prosedur itu dijalankan. Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi rumah sakit dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama dalam pemberian
pelayanan yang bermutu. Untuk seorang petugas kesehatan kemampuan mencegah infeksi memiliki keterkaitan yang tinggi dengan kesembuhan pasien
karena mencakup setiap aspek penanganan pasien Sari, 2005. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan studi
penelitian tentang Sikap dan Tindakan Perawat dalam Mematuhi Prosedur Tetap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesarea di RSUD Langsa, Tahun 2012.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana Sikap dan Tindakan Perawat dalam Mematuhi
Prosedur Tetap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesarea di RSUD Langsa Tahun 2012
?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini terdiri dari:
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran kepatuhan perawat berdasarkan sikap dan tindakan dalam penerapan protap perawatan luka post operasi Sectio Caesarea di RSUD
Langsa.
Universitas Sumatera Utara
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik responden penelitian.
b. Mengetahui sikap perawat dalam mematuhi prosedur tetap perawatan
luka post operasi Sectio Caesarea di RSUD Langsa. c.
Mengetahui tindakan perawat dalam mematuhi prosedur tetap perawatan luka post operasi Sectio Caesarea di RSUD Langsa.
D. Manfaat Penelitian 1. Instansi Rumah Sakit
Agar infeksi luka operasi tidak terjadi, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi bidang perawatan RSUD Langsa
dalam melakukan evaluasi mutu pelayanan perawatan, khususnya perawatan luka operasi sectio caesarea.
2. Instansi Pendidikan
Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar terutama dalam pencegahan infeksi luka operasi, khususnya perawatan luka operasi sectio
caesarea, sehingga menambah wawasan bagi mahasiswa S1 Keperawatan USU Medan yang berkaitan dengan kepatuhan perawat penerapan aseptik pada luka
operasi.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan profesionalisme dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada klien khususnya perawatan
luka operasi sectio caesarea.
Universitas Sumatera Utara
4. Bagi Penelitian Selanjutnya
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan pandangan untuk penelitian lebih lanjut yang akan meneliti tentang perawatan luka dan pencegahan infeksi
dengan kasus yang bedah yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kepatuhan 1. Pengertian Kepatuhan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pranoto, 2007, patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan adalah perilaku
sesuai aturan dan berdisiplin. Sedangkan menurut Ali 1999 dalam Slamet 2007, kepatuhan berasal
dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat. Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan. Sedangkan kepatuhan adalah perilaku
sesuai aturan dan berdisiplin. Kepatuhan petugas profesional perawat adalah sejauh mana perilaku
seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat ataupun pihak rumah sakit Niven, 2002.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Menurut Niven, 2002 faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah :
a. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
Universitas Sumatera Utara
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Tingginya pendidikan seorang perawat
dapat meningkatkan kepatuhan dalam melaksanakan kewajibannya, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif.
b. Modifikasi Faktor Lingkungan dan Sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari pimpinan rumah sakit, kepala perawat, perawat itu sendiri dan teman-teman sejawat. Lingkungan
berpengaruh besar pada pelaksanaan prosedur asuhan keperawatan yang telah ditetapkan. Lingkungan yang harmonis dan positif akan membawa dampak yang
positif pula pada kinerja perawat, kebalikannya lingkungan negatif akan membawa dampak buruk pada proses pemberian pelayanan asuhan keperawatan.
c. Perubahan Model Prosedur
Program pelaksanan prosedur asuhan keperawatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan perawat terlihat aktif dalam mengaplikasikan prosedur
tersebut. Keteraturan perawat melakukan asuhan keperawatan sesuai standar prosedur dipengaruhi oleh kebiasaan perawat menerapkan sesuai dengan
ketentuan yang ada.
d. Meningkatkan Interaksi Profesional Kesehatan
Meningkatkan interaksi profesional kesehatan antara sesama perawat khususnya antara kepala ruangan dengan perawat pelaksana adalah suatu hal
Universitas Sumatera Utara
penting untuk memberikan umpan balik pada perawat. Suatu penjelasan tetang prosedur tetap dan bagaimana cara menerapkannya dapat meningkatkan
kepatuhan. Semakin baik pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan, maka semakin mempercepat proses penyembuhan penyakit klien.
e. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian
terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan Notoatmodjo, 2007. Faktor-
faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang adalah pendidikan, pekerjaan dan usia Mubarak, 2006.
