Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat Badan terhadap Umur BBU, Tinggi Badan terhadap Umur TBU,
Berat Badan terhadap Tinggi Badan BBTB dan Body Mass Index BMI atau Indeks Massa Tubuh IMT.
3,5,17-19
a. Berat Badan terhadap Umur BBU
Berat badan merupakan salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Kelebihan BBU adalah lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh
masyarakat umum,baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis. Kelemahannya adalah dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema,
sering terjadi kesalahan pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan.
5,18
b. Tinggi Badan terhadap Umur TBU
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan
nampak dalam waktu yang relatif lama. Beaton dan Bengoa menyatakan bahwa TBU disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya
dengan status ekonomi.
5,18
c. Berat Badan terhadap Tinggi Badan BBTB
Pada tahun 1966, Jelliffe telah memperkenalkan BBTB untuk mengidentifikasi status gizi. Indeks BBTB merupakan indikator yang baik untuk
menilai status gizi sekarang dan merupakan indeks yang independen terhadap umur.
5,18
Anak yang memiliki berat badan dan tinggi badan normal pada usia remaja, menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangannya seimbang.
16
d. Body Mass Index BMI atau Indeks Massa Tubuh IMT
The World Health Organization WHO pada tahun 1997, The Nation
Institute of Health NIH pada tahun 1998 dan The Expert Committee on Clinical
Guidelines for Overweight in Adolescent Preventive Services telah
merekomendasikan Body Mass Index BMI atau Indeks Massa Tubuh IMT sebagai baku pengukuran obesitas pada anak dan remaja diatas usia 2 tahun.
17,19
Universitas Sumatera Utara
Body Mass Index BMI atau Indeks Massa Tubuh IMT adalah
perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat. Cara pengukurannya adalah pertama-tama ukur Berat Badan BB dan Tinggi Badan TB, selanjutnya
dihitung menggunakan rumus
3,17-19
:
BMI = berat badan kg
tinggi badan m x tinggi badan m BMI mempunyai keunggulan utama yaitu dapat menggambarkan lemak
tubuh yang berlebihan, sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian populasi berskala besar. Pengukurannya hanya membutuhkan 2 hal yaitu berat badan dan
tinggi badan, yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan. Kelemahan yang terjadi adalah dalam menentukan obesitas. Obesitas
adalah kelebihan lemak tubuh. Kelebihan lemak badan tidak selalu identik dengan kelebihan lemak. Misalnya pada olahragawan, maka biasanya komposisi lemak
tubuhnya relatif rendah dan komposisi ototnya relatif tinggi, sehingga BMI-nya tinggi dan bukan berarti obesitas.
3,5,18
Pengukuran BMI yang dilakukan dalam penelitian ini adalah BMI Anak yaitu Body Mass Index for Age Indeks Massa Tubuh terhadap Umur IMTU.
Biasanya BMI tidak meningkat dengan bertambahnya umur seperti yang terjadi pada berat badan dan tinggi badan, tetapi pada bayi peningkatan BMI naik secara tajam
karena terjadi peningkatan berat badan secara relatif cepat terhadap panjang badan pada 6 bulan pertama kehidupan. BMI menurun pada bayi setelah 6 bulan dan tetap
stabil pada umur 2-5 tahun.
3,5
Cara menentukan BMI for Age adalah dengan menentukan terlebih dahulu nilai BMI anak dengan rumus BMI.
18,19
Setelah nilai BMI diperoleh, bandingkan nilai BMI hasil perhitungan pada diagram BMI for age WHO sesuai dengan jenis kelamin
dan umur anak. Penentuan kriteria anak disesuaikan dengan memperhatikan nilai Z score
pada diagram WHO. Z score merupakan indeks antropometri yang digunakan secara internasional untuk menentukan status gizi dan pertumbuhan, yang
diekspresikan sebagai satuan standar deviasi SD populasi rujukan. Di Indonesia,
Universitas Sumatera Utara
penggunaan Z score disepakati pada Semiloka antropometri di Ciloto tahun 1991.
3,5,18,19
Untuk pengukuran Z score populasi yang distribusinya normal, umumnya digunakan pada indikator panjang atau tinggi badan anak.
18
Rumus yang digunakan adalah :
� ����� = nilai BMI yang diukur
− nilai referensi median � ����� populasi referensi SD
Untuk melihat kriteria BMI anak, lihat nilai BMI anak hasil perhitungan pada diagram BMI for age kemudian sesuaikan dengan nilai Z score sesuai dengan jenis
kelamin dan umur anak Gambar 1 dan 2. Penjelasan diagram WHO untuk BMI for age terlihat pada Tabel 1.
20,21
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Diagram BMI for Age untuk anak laki-laki usia 5-19 tahun.
20
Gambar 2. Diagram BMI for Age untuk anak perempuan usia 5-19 tahun.
