Terigu ... 3

2.3 Pengukuran Pertumbuhan Mikroorganisme ... 4

2.4 Pengaruh Faktor Lingkungan pada Pertumbuhan ... 8

2.4.1 Pengaruh Faktor Fisik pada Pertumbuhan ... 8

2.4.2 Pengaruh Faktor Kimia pada Pertumbuhan ... 10

2.5 Sterilisasi ... 13

2.5.1 Sterilisasi dengan Panas ... 13


(8)

2.5.4 Sterilisasi dengan Radiasi Ion ... 15

2.5.5 Sterilisasi dengan Penyaringan ... 16

BAB III METODE PENGUJIAN ... 17

3.1 Tempat Pengujian ... 17

3.2 Sampel ... 17

3.3 Pengujian Angka Lempeng Total Bakteri pada Tepung Terigu 17

3.3.1 Alat dan Bahan ... 17

3.3.2 Prosedur ... 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Hasil ... 21

4.2 Pembahasan ... 21

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

5.1 Kesimpulan ... 23

5.2 Saran ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 24


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Table 1. Syarat mutu tepung terigu sebagai bahan makanan ... 3

Tabel 2. Pembagian mikroorganisme berdasarkan kisaran teperatur tubuh 8


(10)

TOTAL PLATE COUNT TESTINOF WHEAT FLOURINTHE MARKET

ABSTRACT

Wheat flouris one of thenon-ricefoodingredientthat is widely usedby the industryandsocietyasthe main raw materialfor bread,noodles,etc.. Total Plate Count(TPC)test was performed todetermine theamountor numbersaerobic mesophyll bacteriathatmaycontaminatetheproduct, whether it isfood-drink, traditional medicineorcosmetics. Wheat flourcontains alot ofstarchofcomplex carbohydratesandproteinin the form ofgluten. Total plate counttest objectives of the flourinthe markettodeterminewhether thetotal plate countcontained in theflourfulfillthe requirements specified inthe Indonesian National Standard (SNI).Total plate counttestingof the flouris doneat The Laboratoryof MicrobiologyResearch and StandardizationIndustryof Medan.

Sampleswere takenofthe marketwithpackagingsacks. Total plate count testingof the flourwas conductedbyplate countmethod(plate count).

Results of testingshowedthatwheat flourwere examinedin totalplate count1.3x103colonies/g. From theresults obtained, the testedof wheat flour total plate countrequirements, in accordancewithSNI01-3751-2009, where the plate countareallowed towheat flourismaximum 1x106colonies/g.


(11)

PENGUJIAN ANGKA LEMPENG TOTAL PADA TEPUNG TERIGU DI PASARAN

ABSTRAK

Tepung terigu merupakan salah satu bahan pangan non beras yang banyak digunakan oleh industri dan masyarakat sebagai bahan baku utama pembuatan roti, mi, dan lain-lain. Uji Angka Lempeng Total (ALT) dilakukan untuk menentukan jumlah atau angka bakteri mesofil aerob yang mungkin mencemari suatu produk, baik itu makanan-minuman, obat tradisional ataupun kosmetika. Tepung terigu mengandung banyak zat pati berupa karbohidrat kompleks serta protein dalam bentuk gluten. Tujuan pengujian angka lempeng total pada tepung terigu di pasaran untuk mengetahui apakah angka lempeng total yang terdapat dalam tepung terigu memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Pengujian angka lempeng total pada tepung terigu dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan.

Sampel diambil dari pasaran dengan kemasan karung. Pengujian angka lempeng total pada tepung terigu ini dilakukan dengan metode plate count (angka lempeng).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tepung terigu yang diperiksa angka lempeng totalnya 1,3 x 103 koloni/g. Dari hasil yang diperoleh, tepung terigu yang diuji memenuhi persyaratan angka lempeng total, sesuai dengan SNI 01-3751-2009, dimana angka lempeng yang diperbolehkan untuk tepung terigu adalah maksimal 1 x 106 koloni/g.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Uji mikrobiologi merupakan salah satu jenis uji yang penting, karena selain dapat menduga daya tahan simpan suatu makanan, juga dapat digunakan sebagai indikator sanitasi makanan atau indikator keamanan makanan. Pengujian mikrobiologi diantaranya meliputi uji kuantitatif untuk menentukan mutu dan daya tahan suatu makanan, uji kualitatif bakteri patogen untuk menentukan tingkat keamanannya, dan uji bakteri indikator untuk mengetahui tingkat sanitasi makanan tersebut (Fardiaz, 1993).

Uji yang dilakukan uji kuantitatif bakteri yaitu metode plate count (angka lempeng). Uji Angka Lempeng Total (ALT) dilakukan untuk menentukan jumlah atau angka bakteri mesofil aerob yangmungkin mencemari suatu produk, baik itu makanan-minuman, obat tradisional ataupun kosmetika (Kusuma, 2009).

Sampel yang diuji adalah tepung terigu yang dijual di pasaran karena tepung terigu merupakan salah satu bahan pangan non beras yang banyak digunakan oleh industri dan masyarakat sebagai bahan baku utama pembuatan roti, mi, dan lain-lain. Selain itu tepung terigu mengandung banyak zat pati sebagai karbohidrat kompleks serta protein dalam bentuk gluten (Salam, dkk., 2012).


(13)

Produk-produk karbohidrat seperti tepung merupakan bahan makanan kering yang sering terkontaminasi oleh mikroba, karena kondisi pengepakan maupun penyimpanannya pada umumnya kurang higienis (Fardiaz, 1993).

Pengujian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Balai Riset dan Standardisasi Industri (Baristand Industri) di Medan.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari pengujian angka lempeng total pada tepung terigu adalah untuk mengetahui apakah angka lempeng total yang terdapat dalam tepung terigu memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.3 Manfaat

Dari hasil pengujian dapat memberikan informasi mengenai cemaran mikroba parameter angka lempeng total tepung terigu yang ada di pasaran apakah memenuhi syarat mutu tepung terigu untuk bahan makanan yang sesuai persyaratan SNI 01-3751-2009.


(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tepung Terigu

Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari bulir gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue kering, biskuit, mi, cake, roti, dan lain-lain. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis, trigo, yang berarti “gandum”. Tepung terigu mengandung banyak zat pati yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu (Salam, dkk., 2012).

2.2 Syarat Mutu Tepung Terigu

Yang digunakan sebagai pedoman dalam penentuan mutu tepung terigu adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3751-2009 tentang syarat mutu tepung terigu sebagai bahan makanan (Tabel 1).

Table 1. Syarat mutu tepung terigu sebagai bahan makanan

Jenis uji Satuan Persyaratan

Keadaan: a. Bentuk b. Bau c. Warna - - - Serbuk

Normal (bebas dari bau asing) Putih, khas terigu

Benda asing - Tidak ada

Serangga dalam semua bentuk stadia dan potongan-potongannya yang tampak

- Tidak ada Kehalusan, lolos ayakan 212

µm (mesh No. 70) (b/b) % Minimal 95 Kadar air (b/b) % Maksimal 14,5 Kadar abu (b/b) % Maksimal 0,70 Kadar protein (b/b) % Minimal 7,0


(15)

Keasaman mg KOH/100g Maksimal 50 Falling number (atas dasar

kadar air 14%)

detik Minimal 300 Besi (Fe) mg/kg Minimal 50 Seng (Zn) mg/kg Minimal 30 Vitamin B1 (tiamin) mg/kg Minimal 2,5 Vitamin B2 (riboflavin) mg/kg Minimal 4 Asam folat mg/kg Minimal 2 Cemaran logam:

a. Timbal (Pb) b. Raksa (Hg) c. Cadmium (Cd)

mg/kg mg/kg mg/kg Maksimal 1,0 Maksimal 0,05 Maksimal 0,1 Cemaran arsen mg/kg Maksimal 0,50 Cemaran mikroba:

a. Angka lempeng total b. Escherichia coli c. Kapang

d. Bacillus cereus

koloni/g APM/g koloni/g koloni/g

Maksimal 1 x 106 Maksimal 10 Maksimal 1 x 104 Maksimal 1 x 104 Sumber: SNI (2009)

2.3 Pengukuran Pertumbuhan Mikroorganisme

Pengukuran mikroorganisme dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran mikroorganisme secara langsung dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

a. Pengukuran Menggunakan Bilik Hitung (Counting Chamber)

Pada pengukuran ini, untuk bakteri digunakan bilik hitung Petroff-Hausser, sedangkan untuk mikroorganisme eukariot digunakan hemositometer. Keuntungan menggunakan metode ini adalah mudah, murah, dan cepat, serta bisa diperoleh informasi tentang ukuran dan morfologi mikroorganisme. Kerugiannya adalah populasi mikroorganisme yang digunakan harus banyak (minimum berkisar 106 CFU/ml), karena pengukuran dengan volume dalam jumlah sedikit tidak dapat membedakan antara sel hidup dan sel mati, serta kesulitan menghitung


(16)

b. Pengukuran Menggunakan Electronic Counter

Pada pengukuran ini, suspensi mikroorganisme dialirkan melalui lubang kecil (orifice) dengan bantuan aliran listrik. Elektroda yang ditempatkan pada dua sisi orifice mengukur tahanan listrik (ditandai dengan naiknya tahanan) pada saat bakteri melalui orifice. Pada saat inilah sel terhitung. Keuntungan metode ini adalah hasil bisa diperoleh dengan lebih cepat dan lebih akurat, serta dapat menghitung sel dengan ukuran besar. Kerugiannya adalah metode ini tidak bisa digunakan untuk menghitung bakteri karena adanya gangguan debris, filamen, dan sebagainya, serta tidak dapat membedakan antara sel hidup dan mati (Pratiwi, 2008).

c. Pengukuran dengan Planting Technique

Metode ini merupakan metode penghitungan jumlah sel tampak (visible) dan didasarkan pada asumsi bahwa bakteri hidup akan tumbuh, membelah, dan memproduksi satu koloni tunggal. Satuan penghitungan yang dipakai adalah CFU (colony forming unit) dengan cara membuat seri pengenceran sampel dan menumbuhkan sampel pada media padat. Pengukuran dilakukan pada plate dengan jumlah koloni berkisar 25-250 atau 30-300 (Pratiwi, 2008).

