atau membalut luka pasien. Sebanyak 37 responden 97,4 menggunakan plester untuk mengamankan balutan. Sebanyak 34 responden 89,5 merapikan dan
membersihkan peralatan yang telah digunakan dan mencuci tangan kembali setelah selesai melakukan perawatan luka. Sebaran frekuensi tersebut dapat dilihat
pada tabel 2 lampiran 5 Berdasarkan hasil observasi diatas, dapat dilihat bahwa hampir seluruh
responden tidak melakukan perawatan luka sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, dan dari hasil analisis komputerisasi diperoleh sebanyak 36 responden
94,7 memiliki total nilai berada pada rentang 22-27 dari 16 item observasi. Nilai ini menunjukan bahwa berdasawkan hasil obsevari peneliti sebanyak 94,7
responden memiliki tingkat kepatuhan yang sedang dalam menerapkan protap perawatan luka post operasi sectio caesaria. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut
Tabel 5.3. Distribusi, Frekuensi dan Presentasi Tindakan Perawat dalam
Mematuhi Protap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesaria di RSUD Langsa Berdasarkan Hasil Observasi Peneliti n=38
Tingkat Kepatuhan N
Baik Sedang
Buruk 2
36 5,3
94,7
B. Pembahasan 1. Sikap Perawat dalam Mematuhi Prosedur Tetap Perawatan Luka
Post Operasi Sectio Caesaria di RSUD Langsa Sikap perawat dalam mematuhi protap perawatan luka post operasi sectio
caesaria di RSUD Langsa yang diperoleh berdasarkan hasil penyebaran kuesioner kepada 38 responden adalah hampir seluruhnya dalam kategori baik 89,5.
Hasil ini senada dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Himatusujanah
Universitas Sumatera Utara
2007 yang berjudul: Hubungan Tingkat Kepatuhan Pelaksanaan Protap Perawatan Luka dengan Kejadian Infeksi Luka Post Sectio Caesarea di Ruang
Mawar I RSUD Dr. Moewardi Surakarta, dimana dari 43 responden terdapat 26 responden 60,5 memiliki tingkat kepatuhan pelaksanaan protap baik.
Hasil yang baik ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tingkat pendidikan responden yang mayoritas berada dalam jenjang DIII 89,5 dan
terdapat 4 responden 10,5 yang telah mencapai pendidikan S1 dengan lama bekerja rata-rata telah bekerja 5 tahun 44,7. Dengan tingkat pendidikan yang
cukup baik dan pengalaman kerja yang cukup lama dapat memberikan mereka pengetahuan yang baik pula bagaiman melaksankan perawatan luka sesuai dengan
protap yang telah ditentukan. Ini sesuai dengan pernyataan Niven 2000 bahwa tingginya pendidikan seorang perawat dapat meningkatkan kepatuhan dalam
melaksanakan kewajibannya. Selain pendidikan dan pengalaman, tingkat kepatuhan responden yang
baik dapat juga dipengaruhi oleh usia. Hal ini terlihat dari hasil penelitian dimana rata-rata responden berada pada rentang usia 25-32 tahun 47,4, artinya hampir
sebagian responden berada pada usia dewasa. Usia dewasa sudah memiliki pengetahuan yang cukup matang dan paham tentang perawatan luka post operasi
sectio caesaria. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo 2007 yang menyatakan bahwa semakin dewasa seseorang, maka cara berfikir semakin matang.
Melihat tingkat kepatuhan perawat di atas dalam melakukan perawatan luka yang sesuai dengan protap yang telah ditetapkan, menunjukan bahwa hasil
penelitian di atas tidak sama dengan hasil yang diperoleh peneliti berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
studi pendahuluan, dimana angka kejadian infeksi pada luka operasi sectio caesarea mencapai 6,1, yang artinya setengah dari angka kejadian infeksi di
RSUD Langsa terjadi pada luka operasi sectio caesarea. Angka kejadian infeksi yang cukup tinggi ini disebabkan perawat yang melaksanakan tindakan perawatan
luka post operasi kurang sesuai dengan prosedur tetap. Hal ini sesuai dengan pendapat Morison 2004 bahwa faktor eksternal berupa peralatan, kelompok
yang merawat dan lingkungan merupakan penyebab infeksi yang sering terjadi di ruang rawatan rumah sakit.
Dengan demikian, selain melalui penyebaran kuesioner, peneliti juga melakukan observasi untuk memastikan bagaimana tingkat kepatuhan perawat di
RSUD Langsa dalam melakukan perawatan luka sesuai dengan protap yang telah ditetapkan. Hasil ini akan menunjukan apakah hasil yang diperoleh berdasarkan
kuesioner panduan prosedur perawatan luka yang dijawab sendiri oleh responden sesuai dengan pelaksanaan yang dilakukan oleh responden.
2. Tindakan Perawat dalam Mematuhi Protap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesaria di RSUD Langsa
Tindakan perawatan luka post operasi akan berkualitas apabila dalam
pelaksanaannya selalu mengacu pada protap yang telah ditetapkan, karena keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial pada tindakan perawatan luka post
operasi maupun tindakan invasif lainnya bukanlah ditentukan oleh canggihnya peralatan yang ada, tetapi ditentukan oleh kesempurnaan petugas dalam
melaksanakan perawatan klien secara benar Lubis, 2004. Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui observasi yang dilakukan oleh peneliti di ruang rawat rawat
Universitas Sumatera Utara
pasca bedah sectio caesarea, ditemukan perawat yang melaksanakan tindakan perawatan luka post operasi kurang sesuai dengan prosedur tetap.
Hasil ini sesuai dengan yang diperoleh peneliti, dimana berdasarkan observasi yang dilakukan terhadap 38 responden perawat RSUD Langsa
ditemukan bahwa tingkat kepatuhan responden dalam pelaksanaan Protap perawatan luka post operasi sectio caesaria berada dalam kategori sedang
94,7, dan hanya 5,3 yang benar-benar menjalankan perawatan luka post operasi sectio caesaria sesuai dengan protap yang ada. Hasil ini mendukung
kejadian infeksi yang terjadi di RSUD Langsa Tahun 2011 yang cukup tinggi 11,01, dimana separuhnya adalah disebabkan infeksi pada sectio caesaria
6,1. Kepatuhan perawat yang cukup tersebut dibuktikan dengan beberapa
tindakan perawat yang tidak sesuai dengan protap yang telah ditetapkan ketika peneliti melakukan observasi, antara lain: 100 responden tidak menyiapkan alat
steril dengan baik, padahal peralatan yang tidak steril dapat menjadi penyebab infeksi Morison, 2004, meskipun 71,1 responden mencuci tangan sebelum
melakukan tindakan perawatan luka SC Lampiran. Hasil ini tidak senada dengan penelitian Onggang 2001 mengenai Evaluasi Penerapan Teknik Aseptik dan
Cuci Tangan Dengan Kejadian Infeksi Luka Post Sectio Caesarea di RSUP dr Sardjito, sebagai hasilnya 3 perawat 5,2 mengetahui teknik dan mampu
menerapkan sedangkan 55 perawat 94,8 tidak mampu menerapkan, sehingga kejadian infeksi di RSUP dr. Sardjito sebesar 15, berbeda dengan kejadian
infeksi di RSUD Langsa yaitu sebesar 6,1.
Universitas Sumatera Utara
Meski demikian, selain alat yang tidak steril, tidak memakai sarung tangan saat akan melakukan perawatan luka 100 memicu kejadian infeksi di
RSUD Langsa. Keengganan ini kemungkinan disebabkan karena faktor dari perawat itu sendiri, seperti kebiasaan atau kemalasan, faktor dari manajemen
rumah sakit, seperti tidak lengkap fasilitas perawatan luka, atau karena faktor luka SC yang kering menyebabkan perawat berfikir tidak perlu mamakai sarung tangan
dan cukup dengan mencuci tangan. Seperti halnya pernyataan Taylor 1997, bahwa kemungkinan timbulnya infeksi pada luka bersih pembedahan minimal
yaitu 3 - 11. Akan tetapi menurut panduan tentang Pedoman Pengendalian Infeksi
Nosokomial yang dikeluarkan oleh RSUD Langsa, dalam lingkungan perawatan kesehatan, tangan merupakan salah satu media penularan yang paling efektif
untuk timbulnya infeksi nosokomial, sehingga kejadian infeksi di RSUD Langsa cukup tinggi 6,1. Oleh karena itu, penggunaan sarung tangan yang steril dan
mencuci tangan yang benar sangat dianjurkan. Karena tidak menutup kemungkinan terdapat mikroorganisme-mikroorganisme penyebab infeksi yang
tidak dapat dengan mudah disingkirkan dengan mencuci tangan saja. Hasil penelitian berdasarkan observasi di atas menunjukan bahwa
kepatuhan perawat dalan menjalankan perawatan luka sesuai dengan protap yang telah ditetapkan tidak sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki. Penelit i
berasumsi bahwa tahap kepatuhan yang dimiliki oleh responden masih berada pada tahap kesediaan. Mekipun mereka telah memiliki dasar pengetahuan tentang
hal tersebut, kepatuhan mereka bisa berubah dan tidak sesuai dengan protap yang
Universitas Sumatera Utara
ada dalam melakukan perawatan luka, selama tidak ada yang mengawasi ataupun sangsi yang mereka dapatkan. Hal ini sesuai dengan Teori Kelman yang
menyebutkan bahwa kepatuhan seseorang pada tahap kesediaan yaitu mula-mula individu mematuhi instruksi tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut
dan karena ingin menghindari hukumansangsi jika tidak patuh, atau untuk memperoleh imbalan. Biasanya perubahan yang terjadi dalam tahap ini bersifat
sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan petugas. Tetapi begitu pengawasan itu mengendur atau hilang, perilaku itupun
ditinggalkan Niven, 2002. Selain itu, lingkungan kerja yang kurang baik akibat tugas yang terlalu
banyak dan kurangnya tenaga serta fasilitas peralatan, mungkin saja dapat menjadi faktor penyebab ketidakpatuhan. Seperti halnya hasil penelitian yang dilakukan
oleh Yusran 2008 mengenai Kepatuhan Penerapan Prinsip-Prinsip Pencegahan Infeksi Universal Precaution Pada Perawat Di Rumah Sakit Umum Daerah
Abdoel Muluk Bandar Lampung menunjukan bahwa perawat yang menganggap lingkungan kerja yang aman enam kali lebih patuh untuk melaksanakan universal
precaution UP.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan