Histologi Epidemiologi Etiologi Karsinoma Nasofaring

metode ini memerlukan instruksi dari medis. Ada beberapa strategi menggunakan pendekatan farmakologis dengan manajemen nyeri kanker dengan penggunaan analgesia maupun anastesi. Manajemen nyeri kanker dengan penggunaan analgesia merupakan penggunaan atau penghilangan sensasi nyeri, penghilangan sensasi nyeri ini tanpa disertai dengan hilangnya perasaan total sehingga seseorang yang mengkonsumsi analgesik tetap ada dalam keadaan sadar. Manajemen nyeri kanker dengan pengunaan anastesia merupakan menghilangkan sensasi normal yang di capai dengan memberikan obat-obatan anastesi baik secara regional maupun umum Aziz, F, 2006. 2.2. Karsinoma Nasofaring 2.2.1. Defenisi Karsinoma Nasofaring Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia Efiaty, 2010.

2.2.2. Histologi

Mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel bersilia respiratory type. Setelah 10 tahun kehidupan, epitel secara lambat laun bertransformasi menjadi epitel nonkeratinizing squamous, kecuali pada beberapa area transition zone. Mukosa membentuk invaginasi membentuk crypta. Stroma kaya akan jaringan limfoid dan terkadang dijumpai jaringan limfoid yang reaktif. Epitel permukaan dan kripta sering diinfiltrasi dengan sel radang limfosit dan terkadang merusak epitel membentuk reticulated pattern. Universitas Sumatera Utara Kelenjar seromucinous dapat juga dijumpai, tetapi tidak sebanyak yang terdapat pada rongga hidung Herza, 2010.

2.2.3. Epidemiologi

Kanker nasofaring dapat terjadi pada segala usia, tapi umumya menyerang usia 30-60 tahun, menduduki 75-90 yaitu: 1. Sifat endemis menonjol Kanker nasofaring jarang sekali ditemukan di benua Eropa, Amerika, maupun Oseania, insidennya umumnya kurang dari 1 100.000. Namun relative sering ditemukan di berbagai Negara Asia Tenggara dan China. 2. Kerentanan suku bangsa atau kelompok masyarakat tertentu. Insiden kanker nasofaring menunjukkan perbedaan ras yang mencolok. Dari ketiga ras besar di dunia, sebagian ras mongoloid merupakan kelompok insiden tinggi kanker nasofaring, di antaranya mencakup orang China di kawasan Selatan China dan di wilayah Asia Tenggara. 3. Fenomena aregasi familial Keluarga tingkat I kanker nasofaring memiliki insiden kumulatif kanker nasofaring yang jelas lebih tinggi daripada silsilah pasangannya, sedangkan tumor tidak tampak perbedaan Cyntia, 2012.

2.2.4. Etiologi Karsinoma Nasofaring

Karsinoma nasofaring disebabkan oleh virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari orang sehat, pasien tumor ganas leher dan Universitas Sumatera Utara kepala lainnya,tumor tubuh organ lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipun. Banyak penyelidikan mengenai perangai dari virus ini dikemukakan, tetapi virus ini bukan satu-satunya faktor, karena banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini, seperti letak geografis, rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, lingkungan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman atau parasit. Letak geografis sudah disebutkan diatas, demikian pula faktor rasial. Tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan faktor genetik, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain Efiaty, 2010. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan-makanan terlalu panas. Terdapat hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan mortalitas karsinoma nasofaring, sedangkan adanya hubungan dengan keganasan lain tidak jelas. 2.2.5. Tanda Dan Gejala Karsinoma Nasofaring 2.2.5.1. Gejala Dini