Keuntungan metode ini adalah sederhana, mudah, dan sensitif karena menggunakan colony counter sebagai alat hitung dan dapat digunakan untuk menghitung mikroorganisme pada sampel makanan, air, ataupun tanah. Kerugiannya adalah kurang akurat karena satu koloni tidak selalu berasal dari satu individu sel (Pratiwi, 2008).


(17)

Uji Angka Lempeng Total (ALT) dilakukan untuk menentukan jumlah atau angka bakteri mesofil aerob yang mungkin mencemari suatu produk, baik itu makanan-minuman, obat tradisional ataupun kosmetika (Kusuma, 2009).

Pada prinsipnya angka lempeng total (ALT) yaitu pertumbuhan bakteri mesofil aerob setelah sampel diinkubasikan dalam perbenihan yang cocok selama 24-48 jam pada suhu 35 ± 1ºC (SNI, 1992).

Cara inokulasi yang dipilih adalah cara tuang, dimana hal ini dimaksudkan untuk melihat pertumbuhan bakteri mesofil aerob, yang membutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya, sehingga akan teramati bahwa pertumbuhan bakteri mesofil aerob tersebut akan berada dipermukaan lempeng agar, karena pertumbuhannya yang mencari oksigen. Oleh karena itu, pada pengamatan angka lempeng total ini, dicari hanya koloni bakteri yang tumbuh di permukaan lempeng agar. Masa inkubasi dilakukan dengan membalik cawan petri yang berisi biakan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari jatuhnya butir air hasil pengembunan disebabkan suhu inkubator. Apabila sampai terdapat air yang jatuh maka akan merusak pembacaan angka lempeng total dari sampel yang diuji (Kusuma, 2009).

d. Pengukuran dengan Menggunakan Teknik Filtrasi Membran

Pada metode ini sampel dialirkan pada suatu sistem filter membran dengan bantuan vacuum. Bakteri yang terperangkap selanjutnya ditumbuhkan pada media yang sesuai dan jumlah koloni dihitung. Keuntungan metode ini adalah dapat menghitung sel hidup dan system penghitungannya langsung, sedangkan


(18)

Metode pengukuran pertumbuhan mikroorganisme secara tidak langsung dapat dilakukan dengan sebagai berikut:

a. Pengukuran Kekeruhan/Turbidity

Bakteri yang bermultiplikasi pada media cair akan menyebabkan media menjadi keruh. Alat yang digunakan untuk pengukuran adalah spektrofotometer atau kolorimeter dengan cara membandingkan densitas optik (optical density, OD) antara media tanpa pertumbuhan bakteri dan media dengan pertumbuhan bakteri (Pratiwi, 2008).

b. Pengukuran Aktivitas Metabolik

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa jumlah produk metabolik tertentu, misalnya asam atau CO2, menunjukkan jumlah mikroorganisme yang terdapat di dalam media. Misalnya pengukuran produksi asam untuk menentukan jumlah vitamin yang dihasilkan mikroorganisme (Pratiwi, 2008).

c. Pengukuran Berat Sel Kering (BSK)

Metode ini umum digunakan untuk mengukur pertumbuhan fungi berfilamen. Miselium fungi dipisahkan dari media dan dihitung sebagai berat kotor. Miselium selanjutnya dicuci dan dikeringkan dengan alat pengering (desikator) dan ditimbang beberapa kali hingga mencapai berat konstan yang dihitung sebagai berat sel kering (BSK) (Pratiwi, 2008).

2.4 Pengaruh Faktor Lingkungan pada Pertumbuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dapat dibedakan menjadi faktor fisik dan faktor kimia. Faktor fisik meliputi temperatur,


(19)

pH, tekanan osmotik, dan cahaya atau radiasi. Faktor kimia meliputi karbon, oksigen, trace elements, dan faktor-faktor pertumbuhan organik, termasuk nutrisi yang terdapat dalam media pertumbuhan (Pratiwi, 2008).

2.4.1 Pengaruh Faktor Fisik pada Pertumbuhan a. Temperatur

Temperatur menentukan aktivitas enzim yang terlibat dalam aktivitas kimia. Peningkatan temperatur sebesar 10ºC dapat meningkatkan aktivitas enzim sebesar dua kali lipat. Pada temperatur yang sangat tinggi akan terjadi denaturasi protein yang tidak dapat balik (irreversible), sedangkan pada temperatur yang sangat rendah aktivitas enzim akan berhenti. Pada temperatur optimal akan terjadi kecepatan pertumbuhan optimal dan dihasilkan jumlah sel yang maksimal (Pratiwi, 2008) (Tabel 2).