Menurut Notoadmojo 2003 tingkat pengetahuan manusia dibagi menjadi 6 tingkat. Pertama yaitu tahu know, diartikan sebagai pengingat suatu materi
yang telah dipelajari sebelum terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Setelah tahu, kemudian sesorang akan memahami compherension. Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar.
Orang yang telah paham objek-objek atau materi harus dapat menjelaskan, dengan menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dari terhadap objek yang
dipelajari. Selanjutnya, apa yang telah dipahami akan diaplikasikan Aplication.
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
Universitas Sumatera Utara
dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi juga merupakan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan dalam konteks atau
situasi lain. Kemudian, materi atau objek yang telah diplikasikan selanjutnya diartikan untuk dijabarkan ke dalam komponen-komponen, tetapi dalam struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain Analysis. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, dapat menjabarkan,
membedakan, mensyahkan dan mengelompokkan. Materi atau obejk yang telah dianalisis, digabungkan untuk menyusun
formulasi-formulasi yang ada Syntesis. Kemudian dinilai berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada Evaluasi.
f. Sikap Attitude
Sikap merupakan aksi atau respon seseorang yang masih tertutup Menurut Notoadmodjo 2007, sikap manusia terhadap suatu rangsangan adalah perasaan
setuju favorablere ataupun perasaan tidak setuju non favorable terhadap rangsangan tersebut.
Selain itu Allport 1935 dalam Notoadmodjo, 2003 menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 tiga komponen pokok yaitu: kepercayaan keyakinan yang
merupakan ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek dan kecenderungan untuk bertindak.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh total attitude. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan
dan emosi memegang peranan penting.
Universitas Sumatera Utara
Seperti halnya dengan pengetahuan, Notoadmodjo 2007 menyebutkan bahwa sikap terdiri dari berbagai tingkatan. Pertama adalah subjek mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan objek receiving. Kemudian merespon memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan responding. Selanjutnya, subjek akan menunjukan sikap menghargai valuating yaitu dengan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah, lalu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko responsible
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap secara psikologi ada dua yaitu: faktor instriksik dan faktor ekstrinsik. Yang termasuk faktor instrinsik diantaranya
intelegensi, bakat, minat, dan kepribadian, sedangkan yang termasuk didalam ekstrinsik antara lain yang datang dari lingkungan individu itu sendiri. Maka sikap
seseorang terhadap rangsangan sangat tergantung pada berbagai situasi dan kondisi lingkungan dimana orang itu berada. Dan sikap juga terukir melalui
pengalaman seseorang, dengan motivasi yang ada pada dirinya. Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu rangsangan
Notoadmodjo, 2007.
g. Usia
Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum
Universitas Sumatera Utara
cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka cara berfikir semakin
matang dan teratur melakukan suatu tindakan Notoatmodjo, 2007.
3. Proses Perubahan Sikap dan Tindakan Perilaku
Menurut Teori Kelman, perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan. Mula-mula individu mematuhi anjuran atau instruksi
tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukumansanksi jika tidak patuh, atau untuk memperoleh imbalan
yang dijanjikan jika mematuhi anjuran tersebut, tahap ini disebut tahap kesediaan
. Biasanya perubahan yang terjadi dalam tahap ini bersifat sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan petugas.
Tetapi begitu pengawasan itu mengendur atau hilang, perilaku itupun ditinggalkan Niven, 2002.
Pengawasan itu tidak perlu berupa kehadiran fisik petugas atau tokoh otoriter, melainkan cukup rasa takut terhadap ancaman sanksi yang berlaku, jika
individu tidak melakukan tindakan tersebut. Dalam tahap ini pengaruh tekanan kelompok sangatlah besar, individu terpaksa mengalah dan mengikuti perilaku
mayoritas kelompok meskipun sebenarnya dia tidak menyetujuinya. Namun segera setelah dia keluar dari kelompok tersebut, kemungkinan perilakunya akan
berubah menjadi perilakunya sendiri Niven 2000. Kepatuhan individu berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman
tentang pentingnya perilaku yang baru itu dapat disusul dengan kepatuhan yang
Universitas Sumatera Utara
berbeda, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan atau tokoh pimpinan yang menganjurkan perubahan tersebut change agent.
