Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Protap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesarea (SC) di RSUD Langsa

(1)

Sikap dan Tindakan Perawat dalam Mematuhi Prosedur Tetap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesarea

di RSUD Langsa Tahun 2012

SKRIPSI

Oleh Faisal 111121076

PROGRA STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

Prakata

Segala puji kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya yang selalu tercurah sehingga memberikan saya kekuatan dan kemampuan yang luar biasa dalam menjalani hidup ini. Shalawat beriring salam saya haturkan kepada junjungan umat sepanjang zaman Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat yang memberikan tauladan terindah sehingga memberikan motivasi

kepada saya dalam menyelesaikan Skripsi dengan judul “Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Protap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesarea (SC) di RSUD Langsa”.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian Skripsi ini, sebagai berikut:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNs sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Rosina Tarigan, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB selaku dosen pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta memberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi Skripsi ini.

3. Ibu Nunung, SKep, Ns selaku dosen penguji I dan Bapak Ikhsanuddin A H, S.Kep, MNS sebagai penguji II yang telah banyak memberikan masukan untuk kesempurnaan Skripsi ini.


(4)

4. Istri tercinta serta anak yang saya sayangi yang memberikan motivasi terbesar bagi saya dalam menyelesaikan Skripsi ini.

5. Kepada teman-teman saya yang ikut membantu dalam penyelesaian Skripsi ini.

Medan, Februari 2013 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul Halaman Pengesahan

Prakata ... i

Daftar Isi ... iii

Daftar Skema ... v

Daftar Tabel ... vi

BAB I Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II Tinjauan Pustaka ... 8

A. Konsep Kepatuhan... 8

1. Pengertian Kepatuhan ... 8

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan ... 8

4. 3. Proses Perubahan Sikap dan Perilaku ... 13

5. Faktor Penentu Derajat Ketidakpatuhan ... 15

6. Strategi untu Meningkatkan Kepatuhan ... 15

B. Luka dan Perawatannya ... 16

1. Konsep Luka ... 16

2. Luka pada Sectio Caesarea (SC) ... 25

3. Perawatan Luka ... 28

BAB III Kerangka Penelitian A. Kerangka Konsep ... 35

B. Defenisi Operasional... 36

BAB IV Metode Penelitian ... 37

A. Desain Penelitian ... 37

B. Populasi, Sampel Penelitian dan Tehnik Sampling ... 37

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

D. Pertimbangan Etik ... 38

E. Instrumen Penelitian ... 39

F. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 41

G. Pengumpulan Data... 41

H. Analisa Data ... 42

BAB V Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 45

A. Hasil Peneltian... 45


(6)

BAB VI Kesimpulan dan Saran... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 56

Daftar Pustaka ... 58

Lampiran-Lampiran 1. Inform Consent ... 61

2. Jadwal Tentatif Penelitian ... 62

3. Taksasi Dana ... 63

4. Instrumen Penelitian ... 64

5. Riwayat Hidup ... 67 6. Data Output SPSS


(7)

DAFTAR SKEMA


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 .Distribusi, Frekuensi, dan Presentasi sikap dan Tindakan Perawat dalan Mematuhi Protap Perawatan Luka Post OperasiSectio Caesarea di RSUD Langsa Berdasarkan Karakteristik Demografi

Responden (n = 38) ... 46 Tabel 5.2. Distribusi, Frekuensi dan Presentasi Sikap Perawat dalam Mematuhi

Protap Perawatan Luka Post Operasi SectioCaesaria (SC) di RSUD Langsa Berdasarkan Penyebaran

Kuesioner (n=38) ... 48 Tabel5.3. Distribusi, Frekuensi dan Presentasi Tindakan Perawat dalam Mematuhi

Protap Perawatan Luka Post Operasi Sectio

Caesaria (SC) di RSUD Langsa Berdasarkan Hasil Observasi


(9)

Judul : Sikap dan Tindakan Perawat dalam Mematuhi Prosedur Tetap Perawatan Luka Post Operasi Sectio

Caesarea di RSUD Langsa Tahun 2012

Nama : Faisal

Nim : 1111211076

Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2011

Abstrak

Rumah sakit merupakan salah satu sarana upaya kesehatan dasar atau rujukan dan kesehatan penunjang. Salah satu parameter pelayanan kesehatan yang berkualitas adalah terkendalinya infeksi. Infeksi yang sering terjadi salah satunya terutama disebabkan oleh infeksi kulit dari luka dan septikemia. Tindakan perawatan luka akan berkualitas apabila dalam pelaksanaannya mengacu pada protap, seperti mencuci tangan dan alat yang steril. Salah satu perawatan luka post operasi yang sering dilakukan di rumah sakit adalah sectio caesarea. Sectio caesarea merupakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kepatuhan perawat dalam penerapan prosedur tetap perawatan luka post operasi sectio caesarea. Desain penelitian yang digunakan berbentuk deskriptif, melibatkan 38 responden yang diambil secara total sampling. Tehnik pengumpulan data dengan wawancara dan observasi.

Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan penyebaran kuesioner diperoleh sebanyak 34 responden (89,5%) memiliki tingkat kepatuhan yang baik dalam dalam menerapkan prosedur tetap perawatan luka post operasi sectio caesarea, sedangkan berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti diperoleh sebanyak 36 responden (94,7%) memiliki kepatuhan yang sedang dalam dalam menerapkan prosedur tetap perawatan luka post operasi sectio caesarea. Dengan demikian, disarankan perlu adanya pengawasan dari pihak manajemen rumah sakit kepada perawat dalam melakukan perawatan luka.


(10)

Judul : Sikap dan Tindakan Perawat dalam Mematuhi Prosedur Tetap Perawatan Luka Post Operasi Sectio

Caesarea di RSUD Langsa Tahun 2012

Nama : Faisal

Nim : 1111211076

Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2011

Abstrak

Rumah sakit merupakan salah satu sarana upaya kesehatan dasar atau rujukan dan kesehatan penunjang. Salah satu parameter pelayanan kesehatan yang berkualitas adalah terkendalinya infeksi. Infeksi yang sering terjadi salah satunya terutama disebabkan oleh infeksi kulit dari luka dan septikemia. Tindakan perawatan luka akan berkualitas apabila dalam pelaksanaannya mengacu pada protap, seperti mencuci tangan dan alat yang steril. Salah satu perawatan luka post operasi yang sering dilakukan di rumah sakit adalah sectio caesarea. Sectio caesarea merupakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kepatuhan perawat dalam penerapan prosedur tetap perawatan luka post operasi sectio caesarea. Desain penelitian yang digunakan berbentuk deskriptif, melibatkan 38 responden yang diambil secara total sampling. Tehnik pengumpulan data dengan wawancara dan observasi.

Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan penyebaran kuesioner diperoleh sebanyak 34 responden (89,5%) memiliki tingkat kepatuhan yang baik dalam dalam menerapkan prosedur tetap perawatan luka post operasi sectio caesarea, sedangkan berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti diperoleh sebanyak 36 responden (94,7%) memiliki kepatuhan yang sedang dalam dalam menerapkan prosedur tetap perawatan luka post operasi sectio caesarea. Dengan demikian, disarankan perlu adanya pengawasan dari pihak manajemen rumah sakit kepada perawat dalam melakukan perawatan luka.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan baik yang di selenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang. Keberhasilan suatu rumah sakit dalam menjalankan fungsinya ditandai dengan adanya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.

Salah satu parameter pelayanan kesehatan yang berkualitas di rumah sakit adalah terkendalinya infeksi. Infeksi yang terjadi di rumah sakit atau dalam suatu unit pelayanan kesehatan dapat berasal dari proses penyebaran di sumber pelayanan kesehatan, baik melalui pasien, petugas keseluruhan maupun sumber lainnya. Ruang rawat inap sebagai salah satu fasilitas pelayanan rumah sakit tidak terlepas sebagai sumber infeksi. Hal ini disebabkan karena perawatan pasien melibatkan banyak pihak seperti dokter, perawat, peralatan medis serta petugas yang bekerja di kawasan rawat inap menjadi faktor perantara terjadinya infeksi silang antara pasien di samping faktor dari lingkungan.

Di Amerika Serikat dilaporkan kejadian infeksi di rumah sakit mencapai 5% per tahun bahkan mungkin lebih lagi, dengan angka mortalitas 1%. Surveilans terbatas selama 6 bulan (1990) di RS Dr. Cipto Mangunkusumo menunjukan insiden infeksi berkisar antara 0 – 14,4% (Ujti, 2003). Rumah sakit dan profesi kesehatan mempunyai tanggung jawab moral untuk to do the patient no harm. Ini


(12)

dapat terlaksana dengan memberikan pelayanan kepada setiap penderita dengan standar profesi tertinggi.

Penelitian klinis menunjukan bahwa infeksi yang sering terjadi di ruang rawatan rumah sakit terutama disebabkan oleh kotoran urine, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit dari luka operasi dan septikemia (Forte, 2006). Komplikasi yang dapat terjadi karena perawatan luka post operasi lain oedema, hematoma, perdarahan sekunder, luka robek, fistula, adesi atau timbulnya jaringan secara scar (Suriadi, 2004). Disisi lain faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses penyembuhan luka post operasi berupa faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari oksigen, nutrisi, umur, penyakit sistematik, sedangkan untuk faktor eksternal berupa peralatan, kelompok yang merawat dan lingkungan (Morison, 2004).

Tindakan perawatan luka post operasi akan berkualitas apabila dalam pelaksanaannya selalu mengacu pada protap yang telah ditetapkan seperti mencuci tangan dahulu, begitu pula dengan alat-alat yang akan digunakan harus disterilkan dulu sebelum digunakan pada klien. Karena, keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial pada tindakan perawatan luka post operasi maupun tindakan invasif lainnya bukanlah ditentukan oleh canggihnya peralatan yang ada. Tetapi ditentukan oleh kesempurnaan petugas dalam melaksanakan perawatan klien secara benar (Lubis, 2004). Artinya, pengendalian infeksi pada dalam mematuhi prosedur perawatan luka sesuai dengan standar yang ada.

Salah satu perawatan luka post operasi yang sering dilakukan di rumah sakit adalah pada pasien dengan sectio caesarea. Sectio caesarea adalah


(13)

pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2001). Tindakan operasi sectio caesarea, biasanya dilakukan bila ada indikasi pada ibu yaitu panggul sempit absolute, tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi, stenosis serviks/vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik dan ruptur uteri membakat, sedangkan indikasi dari janin berupa kelainan letak dan gawat janin (Wiknjosastro, 2000).

Dilaporkan, pada tahun 2000 di dunia ini wanita melahirkan dengan sectio

caesarea meningkat 4 kali dibandingkan 10 tahun sebelumnya. Di Amerika

Serikat persalinan dengan sectio caesarea sebanyak 35% dari seluruh persalinan, Australia 35%, dan Perancis 28%. Di Indonesia sendiri, jumlah persalinan sectio

caesarea juga mengalami peningkatan tahun 2005, jumlah persalinan dengan

sectio caesarea sebanyak 8% dari seluruh persalinan, tahun 2006 15% dan tahun

2007 sebanyak 21% (Rahayuningsih, 2008). Sedangkan di RSUD Langsa, jumlah kasus persalinan sectio caesarea pada setiap bulannya sekitar 84 pasien, dengan jumlah rata-rata pertahun mencapai 474 pasien.

RSUD Langsa salah satu rumah sakit yang memiliki ruang perawatan pasien dari berbagai macam penyakit yang kebanyakan memerlukan tindakan perawatan luka post operasi, salah satunya adalah ruang rawat post operasi sectio

caesarea. Kejadian infeksi luka operasi di RSUD Langsa tahun 2011 adalah

12,2%, hal ini merupakan angka tertinggi di atas dekubitus 10,68% dan phlebitis 11,01%. Sedangkan angka kejadian infeksi pada luka operasi sectio caesarea mencapai 6,1%, yang artinya setengah dari angka kejadian infeksi di RSUD Langsa terjadi pada luka operasi sectio caesarea.


(14)

Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui observasi yang dilakukan oleh peneliti di ruang rawat pasca bedah sectio caesarea, ditemukan perawat yang melaksanakan tindakan perawatan luka post operasi kurang sesuai dengan prosedur tetap. Menurut panduan tentang Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial yang dikeluarkan oleh RSUD Langsa, dalam lingkungan perawatan kesehatan, tangan merupakan salah satu media penularan yang paling efektif untuk timbulnya infeksi nosokomial. Oleh karena itu, penggunaan sarung tangan yang steril dan mencuci tangan yang benar sangat dianjurkan. Karena tidak menutup kemungkinan terdapat mikroorganisme-mikroorganisme penyebab infeksi yang tidak dapat dengan mudah disingkirkan dengan mencuci tangan saja.

Mengantisipasi hal tersebut sangat dibutuhkan kinerja perawat yang berkualitas dalam menangani perawatan luka post operasi secara aseptik yang digambarkan melalui kepatuhan perawat dalam melakukan perawatan luka sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk menekan tingginya angka kejadian infeksi pada luka post operasi tersebut. Sedangkan untuk memberikan pelayanan yang optimal, banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perawat antara lain: tingkat pengetahuan, sikap, tingkat pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja.

Sikap patuh dalam menjalankan prosedur tetap perawatan luka yang telah ada sangat penting untuk petugas rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya karena merupakan syarat untuk menerapkan kewaspadaan universal. Tingkat kepatuhan perawat tidak hanya diukur dari pengetahuan maupun sikap mereka terhadap prosedur, akan tetapi didasarkan pada penilaian dan pengawasan selama tindakan


(15)

prosedur itu dijalankan. Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi rumah sakit dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu. Untuk seorang petugas kesehatan kemampuan mencegah infeksi memiliki keterkaitan yang tinggi dengan kesembuhan pasien karena mencakup setiap aspek penanganan pasien (Sari, 2005).

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan studi penelitian tentang Sikap dan Tindakan Perawat dalam Mematuhi Prosedur Tetap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesarea di RSUD Langsa, Tahun 2012.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah

penelitian ini adalah “Bagaimana Sikap dan Tindakan Perawat dalam Mematuhi Prosedur Tetap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesarea di RSUD Langsa Tahun 2012?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini terdiri dari: 1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran kepatuhan perawat berdasarkan sikap dan tindakan dalam penerapan protap perawatan luka post operasi Sectio Caesarea di RSUD Langsa.


(16)

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden penelitian.

b. Mengetahui sikap perawat dalam mematuhi prosedur tetap perawatan luka post operasi Sectio Caesarea di RSUD Langsa.

c. Mengetahui tindakan perawat dalam mematuhi prosedur tetap perawatan luka post operasi Sectio Caesarea di RSUD Langsa.

D. Manfaat Penelitian 1. Instansi Rumah Sakit

Agar infeksi luka operasi tidak terjadi, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi bidang perawatan RSUD Langsa dalam melakukan evaluasi mutu pelayanan perawatan, khususnya perawatan luka operasi sectio caesarea.

2. Instansi Pendidikan

Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar terutama dalam pencegahan infeksi luka operasi, khususnya perawatan luka operasi sectio

caesarea, sehingga menambah wawasan bagi mahasiswa S1 Keperawatan USU

Medan yang berkaitan dengan kepatuhan perawat penerapan aseptik pada luka operasi.

3. Bagi Profesi Keperawatan

Sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan profesionalisme dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada klien khususnya perawatan luka operasi sectio caesarea.


(17)

4. Bagi Penelitian Selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan pandangan untuk penelitian lebih lanjut yang akan meneliti tentang perawatan luka dan pencegahan infeksi dengan kasus yang bedah yang berbeda.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kepatuhan 1. Pengertian Kepatuhan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pranoto, 2007), patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin.

Sedangkan menurut Ali (1999) dalam Slamet (2007), kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat. Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan. Sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin.

Kepatuhan petugas profesional (perawat) adalah sejauh mana perilaku seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat ataupun pihak rumah sakit (Niven, 2002).

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut (Niven, 2002) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah :

a. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,


(19)

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Tingginya pendidikan seorang perawat dapat meningkatkan kepatuhan dalam melaksanakan kewajibannya, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif.

b. Modifikasi Faktor Lingkungan dan Sosial

Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari pimpinan rumah sakit, kepala perawat, perawat itu sendiri dan teman-teman sejawat. Lingkungan berpengaruh besar pada pelaksanaan prosedur asuhan keperawatan yang telah ditetapkan. Lingkungan yang harmonis dan positif akan membawa dampak yang positif pula pada kinerja perawat, kebalikannya lingkungan negatif akan membawa dampak buruk pada proses pemberian pelayanan asuhan keperawatan.

c. Perubahan Model Prosedur

Program pelaksanan prosedur asuhan keperawatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan perawat terlihat aktif dalam mengaplikasikan prosedur tersebut. Keteraturan perawat melakukan asuhan keperawatan sesuai standar prosedur dipengaruhi oleh kebiasaan perawat menerapkan sesuai dengan ketentuan yang ada.

d. Meningkatkan Interaksi Profesional Kesehatan

Meningkatkan interaksi profesional kesehatan antara sesama perawat (khususnya antara kepala ruangan dengan perawat pelaksana) adalah suatu hal


(20)

penting untuk memberikan umpan balik pada perawat. Suatu penjelasan tetang prosedur tetap dan bagaimana cara menerapkannya dapat meningkatkan kepatuhan. Semakin baik pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan, maka semakin mempercepat proses penyembuhan penyakit klien.

e. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang adalah pendidikan, pekerjaan dan usia (Mubarak, 2006).

Menurut Notoadmojo (2003) tingkat pengetahuan manusia dibagi menjadi 6 tingkat. Pertama yaitu tahu (know), diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelum terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Setelah tahu, kemudian sesorang akan memahami (compherension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar. Orang yang telah paham objek-objek atau materi harus dapat menjelaskan, dengan menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dari terhadap objek yang dipelajari.

Selanjutnya, apa yang telah dipahami akan diaplikasikan (Aplication). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah


(21)

dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi juga merupakan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan dalam konteks atau situasi lain. Kemudian, materi atau objek yang telah diplikasikan selanjutnya diartikan untuk dijabarkan ke dalam komponen-komponen, tetapi dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain (Analysis). Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, dapat menjabarkan, membedakan, mensyahkan dan mengelompokkan.

Materi atau obejk yang telah dianalisis, digabungkan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada (Syntesis). Kemudian dinilai berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada (Evaluasi).

f. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan aksi atau respon seseorang yang masih tertutup Menurut Notoadmodjo (2007), sikap manusia terhadap suatu rangsangan adalah perasaan setuju (favorablere) ataupun perasaan tidak setuju (non favorable) terhadap rangsangan tersebut.

Selain itu Allport (1935 dalam Notoadmodjo, 2003) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 (tiga) komponen pokok yaitu: kepercayaan (keyakinan) yang merupakan ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek dan kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan


(22)

Seperti halnya dengan pengetahuan, Notoadmodjo (2007) menyebutkan bahwa sikap terdiri dari berbagai tingkatan. Pertama adalah subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek (receiving). Kemudian merespon (memberikan) jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan (responding). Selanjutnya, subjek akan menunjukan sikap menghargai (valuating) yaitu dengan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah, lalu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko (responsible)

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap secara psikologi ada dua yaitu: faktor instriksik dan faktor ekstrinsik. Yang termasuk faktor instrinsik diantaranya intelegensi, bakat, minat, dan kepribadian, sedangkan yang termasuk didalam ekstrinsik antara lain yang datang dari lingkungan individu itu sendiri. Maka sikap seseorang terhadap rangsangan sangat tergantung pada berbagai situasi dan kondisi lingkungan dimana orang itu berada. Dan sikap juga terukir melalui pengalaman seseorang, dengan motivasi yang ada pada dirinya. Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu rangsangan (Notoadmodjo, 2007).

g. Usia

Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum


(23)

cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka cara berfikir semakin matang dan teratur melakukan suatu tindakan (Notoatmodjo, 2007).

3. Proses Perubahan Sikap dan Tindakan (Perilaku)

Menurut Teori Kelman, perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan. Mula-mula individu mematuhi anjuran atau instruksi tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman/sanksi jika tidak patuh, atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika mematuhi anjuran tersebut, tahap ini disebut tahap kesediaan. Biasanya perubahan yang terjadi dalam tahap ini bersifat sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan petugas. Tetapi begitu pengawasan itu mengendur atau hilang, perilaku itupun ditinggalkan (Niven, 2002).

Pengawasan itu tidak perlu berupa kehadiran fisik petugas atau tokoh otoriter, melainkan cukup rasa takut terhadap ancaman sanksi yang berlaku, jika individu tidak melakukan tindakan tersebut. Dalam tahap ini pengaruh tekanan kelompok sangatlah besar, individu terpaksa mengalah dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok meskipun sebenarnya dia tidak menyetujuinya. Namun segera setelah dia keluar dari kelompok tersebut, kemungkinan perilakunya akan berubah menjadi perilakunya sendiri (Niven 2000).

Kepatuhan individu berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru itu dapat disusul dengan kepatuhan yang


(24)

berbeda, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan atau tokoh (pimpinan) yang menganjurkan perubahan tersebut (change agent).

Biasanya kepatuhan ini timbul karena individu merasa tertarik atau mengagumi petugas (pimpinan) tersebut, sehingga ingin mematuhi apa yang dianjurkan atau diinstruksikan tanpa memahami sepenuhnya arti dan manfaat dari tindakan tersebut, tahap ini disebut proses identifikasi. Meskipun motivasi untuk mengubah perilaku individu dalam tahap ini lebih baik dari pada dalam tahap kesediaan, namun motivasi ini belum dapat menjamin kelestarian perilaku itu karena individu belum dapat menghubungkan perilaku tersebut dengan nilai-nilai lain dalam hidupnya, sehingga jika dia ditinggalkan petugas atau tokoh idolanya itu maka dia merasa tidak perlu melanjutkan perilaku tersebut.

Perubahan perilaku individu baru dapat menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses internalisasi, dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri individu dan diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari hidupnya.

Niven (2002) menyebutkan proses internalisasi ini dapat dicapai jika petugas atau pimpinan tersebut merupakan seseorang yang dapat dipercaya (kredibilitasnya tinggi) yang dapat membuat individu memahami makna dan penggunaan perilaku tersebut serta membuat mereka mengerti akan pentingnya perilaku tersebut bagi kehidupan mereka sendiri. Memang proses internalisasi ini tidaklah mudah dicapai sebab diperlukan kesediaan individu untuk mengubah nilai dan kepercayaan mereka agar menyesuaikan diri dengan nilai atau perilaku yang baru (Teori The Health Belief Model).


(25)

4. Faktor Penentu Derajat Ketidakpatuhan

Niven (2002) mengungkapkan derajat ketidak patuhan ditentukan oleh kompleksitas prosedur pengobatan, derajat perubahan gaya hidup/lingkungan kerja yang dibutuhkan, lamanya waktu dimana perawat mematuhi prosedur tersebut, apakah prosedur tersebut berpotensi menyelamatkan hidup, dan keparahan penyakit yang dipersepsikan sendiri oleh pasien bukan petugas kesehatan.

5. Stretegi untuk Meningkatkan Kepatuhan

Menurut Smet (1994), berbagai strategi telah dicoba untuk meningkatkan kepatuhan, diantaranya adalah:

a. Dukungan Profesional Kesehatan

Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untk meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya tehnik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh profesional kesehatan, isalnya antara kepala perawatan dengan bawahannya.

b. Dukungan Sosial

Dukungan sosial yang dimaksud adalah pasien dan keluarga. Pasien dan keluarga yang percaya pada tindakan dan perilaku yang dilakukan oleh perawat dapat menunjang peningkatan kesehatan pasien, sehingga perawat dapat bekerja dengan percaya diri dan ketidak patuhan dapat dikurangi.


(26)

c. Perilaku Sehat

Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan, misalnya kepatuhan perawat untuk selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien ataupun melakukan tindakan asuhan keperawatan.

d. Pemberian Informasi

Pemberian informasi yang jelas tentang pentingnya pemberian asuhan keperawatan berdasarkan prosedur yang ada membantu meningkatkan kepatuhan perawat, hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan-pelatihan kesehatan yang diadakan oleh pihak rumah sakit ataupun instansi kesehatan lain.

B. Luka dan Perawatannya 1. Konsep Luka

a. Pengertian

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor, 1997). Luka adalah kerusakan kontiniuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier et all, 2004).

Ketika luka timbul, akan muncul beberapa efek, seperti: hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, terjadi respon stres simpatis, adanya perdarahan dan pembekuan darah, terjadi kontaminasi bakteri dan kematian sel.


(27)

b. Jenis-Jenis Luka

Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).

1) Berdasarkan Tingkat Kontaminasi

Clean wounds (luka bersih), yaitu luka bedah tak terinfeksi, yang mana

tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup. Jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson

– Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.

Clean-contamined wounds (luka bersih terkontaminasi), merupakan luka

pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.

Contamined wounds (luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, luka

akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna. Pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

Dirty or infected wounds (luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya


(28)

2) Berdasarkan Kedalaman dan Luasnya Luka

Luka superfisial (Non-Blanching Erithema), yaitu luka yang terjadi pada

lapisan epidermis kulit (Stadium I). Luka “Partial Thickness”, yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis, Merupakan luka superfisial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal (Stadium II). Luka “Full Thickness”, yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya, lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot, selain itu timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan

sekitarnya (Stadium III). Terakhir adalah luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas (Stadium IV).

3) Berdasarkan Waktu Penyembuhan Luka

Berdasarkan waktu penyembuhannya, luka terbagi atas luka akut dan luka kronis. Luka akut yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati, sedangkan luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.


(29)

c. Mekanisme Terjadinya Luka

Terdapat beberapa penyebab terjadinya luka (Sjamsuhidayat 1997), yaitu: luka yang terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal, luka yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi). Ini disebut dengan luka insis (incised wounds).

Terdapat juga luka yang terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak, yang disebut dengan luka memar (contusion wound). Luka akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam, disebut dengan luka lecet (abraded wound). Luka akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil, disebut dengan kuka tusuk

(punctured wound).

Janis selanjutnya, luka yang terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat, disebut dengan kuka gores (lacerated wound). Luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar, disebut dengan luka tembus (penetrating wound). Terakhir adalah luka bakar (combustio), yaitu luka yang terjadi akibat terbakar api langsung atau tidak langsung, pajanan tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia.


(30)

d. Penyembuhan Luka

Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor, 1997).

1) Prinsip Penyembuhan Luka

Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu: (1) Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang, (2) Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga, (3) Respon tubuh secara sistemik pada trauma, (4) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka, (5) Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan (6) Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.

2) Fase Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier, 2004).


(31)

Menurut Potter & Perry (2005), fase penyembuhan luka dimulai dengan tahap inflamatory (devensive), yaitu ketika integritas kulit rusak/terganggu dan berlanjut hingga 4-6 hari. Tahap ini terbagi atas (1) Homeostasis, (2) Respon inflamatori, (3) Tibanya sel darah putih di luka. Hemostasis adalah kondisi dimana terjadi konstriksi pembuluh darah, membawa platelet menghentikan perdarahan. Bekuan membentuk sebuah matriks fibrin yang mencegah masuknya organisme infeksius.

Respon inflammatory adalah saat terjadi peningkatan aliran darah pada luka dan permeabilitas vaskuler plasma menyebabkan kemerahan dan bengkak pada lokasi luka. Sampainya sel darah putih di luka melalui suatu proses, neutrophils membunuh bakteri dan debris yang kemudian mati dalam beberapa hari dan meninggalkan eksudat yang menyerang bakteri dan membantu perbaikan jaringan. Monosit menjadi makrofag, selanjutnya makrofag membersihkan sel dari debris oleh pagositosis, meningkatkan perbaikan luka dengan mengembalikan asam amino normal dan glukose. Epitelial sel bergerak dari dalam ke tepi luka selama lebih kurang 48 jam.

Tahap selanjutnya adalah prolifrasi (reconstruksion), dimana terjadi penutupan dimulai hari ke-3 atau ke-4 dari tahap defensive dan berlanjut selama 2

– 3 minggu. Fibroblast berfungsi membantu sintesis vitamin B dan C, dan asam amino pada jaringan kollagen. Kollagen menyiapkan struktur, kekuatan dan integritas luka. Epitelial sel memisahkan sel-sel yang rusak.

Tahap terakhir adalah maturasi yang merupakan akhir penyembuhan luka, berlanjut selama 1 tahun atau lebih hingga bekas luka merekat kuat.


(32)

Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari dalam tubuh (endogen) atau oleh penyebab dari luar tubuh (eksogen) (Oswari, 2005).

Penyebab endogen terpenting adalah gangguan bekuan darah (hematoma). Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka (Oswari, 2005). Adanya penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah juga menganggu proses penymuhan. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri (Syamsuhidayat, 1997).

Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus (Kozier, 2004).

Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka (Kozier, 2004).


(33)

Faktor usia juga mempengaruhi proses penyembuhan luka. Usia anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah (Potter & Perry, 2005).

Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah rekasi tubuh terhadap lukaa, kematian jaringan, dan kontaminasi. Imun ini sendiri dipengaruhi oleh nutrisi dan penyakit yang diderita. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin (Oswari, 2005). Seseorang yang menderita diabetes mellitus juga mengalami kesulitan dalam proses penyembuhan luka. Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh (Kozier, 2004).

Penyebab eksogen meliputi adanya infeksi yang menghambat penyembuhan. Faktor infeksi dapat berasal dari bakteri maupun benda asing, seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental

yang disebut dengan nanah (“Pus”).

Pemakaian obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka misalnya penggunaan


(34)

steroid, akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera., penggunaan antikoagulan akan mengakibatkan perdarahan, dan penggunaan antibiotik efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

e. Komplikasi Penyembuhan Luka

Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan eviscerasi.

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2

– 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih (Kozier, 2004).

Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan (Oswari, 2005).

Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.


(35)

keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka.

Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas

di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka (Tylor, 1997).

2. Luka pada Sectio Caesarea (SC)

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan

melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991).

Sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada

dinding abdomen dan uterus (William & Oxorn, 2010).

Jadi operasi seksio sesaria (sectio caesarea) adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin (persalinan buatan), melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus bagian depan sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat.

a. Indikasi dan Kontraindikasi Sectio Caesarea (SC)

Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal


(36)

yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/kegagalan proses persalinan normal (dystasia).

Indikasi sectio caesaria pada ibu seperti disproporsi cevalo-pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul), disfungsi uterus, distosia jaringan lunak, plasenta previa, his lemah/melemah, ruptur uteri, primi muda atau tua, partus dengan komplikasi dan masalah plasenta. Sedangkan indikasi sectio

caesaria pada anak antara lain janin besar, gawat janin, janin dalam posisi

sungsang atau melintang, fetal distress, dan hydrocephalus (Manuaba, 2006). Selain itu, terdapat kontra indikasi untuk dilakukannya sectio saesaria, yaitu sectio caesarian tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemi berat sebelum diatasi, dan kelainan kongenital berat (Sarwono, 1991).

b. Jenis – Jenis Operasi Sectio Caesarea

Terdapat beberapa jenis dan lokasi tempat dilakukannya sectio caesarea. Pada abdomen (sectio caesarea abdominalis) terdapat sectio caesarea

transperitonealis. Jenis ini merupakan SC klasik atau corporal (dengan insisi

memanjang pada corpus uteri). Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm. Kelebihannya adalah dapat mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal. Namun tindakan ini juga memiliki kekurangan yaitu infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik, untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan (Manuaba, 2001).


(37)

Jenis SC berikutnya yang dilakukan di abdomen adalah sc ektra

peritonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak

membuka cavum abdominal. Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihannya adalah penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, perdarahan tidak begitu banyak, dan kemungkinan ruptur uteri spontan berkurang atau lebih kecil. Sedangkan kekurangannya adalah luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak, keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi (Manuaba, 2001).

Menurut sayatan pada rahim (Muchtar, 1998) , sectio caesarea dapat dilakukan dengan sayatan memanjang (longitudinal), sayatan melintang (transversal), dan sayatan huruf T (T insicion)

c. Komplikasi Operasi Sectio Caesarea (SC)

Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi sectio caesarea antara lain: terjadi infeksi puerperal (nifas), yang terbagi menjadi ringan (ditandai dengan suhu meningkat dalam beberapa hari), sedang (ditandai dengan suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung, dan berat (ditandai dengan peritonealis, sepsis dan usus paralitik). Perdarahan, terjadi luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi


(38)

terlalu tinggi, dan kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya (Oxorn & Forte, 2010).

3. Perawatan Luka

a. Perkembangan Perawatan Luka

Profesional perawat percaya bahwa penyembuhan luka yang terbaik adalah dengan membuat lingkungan luka tetap kering (Potter & Perry, 2005). Perkembangan perawatan luka sejak tahun 1940 hingga tahun 1970, tiga peneliti telah memulai tentang perawatan luka. Hasilnya menunjukkan bahwa lingkungan yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering. Winter (1962) mengatakan bahwa laju epitelisasi luka yang ditutup poly-etylen dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan kering. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada luka superficial lebih cepat pada suasana lembab daripada kering, dan ini merangsang perkembangan balutan luka modern (Potter & Perry, 2005).

Perawatan luka lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya tingkat infeksi pada semua jenis balutan le:mbab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 % pada balutan kering (Thompson, 2000). Lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke pusat luka dan melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep penyembuhan luka dengan teknik lembab ini merubah penatalaksanaan luka dan memberikan rangsangan bagi perkembangan balutan lembab (Potter & Perry, 2005).

Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan tidak hanya berdasarkan kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka.


(39)

Penggunaan antiseptik hanya untuk yang memerlukan saja karena efek toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya memakai normal saline (Dewi, 1999). Citotoxic agent seperti povidine iodine, asam asetat, seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka karena dapat menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka dengan sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang dibasahi dengan sodium klorida dan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan. (Walker D, 1996)

Tepi luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang kira-kira satu minggu. Kulit menjadi tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu (Potter & Perry, 2005).

Perawat dapat menduga tanda dari penyembuhan luka bedah insisi, seperti tidak ada perdarahan dan munculnya tepi bekuan di tepi luka, tepi luka akan didekatkan dan dijepit oleh fibrin dalam bekuan selama satu atau beberapa jam setelah pembedahan ditutup, adanya inflamasi (kemerahan dan bengkak) pada tepi luka selama 1 – 3 hari, terjadi penurunan inflamasi ketika bekuan mengecil, jaringan granulasi mulai mempertemukan daerah luka dimana luka bertemu dan menutup selama 7 – 10 hari, adanya pembentukan bekas luka, pembentukan kollagen mulai 4 hari setelah perlukan dan berlanjut sampai 6 bulan atau lebih, dan terjadi pengecilan ukuran bekas luka lebih satu periode atau setahun. Peningkatan ukuran bekas luka menunjukkan pembentukan kelloid (Potter & Perry, 2005).


(40)

b. Tujuan Perawatan Luka

Potter & Perry (2005) menyebutkan tujuan dari perawatan luka adalah memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka, absorbsi drainase, menekan dan imobilisasi luka, mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis, mencegah luka dari kontaminasi bakteri, meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing, dan memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien.

c. Bahan yang Digunakan dalam Perawatan Luka 1) Sodium Klorida 0,9 %

Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena alasan ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida. Normal saline aman digunakan untuk kondisi apapun (Lilley & Aucker, 1999). Sodium klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah (Handerson, 1992). Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah sodium klorida 0,9 %. Ini adalah konsentrasi normal dari sodium klorida dan untuk alasan ini sodium klorida disebut juga normal saline (Lilley & Aucker, 1999). Merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih murah.


(41)

2) Larutan Povodine-Iodine

Iodine adalah element non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang dikombinasi dengan bahan lain. Walaupun iodine bahan non metalik iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang khas. Iodine hanya larut sedikit di air, tetapi dapat larut secara keseluruhan dalam alkohol dan larutan sodium iodide encer. Iodide tinture dan solution keduanya aktif melawan spora tergantung konsentrasi dan waktu pelaksanaan (Lilley & Aucker, 1999). Larutan ini akan melepaskan iodium anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput lendir sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan negatif, spora, jamur, dan protozoa. Bahan ini agak iritan dan alergen serta meninggalkan residu (Sodikin, 2002).

Studi menunjukan bahwa antiseptik seperti povodine iodine toxic terhadap sel (Thompson, 2000). Iodine dengan konsentrasi > 3 % dapat memberi rasa panas pada kulit. Rasa terbakar akan nampak dengan iodine ketika daerah yang dirawat ditutup dengan balutan oklusif kulit dapat ternoda dan menyebabkan iritasi dan nyeri pada sisi luka. (Lilley & Aucker, 1999).

d. Prosedur Perawatan Luka 1) Pengertian

Perawatan luka merupakan tindakan merawat luka untuk mencegah trauma

(injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh

adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit. Tujuannya adalah mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam


(42)

kulit dan membran mukosa, mencegah bertambahnya kerusakan jaringan, mempercepat penyembuhan, membersihkan luka dari benda asing atau debris, drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat, mencegah perdarahan dan (Oswari, 2005).

2) Persiapan alat

Alat-alat yang di persiapkan adalah set steril (terdiri atas, pembungkus/kasa, kapas atau kasa untuk membersihkan luka, com tempat untuk larutan, larutan anti septik, 2 pasang pinset), alat-alat yang diperlukan lainnya seperti: extra balutan dan zalf, gunting, kantong bengkok, plester, dan alkohol untuk mengeluarkan bekas plester.

3) Cara kerja

Pada tahap pra interaksi, tindakan yang dilakukan perawat adalah melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada, mencuci tangan, dan menempatkan alat di dekat pasien dengan benar.

Kemudian pada tahap orientasi, memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik, menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien/keluarga, menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.

Pada tahap kerja, bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang menyenangkan. Bukan hanya pada daerah luka, gunakan selimut mandi untuk menutup pasien jika perlu. Tempatkan tempat sampah (bengkok) pada tempat yang dapat dijangkau. Bisa dipasang pada sisi tempat tidur. Angkat plester atau


(43)

pembalut. Jika menggunakan plester angkat dengan cara menarik dari kulit dengan hati-hati kearah luka. Gunakan alkohol untuk melepaskan jika perlu.

Keluarkan balutan atau surgipad dengan tangan jika balutan kering atau menggunakan sarung tangan jika balutan lembab. Angkat balutan menjauhi pasien. Tempatkan balutan yang kotor dalam kantong plastik. Buka set steril. Tempatkan pembungkus steril di samping luka. Angkat balutan paling dalam dengan pinset dan perhatikan jangan sampai mengeluarkan drain atau mengenai luka insisi. Jika gaas dililitkan pada drain gunakan 2 pasang pinset, satu untuk mengangkat gaas dan satu untuk memegang drain. Catat jenis drainnya bila ada, banyaknya jahitan dan keadaan luka. Buang kantong plastik. Untuk menghindari dari kontaminasi ujung pinset dimasukkan dalam kantong kertas, sesudah memasang balutan pinset dijauhkan dari daerah steril.

Membersihkan luka menggunakan pinset jaringan atau arteri dan kapas dilembabkan dengan antiseptik, lalu letakkan pinset ujungnya labih rendah daripada pegangannya. Gunakan satu kapas satu kali mengoles, bersihkan dari insisi kearah drain: bersihkan dari atas ke bawah daripada insisi dan dari tengah keluar, jika ada drain bersihkan sesudah insisi, untuk luka yang tidak teratur seperti dekubitus ulcer, bersihkan dari tengah luka ke arah luar, gunakan pergerakan melingkar.

Ulangi pembersihan sampai semua drainage terangkat, olesi zalf, ratakan zalf (Bioplasenton) diatas luka dan gunakan alat steril. Gunakan satu balutan dengan plester atau pembalut. Amankan balutan dengan plester atau pembalut. Bantu pasien dalam pemberian posisi yang menyenangkan. Angkat peralatan dan


(44)

kantong plastik yang berisi balutan kotor. Bersihkan alat dan buang sampah dengan baik. Cuci tangan.

Tahap terakhir adalah tahap terminasi, dengan melakukan gevaluasi hasil tindakan, berpamitan dengan pasien, membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula, mencuci tangan, dan mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.


(45)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Sectio caesaria adalah adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin

(persalinan buatan), melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus bagian depan sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat. Perawatan post operasi sectio caesaria sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya kompilkasi dan infeksi, salah satunya adalah perawatan luka sectio.

Perawatan luka merupakan tindakan merawat luka untuk mencegah trauma

(injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh

adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit.

Adanya prosedur tetap tentang perawatan luka di sebuah rumah sakit sangat penting guna meningkatkan pelayanan kepada pasien. Tujuannya adalah mempercepat proses penyembuhan dan mencegah komplikasi atau infeksi. Agar tujuan tersebut tercapai, tergantung dari bagaimana kepatuhan perawat menjalankan implementasi perawatan luka sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.


(46)

Konsep terkait dalam penelitian ini selanjutnya dirumuskan menjadi kerangka penelitian sebagai berikut:

Skema 1. Kerangka Penelitian

B. Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur

Hasil Ukur 1. Sikap

perawat

Respon perawat untuk mematuhi prosedur tetap perawatan luka yang ditetapkan RSUD Langsa sesuai dengan pengetahuan mereka mulai dari tahap pra interaksi, tahap kerja sesuai dengan urutan kerja dan tehnik steril, hingga tahap terminasi

Kuesioner yang terdiri dari 16 pertanyaan 1. Baik Nilai: 48-64 2. Sedang Nilai: 32-47 3. Buruk Nilai: 16-31 2 Tindakan

perawat

Perilaku perawat dalam menjalankan perawatan luka pada pasien post operasi sectio caesaria sesuai dengan prosedur tetap perawatan luka yang ditetapkan RSUD Langsa, yaitu mulai dari tahap pra interaksi (verifikasi

data, mencuci tangan,

mempersiapkan), tahap kerja sesuai dengan urutan kerja dan tehnik steril (membersihkan dan membalut luka), hingga tahap terminasi (mengevaluasi tindakan, merapikan alat, mencuci tangan dan dokumentasi).

Lembar observasi yang terdiri dari 16 item

1. Baik Nilai: 28-32 2. Sedang Nilai: 22-27 3. Buruk Nilai: 16-21 Sikap perawat dalam mematuhi

prosedur tetap perawatan luka pada sectio caesarea

Tindakan perawat dalam mematuhi prosedur tetap perawatan luka pada sectio caesarea


(47)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi sikap dan tindakan perawat dalam mematuhi prosedur tetap perawatan luka post operasi sectio caesarea di RSUD Langsa tahun 2012.