20
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Kategori Status Gizi Bedasarkan Z score
20,21
Z score Indikator Pertumbuhan
TBU BBU
BBTB IMTU
Di atas 3 Sangat Tinggi
Gizi Lebih Sangat
Gemuk Obes
Sangat Gemuk
Obes Di atas 2
Normal Gemuk
Overweight Gemuk
Overweight Di atas 1
Normal Resiko
Gemuk Resiko
Gemuk 0 Angka
Median Normal
Normal Di bawah -1
Di bawah -2 Pendek
Stunded Gizi Kurang
Kurus Wasted
Kurus Wasted
Di bawah -3 Sangat
Pendek Severe
Stunded Gizi Buruk
Sangat Kurus Severe
Wasted Sangat kurus
Severe Wasted
2. Klinis
Pemeriksaan pada jaringan epitel superficial epithelial tissues seperti kulit, mata, rambut, bibir dan mukosa oral. Penggunaan metode ini umumnya untuk
survei secara cepat.
5,18
3. Biokimia
Pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, seperti darah, urine, tinja, dan juga beberapa organ
tubuh seperti hati dan otot. Penggunaan metode ini untuk suatu tanda bahwa mungkin akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.
5,18
4. Biofisik
Metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi khususnya jaringan dan melihat perubahan struktur dari fungsi jaringan.
5,18
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
1. Survei Konsumsi Makanan
Metode penentuan status gizi dengan melihat secara tidak langsung pada jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
5,18
2. Statistik Vital
Dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyakit tertentu
dan data lainnya yang berhubungan dengan status gizi.
5,18
3. Faktor Ekologi
Menurut Bengoa cit. Jelliffe, malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil yang saling mempengaruhi dan interaksi beberapa faktor fisik, biologi,
dan lingkungan budaya. Jadi jumlah makanan dan zat-zat gizi yang tersedia bergantung pada keadaan lingkungan seperti iklim, tanah, irigasi, dan tingkat
ekonomi penduduk. Jumlah anggota keluarga juga berperan dalam pertumbuhan, yaitu pada keluarga kecil pertumbuhan anak lebih baik dibandingkan pada keluarga
besar.
5,17,18
Asupan gizi yang adekuat sangat dibutuhkan selama masa tumbuh kembang, sehingga apabila timbul ketidakseimbangan gizi akan mengakibatkan tumbuh
kembang yang terhambat khususnya pada pertumbuhan tulang.
2
Pada rongga mulut, dampak dari ketidakseimbangan gizi dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan
tulang wajah, penurunan panjang dasar tengkorak, tinggi dan lebar tulang rahang, sehingga gigi yang akan erupsi tidak memiliki ruang yang cukup untuk terletak dalam
lengkung yang normal, akibatnya gigi tumbuh pada posisi yang tidak beraturan yang sering disebut gigi berjejal.
7,8
Universitas Sumatera Utara
2.2 Gigi Berjejal
Salah satu jenis maloklusi yang sering ditemukan pada pasien-pasien ortodonti adalah gigi berjejal.
10,11
Gambar 3. Gigi Berjejal
26
2.2.1 Definisi Gigi Berjejal
Gigi berjejal secara umum dinyatakan sebagai ketidaksesuaian ruang lengkung rahang yang dibutuhkan bagi gigi untuk terletak dalam lengkung yang
normal.
9,22
Gigi berjejal terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara ukuran gigi dan ukuran lengkung rahang, baik
dari kurangnya ruang karena berkurangnya pertumbuhan rahang ataupun peningkatan ukuran gigi.
23,24
2.2.2 Etiologi Gigi Berjejal
Baskaradoss dkk., menyatakan etiologi dari maloklusi adalah multifaktorial. Struktur dentofasial terutama disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan
seperti kebiasaan buruk dapat menyebabkan maloklusi selama masa pertumbuhan dan perkembangan.
25
Gigi berjejal dapat disebabkan oleh pengurangan ukuran rahang dan ukuran gigi pada masa perkembangan, tetapi itu bukan merupakan faktor utama
penyebab gigi berjejal. Faktor genetik seperti ukuran rahang dan gigi yang paling berpengaruh.
26
Karies dan premature loss gigi desidui merupakan faktor predisposisi
Universitas Sumatera Utara
bagi anomali oklusi dan ruang pada masa gigi bercampur dan pada masa gigi permanen.
23,25
Bhalajhi menyatakan etiologi gigi berjejal disebabkan oleh lengkung rahang yang kecil disertai dengan ukuran gigi yang besar, adanya gigi berlebih
supernumerary teeth, gigi desidui yang presisten, dan premature loss gigi desidui yang dapat menyebabkan gigi tentangganya bergeser drifting ke tempat yang
kosong.
23,26
Penelitian lain mengatakan ada tiga kondisi yang mempengaruhi gigi berjejal, yaitu ukuran gigi yang berlebih lebih besar dari normal, ukuran rahang yang
kecil, dan kombinasi dari keduanya.
25,26,27
Padma dkk., menyatakan gigi molar desidui yang premature loss dapat menyebabkan kekurangan ruang untuk gigi permanen yang akan erupsi dan juga
dapat menyebabkan gigi permanennya erupsi menyimpang.