Biasanya kepatuhan ini timbul karena individu merasa tertarik atau mengagumi petugas pimpinan tersebut, sehingga ingin mematuhi apa yang
dianjurkan atau diinstruksikan tanpa memahami sepenuhnya arti dan manfaat dari
tindakan tersebut, tahap ini disebut proses identifikasi. Meskipun motivasi untuk
mengubah perilaku individu dalam tahap ini lebih baik dari pada dalam tahap kesediaan, namun motivasi ini belum dapat menjamin kelestarian perilaku itu
karena individu belum dapat menghubungkan perilaku tersebut dengan nilai-nilai lain dalam hidupnya, sehingga jika dia ditinggalkan petugas atau tokoh idolanya
itu maka dia merasa tidak perlu melanjutkan perilaku tersebut. Perubahan perilaku individu baru dapat menjadi optimal jika perubahan
tersebut terjadi melalui proses internalisasi, dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri individu dan diintegrasikan dengan nilai-nilai
lain dari hidupnya. Niven 2002 menyebutkan proses internalisasi ini dapat dicapai jika
petugas atau pimpinan tersebut merupakan seseorang yang dapat dipercaya kredibilitasnya tinggi yang dapat membuat individu memahami makna dan
penggunaan perilaku tersebut serta membuat mereka mengerti akan pentingnya perilaku tersebut bagi kehidupan mereka sendiri. Memang proses internalisasi ini
tidaklah mudah dicapai sebab diperlukan kesediaan individu untuk mengubah nilai dan kepercayaan mereka agar menyesuaikan diri dengan nilai atau perilaku
yang baru Teori The Health Belief Model.
Universitas Sumatera Utara
4. Faktor Penentu Derajat Ketidakpatuhan
Niven 2002 mengungkapkan derajat ketidak patuhan ditentukan oleh kompleksitas prosedur pengobatan, derajat perubahan gaya hiduplingkungan
kerja yang dibutuhkan, lamanya waktu dimana perawat mematuhi prosedur tersebut, apakah prosedur tersebut berpotensi menyelamatkan hidup, dan
keparahan penyakit yang dipersepsikan sendiri oleh pasien bukan petugas kesehatan.
5. Stretegi untuk Meningkatkan Kepatuhan
Menurut Smet 1994, berbagai strategi telah dicoba untuk meningkatkan kepatuhan, diantaranya adalah:
a. Dukungan Profesional Kesehatan
Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untk meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah
dengan adanya tehnik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh profesional kesehatan, isalnya antara
kepala perawatan dengan bawahannya. b.
Dukungan Sosial Dukungan sosial yang dimaksud adalah pasien dan keluarga. Pasien dan
keluarga yang percaya pada tindakan dan perilaku yang dilakukan oleh perawat dapat menunjang peningkatan kesehatan pasien, sehingga perawat dapat bekerja
dengan percaya diri dan ketidak patuhan dapat dikurangi.
Universitas Sumatera Utara
c. Perilaku Sehat
Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan, misalnya kepatuhan perawat untuk selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien ataupun
melakukan tindakan asuhan keperawatan. d.
Pemberian Informasi Pemberian informasi yang jelas tentang pentingnya pemberian asuhan
keperawatan berdasarkan prosedur yang ada membantu meningkatkan kepatuhan perawat, hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan-pelatihan
kesehatan yang diadakan oleh pihak rumah sakit ataupun instansi kesehatan lain.
B. Luka dan Perawatannya 1. Konsep Luka
a. Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit Taylor, 1997. Luka adalah kerusakan kontiniuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ
tubuh lain Kozier et all, 2004. Ketika luka timbul, akan muncul beberapa efek, seperti: hilangnya seluruh
atau sebagian fungsi organ, terjadi respon stres simpatis, adanya perdarahan dan pembekuan darah, terjadi kontaminasi bakteri dan kematian sel.