B. Populasi, Sampel Penelitian dan Tehnik Sampling 1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah perawat yang bekerja di RSUD Langsa khususnya di ruang pasca bedah sectio caesarea. Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti, jumlah perawat yang bertugas di ruang rawat inap yang merawat pasien post sectio caesarea adalah sebanyak 38 perawat (tidak termasuk kepala ruangan).

2. Sampel

Menurut Arikunto (2002) bila jumlah populasi kurang dari 100 orang maka tehnik pengambilan sampel menggunakan total sampling, yaitu sampel diambil seluruhnya dari jumlah total populasi. Maka jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 38 orang.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Langsa. Pemilihan lokasi ini sebagai tempat penelitian karena belum pernah di lakukan penelitian tentang kepatuhan perawat dalam penerapan prosedur tetap perawatan luka post operasi sectio


(48)

caesarea. Selain itu RSUD Langsa merupakan rumah sakit tempat peneliti bekerja, sehingga diharapkan hasil penelitian ini akan menjadi panduan dan masukan dalam meningkatkan pelayanan RSUD Langsa.

Waktu penelitian ini dimulai pada bulan Juli sampai dengan Januari 2013.

D. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari institusi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengajukan permohonan penelitian kepada Direktur RSUD Langsa dan Kepala Ruangan Pasca Bedah. Setelah mendapat persetujuan, peneliti melakukan pengumpulan data dengan melakukan wawancara kepada responden. Sebelum dilakukan penelitian dan intervensi, calon responden diberi penjelasan terlebih dahulu tentang tujuan, manfaat dan kegiatan dalam penelitian, hak-hak responden dalam penelitian dan kerahasiaan terjaga.

Setelah calon responden bersedia untuk diteliti, maka responden terlebih dahulu menandatangani lembar persetujuan yang telah dibuat peneliti. Calon responden berhak untuk menentukan sendiri kesediaan berpartisipasi sampai akhir penelitian walaupun penelitian belum selesai. Hal tersebut tercantum dengan jelas dalam informed consent yang berupa persetujuan partisipasi secara tertulis yang ditandatangani oleh responden sebelum penelitian dilaksanakan.

Sebelum menandatangani informed consent tersebut, calon responden diberi waktu hingga benar-benar paham sepenuhnya atas apa yang akan dijalaninya dalam penelitian.


(49)

Jika calon responden tidak bersedia untuk berpartisipasi, maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.

Dalam menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencamtumkan nama pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memakai nomor responden. Kerahasiaan responden dijamin oleh peneliti.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk kuesioner yang didasarkan pada tinjauan kepustakaan. Kuesioner ini terdiri dari tiga bagian, yaitu 1) kuesioner karakteristik calon responden yang berisi data tentang demografi responden, 2) kuesioner sikap perawat dalam penerapan protap perawatan luka post sectio caesarea yang diisi oleh responden, 3) lembar observasi terhadap tindakan perawat dalam menjalankan perawatan luka yang diisi oleh peneliti.

1. Data Demografi

Kuesioner tentang data demografi terdiri dari 4 pertanyaan yaitu, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan lama bekerja. Data demografi responden bertujuan untuk mengetahui karakteristik calon responden.

2. Lembar Kuesioner Sikap Perawat dalam Mematuhi Prosedur Tetap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesarea


(50)

Kuesioner ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan protap perawatan luka post operasi sectio caesarea, yang disusun berdasarkan prosedur tetap perawatan luka yang ada di RSUD Langsa. Protap perawatan luka yang ada di RSUD Langsa disusun oleh tim akreditasi rumah sakit yang terdiri dari Kepala Ruang Bedah dan OK pada tahun 2002. Kuesioner ini terdiri dari 16 pernyataan, berbentuk model skala Likert dengan

alternatif jawaban “Selalu”, “Sering”, “Kadang-Kadang”, “Tidak Pernah”. Cara pengisiannya dengan cheklist () pada salah satu pilihan yang tersedia dari pernyataan yang ada berkaitan dengan kondisi yang dialami responden. Pernyataan dengan jawaban “Selalu” diberi skor 4, “Sering” diberi skor 3,

“Kadang-Kadang” diberi skor 2, dan “Tidak Pernah” diberi skor 1.

3. Lembar Observasi tentang Tindakan Perawat dalam Mematuhi Prosedur Tetap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesarea

Lembar observasi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan protap perawatan luka post operasi sectio caesarea berdasarkan pengamatan peneliti. Hal ini untuk membandingkan kesesuaian antara jawaban yang diberikan oleh responden dengan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti, sehingga tingkat kepatuhan perawat dapat digambarkan secara lebih akurat. Lembar observasi ini terdiri dari 16 item dengan model skala Guttman, terdiri dari 2 alternatif jawaban “ Ya’ dan “Tidak”, yang berhubungan dengan kuesioner bagian ke-2 (sesuai dengan Protap Perawatan Luka RSUD Langsa 2002). Jika responden melakukan perawatan luka sesuai dengan item instrumen, diberi tanda


(51)

cheklist (√) pada kolom “Ya” dan diberi skor 2, sebaliknya jika responden melakukan perawatan luka tidak sesuai dengan item instrumen, diberi tanda

cheklist (√) pada kolom “Tidak” dan diberi skor 1.

F. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen

Uji validitas dapat diuraikan sebagai tindakan ukuran penelitian yang sebenarnya, yang memang didesain untuk mengukur. Validitas berkaitan dengan nilai sesungguhnya dari hasil dan merupakan karakteristik yang penting dari penelitian yang baik (Slevin dkk, 2005).

Uji reliabilitas instrumen adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu instrumen akan menghasilkan suatu hasil yang sama/konsistensi dalam penggunaannya secara berulang kali, sehingga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama (Dempsey & Dempsey, 200).

Pada penelitian ini tidak dilakukan uji validitas maupun realibitas instrumen, karena instrumen yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Protap Perawatan Luka yang ada di RSUD Langsa 2002.

G. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan setelah mengikuti langkah-langkah pengumpulan data yaitu: pertama mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Fakultas keperawatan USU) dan mengirimkan izin tersebut kepada institusi tempat penelitian (RSUD Langsa). Setelah mendapatkan izin dari institusi tempat penelitian, pengumpulan data


(52)

dilaksanakan. Peneliti akan menentukan calon responden yang bersedia untuk menjadi sampel penelitian.

Setelah mendapatkan calon responden, kemudian peneliti menjelaskan tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner, calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani informed consent (lembar persetujuan). Setelah responden setuju, kemudian peneliti memberikan kuesioner kepada responden untuk diisi dan diberi waktu selama ±15 menit, responden diberi kesempatan untuk bertanya pada peneliti bila ada pertanyaan yang tidak dimengerti atau tidak dipahami. Setelah responden selesai mengisi kuesioner, peneliti kemudian menganalisa kelengkapan data, jika ada data yang kurang lengkap dapat segera dilengkapi. Selanjutnya data yang terkumpul akan dianalisa.

H. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data melalui beberapa tahap. Pertama, editing, yaitu memeriksa nama dan kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi dengan benar sesuai dengan petunjuk. Kemudian coding, yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah dalam menganalisa data. Selanjutnya peneliti memasukkan data ke dalam komputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan tehnik komputeriasai.

Metode statistik untuk analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah:


(53)

1. Statistik Univariat

Statistik univariat adalah suatu metode untuk menganalisa data dari suatu variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Polit & Hugler, 2002). Pada penelitian ini metode statistik univariat digunakan untuk menganalisa karakteristik responden, dan tingkat kepatuhan perawat (data kuesioner dari responden dan lembar observasi) yang akan dianalisa dengan menggunakan skala ordinal dan akan ditampilkan dalam distribusi frekuensi dan presentasi.

Dalam penelitian ini indikator yang digunakan dalam mengkaji tingkat kepatuhan perawat dikategorikan dalam 3 kelas, yaitu Baik, Sedang, Buruk. Nilai yang terendah yang mungkin di capai adalah 16 dan nilai tertinggi adalah 64.

Berdasarkan rumus statistika untuk menentukan panjang kelas digunakan rumus (Sudjana, 2000) :

1. Sikap perawat dalam mematuhi prosedur tetap perawatan luka post operasi sectio caesarea berdasarkan instrumen yang diisi oleh responden:

Rentang (Nilai Tertinggi – Nilai Terendah) P =

Banyak kelas 64 – 16

= 3 = 16

Skor 48 – 64 : Baik Skor 32 – 47 : Sedang


(54)

Skor 16 – 31 : Buruk

2. Tindakan perawat dalam mematuhi prosedur tetap perawatan luka post operasi sectio caesarea berdasarkan lembar observasi yang diisi oleh peneliti:

Rentang (Nilai Tertinggi – Nilai Terendah) P =

Banyak kelas 32 – 16

= 3 = 5

Skor 28 – 32 : Baik Skor 22 – 27 : Sedang Skor 16 – 21 : Buruk


(55)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 5 minggu, yaitu mulai tanggal 22 Oktober sampai dengan 16 November 2012 di RSUD Langsa. Pemilihan lokasi ini sebagai tempat penelitian karena belum pernah dilakukan penelitian tentang sikap dan tindakan perawat dalam mematuhi prosedur tetap perawatan luka post operasi sectio caesarea.

