44 Dalam beberapa literatur Islam klasik memang tidak ditemukan adanya
terminologi investasi maupun Pasar Modal, akan tetapi sebagai suatu kegiatan ekonomi, kegiatan tersebut dapat dikategorikan sebagai kegiatan jual beli al
Bay. Oleh karena itu untuk mengetahui apakah kegiatan investasi di Pasar Modal merupakan sesuatu yang dibolehkan atau tidak menurut ajaran Islam, kita perlu
mengetahui hal-hal yang dilarang diharamkan oleh ajaran Islam dalam hubungan jual beli.
4.1.2 Perkembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia
Berdasarkan website Bapepam-LK, Pasar Modal Syariah dimulai pertama kali dengan diluncurkannya Reksa Dana Syariah oleh PT. Danareksa Investment
Management pada 3 Juli 1997. Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic
Index JII pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menginvestasikan dananya secara syariah. JII sendiri terdiri dari 30 saham
syariah yang likuiditasnya paling tinggi layaknya LQ45.
Walaupun Pasar Modal Syariah sudah dimulai pada tahun 1997, 18 April 2001, untuk pertama kali Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
DSN-MUI mengeluarkan fatwa yang berkaitan langsung dengan Pasar Modal, yaitu Fatwa Nomor 20DSN-MUIIV2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi
Untuk Reksa Dana Syariah, yang terakhir disempurnakan dengan Fatwa Nomor
Universitas Sumatera Utara
45 80DSN-MUIIV2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah Dalam Mekanisme
Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas Di Pasar Reguler Bursa Efek.
Selanjutnya, instrumen investasi syariah di Pasar Modal terus bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk pada awal September 2002.
Instrumen ini merupakan Obligasi Syariah pertama dan akad yang digunakan adalah akad mudharabah. Jika pada awal diterbitkannya beristilah Obligasi
Syariah, sekarang lebih dikenal dengan istilah Sukuk.
Dari sisi kelembagaan Bapepam-LK, perkembangan Pasar Modal Syariah ditandai dengan pembentukan Tim Pengembangan Pasar Modal Syariah pada
tahun 2003. Selanjutnya, pada tahun 2004 pengembangan Pasar Modal Syariah masuk dalam struktur organisasi Bapepam dan LK. Pada tanggal 23 Nopember
2006, Bapepam-LK menerbitkan paket Peraturan Bapepam dan LK terkait Pasar Modal Syariah.
Paket peraturan tersebut yaitu Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan Nomor IX.A.14 tentang Akad-Akad Yang
Digunakan Dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal. Selanjutnya, pada tanggal 31 Agustus 2007 Bapepam-LK menerbitkan Peraturan Bapepam dan LK
Nomor II.K.1 tentang Kriteria Dan Penerbitan Daftar Efek Syariah Dan Diikuti dengan peluncuran Daftar Efek Syariah pertama kali oleh Bapepam dan LK pada
tanggal 12 September 2007. Peraturan ini kemudian disempurnakan lagi pada 30 Juni 2009 dengan Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan
Efek Syariah dan II.K.1 tentang Kriteria Dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.
Universitas Sumatera Utara
46 Daftar Efek Syariah–yang dikenal dengan istilah ISSI jika diperbandingkan
layaknya IHSG–ini berkembang dari hanya 174 perusahaan pada awal diluncurkan menjadi 250 perusahaan pada November 2011 di-update tiap
semester mengenai kesesuaiannya dengan kriteria Efek Syariah.
Selanjutnya terdapat juga UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara SBSN pada tanggal 7 Mei 2008. Undang-undang ini
diperlukan sebagai landasan hukum untuk penerbitan Surat Berharga Syariah Negara atau Sukuk Negara. Pada tanggal 26 Agustus 2008 untuk pertama kalinya
Pemerintah Indonesia menerbitkan SBSN seri IFR0001 dan IFR0002.
Sesuatu yang menarik dari Pasar Modal Syariah ini adalah tidak adanya undang-undang tersendiri yang memisahkannya dari Pasar Modal keseluruhan,
sangat berbeda dengan perbankan yang memisahkan Perbankan Konvensional dengan Perbankan Syariah. Pertumbuhannya pun menarik jika lagi-lagi
dibandingkan dengan Perbankan Syariah. Efek Syariah sudah mencapai sekitar 50 dari seluruh efek yang ada dalam Pasar Modal, sedangkan Perbankan
Syariah kontribusinya terhadap perbankan Indonesia secara keseluruhan hanya sekitar 4 Majalah Investor.
Hal menarik lainnya adalah dari segi perusahaan. Ada keuntungan lebih yang didapatkan oleh perusahaan-perusahaan yang masuk dalam Daftar Efek
Syariah tersebut, yaitu kepercayaan serta keamanan. Terutama bagi masyarakat yang masih cenderung khawatir bertransaksi yang tidak sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah. Efek Syariah ini pun belum 100 bersih pada dasarnya karena
Universitas Sumatera Utara
47 dalam screening Saham Syariah kriteria rasio keuangan masih memperbolehkan
total hutang berbasis bunga dibanding total ekuitas tidak boleh lebih dari 82 dan kontribusi total pendapatan non halal tidak boleh lebih dari 10. Namun,
peraturan ini masih dimungkinkan berubah, disesuaikan dengan keadaan dan kesiapan di Indonesia sendiri. Jika dipaksakan harus 100 bersih, sektor finansial
berbasis syariah tidak akan berkembang padahal Indonesia notabene adalah negara dengan mayoritas muslim terbesar.
4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Nilai Aktiva Bersih NAB