Universitas Sumatera Utara
b. Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka Taylor, 1997.
1 Berdasarkan Tingkat Kontaminasi
Clean wounds luka bersih, yaitu luka bedah tak terinfeksi, yang mana tidak terjadi proses peradangan inflamasi dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup. Jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup misal; Jackson
– Pratt. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1 - 5. Clean-contamined wounds luka bersih terkontaminasi, merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi. Kemungkinan timbulnya
infeksi luka adalah 3 - 11. Contamined wounds luka terkontaminasi, termasuk luka terbuka, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna. Pada kategori ini juga termasuk insisi akut,
inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10 - 17. Dirty or infected wounds luka kotor atau infeksi, yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
Universitas Sumatera Utara
2 Berdasarkan Kedalaman dan Luasnya Luka
Luka superfisial Non-Blanching Erithema, yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit Stadium I. Luka “Partial Thickness”, yaitu hilangnya
lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis, Merupakan luka superfisial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal
Sta dium II. Luka “Full Thickness”, yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya, lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot, selain itu timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan
sekitarnya Stadium III. Terakhir adalah luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksikerusakan yang
luas Stadium IV.
3 Berdasarkan Waktu Penyembuhan Luka
Berdasarkan waktu penyembuhannya, luka terbagi atas luka akut dan luka kronis. Luka akut yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati, sedangkan luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen
dan endogen.
Universitas Sumatera Utara
c. Mekanisme Terjadinya Luka
Terdapat beberapa penyebab terjadinya luka Sjamsuhidayat 1997, yaitu: luka yang terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal, luka yang
terjadi akibat pembedahan. Luka bersih aseptik biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh darah yang luka diikat Ligasi. Ini disebut dengan luka
insis incised wounds. Terdapat juga luka yang terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak, yang disebut dengan luka memar contusion wound. Luka akibat kulit bergesekan
dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam, disebut dengan luka lecet abraded wound. Luka akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau
yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil, disebut dengan kuka tusuk punctured wound.
Janis selanjutnya, luka yang terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat, disebut dengan kuka gores lacerated wound. Luka yang
menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar, disebut dengan luka
tembus penetrating wound. Terakhir adalah luka bakar combustio, yaitu luka yang terjadi akibat terbakar api langsung atau tidak langsung, pajanan tinggi dari
matahari, listrik maupun bahan kimia.
Universitas Sumatera Utara
d. Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak,
membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan,
walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran
dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan Taylor, 1997.
1 Prinsip Penyembuhan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor 1997 yaitu: 1 Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh
luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang, 2 Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga, 3 Respon tubuh secara
sistemik pada trauma, 4 Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka, 5 Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk
mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan 6 Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.
2 Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka
digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan Kozier, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Potter Perry 2005, fase penyembuhan luka dimulai dengan tahap inflamatory devensive, yaitu ketika integritas kulit rusakterganggu dan
berlanjut hingga 4-6 hari. Tahap ini terbagi atas 1 Homeostasis, 2 Respon inflamatori, 3 Tibanya sel darah putih di luka. Hemostasis adalah kondisi
dimana terjadi konstriksi pembuluh darah, membawa platelet menghentikan perdarahan. Bekuan membentuk sebuah matriks fibrin yang mencegah masuknya
organisme infeksius. Respon inflammatory adalah saat terjadi peningkatan aliran darah pada
luka dan permeabilitas vaskuler plasma menyebabkan kemerahan dan bengkak pada lokasi luka. Sampainya sel darah putih di luka melalui suatu proses,
neutrophils membunuh bakteri dan debris yang kemudian mati dalam beberapa hari dan meninggalkan eksudat yang menyerang bakteri dan membantu perbaikan
jaringan. Monosit menjadi makrofag, selanjutnya makrofag membersihkan sel dari debris oleh pagositosis, meningkatkan perbaikan luka dengan mengembalikan
asam amino normal dan glukose. Epitelial sel bergerak dari dalam ke tepi luka selama lebih kurang 48 jam.
Tahap selanjutnya adalah prolifrasi reconstruksion, dimana terjadi penutupan dimulai hari ke-3 atau ke-4 dari tahap defensive dan berlanjut selama 2
– 3 minggu. Fibroblast berfungsi membantu sintesis vitamin B dan C, dan asam amino pada jaringan kollagen. Kollagen menyiapkan struktur, kekuatan dan
integritas luka. Epitelial sel memisahkan sel-sel yang rusak. Tahap terakhir adalah maturasi yang merupakan akhir penyembuhan luka,
berlanjut selama 1 tahun atau lebih hingga bekas luka merekat kuat.
Universitas Sumatera Utara
Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari dalam tubuh endogen atau oleh penyebab dari luar tubuh eksogen Oswari, 2005.
Penyebab endogen terpenting adalah gangguan bekuan darah hematoma. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam
sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka
Oswari, 2005. Adanya penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah juga menganggu proses penymuhan. Hal ini dapat
terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri Syamsuhidayat,
1997. Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya
sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak yang memiliki sedikit pembuluh darah. Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat
karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang
menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus Kozier, 2004.
Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan
mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka Kozier, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Faktor usia juga mempengaruhi proses penyembuhan luka. Usia anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering
terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah Potter Perry, 2005.
Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah rekasi tubuh terhadap lukaa, kematian jaringan, dan kontaminasi. Imun ini sendiri dipengaruhi
oleh nutrisi dan penyakit yang diderita. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang
nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin Oswari, 2005. Seseorang yang menderita diabetes
mellitus juga mengalami kesulitan dalam proses penyembuhan luka. Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak
dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh Kozier, 2004.
Penyebab eksogen
meliputi adanya
infeksi yang
menghambat penyembuhan. Faktor infeksi dapat berasal dari bakteri maupun benda asing,
seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel
mati dan lekosit sel darah merah, yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah “Pus”.
Pemakaian obat anti inflamasi seperti steroid dan aspirin, heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang
lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka misalnya penggunaan
Universitas Sumatera Utara
steroid, akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera., penggunaan antikoagulan akan mengakibatkan perdarahan, dan penggunaan
antibiotik efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak
akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
e. Komplikasi Penyembuhan Luka
Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan eviscerasi.
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2
– 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka,
peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih Kozier, 2004. Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku
pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing seperti drain. Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan
dan luka di bawah balutan jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan
berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan Oswari, 2005.
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah
Universitas Sumatera Utara
keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan,
muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4
– 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup
dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka Tylor, 1997.
2. Luka pada Sectio Caesarea SC
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram Sarwono, 1991. Sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada
dinding abdomen dan uterus William Oxorn, 2010. Jadi operasi seksio sesaria sectio caesarea adalah suatu pembedahan
guna melahirkan janin persalinan buatan, melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus bagian depan sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut
dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat.
a. Indikasi dan Kontraindikasi Sectio Caesarea SC
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal
Universitas Sumatera Utara
yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lamakegagalan proses persalinan normal dystasia.
Indikasi sectio caesaria pada ibu seperti disproporsi cevalo-pelvik ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul, disfungsi uterus, distosia
jaringan lunak, plasenta previa, his lemahmelemah, ruptur uteri, primi muda atau tua, partus dengan komplikasi dan masalah plasenta. Sedangkan indikasi sectio
caesaria pada anak antara lain janin besar, gawat janin, janin dalam posisi sungsang atau melintang, fetal distress, dan hydrocephalus Manuaba, 2006.
Selain itu, terdapat kontra indikasi untuk dilakukannya sectio saesaria, yaitu sectio caesarian tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemi berat sebelum
diatasi, dan kelainan kongenital berat Sarwono, 1991.
b. Jenis – Jenis Operasi Sectio Caesarea
Terdapat beberapa jenis dan lokasi tempat dilakukannya sectio caesarea. Pada abdomen sectio caesarea abdominalis terdapat sectio caesarea
transperitonealis. Jenis ini merupakan SC klasik atau corporal dengan insisi memanjang pada corpus uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang
pada korpus uteri kira-kira 10 cm. Kelebihannya adalah dapat mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik, sayatan
bisa diperpanjang proksimal atau distal. Namun tindakan ini juga memiliki kekurangan yaitu infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak
ada reperitonealis yang baik, untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan Manuaba, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Jenis SC berikutnya yang dilakukan di abdomen adalah sc ektra peritonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak
membuka cavum abdominal. Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim low servical transversal kira-kira 10 cm.