Tabel 2. Pembagian mikroorganisme berdasarkan kisaran temperatur tubuh

Psikrofil Psikrofil Fakultatif / Psikotrof

Mesofil Termofil

1. Tumbuh pada temperatur maksimal 20ºC, optimal 0-15ºC 2. Banyak diisolasi dari habitat Arktik dan Antartik 3. Contoh: Pseudomonas, Flavobacterium

1. Tumbuh pada temperatur

maksimal 30ºC, optimal 20-30ºC, dapat tumbuh pada 0ºC

2. Faktor penyebab utama kerusakan makanan

1. Tumbuh pada temperatur minimal 15-20ºC, optimal 20-45ºC

2. Hampir semua mikroorganis-me patogen pada manusia

1. Tumbuh pada temperatur minimal 45ºC, optimal 55-65ºC maksimal 100ºC

2. Enzim dan protein sintesis berfungsi pada temperatur tinggi

b. pH


(20)

dalam protein, amino, dan karboksilat. Hal ini dapat menyebabkan denaturasi protein yang mengganggu pertumbuhan sel (Pratiwi, 2008).

c. Tekanan Osmosis

Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Dalam larutan hipotonik air akan masuk ke dalam sel mikroorganisme, sedangkan dalam larutan hipertonik air akan keluar dari dalam sel mikroorganisme sehingga membran plasma mengkerut dan lepas dari dinding sel (plasmolisis), serta menyebabkan sel secara metabolik tidakaktif. Mikroorganisme halofil mampu tumbuh pada lingkungan hipertonik dengan kadar garam tinggi, umumnya NaCl 3%, contohnya adalah bakteri laut. Mikroorganisme yang mampu tumbuh pada konsentrasi garam sangat tinggi sebesar ≥33% NaCl disebut halofil ekstrem, contohnya adalah Halobacterium halobium(Pratiwi, 2008).

d. Oksigen

Berdasarkan kebutuhan oksigen, dikenal mikroorganisme yang bersifat aerob dan anaerob. Mikroorganisme aerob memerlukan oksigen untuk bernapas, sedangkan mikroorganisme anaerob tidak memerlukan oksigen untuk bernapas. Adanya oksigen pada mikroorganisme anaerob justru akan menghambat pertumbuhannya. Energi pada mikroorganisme anaerob dihasilkan dengan cara fermentasi (Pratiwi, 2008).

Bakteri aerob adalah bakteri yang membutuhkan oksigen bebas untuk hidupnya. Karena atmosfir kita terdiri atas 20% oksigen, maka untuk


(21)

menumbuhkannya tidaklah jadi masalah, selama bakteri itu berhubungan dengan udara (Volk dan Margaret, 1988).

e. Radiasi

Sumber utama radiasi di bumi adalah sinar matahari yang mencakup cahaya tampak (visible light), radiasi UV (ultraviolet), sinar inframerah, dan gelombang radio. Radiasi yang berbahaya untuk mikroorganisme adalah radiasi pengionisasi (ionizing radiation), yaitu radiasi dari panjang gelombang yang sangat pendek dan berenergi tinggi yang dapat menyebabkan atom kehilangan elektron (ionisasi) (Pratiwi, 2008).

2.4.2 Pengaruh Faktor Kimia pada Pertumbuhan a. Nutrisi

Nutrisi merupakan substansi yang diperlukan untuk biosintesis dan pembentukan energi. Berdasarkan kebutuhannya, nutrisi dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Makroelemen yaitu elemen-elemen nutrisi yang diperlukan dalam jumlah banyak (gram). Meliputi karbon (C), oksigen (O), hidrogen (H), nitrogen (N), sulfur (S), fosfor (P), kalium (K), magnesium (Mg), kalsium (Ca), dan besi (Fe). CHONSP diperlukan dalam jumlah besar (takaran gram) untuk pembentukan karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat. P, K, Ca, dan Mg diperlukan dalam jumlah yang lebih kecil (mg) dan berperan sebagai kation dalam sel (Pratiwi, 2008).


(22)

(Mn), zinc (Zn), kobalt (Co), molybdenum (Mo), nikel (Ni), dan tembaga (Cu). Mikroelemen kadang merupakan bagian enzim atau kofaktor yang membantu katalisasi dan membentuk protein (Pratiwi, 2008).

b. Media Kultur

Pada pengujian mikrobiologi, bakteri dibiakkan dalam bahan berisi nutrisi yang disebut media. Media dapat berupa cairan seperti kaldu dan dapat pula berupa padatan seperti agar dan gelatin. Media pengkaya adalah media yang dapat menunjang pertumbuhan bakteri yang memiliki persyaratan nutrisi yang rumit agar dapat tumbuh dengan optimal (Kusuma, 2009).

Media padat yang paling banyak digunakan adalah agar-agar, karena bila agar-agar sudah menjadi padat masih dapat dicairkan kembali untuk digunakan. Selain itu, suspensi agar-agar 1,5% - 2% dalam air karena dapat larut pada suhu 100ºC dan tidak menjadi padat sebelum suhu turun di bawah 45ºC kemudian media agar didinginkan dengan cepat sehingga menjadi padat tanpa merusak sel-sel tersebut. Sekali menjadi padat, agar tidak dapat mencair kembali, kecuali jika dipanaskan di atas 80ºC. Pada metode lempeng tuangan, suatu suspensi sel dicampur dengan agar-agar cair pada suhu 50ºC dituang pada cawan petri. Bila agar-agar telah mengeras, sel tidak akan bergerak lagi dan tumbuh menjadi koloni sangat besar kemungkinannya berasal dari satu sel yang sama (Kusuma, 2009).

Media yang digunakan dalam pengujian, yaitu: 1. Pengencer Buffered Peptone Water (BPW)

Peptone 10 gram


(23)

Disodium hydrogen phosphate 3,5 gram Kalium dihidrogen phosphate 1,5 gram Air suling (akuades) 1 liter

Larutkan bahan-bahan dalam 1 liter air suling, atur pH 7,0, masukkan 250 ml ke dalam botol (labu) 500 ml dan 9 ml ke dalam tabung reaksi. Sterilkan pada suhu 121ºC selama 15 menit (SNI, 1992).

2. Perbenihan (media) Plate Count Agar

Yeast extract 2,5 gram

Pancreatic digest of Caseine 5 gram

Glucose 1 gram

Agar 15-20 gram

Air suling 1 liter

Larutkan semua bahan-bahan, atur pH 7,0. Masukkan ke dalam labu, sterilkan pada suhu 121ºC selama 15 menit (SNI, 1992).

3. Pereaksi Triphenyl Tetrazolium Chloride (TTC) 0,5%

TTC ini berfungsi sebagai indikator yang akan direduksi sehingga mewarnai koloni bakteri yang hendak diamati, dengan demikian dapat dibedakan dengan kotoran yang mungkin berasal dari sisa-sisa sampel yang dapat mengganggu pengamatan koloni bakteri. TTC yang ditambahkan adalah 1 ml dalam 100 ml media PCA. TTC akan direduksi dengan cepat menjadi formazan yang berwarna merah dan tidak larut. Dalam pengujian untuk angka lempeng total sering digunakan untuk indikator koloni karena kebanyakan bakteri mesofil aerob


(24)

keruh karena terdapat matriks sampel yang kompleks, koloni dapat terlihat jelas (Kusuma, 2009).

2.5 Sterilisasi

Sterilisasi dalam mikrobiologi merupakan proses penghilangan semua jenis organisme hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, virus) yang terdapat pada suatu benda atau bahan (Pratiwi, 2008).

2.5.1 Sterilisasi Uap

Proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh di bawah tekanan berlangsung di suatu bejana yang disebut autoklaf, dan mungkin merupakan proses sterilisasi yang paling banyak digunakan (suatu siklus autoklaf yang ditetapkan dalam farmakope untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit pada suhu 121ºC kecuali dinyatakan lain). Prinsip dasar kerja alat adalah udara di dalam bejana sterilisasi diganti dengan uap jenuh, dan hal ini dicapai dengan menggunakan alat pembuka atau penutup khusus (Ditjen POM, 1995).

2.5.2 Sterilisasi Panas Kering

Proses sterilisasi termal untuk bahan yang tertera di Farmakope dengan menggunakan panas kering biasanya dilakukan dengan suatu proses bets di dalam suatu oven yang didesain khusus untuk tujuan itu. Oven modern dilengkapi dengan udara yang dipanaskan dan disaring, didistribusikan secara merata ke seluruh bejana dengan cara sirkulasi atau radiasi menggunakan sistem semprotan dengan peralatan sensor, pemantau, dan pengendali parameter kritis. Validasi fasilitas sterilisasi panas kering dilakukan dengan cara yang sama seperti pada


(25)

sterilisasi panas uap. Unit yang digunakan untuk sterilisasi komponen seperti wadah untuk larutan intravena, harus dijaga agar dapat dihindari akumulasi partikel di dalam bejana sterilisasi. Rentang suhu khas yang dapat diterima di dalam bejana sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15 menit, jika alat sterilisasi beroperasi pada suhu tidak kurang dari 250ºC (Ditjen POM, 1995).

Sebagai penambahan pada proses bets tersebut di atas, suatu proses berkesinambungan digunakan untuk sterilisasi dan depirogenisasi alat kaca sebagai suatu bagian sistem pengisian dan penutupan kedap secara aseptik yang berkesinambungan terpadu (Ditjen POM, 1995).

2.5.3 Sterilisasi Gas

Pilihan untuk menggunakan sterilisasi gas sebagai alternatif dari sterilisasi termal sering dilakukan jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada proses sterilisasi uap atau panas kering. Bahan aktif yang umumnya digunakan pada sterilisasi gas adalah etilen oksida dengan kualitas mensterilkan yang dapat diterima. Keburukan dari bahan aktif ini antara lain sifatnya yang sangat mudah terbakar, walaupun sudah dicampur dengan gas inert yang sesuai, bersifat mutagenik, dan kemungkinan adanya residu toksik di dalam bahan yang disterilkan, terutama yang mengandung ion klorida. Proses sterilisasi pada umunya berlangsung di dalam bejana bertekanan yang didesain sama seperti pada autoklaf, tetapi dengan tambahan bagian khusus yang hanya terdapat pada alat sterilisasi yang menggunakan gas. Fasilitas yang menggunakan bahan sterilisasi seperti ini harus didesain sedemikian rupa hingga mampu mengeluarkan


(26)

hidup, dan mengurangi paparan gas yang sangat berbahaya terhadap petugas yang menangani alat tersebut (Ditjen POM, 1995).

2.5.4 Sterilisasi dengan Radiasi Ion

Perkembangan yang cepat alat kesehatan yang tidak tahan terhadap sterilisasi panas dan kekhawatiran tentang keamanan etilen oksida mengakibatkan peningkatan penggunaan sterilisasi radiasi. Tetapi cara ini juga dapat digunakan pada bahan obat dan bentuk sediaan akhir. Keunggulan sterilisasi iradiasi meliputi reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur, dan kenyataan yang membuktikan bahwa variabel yang dikendalikan lebih sedikit. Kenyataannya sterilisasi radiasi adalah sesuatu kekhususan dalam dasar pengendalian yang penting adalah dosis radiasi yang diserap, dan dapat diukur secara tepat. Oleh karena sifat khas tersebut, banyak prosedur baru yang telah dikembangkan untuk menetapkan dosis sterilisasi. Walaupun begitu, hal ini masih dalam peninjauan dan pertimbangan, terutama mengenai kegunaannya, paling tidak, untuk pengendalian tambahan dan tindakan keamanan. Iradiasi hanya menimbulkan sedikit kenaikan suhu, tetapi dapat mempengaruhi kualitas dan jenis plastik atau kaca tertentu (Ditjen POM, 1995).

Ada dua jenis radiasi ion yang digunakan, yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi berkas elektron. Pada kedua jenis tersebut, dosis radiasi yang dapat menghasilkan derajat jaminan sterilitas yang diperlukan harus ditetapkan sedemikian rupa hingga dalam rentang satuan dosis minimum dan maksimum, sifat bahan yang disterilkan dpat diterima (Ditjen POM, 1995).


(27)

2.5.5 Sterilisasi dengan Penyaringan

Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, hingga mikroba yang dikandung dapat dipisahkan secara fisika. Perangkat penyaring umumnya terdiri dari suatu matriks berpori bertutup kedap atau dirangkaikan pada wadah yang tidak permeabel. Efektivitas suatu penyaring media atau penyaring substrat tergantung pada ukuran pori bahan dan dapat tergantung pada daya adsorpsi bakteri pada atau di dalam matriks penyaring atau tergantung pada mekanisme pengayakan. Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa pengayakan merupakan komponen yang lebih penting dari mekanisme. Penyaring yang melepas serat, terutama yang mengandung asbes, harus dihindarkan penggunaanya kecuali tidak ada cara penyaringan alternatif lain yang mungkin digunakan. Jika penyaring yang melepas serat memang diperlukan, merupakan keharusan, bahwa proses penyaringan meliputi adanya penyaring yang tidak melepas serat diletakkan pada arah hilir atau sesudah langkah penyaringan awal (Ditjen POM, 1995).


(28)

BAB III

METODE PENGUJIAN

3.1 Tempat Pengujian

Tempat pengujian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan, Jl. Sisingamangaraja No. 24 Medan.

3.2 Sampel

Sampel yang digunakan pada pengujian yaitu tepung terigu yang di pasaran.

3.3 Pengujian Angka Lempeng Total Bakteri pada Tepung Terigu 3.3.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah autoklaf, batang pengaduk, bola karet, botol, bunsen, cawan petri, colony counter, gelas ukur, inkubator, laminar air flow, maat pipet, oven, penangas air, platform shaker, spatula, spidol, tabung reaksi bertutup, dan timbangan analitik. Bahan yang digunakan adalah akuades, tepung terigu, media Plate Count Agar (PCA), pengencer Buffered Peptone Water (BPW), pereaksi Triphenyl Tetrazolium Chloride (TTC) 0,5%.

3.3.2 Prosedur

3.3.2.1 Pembuatan Media

- Buffered Peptone Water (BPW)

Ditimbang sebanyak 4,5 gram, larutkan ke dalam 225 ml akuades di dalam botol sebagai larutan pengencer pertama. Ditimbang sebanyak 0,8 gram, larutkan


(29)

ke dalam 40 ml akuades. Kemudian tuang masing-masing 9 ml ke dalam 4 tabung bertutup sebagai larutan pengencer kedua hingga kelima.

- Plate Count Agar (PCA)

Ditimbang sebanyak 3,5 gram, larukan ke dalam 200 ml akuades. Panaskan hingga larut sempurna. Setelah disterilisasi, kemudian di tambahkan Triphenyl Tetrazolium Chloride (TTC) 0,5% sebanyak 1%.

Semua media disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121ºC.

3.3.2.2 Prosedur Kerja

Prosedur yang digunakan adalah prosedur yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), SNI 19-2897-1992, menggunakan metode plate count (angka lempeng). Alat yang digunakan sudah steril.

Cara kerja:

1. Lakukan persiapan dan homogenisasi sampel. Ditimbang sejumlah 25 gram sampel ke dalam botol steril yang telah berisi 225 ml larutan pengencer (1:10). Buat pengenceran selanjutnya dari 10-1 hingga diperoleh pengenceran 10-5. 2. Pipet 1 ml dari masing-masing pengenceran ke dalam cawan petri steril secara

simplo dan duplo.

3. Ke dalam cawan petri tuangkan sebanyak 15-20 ml media PCA yang telah dicairkan yang bersuhu 45º ± 1ºC dalam waktu 15 menit dari pengenceran pertama.


(30)

5. Kerjakan pemeriksaan blanko dengan mencampur larutan pengencer dengan perbenihan tanpa adanya sampel.

6. Biarkan hingga campuran dalam cawan petri membeku.

7. Masukkan semua cawan petri dengan posisi terbalik ke dalam inkubator dan inkubasikan pada suhu 35º ± 1ºC selama 48 jam.

8. Catat pertumbuhan koloni pada setiap cawan yang mengandung 25-250 koloni setelah 48 jam.

Hitung angka lempeng total dalam 1 gram sampel dengan mengalikan jumlah rata-rata koloni pada cawan dengan faktor pengenceran yang digunakan (sesuai).

Cara menghitung:

1. Pilih cawan petri (simplo dan duplo) dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara 25-250 setiap cawan. Hitung semua koloni dalam cawan petri dengan menggunakan alat penghitung koloni (colony counter). Hitung rata-rata jumlah koloni dan dikalikan dengan faktor pengenceran. Nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per gram.

2. Jika salah satu dari dua cawan petri terdapat jumlah koloni lebih kecil dari 25 atau lebih besar dari 250, hitung rata-rata jumlah koloni, kalikan dengan faktor pengenceran dan nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per gram.

3. Jika hasil dari dua pengenceran jumlahnya berturut-turut terletak antara 25-250 koloni, hitung jumlah koloni dari masing-masing pengenceran, dan hitung rata-rata jumlah koloni dari kedua pengenceran tersebut. Jika jumlah tertinggi lebih


(31)

besar dari dua kali jumlah yang terkecil, nyatakan jumlah yang lebih kecil sebagai jumlah bakteri per gram.

4. Jika rata-rata jumlah koloni masing-masing cawan petri tidak terletak antara 25 dan 250 koloni, hitung jumlah koloni dan nyatakan sebagai jumlah bakteri perkiraan per gram.

5. Jika jumlah koloni dari semua pengenceran lebih dari 250 koloni, maka setiap dua cawan petri dengan pengenceran tertinggi dibagi ke dalam 2,4, atau 8 sektor. Hitung jumlah koloni dalam satu bagian atau lebih. Untuk mendapatkan jumlah koloni dalam satu bagian atau lebih. Untuk mendapatkan jumlah koloni dalam satu cawan petri, hitung rata-rata jumlah koloni dan kalikan dengan faktor pembagi dan pengenceran. Nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri perkiraan per gram.

6. Jika dalam 1/8 bagian cawan petri terdapat lebih dari 200 koloni, maka jumlah koloni yang didapat = 8 x 200 =1600, dikalikan dengan faktor pengenceran dan nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri perkiraan per gram lebih besar dari jumlah yang didapat (lebih besar dari 1600 x faktor pengenceran).

7. Jika tidak ada koloni yang tumbuh dalam cawan petri, nyatakan jumlah bakteri perkiraan lebih kecil dari satu dikalikan dengan pengenceran yang terendah (<10) (SNI, 1992).


(32)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pengujian dilakukan sesuai dengan prosedur SNI 19-2897-1992. Dan diperoleh hasil pada Tabel 3.

Tabel 3. Angka Lempeng Total (ALT) pada tepung terigu

Media Pengenceran

BPW 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5

PCA + TTC 0,5% A B A B A B A B A B 123 133 12 13 0 0 0 0 0 0

Perhitungan:

Koloni/gram

=

(1230+1330)

2

=

1280 = 1,3 x 10 3

koloni/g

4.2 Pembahasan

Dari pengujian yang dilakukan bahwa angka lempeng total yang diperoleh yaitu 1,3 x 103 koloni/g. Hal tersebut diperoleh dari jumlah koloni simplo dan duplo dari pengenceran 10-1 yang dirata-ratakan jumlah koloninya dan dikalikan dengan faktor pengenceran. Faktor pengenceran diambil yang 10-1 saja karena jumlah koloni berada diantara 25-250 koloni. Sedangkan untuk pengenceran 10-2 memiliki jumlah koloni lebih kecil dari 25.

Hal ini sesuai dengan yang tertera dalam SNI (1992), pilih cawan petri (simplo dan duplo) dari satu pengencereran yang menunjukkan jumlah koloni antara 25-250 setiap cawan. Hitung semua koloni dalam cawan petri dengan


(33)

menggunakan alat penghitung koloni (colony counter). Hitung rata-rata jumlah koloni dan dikalikan dengan faktor pengenceran. Nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per gram.

Dari hasil ALT diperoleh 1,3x103 koloni/g yang menunjukkan bahwa tepung terigu yang diuji memenuhi persyaratan SNI 01-3751-2009 tentang syarat mutu tepung terigu untuk bahan makanan.

Dari Tabel 1. mengenai syarat mutu tepung terigu untuk bahan makanan dapat kita ketahui bahwa persyaratan untuk parameter ALT maksimal 1x106 koloni/g, sedangkan hasil yang diperoleh < 1x106 yaitu 1,3x103 koloni/g.


(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Angka lempeng total bakteri pada tepung terigu memenuhi persyaratan yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu 1,3 x 103 koloni/g.

5.2 Saran

Bagi produsen tepung terigu diharapkan memperhatikan kondisi penyimpanan tepung terigu. Dan kepada peneliti selanjutnya diharapkan melanjutkan pengujian untuk menentukan jenis bakteri yang mencemari tepung terigu tersebut.


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1112-1116.

Fardiaz, S. (1993). Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 1-2, 169-171.

Kusuma, S.A.F. (2009). Karya Ilmiah Uji Biokimia Bakteri. http://pustaka.unpad. ac.id/wp-content/uploads/2011/09/pustaka_unpad_ujibiOkimia.doc.Tgl: 22 Februari 2013.

Pratiwi, S.T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga. Hal. 108-117, 136-137.

Salam, A.R., Haryotejo, B., Mahatama, E., dan Fakhrudin, U. (2012). Kajian Dampak Kebijakan Perdagangan Tepung Terigu Berbasis SNI. Jurnal Standardisasi BSN. (14): 117-130.

SNI. (1992). Cara Uji Cemaran Mikroba. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional Indonesia. Hal. 6-8.

SNI. (2009). Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan. Jakarta: Badan Standar Nasional Indonesia. Hal. 2, 27-29.

Volk, W.A., dan Margaret, F.W. (1988). Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga. Hal. 89.


(36)

LAMPIRAN

Media Perbenihan (PCA) Media Pengencer (BPW)


(37)

Plateform Shaker

Cara Menghitung ALT dengan Colony Counter Sampel Tepung Terigu


(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Pengujian dilakukan sesuai dengan prosedur SNI 19-2897-1992. Dan diperoleh hasil pada Tabel 3.

Tabel 3. Angka Lempeng Total (ALT) pada tepung terigu

Media Pengenceran

BPW 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5

PCA + TTC 0,5% A B A B A B A B A B

123 133 12 13 0 0 0 0 0 0

Perhitungan:

Koloni/gram

=

(1230+1330)

2

=

1280 = 1,3 x 10 3

koloni/g

4.2 Pembahasan

Dari pengujian yang dilakukan bahwa angka lempeng total yang diperoleh yaitu 1,3 x 103 koloni/g. Hal tersebut diperoleh dari jumlah koloni simplo dan duplo dari pengenceran 10-1 yang dirata-ratakan jumlah koloninya dan dikalikan dengan faktor pengenceran. Faktor pengenceran diambil yang 10-1 saja karena jumlah koloni berada diantara 25-250 koloni. Sedangkan untuk pengenceran 10-2 memiliki jumlah koloni lebih kecil dari 25.

Hal ini sesuai dengan yang tertera dalam SNI (1992), pilih cawan petri (simplo dan duplo) dari satu pengencereran yang menunjukkan jumlah koloni antara 25-250 setiap cawan. Hitung semua koloni dalam cawan petri dengan


(2)

menggunakan alat penghitung koloni (colony counter). Hitung rata-rata jumlah

koloni dan dikalikan dengan faktor pengenceran. Nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per gram.

Dari hasil ALT diperoleh 1,3x103 koloni/g yang menunjukkan bahwa tepung terigu yang diuji memenuhi persyaratan SNI 01-3751-2009 tentang syarat mutu tepung terigu untuk bahan makanan.

Dari Tabel 1. mengenai syarat mutu tepung terigu untuk bahan makanan dapat kita ketahui bahwa persyaratan untuk parameter ALT maksimal 1x106 koloni/g, sedangkan hasil yang diperoleh < 1x106 yaitu 1,3x103 koloni/g.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Angka lempeng total bakteri pada tepung terigu memenuhi persyaratan yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu 1,3 x 103 koloni/g.

5.2 Saran

Bagi produsen tepung terigu diharapkan memperhatikan kondisi penyimpanan tepung terigu. Dan kepada peneliti selanjutnya diharapkan melanjutkan pengujian untuk menentukan jenis bakteri yang mencemari tepung terigu tersebut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1112-1116.

Fardiaz, S. (1993). Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 1-2, 169-171.

Kusuma, S.A.F. (2009). Karya Ilmiah Uji Biokimia Bakteri. http://pustaka.unpad. ac.id/wp-content/uploads/2011/09/pustaka_unpad_ujibiOkimia.doc.Tgl: 22 Februari 2013.

Pratiwi, S.T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga. Hal. 108-117, 136-137.

Salam, A.R., Haryotejo, B., Mahatama, E., dan Fakhrudin, U. (2012). Kajian Dampak Kebijakan Perdagangan Tepung Terigu Berbasis SNI. Jurnal Standardisasi BSN. (14): 117-130.

SNI. (1992). Cara Uji Cemaran Mikroba. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional Indonesia. Hal. 6-8.

SNI. (2009). Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan. Jakarta: Badan Standar Nasional Indonesia. Hal. 2, 27-29.

Volk, W.A., dan Margaret, F.W. (1988). Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga. Hal. 89.


(5)

LAMPIRAN

Media Perbenihan (PCA) Media Pengencer (BPW)


(6)

Plateform Shaker