28
Gigi- gigi desidui yang berfungsi untuk mengunyah dan menyediakan tempat bagi gigi geligi permanen yang
akan tumbuh menggantikannya, juga berfungsi untuk merangsang pertumbuhan rahang dan hal ini terbukti bahwa anak-anak yang hilang gigi desiduinya secara dini
menyebabkan rahangnya kecil.
27
E.Tüfekçi dan Niedzielska menyatakan bahwa impaksi molar ketiga merupakan salah satu faktor penyebab gigi anterior berjejal dan ketidak cukup ruang
untuk gigi molar ketiga erupsi, maka gigi tersebut akan memberikan gaya kepada gigi lain dan menyebabkan berjejal.
29
Karies aproksimal pada gigi desidui yang tidak dirawat dapat menyebabkan adanya ruang sehingga terjadi pergeseran gigi tetangganya ke ruang tersebut. Hal ini
menyebabkan gigi permanen yang akan erupsi di luar lengkung gigi sehingga menyebabkan berjejal.
23,25
Faktor lingkungan seperti kebiasaan buruk oral juga dapat berdampak pada gigi berjejal seperti mengisap ibu jari menyebabkan protrusi insisivus permanen atas
dan retrusi insisivus permanen bawah, juga menghambat perkembangan mandibula.
12,13,23,26
Mengisap botol susu dalam waktu yang lama akan menuntun aktivitas otot-otot yang bersangkutan, sehingga dapat menyebabkan perkembangan
rahang bawah akan terhambat.
12,30
Universitas Sumatera Utara
Kebiasaan bernafas melalui mulut dapat mengubah ekuilibrium tekanan pada rahang dan gigi serta mempengaruhi pertumbuhan rahang dan posisi gigi. Singh
menyatakan dampaknya terutama pada perkembangan transversal maksila yang akan menyebabkan palatum berbentuk V V shape dan tinggi, gigi insisivus atas yang
protusif, crowding pada rahang atas dan rahang bawah serta pertumbuhan vertikal pada wajah. Pasien biasanya mengalami crossbite posterior.
30,31
Kebiasaan mengisap bibir bawah Lip Sucking atau menggigit adalah kebiasaan menahan bibir bawah dibelakang gigi anterior atas dan menekan bibir
bagian dalam oleh gigi anterior bawah secara terus-menerus. Germeç dan Singh menyatakan akibat dari kebiasaan mengisap bibir adalah protrusif gigi anterior rahang
atas, retrusif gigi anterior rahang bawah, peningkatan overjet, diastema anterior rahang atas, crowding gigi anterior rahang bawah, hiperaktivitas muskulus mentalis,
dan pendalaman sulkus mentolabialis.
31,32
2.3 Hubungan Status Gizi dengan Gigi Berjejal
Hahn menyatakan ketika tulang rahang mempunyai nutrisi yang cukup selama perkembangan, tulang rahang terbentuk datar meluas dan 32 gigi dapat erupsi tanpa
halangan, ketika gizi kurang selama masa perkembangan, lengkung tulang tidak terbentuk datar dan meluas sehingga gigi menjadi berjejal, tumbuh miring, kadang
disertai dengan underbites, deepbites.
25,33
Ada beberapa peneliti yang melakukan eksperimen terhadap hewan dalam hal mengobservasi hubungan diet gizi terhadap perkembangan rahang yang dapat
menyebabkan gigi berjejal. Pada penelitiannya mengobservasi defisiensi diet protein dan kalori yang dapat mengakibatkan pengurangan pertumbuhan rahang dan ruang
yang tersedia untuk gigi hewan tersebut, sehingga menghasilkan peningkatan gigi berjejal pada hewan eksperimental. Hal ini menunjukkan kekurangan asupan gizi
dapat mengubah bentuk pertumbuhan dari tulang tengkorak, termasuk tulang wajah dan tulang rongga mulut.
7,9
Thomaz dkk., menemukan adanya hubungan berat badan rendah dengan meningkatnya gigi berjejal.
7
Penelitian yang serupa juga dilakukan Thomaz dkk.,
Universitas Sumatera Utara
setahun kemudian yang menemukan prevalensi gigi berjejal paling banyak pada sampel yang mempunyai nilai BMI yang lebih tinggi dari normal.
9
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kerangka Teori
Hubungan status gizi dengan gigi berjejal
Gigi Berjejal dental crowding
Definisi Etiologi
Premature loss gigi
desidui Karies Aproximal
Ukuran Gigi
Kebiasaan jelek oral bernafas
melalui mulut, menghisap bibir,
menggunakan botol susu
Gigi desidui yang persistensi
Faktor Herediter Faktor Lingkungan
Ukuran Rahang Gigi berlebih
Supernumerary Teeth
Impaksi M3
Biofisik Status Gizi
Penilaian Status Gizi
Secara langsung Secara tidak langsung
Antropometri
Klinis Biokimia
BB U TB U
BB TB BMI
Survei Konsumsi
makanan
Faktor Ekologi
Statistik Vital
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kerangka Konsep