Kelebihannya adalah penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk
menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, perdarahan tidak begitu banyak, dan kemungkinan ruptur uteri spontan berkurang atau lebih kecil.
Sedangkan kekurangannya adalah luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri pecah sehingga mengakibatkan perdarahan
banyak, keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi Manuaba, 2001. Menurut sayatan pada rahim Muchtar, 1998 , sectio caesarea dapat
dilakukan dengan sayatan memanjang longitudinal, sayatan melintang transversal, dan sayatan huruf T T insicion
c. Komplikasi Operasi Sectio Caesarea SC
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi sectio caesarea antara lain: terjadi infeksi puerperal nifas, yang terbagi menjadi ringan ditandai
dengan suhu meningkat dalam beberapa hari, sedang ditandai dengan suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung, dan
berat ditandai dengan peritonealis, sepsis dan usus paralitik. Perdarahan, terjadi luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi
Universitas Sumatera Utara
terlalu tinggi, dan kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya Oxorn Forte, 2010.
3. Perawatan Luka a. Perkembangan Perawatan Luka
Profesional perawat percaya bahwa penyembuhan luka yang terbaik adalah dengan membuat lingkungan luka tetap kering Potter Perry, 2005.
Perkembangan perawatan luka sejak tahun 1940 hingga tahun 1970, tiga peneliti telah memulai tentang perawatan luka. Hasilnya menunjukkan bahwa lingkungan
yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering. Winter 1962 mengatakan bahwa laju epitelisasi luka yang ditutup poly-etylen dua kali lebih cepat daripada
luka yang dibiarkan kering. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada luka superficial lebih cepat pada suasana lembab daripada kering,
dan ini merangsang perkembangan balutan luka modern Potter Perry, 2005. Perawatan luka lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya
tingkat infeksi pada semua jenis balutan le:mbab adalah 2,5 , lebih baik dibanding 9 pada balutan kering Thompson, 2000. Lingkungan lembab
meningkatkan migrasi sel epitel ke pusat luka dan melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep penyembuhan luka dengan teknik lembab ini merubah
penatalaksanaan luka dan memberikan rangsangan bagi perkembangan balutan lembab Potter Perry, 2005.
Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan tidak hanya berdasarkan kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan antiseptik hanya untuk yang memerlukan saja karena efek toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya memakai normal saline
Dewi, 1999. Citotoxic agent seperti povidine iodine, asam asetat, seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka karena dapat
menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka dengan sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang dibasahi dengan
sodium klorida dan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan. Walker D, 1996 Tepi luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi
luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang kira- kira satu minggu. Kulit menjadi tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu
Potter Perry, 2005. Perawat dapat menduga tanda dari penyembuhan luka bedah insisi, seperti
tidak ada perdarahan dan munculnya tepi bekuan di tepi luka, tepi luka akan didekatkan dan dijepit oleh fibrin dalam bekuan selama satu atau beberapa jam
setelah pembedahan ditutup, adanya inflamasi kemerahan dan bengkak pada tepi luka selama 1
– 3 hari, terjadi penurunan inflamasi ketika bekuan mengecil, jaringan granulasi mulai mempertemukan daerah luka dimana luka bertemu dan
menutup selama 7 – 10 hari, adanya pembentukan bekas luka, pembentukan
kollagen mulai 4 hari setelah perlukan dan berlanjut sampai 6 bulan atau lebih, dan terjadi pengecilan ukuran bekas luka lebih satu periode atau setahun.
Peningkatan ukuran bekas luka menunjukkan pembentukan kelloid Potter Perry, 2005.
