Potensi Ubi Jalar Putih dan Merah (Ipomoea batatas L.) Untuk Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat Dan Menekan Pertumbuhan Patogen

(1)

POTENSI UBI JALAR PUTIH DAN MERAH (Ipomoea batatas L.) UNTUK PERTUMBUHAN BAKTERI ASAM LAKTAT DAN

MENEKAN PERTUMBUHAN PATOGEN

Oleh:

AMANDA SURYADJAJA F 24101090

2005

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Amanda Suryadjaja. F 24101090. Potensi Ubi Jalar Putih dan Merah (Ipomoea batatas L.) Untuk Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat dan Menekan Pertumbuhan Patogen. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. dan Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.

RINGKASAN

Indonesia adalah negara yang memiliki potensi sangat besar di bidang pertanian. Berbagai jenis tanaman yang sangat bervariasi merupakan sumber daya alam yang potensial yang harus dihargai dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Hal ini menjadi salah satu dasar pemerintah untuk mengupayakan dan mensosialisasikan diversifikasi bahan pangan. Bahan pangan yang diangkat adalah pangan berkarbohidrat selain beras, yang merupakan bahan pangan pokok penduduk Indonesia. Salah satu jenis tanaman pangan alternatif berkabohidrat yang cukup populer saat ini adalah ubi jalar (Ipomoea batatas L.). Ubi jalar merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang banyak dikenal dan cukup sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Ubi ini mengandung oligosakarida yang berpotensi sebagai prebiotik, salah satunya adalah rafinosa (Palmer, 1982).

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisa kandungan rafinosa di dalam ubi jalar putih varietas Sukuh, Jago dan ubi jalar merah klon BB 00105.10 yang dikembangkan di International Center Potato (CIP) Ciapus, Bogor. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui potensi prebiotik rafinosa tersebut untuk pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) dan menekan pertumbuhan patogen secara in vitro dan in vivo.

Percobaan dilakukan dengan membagi masing-masing jenis ubi jalar ke dalam dua perlakuan, bagian pertama dibiarkan tetap mentah dan bagian kedua dikukus pada suhu 103-105oC selama 20 menit. Setelah itu, ubi jalar diiris lalu dikeringkan dengan tray oven pada suhu 70oC selama 24-48 jam dan kemudian ditepungkan dengan Willey Mill. Oligosakarida dari tepung ubi jalar diekstrak dengan etanol 70% dan diaduk selama 15 jam kemudian disaring dan diuapkan pelarutnya dengan evaporator vakum.

Kandungan rafinosa ekstrak oligosakarida ubi jalar mentah dianalisa menggunakan metode kromatografi kertas kemudian dikonfirmasi hasilnya menggunakan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) sedangkan kandungan total oligosakarida, lemak, vitamin dan bahan-bahan yang terlarut di dalam etanol diukur dengan metode Total Padatan Terlarut (TPT). Hasil pengukuran kadar ini menentukan ubi jalar (mentah atau kukus) yang digunakan untuk tahap selanjutnya, yaitu stimulasi BAL secara in vitro dan tahap in vivo. Tahap stimulasi BAL dilakukan dengan menggunakan media berbasis MRS Broth (de Mann Rogosa Shape) dimana komponen gulanya disubtitusi dengan salah satu jenis ekstrak oligosakarida ubi jalar. Setiap media tersebut diinokulasikan salah satu dari keempat jenis BAL, yaitu Lactobacillus casei Rhamnosus, Lactobacillus casei Shirota, BAL galur F1 dan G3. Nilai absorbansi media diukur pada hari ke-0 (H-0) dan hari ke-2 (H-2) setelah diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam dengan spektrofotometer pada : 600 nm.


(3)

Tahap in vivo dilakukan dengan menggunakan 24 ekor tikus jantan galur Sprague-Dawley berumur 2 bulan. Ekstrak oligosakarida ubi jalar yang memiliki kadar rafinosa tertinggi dan BAL yang paling baik terstimulasi pertumbuhannya digunakan pada tahap ini. Tikus-tikus tersebut dibagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 6 ekor tikus setiap kelompoknya, yaitu kelompok kontrol (ransum standar), prebiotik (ekstrak oligosakarida), probiotik (BAL) dan sinbiotik (ekstrak oligosakarida dan BAL). Jadwal percobaan adalah 11 hari masa adaptasi (pemberian ransum standar), 10 hari perlakuan (pemberian ekstrak, BAL dan campuran keduanya) dan 10 hari masa pasca perlakuan (pemberian ransum standar). Kandungan total mikroba, jumlah BAL dan E. coli serta keberadaan Salmonella secara kualitatif diuji melalui feses tikus dengan pengambilan sampel pada hari ke-0, 1, 5 dan 10 masa perlakuan serta hari ke-1, 5 dan 10 pasca perlakuan.

Secara umum, rendemen tepung ubi jalar mentah lebih tinggi dibandingkan ubi jalar kukus. Berdasarkan jenis ubi jalar, rendemen tepung ubi jalar mentah adalah: 29.59% (Sukuh mentah), 28.71% (Jago mentah) dan 16.73% (merah mentah) sedangkan rendemen ubi jalar kukus adalah: 25.82% (Sukuh kukus), 24.87% (Jago kukus), dan 13.54% (merah kukus). Kadar rafinosa ekstrak oligosakarida ubi jalar mentah dari yang tertinggi sampai terendah berdasarkan hasil kromatografi kertas adalah 2.97% (Sukuh), 2.27%(Jago) dan 1.26% (merah). Berdasarkan hasil ini, ekstrak oligosakarida Sukuh mentah memiliki kadar rafinosa tertinggi maka dilakukan konfirmasi ulang melalui metode HPLC terhadap ekstrak Sukuh mentah dan kukus.

Beberapa jenis oligosakarida yang terdapat pada ekstrak Sukuh mentah dan kukus adalah maltosa, maltotriosa, sukrosa dan rafinosa. Kadar rafinosanya adalah 48.04 ppm (mentah) dan 39.50 ppm (kukus). Berdasarkan hasil kromatografi, pengukuran TPT juga dilakukan hanya terhadap ekstrak oligosakarida ubi jalar mentah. Kadar TPT yang tertinggi hingga terendah secara berurutan adalah 39.22% (merah), 24.77%(Jago), dan 18.21%(Sukuh).

Tahap stimulasi BAL secara in vitro adalah ekstrak oligosakarida Sukuh mentah menunjukkan hasil stimulasi yang paling baik terhadap L. casei Rhamnosus dengan nilai absorbansi 0.987. Hasil pengujian secara in vivo menunjukkan bahwa pemberian campuran ekstrak Sukuh mentah (TPT 14.68%) dan sel L. casei Rhamnosus (6.5 x 108 log cfu/ml) terhadap kelompok tikus sinbiotik meningkatkan jumlah total mikroba sampai 10 log cfu/g dan jumlah BAL sampai 9.42 log cfu/g pada hari ke-10 perlakuan. Jumlah E. coli pada feses tikus kelompok ini menurun hingga mencapai angka 1.35 log cfu/g. Hasil pengujian Salmonella secara kualitatif adalah negatif terhadap keempat kelompok tikus. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian campuran ekstrak oligosakarida Sukuh mentah dan sel L. casei Rhamnosus (sinbiotik) paling efektif dibandingkan kedua cara lainnya untuk meningkatkan total mikroba dan jumlah BAL serta menurunkan jumlah E. coli.


(4)

Amanda Suryadjaja. F 24101090. The Potency of White and Red Sweet Potato (Ipomoea batatas L.) For Stimulating The Growth of Lactic Acid Bacteria and Reducing Pathogen Growth. Under supervision of Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. and Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.

SUMMARY

Indonesia is a country that has a very big potential in agriculture. Various kinds of crops and plants that the country has are natural resources that have to be maintained and treated respectfully. This is one of the reasons why the government is promoting and socializing food diversification. The foods which are promoted are carbohydrate based foods other than rice, which is the Indonesian staple food. One of those kinds of foods which is popular nowadays is sweet potato (Ipomoea batatas L.). Sweet potato is an Indonesian indigenous plant which its tuber is usually consumed. Its tuber contains oligosaccharides which have prebiotic potential; one of those is rafinose (Palmer, 1982).

This research’s aim is: (1) to identify and analyze rafinose contents in white sweet potato variety of Sukuh and Jago, and also red skin sweet potato clone BB 00105.10 cultivated by International Center Potato (CIP) Ciapus, Bogor; (2) to analyze the rafinose potency as prebiotic to stimulate lactic acid bacteria (LAB) growth and reduce pathogen growth through in vitro and in vivo assays.

Each variety of sweet potatoes was divided into two treatment, the first was raw sweet potato and the second was steamed with temperature 103-105oC for 20 minutes. After that, the sweet potatoes were sliced, dried by tray oven with temperature of 70oC for 24-48 hours and floured by Willey Mill. Oligosaccharides from sweet potato flour were extracted by stirring it in ethanol 70% continuously for 15 hours, purified and evaporated the alcohol by vacuum evaporator.

The rafinose content of raw sweet potato oligosaccharide extract was analyzed by paper chromatography and than reconfirmed by HPLC (High Performance Liquid Chromatography). The amount of total oligosaccharides, fat, vitamin and other components extracted in ethanol was analyzed by total solid (TS) method. Sweet potato that has the highest amount of rafinose (either raw or steamed) was used for the in vitro assay which is LAB stimulation. The LAB stimulation used MRS broth (de Mann Rogosa Shape) based media which its sugar was substituted by oligosaccharide extract. Each media was inoculated by one of the LAB strains, which were Lactobacillus casei Rhamnosus, Lactobacillus casei Shirota, LAB strain F1 and G3. The absorbance of each media was measured by spectrophotometer ( : 600 nm) for day-0 and day-2 (after incubated for 48 hours in 37oC).

The in vivo assay used 24 white male mice strain Sprague-Dawley aged 2 months. The highest amount of rafinose oligosaccharide extract and the best stimulated LAB from in vitro assay were used. The mice were divided into 4 groups contains 6 mice each of it. The groups were control group (standard feed), prebiotic group (oligosaccharide extract), probiotic group (LAB) and sinbiotic group (mixture of the extract and LAB). The assay schedule was 11 days of adaptation (fed with standard feed), 10 days of feeding (fed with oligosaccharide extract, LAB and the mixture) and 10 days of post feeding (fed with standard fed).


(5)

Total microbes, LAB, E. coli and Salmonella (qualitatively) were analyzed using feces sampling in day-0, 1, 5 and 10 during feeding period and day-1, 5 and 10 during post feeding period.

Generally, flour yield of raw sweet potatoes are higher than the steamed. Based on the varieties, the raw sweet potato flour yields were 29.59% (raw Sukuh), 28.71% (raw Jago) and 16.73% (raw red sweet potato). The steamed sweet potato flour yields were 25.82% (steamed Sukuh), 24.87% (steamed Jago) and 13.54% (steamed red sweet potato). The rafinose amounts in raw sweet potato oligosaccharide extract based on paper chromatography assay were 2.97% (Sukuh), 2.27% (Jago) and 1.26% (red sweet potato). These results showed that raw Sukuh had the highest rafinose amount; therefore the result was confirmed by HPLC method.

The types of oligosaccharide content in Sukuh extract were maltose, maltotriose, sucrose and rafinose. The HPLC results for rafinose amount in Sukuh extract were 48.04 ppm (raw) and 39.50 ppm (steamed). The TS amounts were 39.22% (red sweet potato), 24.77% (Jago), and 18.21% (Sukuh) respectively.

The in vitro LAB stimulation result showed that L. casei Rhamnosus was the best LAB stimulated by raw Sukuh oligosaccharide extract, with the absorbance value of 0.987. The in vivo assay showed the consumption of raw Sukuh extract (TS: 14.68%) and L. casei Rhamnosus (6.5 x 108 log cfu/ml) mixture given to sinbiotic group increased the total microbe until 10 log cfu/g and LAB amount until 9.42 log cfu/g on day-10 of feeding period. The amount of E. coli in this group decreased until 1.35 log cfu/g. The Salmonella qualitative analysis showed negative results for all groups during all periods. These facts showed that the consumption mixture of raw Sukuh oligosaccharide extract and L. casei Rhamnosus mixture (sinbiotic) was the most effective compare to the other two ways in increasing total microbes and total LAB, and also decreasing E. coli.


(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

POTENSI UBI JALAR PUTIH DAN MERAH (Ipomoea batatas L.) UNTUK PERTUMBUHAN BAKTERI ASAM LAKTAT DAN

MENEKAN PERTUMBUHAN PATOGEN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

AMANDA SURYADJAJA F 24101090

2005

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

POTENSI UBI JALAR PUTIH DAN MERAH (Ipomoea batatas L.) UNTUK PERTUMBUHAN BAKTERI ASAM LAKTAT DAN

MENEKAN PERTUMBUHAN PATOGEN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

AMANDA SURYADJAJA F 24101090

Dilahirkan pada tanggal 14 Juni 1983 di Semarang

Disetujui

Bogor, 15 Desember 2005

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc. Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Mengetahui

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. Plh. Ketua Departemen ITP


(8)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul:

“Potensi Ubi Jalar Putih dan Merah (Ipomoea batatas L.) Untuk Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat Dan Menekan Pertumbuhan Patogen” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditujukan rujukannya.

Bogor, 6 Desember 2005 Yang Membuat Pernyataan

_______________________ Amanda Suryadjaja


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Caecilia Agatha Amanda Suryadjaja dan dilahirkan di Semarang, 14 Juni 1983. Ia adalah putri dari pasangan Alex Suryadjaja dan Maria Justanti. Pendidikan dasarnya diselesaikan di SD Bunda Hati Kudus, Jakarta sampai dengan tahun 1995, SLTP Bunda Hati Kudus, Jakarta, sampai dengan tahun 1998 dan di SMU Kristen 1 (SMUK 1) BPK Penabur, Jakarta hingga tahun 2001. Setamat dari SMU, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi yang kemudian berganti nama pada tahun 2005 menjadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Penulis melakukan penelitian yang berjudul “Potensi Ubi Jalar Putih dan Merah (Ipomoea batatas L.) Untuk Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat dan Menekan Pertumbuhan Patogen” sebagai tugas akhirnya di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. dan Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc. Penelitian ini didanai sepenuhnya oleh PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk.: Bogasari Flour Mill melalui Bogasari Nugraha 2004.

Penulis aktif di berbagai kegiatan baik di dalam maupun di luar kampus selama menjalani hari-hari kuliahnya, diantaranya sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan IPB (HIMITEPA) tahun 2001-2005, anggota UKM Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) tahun 2001-2005, wakil Fakultas Teknologi Pertanian di KEMAKI (2003), anggota IPB English Debate Community (IDC) tahun 2004-2005, anggota Paduan Suara Mahasiswa Agria Swara tahun 2004-2005. Penulis juga pernah mengikuti kompetisi seperti The 2nd National Students’ Paper Competition on Food Issues (2003), Bogasari Nugraha VII (2004) dan menjadi juri di The 1st IPB English Debate Competition (2005).


(10)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat, berkat dan penyertaan-Nya dalam penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Potensi Ubi Jalar Putih dan Merah (Ipomoea batatas L.) Untuk Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat dan Menekan Pertumbuhan Patogen”. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dan penulisan tugas akhir ini juga memperoleh dana penelitian sepenuhnya dari Bogasari Nugraha Award 2004 dan dilaksanakan di laboratorium-laboratorium di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor dari Februari sampai dengan September 2005.

Penulis sadar bahwa selama proses penelitian sampai pembuatan karya ini, tidak sepenuhnya dilakukan sendiri, akan tetapi merupakan hasil kerja kolektif dari beberapa pihak yang selama ini dekat dengan penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. selaku dosen pembimbing akademik pertama dan Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc. selaku dosen pembimbing akademik kedua yang telah memberi pengarahan, bimbingan, bantuan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi kepada penulis.

2. Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc. atas saran dan masukan perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.

3. PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk.: Bogasari Flour Mill selaku pihak yang telah mendanai sepenuhnya penelitian dan penulisan skripsi ini melalui Bogasari Nugraha Award 2004.

4. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSi. atas ijinnya untuk menggunakan Bakteri Asam Laktat Galur F1 dan G3 dalam penelitian ini.


(11)

POTENSI UBI JALAR PUTIH DAN MERAH (Ipomoea batatas L.) UNTUK PERTUMBUHAN BAKTERI ASAM LAKTAT DAN

MENEKAN PERTUMBUHAN PATOGEN

Oleh:

AMANDA SURYADJAJA F 24101090

2005

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

Amanda Suryadjaja. F 24101090. Potensi Ubi Jalar Putih dan Merah (Ipomoea batatas L.) Untuk Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat dan Menekan Pertumbuhan Patogen. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. dan Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.

RINGKASAN

Indonesia adalah negara yang memiliki potensi sangat besar di bidang pertanian. Berbagai jenis tanaman yang sangat bervariasi merupakan sumber daya alam yang potensial yang harus dihargai dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Hal ini menjadi salah satu dasar pemerintah untuk mengupayakan dan mensosialisasikan diversifikasi bahan pangan. Bahan pangan yang diangkat adalah pangan berkarbohidrat selain beras, yang merupakan bahan pangan pokok penduduk Indonesia. Salah satu jenis tanaman pangan alternatif berkabohidrat yang cukup populer saat ini adalah ubi jalar (Ipomoea batatas L.). Ubi jalar merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang banyak dikenal dan cukup sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Ubi ini mengandung oligosakarida yang berpotensi sebagai prebiotik, salah satunya adalah rafinosa (Palmer, 1982).

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisa kandungan rafinosa di dalam ubi jalar putih varietas Sukuh, Jago dan ubi jalar merah klon BB 00105.10 yang dikembangkan di International Center Potato (CIP) Ciapus, Bogor. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui potensi prebiotik rafinosa tersebut untuk pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) dan menekan pertumbuhan patogen secara in vitro dan in vivo.

Percobaan dilakukan dengan membagi masing-masing jenis ubi jalar ke dalam dua perlakuan, bagian pertama dibiarkan tetap mentah dan bagian kedua dikukus pada suhu 103-105oC selama 20 menit. Setelah itu, ubi jalar diiris lalu dikeringkan dengan tray oven pada suhu 70oC selama 24-48 jam dan kemudian ditepungkan dengan Willey Mill. Oligosakarida dari tepung ubi jalar diekstrak dengan etanol 70% dan diaduk selama 15 jam kemudian disaring dan diuapkan pelarutnya dengan evaporator vakum.

Kandungan rafinosa ekstrak oligosakarida ubi jalar mentah dianalisa menggunakan metode kromatografi kertas kemudian dikonfirmasi hasilnya menggunakan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) sedangkan kandungan total oligosakarida, lemak, vitamin dan bahan-bahan yang terlarut di dalam etanol diukur dengan metode Total Padatan Terlarut (TPT). Hasil pengukuran kadar ini menentukan ubi jalar (mentah atau kukus) yang digunakan untuk tahap selanjutnya, yaitu stimulasi BAL secara in vitro dan tahap in vivo. Tahap stimulasi BAL dilakukan dengan menggunakan media berbasis MRS Broth (de Mann Rogosa Shape) dimana komponen gulanya disubtitusi dengan salah satu jenis ekstrak oligosakarida ubi jalar. Setiap media tersebut diinokulasikan salah satu dari keempat jenis BAL, yaitu Lactobacillus casei Rhamnosus, Lactobacillus casei Shirota, BAL galur F1 dan G3. Nilai absorbansi media diukur pada hari ke-0 (H-0) dan hari ke-2 (H-2) setelah diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam dengan spektrofotometer pada : 600 nm.


(13)

Tahap in vivo dilakukan dengan menggunakan 24 ekor tikus jantan galur Sprague-Dawley berumur 2 bulan. Ekstrak oligosakarida ubi jalar yang memiliki kadar rafinosa tertinggi dan BAL yang paling baik terstimulasi pertumbuhannya digunakan pada tahap ini. Tikus-tikus tersebut dibagi menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 6 ekor tikus setiap kelompoknya, yaitu kelompok kontrol (ransum standar), prebiotik (ekstrak oligosakarida), probiotik (BAL) dan sinbiotik (ekstrak oligosakarida dan BAL). Jadwal percobaan adalah 11 hari masa adaptasi (pemberian ransum standar), 10 hari perlakuan (pemberian ekstrak, BAL dan campuran keduanya) dan 10 hari masa pasca perlakuan (pemberian ransum standar). Kandungan total mikroba, jumlah BAL dan E. coli serta keberadaan Salmonella secara kualitatif diuji melalui feses tikus dengan pengambilan sampel pada hari ke-0, 1, 5 dan 10 masa perlakuan serta hari ke-1, 5 dan 10 pasca perlakuan.

Secara umum, rendemen tepung ubi jalar mentah lebih tinggi dibandingkan ubi jalar kukus. Berdasarkan jenis ubi jalar, rendemen tepung ubi jalar mentah adalah: 29.59% (Sukuh mentah), 28.71% (Jago mentah) dan 16.73% (merah mentah) sedangkan rendemen ubi jalar kukus adalah: 25.82% (Sukuh kukus), 24.87% (Jago kukus), dan 13.54% (merah kukus). Kadar rafinosa ekstrak oligosakarida ubi jalar mentah dari yang tertinggi sampai terendah berdasarkan hasil kromatografi kertas adalah 2.97% (Sukuh), 2.27%(Jago) dan 1.26% (merah). Berdasarkan hasil ini, ekstrak oligosakarida Sukuh mentah memiliki kadar rafinosa tertinggi maka dilakukan konfirmasi ulang melalui metode HPLC terhadap ekstrak Sukuh mentah dan kukus.

Beberapa jenis oligosakarida yang terdapat pada ekstrak Sukuh mentah dan kukus adalah maltosa, maltotriosa, sukrosa dan rafinosa. Kadar rafinosanya adalah 48.04 ppm (mentah) dan 39.50 ppm (kukus). Berdasarkan hasil kromatografi, pengukuran TPT juga dilakukan hanya terhadap ekstrak oligosakarida ubi jalar mentah. Kadar TPT yang tertinggi hingga terendah secara berurutan adalah 39.22% (merah), 24.77%(Jago), dan 18.21%(Sukuh).

Tahap stimulasi BAL secara in vitro adalah ekstrak oligosakarida Sukuh mentah menunjukkan hasil stimulasi yang paling baik terhadap L. casei Rhamnosus dengan nilai absorbansi 0.987. Hasil pengujian secara in vivo menunjukkan bahwa pemberian campuran ekstrak Sukuh mentah (TPT 14.68%) dan sel L. casei Rhamnosus (6.5 x 108 log cfu/ml) terhadap kelompok tikus sinbiotik meningkatkan jumlah total mikroba sampai 10 log cfu/g dan jumlah BAL sampai 9.42 log cfu/g pada hari ke-10 perlakuan. Jumlah E. coli pada feses tikus kelompok ini menurun hingga mencapai angka 1.35 log cfu/g. Hasil pengujian Salmonella secara kualitatif adalah negatif terhadap keempat kelompok tikus. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian campuran ekstrak oligosakarida Sukuh mentah dan sel L. casei Rhamnosus (sinbiotik) paling efektif dibandingkan kedua cara lainnya untuk meningkatkan total mikroba dan jumlah BAL serta menurunkan jumlah E. coli.


(14)

Amanda Suryadjaja. F 24101090. The Potency of White and Red Sweet Potato (Ipomoea batatas L.) For Stimulating The Growth of Lactic Acid Bacteria and Reducing Pathogen Growth. Under supervision of Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. and Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc.

SUMMARY

Indonesia is a country that has a very big potential in agriculture. Various kinds of crops and plants that the country has are natural resources that have to be maintained and treated respectfully. This is one of the reasons why the government is promoting and socializing food diversification. The foods which are promoted are carbohydrate based foods other than rice, which is the Indonesian staple food. One of those kinds of foods which is popular nowadays is sweet potato (Ipomoea batatas L.). Sweet potato is an Indonesian indigenous plant which its tuber is usually consumed. Its tuber contains oligosaccharides which have prebiotic potential; one of those is rafinose (Palmer, 1982).

This research’s aim is: (1) to identify and analyze rafinose contents in white sweet potato variety of Sukuh and Jago, and also red skin sweet potato clone BB 00105.10 cultivated by International Center Potato (CIP) Ciapus, Bogor; (2) to analyze the rafinose potency as prebiotic to stimulate lactic acid bacteria (LAB) growth and reduce pathogen growth through in vitro and in vivo assays.

Each variety of sweet potatoes was divided into two treatment, the first was raw sweet potato and the second was steamed with temperature 103-105oC for 20 minutes. After that, the sweet potatoes were sliced, dried by tray oven with temperature of 70oC for 24-48 hours and floured by Willey Mill. Oligosaccharides from sweet potato flour were extracted by stirring it in ethanol 70% continuously for 15 hours, purified and evaporated the alcohol by vacuum evaporator.

The rafinose content of raw sweet potato oligosaccharide extract was analyzed by paper chromatography and than reconfirmed by HPLC (High Performance Liquid Chromatography). The amount of total oligosaccharides, fat, vitamin and other components extracted in ethanol was analyzed by total solid (TS) method. Sweet potato that has the highest amount of rafinose (either raw or steamed) was used for the in vitro assay which is LAB stimulation. The LAB stimulation used MRS broth (de Mann Rogosa Shape) based media which its sugar was substituted by oligosaccharide extract. Each media was inoculated by one of the LAB strains, which were Lactobacillus casei Rhamnosus, Lactobacillus casei Shirota, LAB strain F1 and G3. The absorbance of each media was measured by spectrophotometer ( : 600 nm) for day-0 and day-2 (after incubated for 48 hours in 37oC).

The in vivo assay used 24 white male mice strain Sprague-Dawley aged 2 months. The highest amount of rafinose oligosaccharide extract and the best stimulated LAB from in vitro assay were used. The mice were divided into 4 groups contains 6 mice each of it. The groups were control group (standard feed), prebiotic group (oligosaccharide extract), probiotic group (LAB) and sinbiotic group (mixture of the extract and LAB). The assay schedule was 11 days of adaptation (fed with standard feed), 10 days of feeding (fed with oligosaccharide extract, LAB and the mixture) and 10 days of post feeding (fed with standard fed).


(15)

Total microbes, LAB, E. coli and Salmonella (qualitatively) were analyzed using feces sampling in day-0, 1, 5 and 10 during feeding period and day-1, 5 and 10 during post feeding period.

Generally, flour yield of raw sweet potatoes are higher than the steamed. Based on the varieties, the raw sweet potato flour yields were 29.59% (raw Sukuh), 28.71% (raw Jago) and 16.73% (raw red sweet potato). The steamed sweet potato flour yields were 25.82% (steamed Sukuh), 24.87% (steamed Jago) and 13.54% (steamed red sweet potato). The rafinose amounts in raw sweet potato oligosaccharide extract based on paper chromatography assay were 2.97% (Sukuh), 2.27% (Jago) and 1.26% (red sweet potato). These results showed that raw Sukuh had the highest rafinose amount; therefore the result was confirmed by HPLC method.

The types of oligosaccharide content in Sukuh extract were maltose, maltotriose, sucrose and rafinose. The HPLC results for rafinose amount in Sukuh extract were 48.04 ppm (raw) and 39.50 ppm (steamed). The TS amounts were 39.22% (red sweet potato), 24.77% (Jago), and 18.21% (Sukuh) respectively.

The in vitro LAB stimulation result showed that L. casei Rhamnosus was the best LAB stimulated by raw Sukuh oligosaccharide extract, with the absorbance value of 0.987. The in vivo assay showed the consumption of raw Sukuh extract (TS: 14.68%) and L. casei Rhamnosus (6.5 x 108 log cfu/ml) mixture given to sinbiotic group increased the total microbe until 10 log cfu/g and LAB amount until 9.42 log cfu/g on day-10 of feeding period. The amount of E. coli in this group decreased until 1.35 log cfu/g. The Salmonella qualitative analysis showed negative results for all groups during all periods. These facts showed that the consumption mixture of raw Sukuh oligosaccharide extract and L. casei Rhamnosus mixture (sinbiotic) was the most effective compare to the other two ways in increasing total microbes and total LAB, and also decreasing E. coli.


(16)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

POTENSI UBI JALAR PUTIH DAN MERAH (Ipomoea batatas L.) UNTUK PERTUMBUHAN BAKTERI ASAM LAKTAT DAN

MENEKAN PERTUMBUHAN PATOGEN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

AMANDA SURYADJAJA F 24101090

2005

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(17)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

POTENSI UBI JALAR PUTIH DAN MERAH (Ipomoea batatas L.) UNTUK PERTUMBUHAN BAKTERI ASAM LAKTAT DAN

MENEKAN PERTUMBUHAN PATOGEN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

AMANDA SURYADJAJA F 24101090

Dilahirkan pada tanggal 14 Juni 1983 di Semarang

Disetujui

Bogor, 15 Desember 2005

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc. Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Mengetahui

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. Plh. Ketua Departemen ITP


(18)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul:

“Potensi Ubi Jalar Putih dan Merah (Ipomoea batatas L.) Untuk Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat Dan Menekan Pertumbuhan Patogen” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditujukan rujukannya.

Bogor, 6 Desember 2005 Yang Membuat Pernyataan

_______________________ Amanda Suryadjaja


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Caecilia Agatha Amanda Suryadjaja dan dilahirkan di Semarang, 14 Juni 1983. Ia adalah putri dari pasangan Alex Suryadjaja dan Maria Justanti. Pendidikan dasarnya diselesaikan di SD Bunda Hati Kudus, Jakarta sampai dengan tahun 1995, SLTP Bunda Hati Kudus, Jakarta, sampai dengan tahun 1998 dan di SMU Kristen 1 (SMUK 1) BPK Penabur, Jakarta hingga tahun 2001. Setamat dari SMU, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi yang kemudian berganti nama pada tahun 2005 menjadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Penulis melakukan penelitian yang berjudul “Potensi Ubi Jalar Putih dan Merah (Ipomoea batatas L.) Untuk Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat dan Menekan Pertumbuhan Patogen” sebagai tugas akhirnya di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. dan Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc. Penelitian ini didanai sepenuhnya oleh PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk.: Bogasari Flour Mill melalui Bogasari Nugraha 2004.

Penulis aktif di berbagai kegiatan baik di dalam maupun di luar kampus selama menjalani hari-hari kuliahnya, diantaranya sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan IPB (HIMITEPA) tahun 2001-2005, anggota UKM Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) tahun 2001-2005, wakil Fakultas Teknologi Pertanian di KEMAKI (2003), anggota IPB English Debate Community (IDC) tahun 2004-2005, anggota Paduan Suara Mahasiswa Agria Swara tahun 2004-2005. Penulis juga pernah mengikuti kompetisi seperti The 2nd National Students’ Paper Competition on Food Issues (2003), Bogasari Nugraha VII (2004) dan menjadi juri di The 1st IPB English Debate Competition (2005).


(20)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat, berkat dan penyertaan-Nya dalam penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Potensi Ubi Jalar Putih dan Merah (Ipomoea batatas L.) Untuk Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat dan Menekan Pertumbuhan Patogen”. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dan penulisan tugas akhir ini juga memperoleh dana penelitian sepenuhnya dari Bogasari Nugraha Award 2004 dan dilaksanakan di laboratorium-laboratorium di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor dari Februari sampai dengan September 2005.

Penulis sadar bahwa selama proses penelitian sampai pembuatan karya ini, tidak sepenuhnya dilakukan sendiri, akan tetapi merupakan hasil kerja kolektif dari beberapa pihak yang selama ini dekat dengan penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. selaku dosen pembimbing akademik pertama dan Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc. selaku dosen pembimbing akademik kedua yang telah memberi pengarahan, bimbingan, bantuan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi kepada penulis.

2. Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc. atas saran dan masukan perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.

3. PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk.: Bogasari Flour Mill selaku pihak yang telah mendanai sepenuhnya penelitian dan penulisan skripsi ini melalui Bogasari Nugraha Award 2004.

4. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSi. atas ijinnya untuk menggunakan Bakteri Asam Laktat Galur F1 dan G3 dalam penelitian ini.


(21)

5. Bapak Koko dan Bapak Asep dari International Potato Center: East, Southeast Asia and Pacific Region (CIP-ESEAP), Bogor atas bantuannya dalam menyediakan ubi jalar putih dan merah.

6. Kedua orang tuaku atas segala dukungan moril, doa dan penyertaannya yang tiada henti-hentinya.

7. Tim ubi jalar Bogasari (Novi dan Hadie), Putri dan Aya atas segala kerjasama dan bantuan serta dukungannya dalam suka dan duka selama penelitian ini.

8. Para laboran di laboratorium-laboratorium Departemen ITP dan Mbak Ari (Laboratorium Mikrobiologi, PAU) yang selalu memberi bantuannya. 9. Nifar Siahaan atas cinta kasih, kasih sayang dan dukungan serta

penyertaannya selama ini baik dalam suka maupun duka serta dalam penyelesaian tugas akhir ini.

10.Dewi Damayanti untuk kesetian 4 tahun menjadi teman sebelah kamar di kost, teman curhat, gosip dan penjagaku.

11.“Keluarga tercinta”-ku: Hana, Fajar, Diana, Endi, Fanny, Mohung dan Devi atas segala kasih sayang, dukungan dan pengalaman selama 4 tahun di IPB.

12.Kelompok C5: (Anita, Christina, Sidharta), Indria, Bobby, Ivan, Christian untuk gosip-gosip penghibur dan kerepotan-kerepotan selama praktikum. 13.Anak-anak kost di Perwira 45, Ineke, Midawati, Bunga, Yana, Ajeng,

Shinta, Pretty, Steisi, Joanna yang telah menjadi keluarga baruku atas bantuan-bantuannya.

14.Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Pada akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi yang memerlukannya dan dapat dilakukan pengembangan sehingga dapat didapat hasil yang lebih baik lagi.

Penulis


(22)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...

i iii v vi vii I. PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang ... B. Tujuan Penelitian ...

1 1 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ...

A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) ... B. Oligosakarida ... 1. Definisi dan Klasifikasi Oligosakarida ... 2. Isolasi Oligosakarida ... C. Prebiotik ... D. Bakteri Asam Laktat ... 1. Definisi, Karakteristik dan Klasifikasi ... 2. Fungsi BAL Bagi Kesehatan ... 3. Lactobacillus sp. ... 4. Bakteri F1 ... 5. Bakteri G3 ...

3 3 6 6 7 9 12 12 14 15 17 17 III. BAHAN DAN METODE PERCOBAAN ...

A. Bahan dan Alat ... B. Metode Percobaan ... 1. Pembuatan Tepung Ubi Jalar ... 2. Ekstraksi Oligosakarida ... 3. Separasi Oligosakarida ... a. Kromatografi Kertas ... b. HPLC ... 4. Pengukuran Total Padatan Terlarut (TPT) ...

18 18 18 18 19 20 20 21 22


(23)

5. Penyegaran Kultur Bakteri Asam Laktat ... 6. Uji Potensi Prebiotik Secara In Vitro:

Stimulasi Bakteri Asam Laktat (BAL) ... 7. Uji Potensi Prebiotik Secara In Vivo ...

22

23 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...

A. Pembuatan Tepung ... B. Analisa Kadar Oligosakarida ... C. Stimulasi Pertumbuhan Bakteri Asam

Laktat (BAL) ... D. Pengujian In Vivo ... 1. Keadaan Tikus Selama Percobaan ... 2. Analisis Total Mikroba di Feses ... 3. Analisis Jumlah BAL di Feses ... 4. Analisis Total E. coli dan Salmonella di Feses ...

31 31 32

37 39 40 41 45 48 V. KESIMPULAN DAN SARAN ...

A. Kesimpulan ... B. Saran ...

52 52 53 DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

50 54


(24)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Karakteristik Ubi Jalar Putih Varietas Sukuh

dan Jago ... Tabel 2.2. Komposisi Proksimat Ubi Jalar Mentah

per 100 gram ... Tabel 2.3. Komposisi Gula Terlarut di Dalam Ubi Jalar

yang Telah Masak ... Tabel 2.4. Pembagian Lactobacillus Berdasarkan

Karakteristik Fisiologis ... Tabel 4.1. Rendemen Ubi Jalar Mentah dan Kukus

Dari Ketiga Varietas ... Tabel 4.2. TPT Ekstrak Oligosakarida Ubi Jalar Mentah

Dari Ketiga Varietas ... Tabel 4.3. Kadar Rafinosa Ekstrak Oligosakarida

Ubi Jalar Mentah Dari Ketiga Varietas ... Tabel 4.4. Kadar Berbagai Jenis Oligosakarida di

Dalam Ekstrak Sukuh Mentah dan Kukus ... Tabel 4.5. Identifikasi Komponen Oligosakarida

Ekstrak Sukuh Mentah ... Tabel 4.6. Identifikasi Komponen Oligosakarida

Ekstrak Sukuh Kukus ...

5

10

10

16

31

32

33

35

35


(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Struktur Kimia Rafinosa (Pazur di dalam

Pigman dan Horton, 1970) ... Gambar 3.1. Diagram Alir Tahap Pembuatan Tepung

Ubi Jalar ... Gambar 3.2. Diagram Alir Tahap Ekstraksi Oligosakarida Ubi Jalar ... Gambar 3.3. Diagram Alir Tahap Separasi Oligosakarida

dan Pengukuran Kadar TPT ... Gambar 3.4. Diagram Alir Tahap Stimulasi BAL

Secara In Vitro ... Gambar 3.5. Diagram Alir Tahap Uji Potensi Prebiotik

Ekstrak Oligosakarida Secara In Vivo ... Gambar 4.1. Penampakkan Ubi Jalar Putih dan Merah ... Gambar 4.2. Hasil Kromatografi Kertas Ekstrak Oligosakarida Ketiga Varietas Ubi Jalar Mentah ... Gambar 4.3. Hasil Analisis HPLC Ekstrak Oligosakarida

Sukuh Mentah ... Gambar 4.4. Hasil Analisis HPLC Ekstrak Oligosakarida

Sukuh Kukus ... Gambar 4.5. Hasil Pengukuran Nilai Absorbansi

Stimulasi BAL ... Gambar 4.6. Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley ... Gambar 4.7. Perubahan Berat Badan Tikus Setiap Kelompok Selama Masa In Vivo ... Gambar 4.8. Grafik Jumlah Total Mikroba di Feses ... Gambar 4.9. Grafik Jumlah BAL di Feses ... Gambar 4.10. Grafik Jumlah E. coli di Feses ...

11 19 20 22 24 26 31 34 36 36 38 40 40 42 45 49


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Produksi Ubi Jalar di Indonesia, Luas Panen dan

Hasil Panen per Hektar Tahun 1998-2004 ... Lampiran 2. Rendemen Ubi Jalar Mentah dan Kukus ... Lampiran 3. Nilai TPT ketiga jenis varietas ubi jalar ... Lampiran 4a. Hasil Analisis HPLC Dari Laboratorium ... Lampiran 4b. Hasil Analisis HPLC Ekstrak Oligosakarida Sukuh Mentah ... Lampiran 4c. Hasil Analisis HPLC Ekstrak Oligosakarida

Sukuh Kukus ... Lampiran 4d. Hasil Analisis HPLC Standar Rafinosa

dan Maltotriosa ... Lampiran 4e. Hasil Analisis HPLC Standar Sukrosa

dan Maltosa ... Lampiran 5a. Hasil Pengukuran Absorbansi Stimulasi BAL (L. casei Rhamnosus) ... Lampiran 5b. Hasil Pengukuran Absorbansi Stimulasi BAL (L. casei Shirota) ... Lampiran 5c. Hasil Pengukuran Absorbansi Stimulasi BAL (F1) Lampiran 5d. Hasil Pengukuran Absorbansi Stimulasi BAL (G3) Lampiran 6. Perhitungan Komposisi Ransum Standar ... Lampiran 7. Perhitungan Volume Ekstrak Steril, Kultur BAL

dan Sinbiotik Untuk In Vivo ... Lampiran 8a. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus

Selama Masa Adaptasi (Kelompok Kontrol) ... Lampiran 8b. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus

Selama Masa Adaptasi (Kelompok Prebiotik) .... Lampiran 8c. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus

Selama Masa Adaptasi (Kelompok Probiotik) ... Lampiran 8d. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus

Selama Masa Adaptasi (Kelompok Sinbiotik) ... Lampiran 8e. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus

Selama Masa Perlakuan (Kelompok Kontrol) ... Lampiran 8f. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus

Selama Masa Perlakuan (Kelompok Prebiotik) ....

59 60 62 63 64 65 66 67 68 70 72 74 76 77 78 79 80 81 82 83


(27)

Lampiran 8g. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus Selama Masa Perlakuan (Kelompok Probiotik) ... Lampiran 8h. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus

Selama Masa Perlakuan (Kelompok Sinbiotik) .... Lampiran 8i. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus

Setelah Masa Perlakuan (Kelompok Kontrol) ... Lampiran 8j. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus

Setelah Masa Perlakuan (Kelompok Prebiotik) .... Lampiran 8k. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus

Setelah Masa Perlakuan (Kelompok Probiotik) ... Lampiran 8l. Konsumsi Ransum dan Berat Badan Tikus

Setelah Masa Perlakuan (Kelompok Sinbiotik) .... Lampiran 9a. Perhitungan Jumlah Total Mikroba di Feses

Masa Perlakuan ... Lampiran 9b. Perhitungan Jumlah Total Mikroba di Feses

Pasca Perlakuan ... Lampiran 10a.Perhitungan Jumlah Koloni BAL di Feses

Masa Perlakuan ... Lampiran 10b.Perhitungan Jumlah Koloni BAL di Feses

Pasca Perlakuan ... Lampiran 11a.Perhitungan Jumlah Koloni E. coli di Feses

Masa Perlakuan ... Lampiran 11b.Perhitungan Jumlah Koloni E. coli di Feses Pasca Perlakuan ...

84

85

86

87

88

89

90

92

94

96

98


(28)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki potensi sangat besar di bidang pertanian. Berbagai jenis tanaman yang sangat bervariasi merupakan sumber daya alam yang potensial yang harus dihargai dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Hal ini menjadi salah satu dasar pemerintah untuk mengupayakan dan mensosialisasikan diversifikasi bahan pangan. Bahan pangan yang diangkat adalah pangan berkarbohidrat selain beras yang merupakan bahan pangan pokok penduduk Indonesia. Tujuan dari gerakan ini adalah untuk mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras, mempromosikan bahan pangan tersebut agar pengetahuan masyarakat menjadi lebih luas dan menggali potensinya yang menguntungkan terutama pengaruhnya terhadap kesehatan. Salah satu jenis tanaman pangan alternatif berkabohidrat yang cukup populer saat ini adalah ubi jalar (Ipomoea batatas L.).

Ubi jalar mudah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini dikarenakan ubi jalar dapat tumbuh sepanjang tahun di dataran rendah maupun di pegunungan sampai pada ketinggian 1000 meter. Tidak seperti tanaman palawija lainnya, ubi jalar tidak memerlukan tanah yang subur karena pada tanah yang subur yang tumbuh lebat hanya daun dan batangnya (Soemartono, 1984). Selain itu, ubi jalar merupakan salah satu tanaman tropis yang paling penting peranannya dalam produksi tanaman pangan sedunia karena lebih dari 90% produksi dunia terdapat di Asia (Bradburry, 1989).

Saluran pencernaan manusia termasuk organ yang memiliki peranan sangat penting dalam metabolisme tubuh. Hal ini dikarenakan peranannya sebagai tempat pencernaan makanan yang disantap dan penyerapan zat-zat gizi. Saluran pencernaan manusia, khususnya usus halus dan besar, dihuni oleh mikroflora-mikroflora alami. Mikroflora alami usus ada yang bersifat menguntungkan, contohnya bakteri asam laktat (BAL) dan ada yang bersifat merugikan, contohnya patogen. Beberapa genus BAL dapat dikategorikan sebagai probiotik yang dapat memberikan pengaruh positif bagi kesehatan


(29)

saluran pencernaan. Keseimbangan ekologi mikroflora usus tersebut sangat perlu dijaga untuk mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan infeksi maupun gangguan pencernaan dengan cara mengontrol pertumbuhan bakteri patogen yang potensial (Forestier et al., 2001).

Pertumbuhan BAL di usus manusia dapat distimulasi dengan cara memberikan substrat-substrat yang dapat dicerna oleh bakteri tersebut sehingga populasinya meningkat dan dapat melawan bakteri patogen. Substrat-substrat yang dapat digunakan oleh BAL untuk menstimulasi pertumbuhannya dikenal dengan nama prebiotik. Beberapa contoh prebiotik adalah oligosakarida (rafinosa, fruktooligosakarida, verbaskosa) dan serat pangan (dietary fiber).

Ubi jalar merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang banyak dikenal dan cukup sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Ubi ini mengandung oligosakarida yang berpotensi sebagai prebiotik, salah satunya adalah rafinosa (Palmer, 1982). Namun demikian, penelitian mengenai efektivitas rafinosa sebagai prebiotik dan sinbiotik secara in vitro dan in vivo belum dilakukan.

B. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi dan menganalisa kandungan rafinosa di dalam ubi jalar putih jenis Sukuh, Jago dan ubi jalar merah klon BB 00105.10. 2. Menganalisa potensi prebiotik rafinosa tersebut terhadap pertumbuhan

Lactobacillus casei Rhamnosus, Lactobacillus casei Shirota, BAL galur F1 dan G3 serta menekan pertumbuhan bakteri patogen secara in vitro dan in vivo.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

Ubi jalar adalah tanaman tropis indigenus Amerika yang kemudian disebarkan ke kepulauan tropis di Pasifik, utara Selandia Baru, Asia dan Afrika oleh pedagang Spanyol dan Portugis setelah Colombus (Kahn, 1977). Ubi jalar termasuk tanaman tropis, tumbuh baik di daerah yang memenuhi persyaratan tumbuhnya, yaitu hawa panas dengan udara yang lembab, suhu optimumnya 27oC dan lama penyinaran 11-12 jam per hari.

Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) termasuk divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicothyledone, ordo Solanaceae, famili Convolvulaceae, genus Ipomoea dan spesies batatas. Ubi jalar berasal dari daerah tropis dan subtropis Amerika, kemudian menyebar ke daerah tropis dan subtropis lainnya (Steinbauer dan Kushman, 1971). Bahan pangan ini dikenal hampir di semua wilayah Indonesia, memiliki berbagai macam kegunaan dan beragam nama daerah seperti ubi jawa (Sumatera Barat), gadong jalur (Batak), ketela (Jakarta), ketela rambat (Jawa), katila (Dayak), watata (Sulawesi Utara), dan lain-lain. Ubi jalar segar di Indonesia umumnya dikonsumsi dengan cara direbus. Industri rumah tangga menggunakannya untuk membuat produk snack goreng dan manisan ubi. Bahkan, tepung dari ubi jalar sudah banyak diproduksi untuk digunakan sebagai tepung komposit bahan baku pembuatan roti dan produk bakery sehingga penggunaan ubi jalar sebagai bahan pangan sudah semakin luas.

Kaplan (1971) menyatakan umbi tanaman ubi jalar dibentuk dari penebalan lapisan akar luar yang dekat dengan batang dan berada di dalam tanah atau bonggol yang berada di dalam tanah. Sedangkan menurut Steinbauer dan Kushman (1971), umbi tanaman ubi jalar adalah akar yang membesar untuk menyimpan cadangan makanan bagi tanaman, umumnya berupa pati, dengan bentuk antara lonjong sampai agak bulat. Ubi jalar mempunyai warna kulit muda, putih kotor, kuning, jingga dan ungu tua. Warna dagingnya putih,


(31)

krem, kuning, merah muda dan jingga tergantung jenis dan banyaknya pigmen yang terdapat di dalamnya.

Produksi ubi jalar di Indonesia menempati urutan keempat per tahunnya. Luas lahan produksi ubi jalar di Indonesia rata-rata mengalami penurunan setiap tahunnya. Namun, efisiensi produktivitas hasil panen per hektar rata-rata meningkat. Produksi ubi jalar di Indonesia, luas panen dan hasil panen per hektar pada tahun 1998-2004 dapat dilihat pada Lampiran 1.

Ubi jalar yang dikembangkan di International Potato Center (CIP) di Ciapus, Bogor adalah ubi jalar putih varietas Sukuh, Jago dan ubi jalar merah klon BB 00105.10 yang belum dirilis secara resmi oleh Departemen Pertanian. Ubi jalar putih varietas Sukuh dan Jago telah dirilis secara resmi oleh pemerintah Indonesia melalui keputusan Departemen Pertanian pada 13 Agustus 2001 dengan No. 531/Kpts/TP.240/10/2001 (Tjintokohadi et al., 2001). Pihak yang melakukan penyilangan dan pengembangbiakkan adalah International Potato Center – East, Southeast Asia and Pacific Region (CIP-ESEAP) di Ciapus, Bogor. Sesuai dengan tradisi Indonesia, kedua varietas baru tersebut dinamakan sama dengan candi-candi yang ada di Indonesia.

1. Ubi jalar putih varietas Sukuh

Klon ini dipilih dari famili AB94001 yang pada awalnya diperkenalkan di Jepang pada bulan Maret 1994 dan merupakan hasil persilangan antara KYUSHU 102 sebagai pihak wanita dan KANTO 106 sebagai pihak jantan, dimana keduanya berasal dari Jepang. (Tjintokohadi et al., 2001). Tanaman ubi klon ini memiliki karakteristik semi kompak dengan panjang antara 75-150 cm, tidak memiliki umbi yang kembar pada satu tanaman, tidak memiliki alat kelamin dan daunnya secara umum berbentuk hati. Ubi jenis ini dapat tumbuh dengan stabil pada 3 daerah dengan iklim berbeda, yaitu: Bogor, Lembang dan Malang. Bogor adalah daerah dengan iklim tropis lembab dan keadaan tanah yang kurang subur. Lembang memiliki iklim yang lebih dingin dan berdataran tinggi sedangkan Malang memiliki tanah yang sangat subur. Masa panen yang ideal terjadi pada hari ke-120 setelah penanaman (di dataran rendah) dan hari ke-150 (di dataran tinggi).


(32)

Karakteristik ubi jalar putih varietas Sukuh dan Jago dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Karakteristik ubi jalar putih varietas Sukuh dan Jago

Karakteristik Sukuh Jago

Klon AB 94001-8 B 0053-9

Tahun rilis 2000 2000

Warna kulit Kuning Kuning muda

Warna daging Putih Putih

Total padatan kering (%) 35.0 33.0

Kadar serat (%) 0.85 1.09

Kadar protein (%) 1.62 1.50

Total gula (%) 4.56 4.26

Vitamin C (mg / 100 g) 19.21 20.65 Beta karoten (mg / 100 g) 36.59 84.99 Rendemen segar (ton / ha) 25-30 25-30

Spesifikasi Rendemen tinggi,

total padatan kering tinggi, cocok untuk

tepung atau pati

Rendemen tinggi, total padatan kering

tinggi, cocok untuk tepung atau pati Sumber : Jusuf (2003)

Nama Sukuh diambil dari nama sebuah candi umat Hindu yang didirikan pada abad ke-15 dan terletak di dekat Karanganyar, Jawa Tengah dimana daerah tersebut merupakan pusat utama produksi ubi jalar (Tjintokohadi et al., 2001). Candi Sukuh dibangun dengan konstruksi piramida bertingkat yang menyerupai dengan kuil-kuil suku Maya di Amerika Tengah, yang juga merupakan pusat dari ubi jalar. Sukuh memiliki rendemen yang tinggi dengan kandungan pati tinggi (total padatan kering >35%) dan sangat cocok untuk bahan pangan ataupun bahan baku proses produk pertanian sehingga dapat dibuat tepung (Tjintokohadi et al., 2001).


(33)

2. Ubi jalar putih varietas Jago

Jago merupakan hasil polinasi terbuka dari klon B0053 (BIS 183) yang merupakan induk asli Indonesia dan salah satu klon yang disumbangkan oleh Bogor Research Institute for Food Crops (BORIF) pada bulan Juli 1990 (Tjintokohadi et al., 2001). Ubi ini tidak memiliki umbi yang kembar pada satu tanaman, tidak memiliki alat kelamin, merupakan tipe tanaman kompak dengan panjang 75-150 cm dan memiliki daun yang secara umum berbentuk cuping. Tanamannya dapat beradaptasi terhadap berbagai keadaan tanah namun tipe tanah yang terbaik untuk tumbuh adalah tanah liat berpasir. Masa panen yang ideal adalah sekitar hari ke-120 setelah penanaman (di dataran rendah) dan hari ke-150 (di dataran tinggi).

Nama Jago juga diambil dari nama sebuah candi Hindu yang dibangun pada abad ke-13 selama periode pemerintahan Majapahit. Candi tersebut berlokasi di dekat Malang, Jawa Timur dan merupakan lokasi dari Indonesia Research Institute for Legumes and Root Crops (RILET). RILET adalah rekan kerja CIP untuk penelitian dan pemilihan bibit ubi jalar di Indonesia. Ubi jenis ini memiliki rendemen tinggi dan sangat diterima oleh konsumen sebagai bahan pangan sehingga dapat dibuat tepung.

B.Oligosakarida

1. Definisi dan klasifikasi oligosakarida

Oligosakarida merupakan bagian dari polimer karbohidrat yang besar dan penting dimana terdapat dalam bentuk bebas atau berkelompok pada semua makhluk hidup. Definisi oligosakarida yang disetujui secara luas adalah sebuah karbohidrat yang terdiri dari 2-10 buah residu monosakarida dengan struktur kimia tertentu (Pazur, 1970). Struktur oligosakarida terdiri dari beberapa residu monosakarida yang saling bergabung karena ikatan glikosidik dimana ikatan ini sangat mudah terhidrolisis oleh larutan asam.

Klasifikasi oligosakarida dilakukan berdasarkan tipe gugus fungsional, jumlah monomer monosakarida dan tipe residu monomer di dalam komponen (Pazur, 1970). Klasifikasi berdasarkan gugus fungsional adalah


(34)

penghitungan gugus aglikon dari ikatan glikosida (hasil hidrolisis oligosakarida) sebagai residu karbohidrat. Monomer-monomer monosakarida bergabung dengan cara saling berikatannya gugus hemiasetal monomer pertama dengan gugus hidroksil dari monomer kedua dan dilanjutkan dengan monomer-monomer berikutnya sehingga membentuk jembatan oksigen. Ikatan inilah yang disebut dengan ikatan glikosida.

Jenis klasifikasi oligosakarida yang biasa digunakan adalah klasifikasi berdasarkan jumlah monomer monosakarida penyusun komponen tersebut. Disakarida adalah oligosakarida yang terdiri dari dua buah monosakarida, trisakarida terdiri dari tiga buah, tetrasakarida terdiri dari empat buah dan seterusnya. Oligosakarida yang dikenal umumnya terdiri dari rantai 2-10 monomer monosakarida (Pazur, 1970). Oligosakarida juga terdiri dari dua jenis, yaitu homo-oligosakarida dan hetero-oligosakarida. Homo-oligosakarida adalah tipe Homo-oligosakarida yang tersusun dari hanya satu jenis monosakarida sedangkan hetero-oligosakarida terdiri dari dua atau lebih jenis monosakarida. Oligosakarida sangat mudah larut di dalam air dan pelarut polar lainnya (Pazur, 1970).

2. Isolasi oligosakarida

Isolasi oligosakarida dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu berdasarkan tingkat kemurniannya di dalam larutan atau media tertentu menggunakan prinsip presipitasi dan ekstraksi, pemisahan kromatografi serta konsentrasi dan kristalisasi (Pazur, 1970). Namun, metode yang paling dasar dan masih relevan untuk berbagai jenis oligosakarida sampai saat ini adalah kromatografi. Beberapa metode kromatografi yang dapat digunakan untuk isolasi adalah kromatografi kolom, filtrasi gel, lapis tipis dan kertas. Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah kromatografi kertas dan HPLC untuk mengkonfirmasi hasil kromatografi kertas.

Kromatografi kertas merupakan satu-satunya cara yang tersedia sampai saat ini untuk mendapatkan komponen-komponen oligosakarida dalam bentuk murni (Pazur, 1970). Prinsip kerjanya hampir sama dengan kromatografi kolom, yaitu berdasarkan perbedaan koefisien partisi (Rf)


(35)

berbagai macam jenis oligosakarida di dalam berbagai macam jenis pelarut. Horowitz (1980) menyatakan bahwa nilai Rf sebuah komponen didefinisikan sebagai rasio jarak yang ditempuh oleh komponen dengan jarak yang ditempuh fase pelarut.

Ada dua macam fase di dalam teknik ini, yaitu fase stasioner atau diam dan fase bergerak. Komponen yang akan dikromatografi harus didistribusikan diantara kedua fase tersebut, Fase yang kaya air umumnya akan tetap diam sedangkan fase yang kaya pelarut organik akan bergerak dan membawa komponen yang dipisahkan tersebut. Sampel ditaruh pada garis dasar yang digambar di salah satu sisi kertas kromatografi (bentuk sampel dapat berupa lingkaran kecil atau garis panjang) dan pelarut organik akan memisahkan komponen-komponen oligosakarida di dalam sampel tersebut berdasarkan prinsip kapilaritas. Chamber kromatografi harus ditutup untuk mempertahankan suhu ruangan yang stabil. Arah gerak pelarut yang sering digunakan adalah ke arah atas atau menurun. Komponen-komponen dengan nilai koefisien partisi hampir sama akan sulit terpisah sedangkan komponen-komponen yang memiliki selisih nilai koefisien partisi besar akan lebih mudah dipisahkan.

Nilai Rf gula akan meningkat seiring dengan meningkatnya kandungan air di fase bergerak (Horowitz, 1980). Hal ini dikarenakan gula sangat mudah terhidrasi di dalam larutan aqueous. Horowitz (1980) juga menyatakan bahwa nilai Rf sangat dipengaruhi oleh konfigurasi gugus hidroksil gula. Nilai Rf berhubungan dengan interaksi antara gugus hidroksil dari gula melalui ikatan hidrogennya dengan air sebagai fase diam. Jumlah gugus hidroksil ekuatorial yang semakin tinggi akan menghasilkan nilai Rf gula yang semakin kecil. Hal ini dikarenakan rendahnya kelarutan gula di dalam pelarut organik sebagai fase bergerak. Dua jenis kombinasi sistem pelarut yang dapat digunakan untuk mengisolasi oligosakarida dengan kromatografi kertas adalah: 1) butil alkohol – piridin – benzena – air (5:3:1:3); dan 2) propil alkohol - etil asetat - air (7:1:2) (Horowitz, 1980).


(36)

C. Prebiotik

Saluran pencernaan manusia dihuni oleh bakteri dalam jumlah tinggi, yaitu sekitar 1012 per gram berat kering dari kandungan mikroflora di saluran pencernaan (Salminen et al., 1998). Karbon dan energi, yang diperlukan untuk mempertahankan koloni bakteri yang besar tersebut, diambil dari karbohidrat yang disekresikan inangnya atau dari karbohidrat yang dimakan inangnya dan tidak dicerna di usus kecil. Bifidobakteria dan laktobasili adalah contoh bakteri anaerobik anggota mikroflora kolon yang dapat memberikan efek menguntungkan bagi inangnya.

Gibson dan Roberfroid (1995) menyatakan bahwa prebiotik adalah bahan makanan yang tidak dapat dicerna dan menguntungkan inangnya dan menstimulasi secara selektif pertumbuhan dan atau aktivitas dari satu atau sejumlah bakteri di kolon sehingga dapat meningkatkan kesehatan. Sebuah bahan makanan agar dapat dikategorikan sebagai prebiotik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Bahan makanan harus tidak dapat dihidrolisasi atau diserap di bagian atas saluran gastrointestinal.

2. Bahan makanan harus dapat menstimulasi secara selektif pertumbuhan bakteri yang menguntungkan di kolon.

3. Bahan makanan dapat menekan pertumbuhan patogen dan virus, menginduksi efek sistemik sehingga dapat memberikan pengaruh baik bagi kesehatan manusia.

Suatu bahan pangan dapat mengandung oligosakarida yang tidak dapat dicerna, contohnya rafinosa, fruktooligosakarida (FOS), galaktooligosakarida (GOS), galaktosillaktosa, isomaltooligosakarida atau transgalaktooligosakarida (TOS) dan palatinosa (Salminen et al., 1998). Becker et al. (1974) menyatakan bahwa contoh oligosakarida yang terdapat di ubi jalar mentah adalah stakiosa, rafinosa dan verbaskosa. Menurut Palmer (1982), kandungan oligosakarida di ubi jalar sangat rendah sedangkan menurut Collins dan Walter (1985), kandungan oligosakarida yang tidak dapat dicerna seperti rafinosa akan dapat menurunkan timbulnya penyakit kanker usus,


(37)

diabetes, penyakit hati dan penyakit saluran pencernaan. Komposisi proksimat ubi jalar mentah dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan kandungan rafinosa dalam ubi jalar yang telah dimasak dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.2. Komposisi proksimat ubi jalar mentah per 100 gram

Komponen Komposisi

Energi Air Karbohidrat Total lemak

Protein Serat Ampas

118 Kkal 69.60 gram 27.89 gram 0.17 gram 1.53 gram 4.1 gram 0.82 gram Sumber: Riana (2000)

Tabel 2.3. Komposisi gula terlarut dalam ubi jalar yang telah dimasak Jenis Gula (karbohidrat) % (berat basah)

Maltosa 5.5 Sukrosa 4.4 Fruktosa 0.9 Glukosa 0.8 Rafinosa 0.5 Total 12.1 Sumber: Palmer (1982)

Rafinosa adalah salah satu jenis oligosakarida yang dapat dimurnikan dari beberapa tanaman dan tidak dapat dicerna di dalam saluran pencernaan manusia. Oligosakarida jenis ini merupakan trisakarida yang terdiri dari monomer fruktosa, galaktosa dan glukosa dengan titik leleh 78oC (Pazur, 1970). Selain dapat dieskstrak dari gula bit, rafinosa juga dikenal terdapat di dalam ubi jalar menurut Palmer (1982), namun belum ditemukannya penelitian yang menganalisa kandungan rafinosa dan jenis-jenis oligosakarida


(38)

lainnya di dalam ubi jalar mentah. Struktur kimia rafinosa dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur kimia rafinosa [β-D-Fruktofuranosil O-α -D-Galaktopiranosil-(1-6)-α-D-Glukopiranosida]

(Pazur, 1970)

Beberapa bakteri usus dapat menggunakan rafinosa untuk pertumbuhannya. Menurut penelitian Benno dan rekannya (Salminen et al., 1998), pemberian 15 gram rafinosa per hari selama 4 minggu telah meningkatkan jumlah Bifidobakteria di feses manusia secara signifikan. Rafinosa dapat dimetabolisme oleh mikroflora usus sehingga dihasilkannya asam laktat, asam asetat, asam butirat, hidrogen peroksida, bakteriosin dan metabolit lainnya (Mishra dan Lambert, 1996).

Serat pangan atau dietary fibre juga termasuk sebagai prebiotik dan banyak terdapat di bahan pangan terutama sayur-sayuran dan buah-buahan. Menurut Riana (2000), serat pangan juga terdapat di dalam ubi jalar kukus sebesar 4.1 gram. Jenis serat pangan yang dapat difermentasi oleh mikroba di saluran pencernaan adalah serat pangan larut air (soluble dietary fiber). Substrat ini dapat menyerap air di usus sehingga mengembang (bulky) dan dapat difermentasi oleh mikroflora-mikroflora di saluran pencernaan manusia sehingga menghasilkan gas-gas selain asam lemak volatil. Gas-gas tersebut adalah H2, CO2, H2O, O2 dan CH4. Sebagian besar gas tersebut dihasilkan di kolon atau usus besar dimana jumlah mikrobanya 100-1000 kali lebih tinggi dibandingkan di usus kecil (Fleming dan Calloway, 1983). Namun, gas-gas yang terdapat di usus tidak semuanya merupakan hasil fermentasi. Sebagian gas-gas tersebut berasal dari udara yang ikut masuk melalui rongga mulut saat makan dan ada yang berasal dari hasil sekresi sel dinding usus dan metabolisme sel-sel tersebut.


(39)

Kondisi-kondisi yang mempengaruhi proses fermentasi substrat prebiotik adalah kondisi saluran pencernaan (aerobik, pH), substrat yang tersedia (endogenus atau berasal dari makanan) dan tingkat simbiosis antara mikroba di dalam usus. Studi yang dilakukan oleh Salyers (1979) mengenai jenis mikroba yang terdapat di feses adalah terdapatnya 5 genus mikroba yang paling banyak terdapat di kolon, yaitu Bacteroides, Eubacterium, Bifidobacterium, Peptostreptococcus dan Fusobacterium. Hal ini menunjukkan bahwa fermentasi yang terjadi di kolon tidak sepenuhnya dilakukan oleh BAL namun juga oleh bakteri-bakteri lainnya yang telah disebutkan di atas.

Kondisi usus dimana terkandung gas-gas, yang telah disebutkan di atas, dalam jumlah berlebih disebut sebagai flatulensi (Anonymous, 2005). Akibatnya dapat muncul perasaan kurang nyaman di dalam usus sehingga menyebabkan penderita sering buang angin dari rektum. Namun, flatulensi bukan merupakan penyakit dan tidak berbahaya. Fleming dan Calloway (1983) menyatakan bahwa kuantitas gas-gas yang terkandung di dalam usus dapat ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah keadaan psikologis (cemas dan stres) dan jenis substrat yang dimakan. Komposisi gas ditentukan oleh sekresi endogenus, populasi mikroba dan substrat yang tersedia untuk difermentasi mikroba (endogenus atau berasal dari diet).

D. Bakteri Asam Laktat (BAL)

1. Definisi, karakteristik dan klasifikasi

Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri Gram positif yang memiliki kesamaan karakteristik secara morfologi, metabolik dan fisiologis. Karakteristik umum bakteri jenis ini adalah Gram positif, tidak berspora, sel berbentuk bulat atau batang dan memproduksi asam laktat sebagai hasil akhir utama proses fermentasi karbohidrat (Axelsson, 1998). Definisi BAL menurut Donohue et al. (1998) adalah bakteri yang memproduksi asam laktat, termasuk Gram positif, tidak membentuk spora, sel berbentuk batang atau bulat, baik tunggal, berpasangan atau berantai dan terkadang tetrad. Contoh


(40)

BAL yang berbentuk batang adalah genus Lactobacillus dan Carnobacterium sedangkan yang berbentuk bulat adalah genus-genus lainnya. BAL umumnya ditemukan di saluran pencernaan, yaitu usus halus dan kolon.

Awalnya BAL hanya terdiri dari genus Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus dan Streptococcus (Donohue dan Salminen, 1996), namun pada perkembangannya, BAL menjadi terdiri dari genus-genus Aerococcus, Alloiococcus, Carnobacterium, Dolosigranulum, Enterococcus, Globicatella, Lactobacillus, Lactococcus, Lactosphaera, Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, Vagococcus dan Weissella (Axelsson, 1998). BAL dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan senyawa yang dihasilkan dari proses fermentasi gula, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Proses homofermentatif menghasilkan produk akhir hanya asam laktat melalui jalur glikolisis. Proses heterofermentatif menghasilkan produk akhir sampingan seperti etanol, asetat CO2 selain asam laktat melalui jalur 6-fosfoglukonat atau fosfoketolase.

Mitsuoka (1990) membedakan BAL menjadi 4 grup berdasarkan keberhasilannya hidup di dalam saluran pencernaan manusia:

A. Grup yang berhasil hidup di dalam lumen usus dan merupakan organisme yang paling banyak ditemukan di spesimen usus manusia. Contohya anggota-anggota genus Bifidobacterium.

B. Grup yang berhasil hidup di dalam lumen usus dan sering ditemukan dalam spesimen usus manusia. Contohnya genus anggota Lactobacillus (L. acidophilus, L. reuteri).

C. Grup yang berhasil hidup di dalam lumen usus dan kadang-kadang ditemukan dalam spesimen usus manusia. Contohnya anggota genus Lactobacillus (L. casei, L. brevis).

D. Grup yang sering digunakan dalam pembuatan produk susu dan tidak dapat dijumpai dalam spesimen usus manusia. Contohnya Lactobacillus (L. bulgaricus) dan laktokoki (S. thermophilus, S. cremoris).


(41)

2. Fungsi BAL bagi kesehatan

Organ mulut, lambung dan usus kaya akan mikroflora alami yang menghuninya, baik dalam jumlah maupun jenisnya. Esofagus dan lambung memiliki jenis mikroflora yang hampir sama. Namun, variasi jumlah dan jenis mikrofloranya meningkat sepanjang saluran pencernaan dengan konsentrasi tertinggi di bagian kolon (Lambert dan Hull, 1996). Lambert dan Hull (1996) juga menyatakan bahwa cairan lambung hanya mengandung sejumlah kecil bakteri dan kamir, yaitu 102-105/ml saat mencerna. Namun setelah pencernaan selesai, jumlah bakterinya meningkat 100-1000 kali dari jumlah awalnya. Peningkatan jumlah ini dapat disebabkan adanya mikroflora yang ikut masuk bersama makanan.

Beberapa jenis BAL yang mendominasi lambung dan usus adalah Lactococcus, Lactobacillus spp., Leuconostoc dan Bifidobacterium (Lambert dan Hull, 1996). Beberapa pengaruh positif dari BAL di saluran pencernaan adalah: 1) metabolik, nutritif, protektif, imunitas; 2) penggunaan karbohidrat dan fermentasi protein; 3) metabolisme asam empedu dan kolestrol; 4) metabolisme lignan dan isoflavon; dan 5) menghambat bakteri patogen (Nestel, 1996).

Definisi bakteri probiotik menurut Donohue et al. (1998) adalah bakteri hidup, baik kultur tunggal maupun campuran, yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi kesehatan manusia. Beberapa jenis BAL yang termasuk kelompok probiotik adalah Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus dan Streptococcus. Salah satu karakter penting yang harus dimiliki bakteri probiotik adalah non invasif. Hal ini dapat dilihat melalui penelitian in vitro terhadap kemampuan mikroba tersebut dalam merusak integritas mukosa usus dan kemampuannya mempenetrasi sel usus. Degradasi mukosa usus juga dapat dijadikan parameter toksisitas mikroba dimana bakteri yang tidak mendegradasi lapisan mukosa usus dianggap tidak invasif. Mikroflora usus yang stabil dengan pola fermentasi normal dan ketahanan pada pH rendah sangat penting untuk melindungi lapisan mukosa usus dari luka.

Beberapa jenis penyakit dan masalah kesehatan yang dapat dibantu dikurangi oleh BAL adalah intoleransi laktosa, infeksi enterik, diare, diare


(42)

akibat obat antibiotik, konstipasi dan kanker usus (Salminen et al., 1998). Kemampuan BAL untuk menempel di permukaan mukosa usus, bersaing dengan mikroflora lainnya dan produksi senyawa antibakteri menyebabkannya dapat bersaing dengan patogen lain yang merugikan dan tahan terhadap asam dan cairan empedu (Lambert dan Hull, 1996). Berdasarkan hasil pengujian secara in vitro menggunakan Caco-2 cells terhadap beberapa jenis BAL, kemampuan invasif dari BAL terhadap perangkat pengujian tidak ditemukan (Donohue dan Salminen, 1996). Hal ini menunjukkan bahwa kolonisasi BAL di mukosa usus bersifat aman, tidak merusak dinding glikoprotein yang merupakan pelindung mukosa usus sehingga tidak berpenetrasi ke dalam sel sehingga dapat dikateogrikan sebagai probiotik.

3. Lactobacillus sp.

Lactobacillus adalah genus BAL dengan jumlah anggota terbesar yang sangat beragam karakteristik fenotip, biokimia dan fisiologisnya. Karakteristik umum bakteri ini adalah berbentuk bulat, dapat memproduksi CO2 dari glukosa (dapat bersifat homofermentatif dan heterofermentatif), dapat tumbuh pada suhu 10oC, 6.5% NaCl dan pH 4.4 namun tidak dapat tumbuh pada 18% NaCl dan pH 9.6 (Axelsson, 1998). BAL anggota genus ini juga dapat dibedakan berdasarkan karakteristik fisiologisnya, yaitu produk akhir metabolisme gula, yang dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Lactobacillus banyak menghuni saluran gastrointestinal bagian atas dan dapat mengkolonisasi permukaan mukosa usus. Jumlah Lactobacillus tergolong sangat sedikit, yaitu jarang mencapai >103/ml/g, namun jumlahnya di usus dan kolon dilaporkan mengandung 102-105 dan 104-109 per ml atau per gram secara berurutan (Gorbach et al. 1967; Drasar dan Hill, 1974). Lactobacillus dapat tahan terhadap asam lambung dan dapat melewatinya sehingga dapat mencapai usus halus dan kolon. Bakteri jenis ini dapat bertahan pada kondisi dengan pH 4 selama beberapa minggu in vitro (Lambert dan Hull, 1996). Bakteri genus ini dikategorikan sebagai GRAS (Generally


(43)

Recognized as Safe) sehingga dapat digunakan dalam produk pembuatan produk fermentasi dan aman dikonsumsi.

Tabel 2.4. Pembagian Lactobacillus berdasarkan karakteristik fisiologis Karakteristik Grup 1 Homofermentatif obligat Grup 2 Heterofermentatif fakultatif Grup 3 Heterofermentatif obligat Fermentasi pentosa

CO2 dari glukosa CO2 dari glukonat Kehadiran FDP adolase Kehadiran fosfoketolase - - - + - L. acidophilus L. delbrüeckii L. helveticus L. salivarus + - +a + +b L. casei L. curvatus L. plantarum L. sake + + +a - + L. brevis L. buchneri L. fermentum L. reuteri Keterangan: a

: saat terfermentasi b

: diinduksi oleh pentosa Sumber : Axelsson (1998)

Selamat (1992) menyatakan bahwa L. casei Rhamnosus bersifat homofermentatif, Gram positif, katalase negatif dan tidak membentuk spora serta memiliki kemampuan untuk mengfermentasi gula-gula antara lain glukosa, laktosa, manosa, selobiosa dan rahmnosa.

L. casei Shirota adalah bakteri yang digunakan secara komersial untuk produk Yakult. Bakteri ini diisolasi pertama kali oleh Minoru Shirota dari saluran pencernaan manusia (Anonim, 1990). L. casei Shirota juga dapat diisolasi dari susu dan produk susu (Robinson, 1981).

Selamat (1992) menyatakan morfologi bakteri ini adalah berbentuk batang, koloni tunggal maupun berantai, panjang 1.5-5.0 µm dan lebar 0.6-0.7 µm, bersifat Gram positif, katalase negatif, homofermentatif dan tidak endospora maupun kapsul serta tidak mempunya flagela. Bakteri ini dapat tumbuh dengan baik pada kondisi anerobik fakultatif, suhu 15-41oC dan pH 3.5 atau lebih. Kondisi pertumbuhan optimum bakteri ini adalah pada suhu 37oC dan pH 6.8. Studi in vitro dan in vivo (pada manusia dan tikus) terhadap


(44)

L. casei Shirota telah dilakukan dan menunjukkan hasil bahwa bakteri ini dapat menyeimbangkan mikroflora usus, mencegah gangguan pencernaan dan membantu penyembuhan kanker sel permukaan kantong empedu (Donohue dan Salminen, 1996).

4. Bakteri F1

Bakteri F1 adalah isolat klinis BAL yang diisolasi oleh Evanikastri (2003) dari feses bayi-bayi. Bakteri ini bersifat Gram postif, katalase negatif, berbentuk batang pendek, tidak memproduksi NH3 dan CO2 dari glukosa, tumbuh optimum pada suhu 37oC dan dan terkadang pada suhu 45oC dan diduga spesies Lactobacillus acidophilus. Namun, bakteri ini belum dirilis secara resmi karena masih berupa isolat klinis yang dianalisis di laboratorium.

5. Bakteri G3

Bakteri G3 juga merupakan isolat klinis BAL yang diisolasi oleh Evanikastri (2003) dari feses bayi-bayi. Bakteri ini berbentuk batang, tidak memproduksi NH3 dan CO2 dari glukosa dan tumbuh optimum pada suhu 37oC dan 45oC. Bakteri ini juga diduga spesies Lactobacillus acidophillus dan belum dirilis secara resmi karena masih berupa isolat klinis yang dianalisis, sama seperti bakteri F1.


(45)

III. BAHAN DAN METODE PERCOBAAN

A. Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan adalah ubi jalar putih varietas Sukuh dan Jago, ubi jalar merah klon BB 00105.10. Kultur BAL yang digunakan adalah Lactobacillus casei Shirota, Lactobacillus casei Rhamnosus, BAL galur F1 dan G3 sedangkan bakteri patogen yang digunakan adalah Escherichia coli (E. coli), Salmonella typhimurium (S. typhimurium), Bacillus cereus (B. cereus) dan tikus putih galur Sprague-Dawley berumur 2 bulan untuk tahap in vivo.

Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah akuades, etanol 70%, etil asetat, 2-propanol, difenilamin, anilin, aseton, spiritus, Pb-asetat jenuh, standar rafinosa, standar maltosa, standar glukosa, standar sukrosa, standar fruktosa, Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), MRS (de Mann Rogosa) broth, MRS basic, MRS agar, EMBA (Eosine Methylene Blue Agar), SSA (Salmonella Shigella Agar), SCB (Selenith Cystine Broth), BSA (Bismuth Sulfite Agar), HEA (Hectone Enteric Agar), TSIA (Triple Sugar Iron Agar), Na-selenith, gliserol 2%, NaCl 0.85%, kasein, minyak jagung, selulosa, mineral mixture, vitamin, dan maizena.

Alat-alat yang digunakan adalah pisau, alat dan wadah plastik, alat laboratorium berbahan gelas, dandang, cawan Aluminium, kompor, slicer, oven tray, oven vakum, oven 100oC, Willey Mill, magnetic stirrer, hotplate, neraca analitik, evaporator vakum, centrifuge, lemari es, kertas saring, kertas Whatman no.1, vorteks, refraktometer, pH meter, membran filter steril 0.2 m, inkubator, Laminar hood, micropippette 100-1000 m, tips 100-1000 m, bunsen, ose, syringe, inkubator 37oC dan 55oC, autoclave, spektrofotometer, kandang tikus dan zipper bag.

B. Metode Percobaan

1. Pembuatan tepung ubi jalar

Setiap jenis ubi jalar putih varietas Sukuh, Jago dan ubi jalar merah klon BB 00105.10 yang berasal dari International Center Potato (CIP) –


(46)

Bogor dibagi menjadi dua bagian yang sama besar. Bagian pertama dibiarkan tetap mentah sedangkan bagian kedua dikukus pada suhu 103-105oC selama ± 20 menit. Ubi mentah dikupas kulitnya kemudian diiris setebal ± 2 mm dengan slicer sedangkan ubi kukus dikupas kulitnya kemudian diiris dengan pisau. Irisan-irisan ubi mentah maupun kukus dikeringkan dengan oven tray bersuhu 70oC selama 2 hari atau sampai kering kemudian ditepungkan dengan Willey Mill sehingga dihasilkan tepung ubi berukuran 60 mesh. Rendemen tepung didapatkan dari hasil pembagian antara berat ubi segar setelah dicuci dengan berat tepung. Diagram alir tahap pembuatan tepung ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Ubi jalar (Sukuh, Jago, merah)

Tepung ubi jalar (mentah dan kukus)

Gambar 3.1. Diagram alir pembuatan tepung ubi jalar

2. Ekstraksi oligosakarida (Muchtadi, 1989)

Tepung ubi jalar ketiga varietas (mentah maupun kukus) diekstrak oligosakaridanya dengan etanol 70% (10 gram tepung / 100 ml etanol) dengan cara diaduk selama 15 jam dengan magnetic stirrer. Setelah itu,

Dikupas, diiris dengan slicer

Dikukus 103-105oC, 20 menit

Dikeringkan dengan oven tray pada suhu 70oC, 24-48 jam


(47)

ekstrak oligosakarida tersebut disaring dengan penyaring vakum kemudian diuapkan pelarutnya dengan evaporator vakum pada suhu 40oC.

Ekstrak, yang digunakan untuk analisis kromatografi kertas, diendapkan pigmennya dengan ditambahkan 0.2 ml Pb asetat jenuh kemudian disentrifuse (2000 rpm, 10 menit) dan disaring kembali supernatannya dengan kertas saring sehingga didapatkan ekstrak oligosakarida tanpa pigmen. Ekstrak, yang digunakan untuk tahap in vitro dan in vivo, langsung disentrifuse (2000 rpm, 10 menit) kemudian disaring supernatannya dengan kertas saring, disterilkan dengan membran filter 0.2 m dan disimpan di refrigerator. Diagram alir tahap ekstraksi oligosakarida ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Tepung ubi jalar (mentah dan kukus)

Ekstrak oligosakarida

Gambar 3.2. Diagram alir ekstraksi oligosakarida ubi jalar

3. Separasi oligosakarida

a. Kromatografi kertas (Apriyantono et al., 1989)

Tujuan tahap analisa ini adalah mengetahui jenis–jenis dan konsentrasi komponen oligosakarida yang terdapat di ketiga jenis ekstrak ubi jalar dengan cara dibandingkan dengan standar gula. Campuran pelarut yang digunakan untuk kromatografi kertas adalah 2-propanol, etil asetat, akuades

Diekstrak dengan etanol 70%, 15 jam

Disaring dengan penyaring vakum

Diuapkan pelarut dengan evaporator vakum pada suhu 42oC


(1)

Persiapan Sampel

Sampel feses, yang telah diketahui beratnya (gram), diambil sebanyak 0.5 gram kemudian diencerkan dengan 4.5 ml Lactose Broth (LB) dan dihancurkan dengan stomaker sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran selanjutnya menggunakan larutan fisiologis NaCl. Persiapan sampel ini dilakukan untuk analisa total mikroba, jumlah BAL, E. coli dan Salmonella.

Analisis Mikrobiologi (AOAC, 1990) Total Mikroba

Suspensi sampel (pengenceran 10-1) dipipet sebanyak 1 ml ke dalam 9 ml larutan fisiologis NaCl sehingga diperoleh pengenceran 10-2 dan dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-3, 10-4 dan seterusnya sampai tingkat pengenceran yang sesuai (dimana diharapkan hasilnya 1-300 koloni). Pada tingkat pengenceran yang sesuai, suspensi dipipet 1 ml secara aseptik dan dipupukan ke dalam cawan steril (duplo) kemudian dituangkan PCA, digoyangkan supaya rata dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Setelah itu, jumlah koloni yang ditumbuh dihitung sebagai total mikroba.

Perhitungan jumlah Escherichia coli

Suspensi sampel, dari tingkat pengenceran yang sesuai, dipipet 1 ml dan dipupukkan ke dalam cawan petri steril (duplo), dituangi EMBA dan digoyang supaya rata kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Koloni tipikal E. coli adalah koloni berwarna hijau metalik.

Perhitungan jumlah BAL

Penghitungan jumlah BAL dilakukan dengan metode tuang (sama dengan total mikroba dan E. coli) dimana suspensi sampel dari tingkat pengenceran yang sesuai dipipet 1 ml dan dipupukkan ke dalam cawan petri (duplo). Setelah itu, media MRSA dituangkan ke dalam cawan, digoyang supaya rata dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Koloni yang tumbuh dihitung.


(2)

Uji Salmonella

Suspensi sampel di dalam LB, yang telah diinkubasi pada suhu ruang selama 1 jam, diinkubasikan kembali pada suhu 37oC selama 24 ± 2 jam. Setelah diinkubasi, suspensi dipipet 1 ml secara aseptis ke dalam media SCB dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 ± 2 jam. Apabila warna media menjadi keruh, maka dilakukan langkah selanjutnya. Sampel diambil dengan ose secara aseptis kemudian digoreskan ke media BSA dan HEA (gores kuadran) dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 ± 2 jam. Setelah diinkubasi, koloni-koloni tipikal yang tumbuh pada media diamati.

Ciri-ciri koloni tipikal Salmonella pada HEA adalah warna biru kehijauan, dengan atau tanpa warna hitam di tengahnya, beberapa tampak sebagai koloni yang besar, berwarna hitam mengkilap di tengahnya atau tampak sebagai koloni yang hampir semuanya berwarna hitam (Cunniff, 1995). Pada BSA, koloni tipikal Salmonella berwarna coklat, abu-abu atau hitam dan terkadang hijau metalik. Daerah di sekeliling media biasanya berwarna coklat pada awalnya kemudian berubah hitam seiring dengan meningkatnya waktu inkubasi (Cunniff, 1995). Apabila terdapat koloni tipikal, maka dilakukan langkah selanjutnya.

Koloni tipikal Salmonella, yang tumbuh pada media, diambil dan digoreskan ke agar miring TSIA kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 ± 2 jam dengan tutup tabung yang agak dilonggarkan untuk mencegah produksi H2S berlebih. Setelah diinkubasi, perubahan-perubahan warna pada media diamati. Hasil reaksi spesies Salmonella yang positif adalah media agar berubah menjadi warna merah sebagai tanda diproduksinya senyawa basa pada goresan miring dan media agar berwarna kuning sebagai tanda diproduksinya asam di dasar tabung dengan atau tanpa produksi H2S (kehitaman pada agar) adalah warna kuning di dasar tabung (Cunniff, 1995).


(3)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Tepung

Ubi jalar putih varietas Sukuh, Jago dan ubi jalar merah klon BB 00105.10 yang berasal dari International Center Potato (CIP) Ciapus, Bogor dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama tetap dibiarkan mentah dan langsung dibuat tepungnya sedangkan bagian kedua dikukus dahulu kemudian dibuat tepungnya. Pengukusan dilakukan untuk mengetahui efek pemanasan terhadap kandungan oligosakaridanya. Penampakkan luar ubi jalar putih dan merah dapat dilihat pada Gambar 4.1.

A B C

Gambar 4.1. Ubi jalar putih varietas Sukuh mentah (A), Jago mentah (B) dan merah mentah (C)

Parameter yang diukur pada pembuatan tepung adalah rendemen tepung dengan cara membagi berat tepung dengan berat segar ubi sebelum dikupas. Rendemen tepung ubi mentah dan kukus dari ketiga varietas dapat dilihat pada Tabel 4.1., sedangkan perhitungannya dapat dilihat pada

Lampiran 2.

Tabel 4.1. Rendemen ubi jalar mentah dan kukus dari ketiga varietas

Jenis ubi Tepung ubi mentah (%) Tepung ubi kukus (%)

Sukuh 29.59 25.82

Jago 28.71 24.87


(4)

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa rendemen ketiga varietas menurun setelah dikukus. Ubi varietas Sukuh mentah memiliki rendemen tertinggi dibandingkan kedua varietas lainnya, yaitu 29.59% sedangkan ubi varietas Jago berada di peringkat kedua dengan nilai rendemen tidak jauh berbeda, yaitu 28.71% dan ubi jalar merah di peringkat ketiga. Hal ini sesuai dengan spesifikasi karakteristik kedua varietas menurut Jusuf (2003) yang menyatakan bahwa kedua varietas memiliki rendemen tinggi dan total padatan kering tinggi, yaitu 35.0% untuk Sukuh dan 33.0% untuk Jago sedangkan spesifikasi karakteristik ubi jalar merah belum dirilis. Selain itu, nilai rendemen yang tinggi disebabkan oleh struktur daging umbi dari ubi mentah yang masih kompak sehingga saat pengupasan dan pengirisan tidak banyak yang terbuang. Nilai rendemen ubi kukus mengalami penurunan karena daging umbi melunak setelah dikukus sehingga sangat mudah ikut terbuang saat pengupasan kulit dan mudah menjadi remah-remah. Ubi kukus yang memiliki rendemen tertinggi adalah varietas Sukuh, yaitu 25.82%.

B. Analisa Kadar Oligosakarida

Kadar oligosakarida dari ketiga varietas ubi jalar diukur dengan Total Padatan Terlarut (TPT), metode kromatografi kertas dan HPLC. TPT masing-masing ekstrak diukur dengan menggunakan metode oven vakum untuk mengetahui kandungan total oligosakarida yang ada di dalam ekstrak. Hasil pengukuran TPT dapat dilihat pada Tabel 4.2 sedangkan rincian perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 4.2. Total Padatan Terlarut (TPT) ekstrak oligosakarida ubi jalar mentah dari ketiga varietas

Jenis ekstrak TPT (%)

Sukuh 18.21 Jago 24.77 Merah 39.22


(5)

Ekstrak oligosakarida merah mentah memiliki nilai TPT tertinggi, yaitu 39.22% sedangkan Jago dan Sukuh berada di urutan kedua dan ketiga. Berdasarkan data ini, ekstrak ubi merah mentah memiliki komponen-komponen oligosakarida yang lebih banyak dan lebih beragam serta komponen-komponen larut alkohol seperti lemak dan vitamin A, D, E, K. Untuk mengetahui kadar rafinosa di dalam ekstrak ketiga varietas ubi, maka dilakukan analisa dengan kromatografi kertas.

Ada dua macam fase pada kromatografi kertas, yaitu akuades yang berperan sebagai fase stasioner dan 2-propanol yang berperan sebagai fase stasioner. Horowitz (1980) menyatakan bahwa nilai Rf gula akan meningkat seiring meningkatnya kandungan air fase gerak. Jaeger et al. (1957) mengembangkan konsep bahwa nilai Rf berhubungan dengan interaksi gugus hidroksil gula melalui ikatan hidrogen dengan air sebagai fase stasioner. Jumlah gugus hidroksil gula yang semakin tinggi akan menyebabkan nilai Rf yang semakin rendah sehingga menunjukkan rendahnya kelarutan gula di dalam pelarut organik (fase gerak). Kadar rafinosa ekstrak oligosakarida ubi mentah dari ketiga varietas dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Kadar rafinosa ekstrak oligosakarida ubi jalar mentah dari ketiga varietas

Jenis ekstrak Kadar rafinosa (%)

Sukuh 2.97 Jago 2.27 Merah 1.26

Hasil pengukuran kadar rafinosa ketiga varietas ekstrak ubi mentah dengan kromatografi kertas menunjukkan bahwa Sukuh memiliki kadar rafinosa tertinggi, yaitu 2.97%. Namun, hasil kromatografi kertas terhadap ekstrak oligosakarida ubi kukus dari ketiga varietas tidak menunjukkan adanya spot rafinosa. Hal ini dapat disebabkan sebagian besar rafinosa tersebut telah terurai karena pemanasan menjadi komponen-komponen gula yang lebih sederhana. Hasil kromatografi kertas dari ekstrak oligosakarida ketiga varietas ubi mentah dapat dilihat pada Gambar 4.2.


(6)

Ekstrak Ekstrak Ekstrak Standar Standar Standar

(1) (2) (3)

Gambar 4.2. Spot rafinosa hasil kromatografi kertas ekstrak oligosakarida Sukuh mentah (1), Jago mentah (2), merah mentah (3)

Tujuan analisa kadar dan jenis komponen oligosakarida dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil kromatografi kertas. Analisa dengan HPLC hanya dilakukan pada ekstrak Sukuh karena ekstrak Sukuh mentah memiliki kadar rafinosa tertinggi. Ekstrak Sukuh kukus juga dianalisa menggunakan HPLC untuk mengetahui jenis dan kadar komponen oligosakarida yang ada setelah proses pengukusan. Namun, jenis-jenis oligosakarida yang terdeteksi hanya sesuai dengan standar gula yang digunakan sebagai acuan. Kadar dan jenis komponen-komponen oligosakarida yang terkandung di dalam ekstrak Sukuh mentah dan kukus dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Sukrosa, maltosa dan rafinosa merupakan disakarida sedangkan maltotriosa adalah trisakarida. Rafinosa terdiri dari monomer glukosa, galaktosa dan fruktosa, sukrosa terdiri dari monomer fruktosa dan glukosa sedangkan maltosa terdiri dari dua monomer glukosa dan maltotriosa terdiri dari tiga monomer glukosa (Pazur, 1980).