2.3.4. Patofisiologi
Aliran darah koroner membawa oksigen ke miosit dan membuang produk sisa seperti karbondioksida, asam laktat, dan ion hidrogen. Jantung memiliki
kebutuhan yang sangat tinggi; walaupun beratnya hanya sekitar 0,3 dari total berat badan, namun jantung memungkinkan untuk mengkonsumsi hingga 7 dari
keseluruhan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Iskemi selular terjadi ketika terdapat peningkatan kebutuhan oksigen melebihi kemampuan maksimal suplai
arteri atau ketika terdapat pengurangan absolut dalam suplai oksigen. Aterosklerosis dari arteri koroner besar menjadi penyebab terbanyak
dalam kejadian angina dan infark miokard. Peningkatan fatty streaks, yang tergambar sebagai yellow spots atau streaks di dinding pembuluh darah, dapat
terlihat dalam arteri koroner di hampir semua populasi yang berusia diatas 20 tahun. Pada pasien dengan angina tak stabil, fissuring dari plak aterosklerosis
dapat memicu terjadinya akumulasi platelet dan episode sementara dari dari oklusi thrombosit, yang biasanya menetap selama 10-20 menit. Sebagai tambahan,
platelet mengeluarkan faktor vasokonstriksi seperti tromboksan A2 atau serotonin dan disfungsi endotelial dapat menyebabkan vasokonstriksi dan berpengaruh pada
penurunan aliran Kusumoto,1997.
Gambar 2.2. Potongan Melintang Arteri pada Aterosklerosis Dikutip dari: Aterosklerosis. Medicastore
Universitas Sumatera Utara
Banyak faktor mekanik, selular dan molekular yang berpengaruh pada gangguan plak. Ruptur plak paling banyak terjadi di bagian bahu dari plak,
dimana plak menyatu dengan dinding pembuluh yang berbatasan. Area pada plak ini paling sering diinfiltrasi dengan sel-sel inflamatori. Plak cenderung untuk
ruptur jika memiliki fibrous cap yang tipis dan kumpulan lipid yang besar. Kebalikannya, fibrosis dan kalsifikasi dapat menurunkan resiko dari rupture
Kim,2008.
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah
100 akan terjadi infark dengan
elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100 dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi
angina tak stabil Trisnohadi,2007. Ketika distimulasi oleh faktor seperti kolagen, epinefrin, adenosin
diphosphat ADP, dan thrombin, platelet menjadi teraktivasi, mengalami perubahan dan mensekresikan kandungan granula-
α, yang mengandung substansi vasokonstriktor seperti tromboksan A2 dan serotonin, serta substansi prokoagulan
seperti fibrinogen dan faktor von Willebrand. Sebagai tambahan, aktivasi platelet menyebabkan peningkatan pada ekspresi permukaan dan afinitas ikatan reseptor
GPIIbIIIa yang mengikat fibrinogen dan faktor von Willebrand yang mengakibatkan agregasi platelet. Aktivasi platelet dan leukosit berhubungan
dalam fase akut dari angina tak stabilNSTEMI untuk memfasilitasi terjadinya deposisi platelet-thrombus.
Pengaruh dari platelet dan leukosit yang teraktivasi mengakibatkan stimulasi dari sistem koagulasi. Monosit mengeluarkan faktor jaringan, berupa
glikoprotein kecil yang menginisiasi kaskade pembekuan ekstrinsik, menghasilkan augmentasi dalam pembentukan thrombin. Faktor jaringan juga
terdapat didalam inti kaya-lipid dari plak atherothrombotic dan menjadi salah satu penyebab utama dari ruptur plak. Faktor jaringan menginisiasi kaskade koagulasi
ekstrinsik, menghasilkan aktivasi dari faktor X ke faktor Xa, yang kemudian mengubah prothrombin menjadi thrombin. Dengan menggunakan phospholipid
dari membran platelet yang teraktivasi, thrombin kemudian mengkatalisasi
Universitas Sumatera Utara
konversi dari fibrinogen menjadi fibrin, membentuk bekuan platelet-fibrin yang menyumbat aliran darah koroner pada sindroma koroner akut Lemos,2008.
Gambar 2.3. Proses Terjadinya Sumbatan pada Arteri Dikutip dari: Aterosklerosis. Medicastore
Menurut Cannon 1997, Patofisiologi NSTEMI sejalan dengan patofisiologi terjadinya angina pektoris tak stabil dimana NSTEMI disebabkan
oleh reduksi dalam suplai oksigen maupun peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. Namun penegakan diagnosis
NSTEMI dapat dilihat dari terjadinya peningkatan biomarker untuk kejadian nekrosis, seperti CK-MB dan troponin yang merupakan spesific marker untuk
nekrosis miokard STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Universitas Sumatera Utara
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
thrombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak
koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid lipid rich core. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri
dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik Alwi,2007.
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST STEMI.
Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan
kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat Antman,2005. NSTEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner Kalim,2001.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian
3.2. Definisi Operasional
a. Sindroma koroner akut • Definisi
: Penyakit yang diderita pasien dan telah didiagnosis oleh dokter melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan elektrokardiogram, dan pemeriksaan
cardiac marker
b. Prevalensi
•
Definisi : Prevalensi adalah proporsi subyek yang sakit pada
suatu waktu tertentu kasus lama dan baru Sastroasmoro, 2008
Sindroma koroner akut Angina pektoris
tak stabil NSTEMI
STEMI Dislipidemia
Prevalensi Sindroma
Koroner Akut Umur
Jenis kelamin
Universitas Sumatera Utara