Universitas Sumatera Utara
b. Tujuan Perawatan Luka
Potter Perry 2005 menyebutkan tujuan dari perawatan luka adalah memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka, absorbsi
drainase, menekan dan imobilisasi luka, mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis, mencegah luka dari kontaminasi bakteri, meningkatkan
hemostasis dengan menekan dressing, dan memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien.
c. Bahan yang Digunakan dalam Perawatan Luka
1 Sodium Klorida 0,9
Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena alasan ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida. Normal saline
aman digunakan untuk kondisi apapun Lilley Aucker, 1999. Sodium klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini
tidak mempengaruhi sel darah merah Handerson, 1992. Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah sodium klorida 0,9 . Ini
adalah konsentrasi normal dari sodium klorida dan untuk alasan ini sodium klorida disebut juga normal saline Lilley Aucker, 1999. Merupakan larutan
isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses
penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih murah.
Universitas Sumatera Utara
2 Larutan Povodine-Iodine
Iodine adalah element non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang dikombinasi dengan bahan lain. Walaupun iodine bahan non metalik iodine
berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang khas. Iodine hanya larut sedikit di air, tetapi dapat larut secara keseluruhan dalam alkohol dan larutan
sodium iodide encer. Iodide tinture dan solution keduanya aktif melawan spora tergantung konsentrasi dan waktu pelaksanaan Lilley Aucker, 1999. Larutan
ini akan melepaskan iodium anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput lendir sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan negatif,
spora, jamur, dan protozoa. Bahan ini agak iritan dan alergen serta meninggalkan residu Sodikin, 2002.
Studi menunjukan bahwa antiseptik seperti povodine iodine toxic terhadap sel Thompson, 2000. Iodine dengan konsentrasi 3 dapat memberi rasa panas
pada kulit. Rasa terbakar akan nampak dengan iodine ketika daerah yang dirawat ditutup dengan balutan oklusif kulit dapat ternoda dan menyebabkan iritasi dan
nyeri pada sisi luka. Lilley Aucker, 1999.
d. Prosedur Perawatan Luka
1 Pengertian
Perawatan luka merupakan tindakan merawat luka untuk mencegah trauma injury pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh
adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit. Tujuannya adalah mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam
Universitas Sumatera Utara
kulit dan membran mukosa, mencegah bertambahnya kerusakan jaringan, mempercepat penyembuhan, membersihkan luka dari benda asing atau debris,
drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat, mencegah perdarahan dan Oswari, 2005.
2 Persiapan alat
Alat-alat yang
di persiapkan
adalah set
steril terdiri
atas, pembungkuskasa, kapas atau kasa untuk membersihkan luka, com tempat untuk
larutan, larutan anti septik, 2 pasang pinset, alat-alat yang diperlukan lainnya seperti: extra balutan dan zalf, gunting, kantong bengkok, plester, dan alkohol
untuk mengeluarkan bekas plester.
3 Cara kerja
Pada tahap pra interaksi, tindakan yang dilakukan perawat adalah melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada, mencuci tangan, dan
menempatkan alat di dekat pasien dengan benar. Kemudian pada tahap orientasi, memberikan salam sebagai pendekatan
terapeutik, menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klienkeluarga, menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.
Pada tahap kerja, bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang menyenangkan. Bukan hanya pada daerah luka, gunakan selimut mandi untuk
menutup pasien jika perlu. Tempatkan tempat sampah bengkok pada tempat yang dapat dijangkau. Bisa dipasang pada sisi tempat tidur. Angkat plester atau
Universitas Sumatera Utara
pembalut. Jika menggunakan plester angkat dengan cara menarik dari kulit dengan hati-hati kearah luka. Gunakan alkohol untuk melepaskan jika perlu.
Keluarkan balutan atau surgipad dengan tangan jika balutan kering atau menggunakan sarung tangan jika balutan lembab. Angkat balutan menjauhi
pasien. Tempatkan balutan yang kotor dalam kantong plastik. Buka set steril. Tempatkan pembungkus steril di samping luka. Angkat balutan paling dalam
dengan pinset dan perhatikan jangan sampai mengeluarkan drain atau mengenai luka insisi. Jika gaas dililitkan pada drain gunakan 2 pasang pinset, satu untuk
mengangkat gaas dan satu untuk memegang drain. Catat jenis drainnya bila ada, banyaknya jahitan dan keadaan luka. Buang kantong plastik. Untuk menghindari
dari kontaminasi ujung pinset dimasukkan dalam kantong kertas, sesudah memasang balutan pinset dijauhkan dari daerah steril.