Jumlah seluruh responden pada penelitian ini adalah 38 orang perawat, yang merawat pasien post sectio caesarea.

2. Karakteristik Demografi Responden

Deskripsi karakteristik demografi responden terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan lama bekerja. Berdasarkan hasil penelitian, hampir setengah dari jumlah responden berada pada rentang usia 25-32 tahun (47,4%), seluruh responden berjenis kelamin wanita (100%), sebagian besar memiliki jenjang pendidikan DIII (89,5%), dan rata-rata telah bekerja < 5 tahun (44,7%).

Sebaran karakteristik demografi responden dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:


(56)

Tabel 5.1. Distribusi, Frekuensi dan Persentasi Sikap dan Tindakan Perawat dalam Mematuhi Protap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesarea di RSUD Langsa Berdasarkan Karakteristik Demografi Responden (n=38)

No Karakteristik Demografi N %

1. 2. 3. 4. Usia 17-24 tahun 25-32 tahun 33-40 tahun 41-43 tahun Jenis Kelamin Wanita Laki-laki Pendidikan S1 D3 SPK Lama Bekerja

< 5 tahun 5 – 10 tahun >10 tahun 9 18 8 3 38 0 4 34 0 17 14 7 23,7 47,4 21,1 7,9 100 0 10,5 89,5 0 44,7 36,8 18,4

3. Sikap Perawat dalam Mematuhi Protap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesaria di RSUD Langsa

Berdasarkan hasil penelitian melalui penyebaran kuesioner ditemukan data jawaban responden sebagai berikut: Sebanyak 30 responden (78,9%) menjawab selalu melakukan persiapan alat yang digunakan untuk merawat luka adalah steril, seperti kasa dan pinset steril. Sebanyak 26 (68,4%) responden menjawab selalu mencuci tangan sebelum melakukan tindakan perawatan luka SC. Sebanyak 32 responden (84,2%) menjawab selalu bahwa sebelum melakukan perawatan luka, menjelaskan kepada pasien tentang tujuan dari tindakan yang akan dilakukan.

Sebanyak 29 responden (76,3%) menjawab selalu mengatur posisi yang nyaman dan menjaga privasi pasien saat melakukan perawatan luka. Sebanyak 33 responden (86,8%) menjawab selalu memakai sarung tangansaat akan melakukan perawatan luka SC. Sebanyak 28 responden (73,7%) menjawab selalu menggunakan alkohol untuk mengangkat plester dari balutan luka. Sebanyak 29


(57)

responden (76,3%) menjawab selalu membuang balutan yang lama pada tempatnya (bengkok) dan menjauhi pasien. Sebagian besar responden (55,3%) menjawab selalu mencatat kondisi luka, jumlah jahitan ataupun adanya drain dan membersihkan luka menggunakan 2 pinset steril.

Sebanyak 30 responden (78,9%) menjawab selalu membersihkan luka menggunakan kasa steril. Sebanyak 26 responden (68,4%) menjawab selalu membersihkan luka menggunakan antiseptik, seperti betadin. Sebanyak 31 responden (81,6%) menjawab selalu menggunakan satu kasa untuk satu kali mengoles/membersihkan luka. Sebanyak 28 responden (73,7%) menjawab selalu menggunakan kasa steril untuk menutup atau membalut luka pasien Sebanyak 27 responden (71,1%) menjawab selalu menggunakan plester untuk mengamankan balutan serta merapikan dan membersihkan peralatan yang telah saya gunakan. Saya mencuci tangan kembali setelah selesai melakukan perawatan luka. Sebaran frekuensi tersebut dapat dilihat pada tabel 1 (lampiran 5).

Berdasarkan jawaban responden diatas, dapat dilihat bahwa hampir

seluruh item dijawab “selalu” oleh responden, dan dari hasil analisis

komputerisasi diperoleh sebanyak 34 responden (89,5%) memiliki total nilai jawaban berada pada rentang 48-64 dari 16 item pernyataan kuesioner yang diberikan. Nilai ini menunjukan bahwa sebanyak 89,5% responden memiliki sikap patuh yang baik dalam menerapkan protap perawatan luka post operasi sectio


(58)

Tabel 5.2. Distribusi, Frekuensi dan Presentasi Sikap Perawat dalam Mematuhi Protap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesaria di RSUD Langsa Berdasarkan Penyebaran Kuesioner (n=38)

Tingkat Kepatuhan F %

Baik Sedang

Buruk

34 4 0

89,5 10,5 0

4. Tindakan Perawat dalam Mematuhi Protap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesaria di RSUD Langsa

Berdasarkan hasil penelitian observasi peneliti ditemukan tindakan perawat dalam melakukan perawatan luka sebagai berikut: Seluruh responden (100%) tidak melakukan persiapan alat steril, seperti kasa dan pinset steril. Sebanyak 27 responden (71,1%) mencuci tangan sebelum melakukan tindakan perawatan luka SC. Sebanyak 36 responden (94,7%) menjelaskan kepada pasien tentang tujuan dari tindakan sebelum melakukan perawatan luka. Sebanyak 37 responden (97,4%) tidak mengatur posisi yang nyaman dan menjaga privasi pasien saat melakukan perawatan luka.

Seluruh responden (100%) tidak memakai sarung tangan saat akan melakukan perawatan luka SC dan tidak menggunakan alkohol untuk mengangkat plester dari balutan luka. Sebanyak 37 responden (97,4%) tidak membuang balutan yang lama pada tempatnya (bengkok) dan menjauhi pasien. Sebanyak 34 responden (89,5%) mencatat kondisi luka, jumlah jahitan ataupun adanya drain. Sebanyak 37 responden (97,4%) tidak membersihkan luka menggunakan 2 pinset steril. Seluruh responden (100%) tidak membersihkan luka menggunakan kasa steril dan menggunakan antiseptik, seperti betadin.

Seluruh responden (100%) tidak menggunakan satu kasa untuk satu kali mengoles/membersihkan luka dan tidak menggunakan kasa steril untuk menutup


(59)

atau membalut luka pasien. Sebanyak 37 responden (97,4) menggunakan plester untuk mengamankan balutan. Sebanyak 34 responden (89,5%) merapikan dan membersihkan peralatan yang telah digunakan dan mencuci tangan kembali setelah selesai melakukan perawatan luka. Sebaran frekuensi tersebut dapat dilihat pada tabel 2 (lampiran 5)

Berdasarkan hasil observasi diatas, dapat dilihat bahwa hampir seluruh responden tidak melakukan perawatan luka sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, dan dari hasil analisis komputerisasi diperoleh sebanyak 36 responden (94,7%) memiliki total nilai berada pada rentang 22-27 dari 16 item observasi. Nilai ini menunjukan bahwa berdasawkan hasil obsevari peneliti sebanyak 94,7% responden memiliki tingkat kepatuhan yang sedang dalam menerapkan protap perawatan luka post operasi sectio caesaria. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 5.3. Distribusi, Frekuensi dan Presentasi Tindakan Perawat dalam Mematuhi Protap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesaria di RSUD Langsa Berdasarkan Hasil Observasi Peneliti (n=38)

Tingkat Kepatuhan N %

Baik Sedang

Buruk

2 36

0

5,3 94,7

0 B. Pembahasan

1. Sikap Perawat dalam Mematuhi Prosedur Tetap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesaria di RSUD Langsa

Sikap perawat dalam mematuhi protap perawatan luka post operasi sectio

caesaria di RSUD Langsa yang diperoleh berdasarkan hasil penyebaran kuesioner

kepada 38 responden adalah hampir seluruhnya dalam kategori baik (89,5%). Hasil ini senada dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Himatusujanah


(60)

(2007) yang berjudul: Hubungan Tingkat Kepatuhan Pelaksanaan Protap Perawatan Luka dengan Kejadian Infeksi Luka Post Sectio Caesarea di Ruang Mawar I RSUD Dr. Moewardi Surakarta, dimana dari 43 responden terdapat 26 responden (60,5%) memiliki tingkat kepatuhan pelaksanaan protap baik.

Hasil yang baik ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tingkat pendidikan responden yang mayoritas berada dalam jenjang DIII (89,5%) dan terdapat 4 responden (10,5%) yang telah mencapai pendidikan S1 dengan lama bekerja rata-rata telah bekerja < 5 tahun (44,7%). Dengan tingkat pendidikan yang cukup baik dan pengalaman kerja yang cukup lama dapat memberikan mereka pengetahuan yang baik pula bagaiman melaksankan perawatan luka sesuai dengan protap yang telah ditentukan. Ini sesuai dengan pernyataan Niven (2000) bahwa tingginya pendidikan seorang perawat dapat meningkatkan kepatuhan dalam melaksanakan kewajibannya.

Selain pendidikan dan pengalaman, tingkat kepatuhan responden yang baik dapat juga dipengaruhi oleh usia. Hal ini terlihat dari hasil penelitian dimana rata-rata responden berada pada rentang usia 25-32 tahun (47,4%), artinya hampir sebagian responden berada pada usia dewasa. Usia dewasa sudah memiliki pengetahuan yang cukup matang dan paham tentang perawatan luka post operasi

sectio caesaria. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2007) yang menyatakan

bahwa semakin dewasa seseorang, maka cara berfikir semakin matang.

Melihat tingkat kepatuhan perawat di atas dalam melakukan perawatan luka yang sesuai dengan protap yang telah ditetapkan, menunjukan bahwa hasil penelitian di atas tidak sama dengan hasil yang diperoleh peneliti berdasarkan


(61)

studi pendahuluan, dimana angka kejadian infeksi pada luka operasi sectio

caesarea mencapai 6,1%, yang artinya setengah dari angka kejadian infeksi di

RSUD Langsa terjadi pada luka operasi sectio caesarea. Angka kejadian infeksi yang cukup tinggi ini disebabkan perawat yang melaksanakan tindakan perawatan luka post operasi kurang sesuai dengan prosedur tetap. Hal ini sesuai dengan pendapat Morison (2004) bahwa faktor eksternal berupa peralatan, kelompok yang merawat dan lingkungan merupakan penyebab infeksi yang sering terjadi di ruang rawatan rumah sakit.

Dengan demikian, selain melalui penyebaran kuesioner, peneliti juga melakukan observasi untuk memastikan bagaimana tingkat kepatuhan perawat di RSUD Langsa dalam melakukan perawatan luka sesuai dengan protap yang telah ditetapkan. Hasil ini akan menunjukan apakah hasil yang diperoleh berdasarkan kuesioner panduan prosedur perawatan luka yang dijawab sendiri oleh responden sesuai dengan pelaksanaan yang dilakukan oleh responden.

2. Tindakan Perawat dalam Mematuhi Protap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesaria di RSUD Langsa

Tindakan perawatan luka post operasi akan berkualitas apabila dalam pelaksanaannya selalu mengacu pada protap yang telah ditetapkan, karena keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial pada tindakan perawatan luka post operasi maupun tindakan invasif lainnya bukanlah ditentukan oleh canggihnya peralatan yang ada, tetapi ditentukan oleh kesempurnaan petugas dalam melaksanakan perawatan klien secara benar (Lubis, 2004). Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui observasi yang dilakukan oleh peneliti di ruang rawat rawat


(1)

Pengerian :

Pengertian :

Merawat luka untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membrane mukosa atau jaringan lain.

Tujuan :

1. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membran mukosa.

Pengertian :

Merawat luka untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membrane mukosa atau jaringan lain.

Tujuan :

1. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membran mukosa.

2. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan 3. Mempercepat penyembuhan

4. Membersihkan luka dari benda asing atau febris 5. Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat 6. Mencegah perdarahan

Kebijakan :

Dilakukan pada pasien luka trauma, fraktur, dan luka operasi: Prosedur :

Persiapan Alat :

1. Set steril yang terdiri atas : a. Pembungkus

b. Kapas atau kasa untuk membersihkan luka c. Com tempat untuk larutan

d. Larutan anti septic e. 2 pasang pinset

2. Alat-alat yang diperlukan lainnya seperti : extra balutan dan zalf 3. Gunting

4. Bengkok

5. Plester atau alat pengaman balutan

6. Selimut mandi jika perlu, untuk menutup pasien


(2)

7. Alkohol untuk mengeluarkan bekas plester Persiapan Pasien :

1. Memberikan salam sebagai pendekatan therapeutic

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien/keluarga 3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan

Pelaksanaan :

1. Beri salam kepada pasien dan keluarga 2. Validasi pasien

3. Buat kontrak waktu dengan pasien

a. Cuci tangan, bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang menyenangkan.

Bukan hanya pada daerah luka, gunakan selimut mandi untuk menutup pasien jika perlu. Tempatkan tempat sampah pada tempat yang dapat dijangkau. Bisa dipasang pada sisi tempat tidur.Angkat plester atau pembalut. Jika menggunakan plester angkat dengan cara menarik dari kulit dengan hati-hati kearah luka. Gunakan alkohol untuk melepaskan jika perlu Keluarkan balutan atau surgipad dengan tangan jika balutan kering atau menggunakan sarung tangan jika balutan lembab, Angkat balutan menjauhi pasien

b. Tempatkan balutan yang kotor ke dalam bengkok, buka set steril, tempatkan pembungkus steril di samping luka. Angkat balutan paling dalam dengan pinset dan perhatikan jangan sampai mengeluarkan drain atau mengenai luka insisi

c. Jika gaas dililitkan pada drain gunakan 2 pasang pinset, satu untuk mengangkat gaas dan satu untuk memegang drain

d. Catat jenis drainnya bila ada, banyaknya jahitan dan keadaan luka, buang balutan yang kotor untuk menghindari dari kontaminasi, sesudah memasang balutan pinset dijauhkan dari daerah steril

e. Bersihkan luka menggunakan pinset jaringan dan kapas dilembabkan dengan anti septik, lalu letakkan pinset ujungnya lebih rendah daripada pegangannya

f. Gunakan satu kapas satu kali mengoles, bersihkan dari insisi kearah drain g. Bersihkan dari atas ke bawah daripada insisi dan dari tengah keluar h. Jika ada drain bersihkan sesudah insisi

i. Untuk luka yang tidak teratur seperti dekubitus ulcer, bersihkan dari tengah luka kearah luar, gunakan pergerakan melingkar

j. Ulangi pembersihan sampai semua drainage terangkat

k. Olesi zalf . Ratakan zalf (Bioplasenton) diatas luka dan gunakan alat steril l. Gunakan satu balutan dengan plester atau pembalut


(3)

Unit Terkait :


(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Faisal

Tempat Tanggal Lahir : 06 September 1982 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Langsa

Riwayat Pendidikan

Tahun 1989 – 1995 : SD Negeri 11 Langsa Tahun 1995 - 1998 : SMP Negeri 1 Langsa

Tahun 1998 – 2001 : SPK Lhokseumawe

Tahun 2001 - 2003 : Politeknik Kesehatan Banda Aceh Prod D - III Jurusan Keperawatan


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN TINGKAT KEPATUHAN PELAKSANAAN PROTAP PERAWATAN LUKA DENGAN KEJADIAN INFEKSI LUKA POST SECTIO CAESAREA (SC) DI RUANG MAWAR I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

0 5 6

HUBUNGAN STATUS NUTRISI IBU NIFAS DENGAN PROSES PENYEMBUHAN LUKA POST OPERASI SECTIO CAESAREA DI RSUD DR. MOEWARDI Hubungan Status Nutrisi Ibu Nifas Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Sectio Caesarea Di RSUD Dr. Moewardi.

0 1 18

HUBUNGAN STATUS NUTRISI IBU NIFAS DENGANPROSES PENYEMBUHAN LUKA POST OPERASI SECTIO CAESAREA Hubungan Status Nutrisi Ibu Nifas Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Sectio Caesarea Di RSUD Dr. Moewardi.

0 3 10

GAMBARAN PELAKSANAAN PERAWATAN LUKA POST OPERASI SECTIO CAESAREA (SC) DAN KEJADIAN INFEKSI DI RUANG MAWAR I RSUD Dr. MOEWARDI.

0 2 7

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA.

0 0 7

HUBUNGAN TINGKAT KEPATUHAN PELAKSANAAN PROTAB PERAWATAN LUKA DENGAN KEJADIAN INFEKSI LUKA POST SECTIO CAESAREA (SC) DI RUANG MAWAR I RUMAH SAKIT DR. MOEWARDI SURAKARTA.

0 0 6

PENYEMBUHAN LUKA POST OPERASI SECTIO CAESAREA DI RSUD PURBALINGGA

0 2 8

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA POST OPERASI SECTIO CAESAREA (SC)

0 0 10

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Peserta Penelitian Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Prosedur Tetap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesarea di RSUD Langsa Tahun 2012

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kepatuhan 1. Pengertian Kepatuhan - Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Protap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesarea (SC) di RSUD Langsa

0 0 27