Membersihkan luka menggunakan pinset jaringan atau arteri dan kapas dilembabkan dengan antiseptik, lalu letakkan pinset ujungnya labih rendah
daripada pegangannya. Gunakan satu kapas satu kali mengoles, bersihkan dari insisi kearah drain: bersihkan dari atas ke bawah daripada insisi dan dari tengah
keluar, jika ada drain bersihkan sesudah insisi, untuk luka yang tidak teratur seperti dekubitus ulcer, bersihkan dari tengah luka ke arah luar, gunakan
pergerakan melingkar. Ulangi pembersihan sampai semua drainage terangkat, olesi zalf, ratakan
zalf Bioplasenton diatas luka dan gunakan alat steril. Gunakan satu balutan dengan plester atau pembalut. Amankan balutan dengan plester atau pembalut.
Bantu pasien dalam pemberian posisi yang menyenangkan. Angkat peralatan dan
Universitas Sumatera Utara
kantong plastik yang berisi balutan kotor. Bersihkan alat dan buang sampah dengan baik. Cuci tangan.
Tahap terakhir adalah tahap terminasi, dengan melakukan gevaluasi hasil tindakan, berpamitan dengan pasien, membereskan dan kembalikan alat ke tempat
semula, mencuci tangan, dan mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
BAB III KERANGKA PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Sectio caesaria adalah adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin persalinan buatan, melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus bagian depan
sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat. Perawatan post operasi sectio caesaria
sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya kompilkasi dan infeksi, salah satunya adalah perawatan luka sectio.
Perawatan luka merupakan tindakan merawat luka untuk mencegah trauma injury pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh
adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit. Adanya prosedur tetap tentang perawatan luka di sebuah rumah sakit
sangat penting guna meningkatkan pelayanan kepada pasien. Tujuannya adalah mempercepat proses penyembuhan dan mencegah komplikasi atau infeksi. Agar
tujuan tersebut tercapai, tergantung dari bagaimana kepatuhan perawat menjalankan implementasi perawatan luka sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
Konsep terkait dalam penelitian ini selanjutnya dirumuskan menjadi kerangka penelitian sebagai berikut:
Skema 1. Kerangka Penelitian
B. Defenisi Operasional No Variabel
Defenisi Operasional Alat
Ukur Hasil
Ukur
1. Sikap
perawat Respon perawat untuk mematuhi
prosedur tetap perawatan luka yang ditetapkan RSUD Langsa sesuai
dengan pengetahuan mereka mulai dari tahap pra interaksi, tahap kerja
sesuai dengan urutan kerja dan tehnik steril, hingga tahap terminasi
Kuesioner yang terdiri
dari 16 pertanyaan
1. Baik
Nilai: 48-64 2.
Sedang Nilai: 32-47
3. Buruk
Nilai: 16-31
2 Tindakan
perawat Perilaku perawat dalam menjalankan
perawatan luka pada pasien post operasi sectio caesaria sesuai dengan
prosedur tetap perawatan luka yang ditetapkan RSUD Langsa, yaitu mulai
dari tahap pra interaksi verifikasi data,
mencuci tangan,
mempersiapkan, tahap kerja sesuai dengan urutan kerja dan tehnik steril
membersihkan dan membalut luka, hingga tahap terminasi mengevaluasi
tindakan, merapikan alat, mencuci tangan dan dokumentasi.
Lembar observasi
yang terdiri dari 16 item
1. Baik
Nilai: 28-32 2.
Sedang Nilai: 22-27
3. Buruk
Nilai: 16-21 Sikap perawat dalam mematuhi
prosedur tetap perawatan luka pada sectio caesarea
Tindakan perawat dalam mematuhi prosedur tetap perawatan luka pada
sectio caesarea
Universitas Sumatera Utara
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian