Prevalensi Karsinoma Nasofaring di RSUP H. Adam Malik Tahun 2012-2013

(1)

PREVALENSI KARSINOMA NASOFARING DI

RSUP H. ADAM MALIK TAHUN 2012-2013

OLEH:

MUHAMMAD IHSAN 110100033

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

PREVALENSI KARSINOMA NASOFARING DI

RSUP H. ADAM MALIK TAHUN 2012-2013

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

OLEH:

MUHAMMAD IHSAN 110100033

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

(4)

ABSTRAK

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Karsinoma nasofaring selalu berada dalam kedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi penderita KNF.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini dilakukan di RSUP. H. Adam Malik. Subjek penelitian berjumlah 369 orang dengan sampel diperoleh dengan cara total sampling.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan mayoritas penderita KNF adalah Laki-laki (76.15%) pada usia produktif (77.77%). Tipe histologis yang sering didapati adalah tipe 3 (57.89%).

Oleh sebab itu, perlu ditingkatkan pengetahuan masyarakat dan tenaga medis mengenai gejala awal KNF sehingga stadium dini lebih cepat terdeteksi dan memberikan prognosa yang baik.


(5)

ABSTRACT

Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is the most head and neck malignant tumor in Indonesia. It is the fifth malignant tumor on human body along with cervic cancer, breast cancer, lymphoma cancer, and skin cancer. The author aimed to determine patients prevalention of nasopharyeal carcinoma.

This is a descriptive study. The subjects of this study is by using total sampling. This study has been carried out in H. Adam Malik General Hospital in Medan with 369 patients.

This study shows that the highest is man (76.15%) in productive age (77.77%). The highest type of histopathology from this nasopharyeal carcinoma is type 3 (57.89%)

In that case, people should know more knowledge on the risk factors of nasopharyeal carcinoma and those in medical field could diagnose early and precautions can be made.


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan kemudahan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Prevalensi Karsinoma Nasofaring di RSUP H. Adam Malik Tahun 2012-2013“. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat strata 1 kedokteran umum di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. .

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan keahlian.

2. dr. Siti Nursiah, Sp-THT-KL selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan dan dengan sabar membantu pelaksanaan penelitian ini.

3. dr. Muhammad Syahputra, M.Kes dan dr. Alya Amila Fitrie, M.Kes selaku dosen penguji yang selalu memberi saran, kritik, dan masukan yang baik guna menyempurnakan proposal ini.

4. Ayahanda tercinta Abdul Hasan Karim, Ibunda tercinta Mahliati yang senantiasa memberikan dukungan serta doa hingga peneliti tetap bersemangat dan pantang menyerah dalam pelaksanaan dan penyelesaian penelitian ini.

5. Sahabat penulis Muhammad Ikhsan Chaniago dan Handan Risky yang senantiasa memberikan dukungan serta doa hingga peneliti tetap bersemangat dan pantang menyerah dalam pelaksanaan dan penyelesaian penelitian ini.


(7)

6. Teman satu kelompok yaitu Nabila Adani Lubis yang selalu memberikan semangat dan masukan kepada penulis dalam menyempurnakan karya tulis ini.

7. Kakak Diah Pangestu W. Hutabarat yang sejak awal memberikan pencerahan dan dukungan mengenai judul, pengerjaan, dan banyak hal yang sangat membantu penulis menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini banyak kekurangan, mengharapkan saran serta kritik demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, amin.

Medan, 7 Desember 2014


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak... ii

Abstract... iii

Kata Pengantar... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel... viii

Daftar Lampiran... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Mamfaat penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Defenisi... 4

2.2 Epidemiologi... 4

2.3 Etiologi... 5

2.4 Klasifikasi dan Histopatologi... 10

2.5 Gejala Klinis Karsinoma Nasofaring... 11

2.6 Stadium Karsinoma Nasofaring... 12

2.6.1 Tumor Primer (T)... `12

2.6.2 Kelenjar Getah Bening Regional... 13

2.7 Diagnosis... 14

2.8 Terapi... 15

2.8.1 Radioterapi... 15

2.8.2 Kemoterapi... 15

2.8.3 Pembedahan... 16

2.8.3 Immunologi... 16

2.9 Follow-Up... 17

2.10 Prognosis... 17

2.11 Komplikasi... 17

2.12 Pencegahan... 19

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI PERASIONAL ... 20

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 20


(9)

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 22

4.1. Jenis Penelitian ... 22

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

4.3. Populasi dan Sampel ... 22

4.3.1. Populasi Target ... 22

4.3.2. Populasi Terjangkau ... 23

4.3.3. Kriteria Inklusi ... 23

4.3.4. Kriteria Ekslusi ... 23

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 23

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 23

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN... 24

5.1. Hasil Penelitian... 24

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 24

5.1.2. Deskripsi Data Penelitian... 24

5.2. Pembahasan... 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 32

6.1. Kesimpulan... 32

6.2. Saran... 32


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 3.1. Defenisi Operasional dan Skala Pengukuran 20 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan

Jenis Kelamin 24

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan

Usia 25

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan

Ras/suku 26

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan

Pekerjaan 27

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan

Tipe Histopatologis 28

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran 2 : Ethical Clearance

Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 4 : Log Book


(12)

ABSTRAK

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Karsinoma nasofaring selalu berada dalam kedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi penderita KNF.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini dilakukan di RSUP. H. Adam Malik. Subjek penelitian berjumlah 369 orang dengan sampel diperoleh dengan cara total sampling.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan mayoritas penderita KNF adalah Laki-laki (76.15%) pada usia produktif (77.77%). Tipe histologis yang sering didapati adalah tipe 3 (57.89%).

Oleh sebab itu, perlu ditingkatkan pengetahuan masyarakat dan tenaga medis mengenai gejala awal KNF sehingga stadium dini lebih cepat terdeteksi dan memberikan prognosa yang baik.


(13)

ABSTRACT

Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is the most head and neck malignant tumor in Indonesia. It is the fifth malignant tumor on human body along with cervic cancer, breast cancer, lymphoma cancer, and skin cancer. The author aimed to determine patients prevalention of nasopharyeal carcinoma.

This is a descriptive study. The subjects of this study is by using total sampling. This study has been carried out in H. Adam Malik General Hospital in Medan with 369 patients.

This study shows that the highest is man (76.15%) in productive age (77.77%). The highest type of histopathology from this nasopharyeal carcinoma is type 3 (57.89%)

In that case, people should know more knowledge on the risk factors of nasopharyeal carcinoma and those in medical field could diagnose early and precautions can be made.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam presentase rendah. Berdasarkan data laboratorium patologi anatomik tumor ganas nasofaring sendiri selalu berada dalam kedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit (Roezin dan Adham, 2007). Biasanya penderita mengeluh adanya benjolan di leher, atau gangguan pada telinga atau hidung. Karsinoma nasofaring memiliki 3 tipe yaitu tipe 1, tipe 2, dan tipe 3. Kasus terbanyak pada anak dan remaja adalah tipe 3, tapi juga ditemukan beberapa kasus tipe 2 (brennan, 2006).

Sampai saat ini belum diketahui pasti penyebab karsinoma nasofaring. Faktor ekstrinsik seperti virus Epstein-Barr, nitrosamin, lingkungan dan faktor intrinsik misalnya gen HLA, gen onkogen, gen supresor dicurigai sebagai faktor penyebab (Munir, 2008). Pada masyarakat Taiwan kebiasaan mengunyah kacang betel selama lebih dari 20 tahun meningkatkan resiko terkena karsinoma nasofaring 70%. Di cina selatan ditemukan kandungan nikel pada nasi, air minum, dan rambut penduduknya juga dicurigai sebagai faktor penyebab. Di Indonesia sendiri kebiasaan memakan ikan asin, merokok, dan mengunyah tembakau dianggap sebagai faktor resiko terjadinya karsinoma nasofaring (Ariwibowo, 2013).

Karsinoma nasofaring terjadi 0,7% pada keselurunan kejadian kanker di dunia, menempati urutan ke- 24 pada kejadian kanker yang paling sering terdiagnosis di seluruh dunia. Paling banyak terjadi di negara dengan ekonomi yang berkembang, tetapi sangat jarang terjadi di negara-negara barat seperti Eropa


(15)

dan Amerika. Bagian tenggara asia adalah daerah dengan angka kejadian tertinggi meliputi Cina, Malaysia, Indonesia, Filipina, Thailand, dan negara disekitarya, dengan ras cina dan melayu sebagai ras yang paling sering terkena. Ini mungkin lebih dikarenakan genetik karena di negara-negara dengan angka kejadian rendah penderita yang terkena mayoritas adalah imigran asal China (Munir, 2008). Pada tahun 2008 terdapat lebih daei 84.000 kasus baru karsinoma nasofaring degan 80% terjadi di Asia dan 5% di Eropa (Zhang et al, 2013). Terdapat juga daerah lain yang juga memiliki angka kejadian tinggi seperti Afrika bagian selatan, polinesia, Afrika bagian utara, Alaska, Greenland, dan Kanada utara (Jemal et al, 2011). Di Indonesia sendiri karsinoma nasofaring cukup sering terjadi dengan frekuensi kejadian merata di setiap daerah (Roezin dan Adham, 2007). Di RSUP. H. Adam Malik suku yag paling banyak menderita karsinoma nasofaring adalah suku batak, yaitu 46,7% dari 30 kasus (Munir, 2008).

Karsinoma nasofaring paling sering terjadi pada pria dibanding wanita, dengan angka kejadian 2-3 kali lebih tinggi. Sebagai daerah kejadian tertinggi di dunia, di bagian tenggara asia karsinoma nasofaring adalah penyakit ke-6 yang paling sering terjadi pada pria (Jemal et al, 2011). Penyakit ini ditemukan terutama pada usia produktif (30-60 tahun), dengan usia terbanyak 40-50 tahun (Asroel, 2002).

Kebanyakan penderita karsinoma nasofaring merokok selama minimal 15 tahun (51%) dan mengkonsumsi tembakau dalam bentuk lain (47%). Merokok lebih dari 25 tahun meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. Merokok lebih dari 40 tahun meningkatkan 2 kali lipat risiko karsinoma nasofaring (Ariwibowo, 2008).

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui prevalensi karsinoma nasofaring di RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :


(16)

Bagaimanakan prevalensi karsinoma nasofaring di RSUP. H. Adam Malik Medan pada tahun 2012-2013?

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui prevalensi karsinoma nasofaring di RSUP. H. Adam Malik Medan dari 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi karsinoma nasofaring berdasarkan jenis kelamin 2. Mengetahui distribusi karsinoma nasofaring berdasarkan usia

3. Mengetahui distribusi karsinoma nasofaring berdasarkan ras/suku 4. Mengetahui distribusi karsinoma nasofaring berdasarkan pekerjaan

5. Mengetahui distribusi karsinoma nasofaring berdasarkan tipe histopatologis

6. Mengetahui distribusi karsinoma nasofaring berdasarkan keluhan utama

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bahan masukan kepada peneliti lain untuk melakukan penelitian berkaitan dengan karsinoma nasofaring.

2. Sebagai rujukan dan pengembang keilmuan di bidang Ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. Karsinoma Nasofaring

2.1 Defenisi

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor yang timbul dari sel epitel yang melindungi dan melintasi nasofaring. KNF pertama kali disebutkan oleh Regaud dan Schmincke pada tahun 1921.

2.2 Epidemiologi

Secara global KNF terjadi hanya 0.7% pada keselurahan kasus kanker, menempati urutan ke-24 kanker yang paling sering terjadi. Sedangkan daerah dengan angka kejadian paling tinggi adalah asia bagian tenggara seperti Cina, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand. Di cina angka kejadian KNF adalah 2 per sejuta. Untuk Indonesia sendiri penyebarannya cukup merata. Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun. RS. Hasan Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujug Pandang 25 kasus, Palembang 25 kasus, Denpasar 15 kasus, Padang dan Bukit tinggi 15 kasus. KNF juga ditemukan di beberapa daerah lain di dunia. Menurut data dari Global Cancer Satistic tahun 2011 daerah-daerah dengan angka kejadian KNF tinggi setelah asia bagian tenggara yaitu Afrika bagian selatan, Polinesia, Afrika bagian utara, Asia timur, Afrika barat, Asia barat, Afrika timur, Afrika tengah, juga Australia/selandia baru dan sebagian kecil daerah Eropa dan Amerika. 92% KNF terjadi di negara dengan ekonomi berkembang (Roezin dan Adham, 2007;Jemal et al, 2011).

Di seluruh dunia KNF lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita, dengan angka kejadian 2-3 kali lebih tinggi. Bahkan pada negara-negara yang sering terjadi KNF angka kejadian pada pria bisa lebih tinggi lagi (Brennan, 2006).


(18)

Penderita karsinoma nasofaring lebih sering dijumpai pada pria daripada wanita dengan rasio 2-3 : 1. Penyakit ini ditemukan terutama pada usia produktif (30-60 tahun), dengan usia terbanyak adalah 40-50 tahun. Di Amerika sepertiga kasus neoplasma faringeal pada anak adalah KNF. Di Inggris angka kejadian KNF adalah 0.1 per sejuta pada anak usia 0-9 tahun dan 0.8 per sejuta pada usia 10-14 tahun. Menurut England and Wales Cancer Registry data, setidaknya 80% kanker faringeal pada usia 15-19 tahun adalah karsinoma. Ini menunjukkan 1-2 per sejuta KNF terjadi pada usia 15-19 tahun. Sejauh ini, penderita termuda ditemuka di India (6 tahun) dan Inggris (7 tahun) (Asroel, 2002; Brennan, 2006).

Dilihat dari daerah yang sering terjadi, dapat dipastikan penderita KNF terbanyak adalah orang Asia, khususnya ras Mongoloid sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Di propinsi guang-dong Cina adalah daerah dengan angka kejadian tertinggi terutama pada suku kanton yaitu 2500 kasus pertahun atau 39.84/100.000 penduduk. KNF juga ditemukan pada orang eskimo di Alaska dan Greenland yang diduga penyebabnya adalah karena mereka memakan makanan yang diawetkan di musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. Dalam pengamatan dari pengunjung poliklinik THT RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari ras cina relatif sedikit lebih banyak dari suku bangsa lainnya (Roezin dan Adham, 2007; Asroel, 2002). Di Amerika ras Asia

(Chinese Amerika) adalah yang paling umum terkena KNF, diikuti India Amerika

dan suku Alaska, Afrika amerika, kulit putih, dan Hispanis/Latin. Di Indonesia khususnya di RSUP H. Adam Malik Medan, suku yang paling banyak menderita KNF adalah suku batak, yaitu 46.7% dari 30 kasus (Munir, 2008).

2.3 Etiologi

Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah Virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada


(19)

kelainan nasofaring yang lain sekalipun. Tapi virus ini bukan satu-satunya faktor, karena banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini. Faktor resiko timbulnya karsinoma nasofaring menurut Ariwibowo tahun 2008 adalah sebagai berikut :

1. Virus Epsteinn-barr

EBV merupakan faktor risiko mayor karsinoma nasofaring. Sebagian besar infeksi EBV tidak menimbulkan gejala. EBV menginfeksi dan menetap secara laten pada 90% populasi dunia. Di Hong Kong, 80% anak terinfeksi pada umur 6 tahun, hampir 100% mengalami serokonversi pada umur 10 tahun. Infeksi EBV primer biasanya subklinis. Transmisi utama melalui saliva, biasanya pada negara berkembang yang kehidupannya padat dan kurang bersih. Limfosit B adalah target utama EBV, jalur masuk EBV ke sel epitel masih belum jelas, replikasi EBV dapat terjadi di sel epitel orofaring. Virus Epstein-Barr dapat memasuki sel-sel epitel orofaring, bersifat menetap (persisten), tersembunyi (laten) dan sepanjang masa (life-long) (Yenita, 2012). Antibodi Anti-EBV ditemukan lebih tinggi pada pasien karsinoma nasofaring, pada pasien karsinoma nasofaring terjadi peningkatan antibodi IgG dan IgA, hal ini dijadikan pedoman tes skrining karsinoma nasofaring pada populasi dengan risiko tinggi. Semakin parah stadium semakin tinggi pula plasma EBV-DNA (Chan et al, 2002).

2. Ikan Asin

Paparan non-viral yang paling konsisten dan berhubungan kuat dengan risiko karsinoma nasofaring adalah konsumsi ikan asin. Konsumsi ikan asin meningkatkan risiko 1,7 sampai 7,5 kali lebih tinggi dibanding yang tidak mengkonsumsi. Diet konsumsi ikan asin lebih dari tiga kali sebulan meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. Potensi karsinogenik ikan asin didukung dengan penelitian pada tikus disebabkan proses pengawetan dengan garam tidak efisien sehingga terjadi akumulasi


(20)

nitrosamin yang dikenal karsinogen pada hewan. Enam puluh dua persen pasien karsinoma nasofaring mengkonsumsi secara rutin makanan fermentasi yang diawetkan. Tingginya konsumsi nitrosamin dan nitrit dari daging, ikan dan sayuran yang berpengawet selama masa kecil meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. 88% penderita karsinoma nasofaring mempunyai riwayat konsumsi daging asap secara rutin. Kebiasaan penduduk eskimo memakan makanan yang diawetkan (daging dan ikan) terutama pada musim dingin juga menyebabkan tingginya kejadian karsinoma ini.

3. Kurang Konsumsi Buah dan Sayur Segar

Konsumsi buah dan sayuran segar seperti wortel, kubis, sayuran berdaun segar, produk kedelai segar, jeruk, konsumsi vitamin E atau C, karoten terutama pada saat anak-anak, menurunkan risiko karsinoma nasofaring. Efek protektif ini berhubungan dengan efek antioksidan dan pencegahan pembentukan nitrosamin.

4. Tembakau

Sejak tahun 1950 sudah dinyatakan bahwa merokok menyebabkan kanker. Merokok menyebabkan kematian sekitar 4 sampai 5 juta per tahunnya dan diperkirakan menjadi 10 juta per tahunnya pada 2030. Rokok mempunyai lebih dari 4000 bahan karsinogenik, termasuk nitrosamin yang meningkatkan risiko terkena karsinoma nasofaring. Kebanyakan penelitian menunjukkan merokok meningkatkan risiko karsinoma nasofaring sebanyak 2 sampai 6 kali. Sekitar 60% karsinoma nasofaring tipe I berhubungan dengan merokok sedangkan risiko karsinoma nasofaring tipe II atau III tidak berhubungan dengan merokok. Perokok lebih dari 30 bungkus per tahun mempunyai risiko besar terkena karsinoma nasofaring. Kebanyakan penderita karsinoma nasofaring merokok selama minimal 15 tahun (51%) dan mengkonsumsi tembakau dalam bentuk lain (47%). Merokok lebih dari 25 tahun meningkatkan


(21)

risiko karsinoma nasofaring. Merokok lebih dari 40 tahun meningkatkan 2 kali lipat risiko karsinoma nasofaring.

Konsumsi tembakau dan alkohol yang terus menerus 95% berhubungan dengan kasus karsinoma sel skoamusa kepala dan leher. peningkatan konsumsi tembakau dan alkohol juga meningkatkan resiko terkena karsinoma sel skoamusa (Syah & Lydiatt, 1995). Namun adapula penelitian yang menunjukkan bahwa 41,5% pederita KNF adalah perokok dan 55,5% tidak merokok (Leung & Lee, 2013).

5. Asap Lain

Beberapa peneliti menyatakan bahwa insiden karsinoma nasofaring yang tinggi di Cina Selatan dan Afrika Utara disebabkan karena asap dari pembakaran kayu bakar. Sembilan puluh tiga persen penderita karsinoma nasofaring tinggal di rumah dengan ventilasi buruk dan mempunyai riwayat terkena asap hasil bakaran kayu bakar. Pajanan asap hasil kayu bakar lebih dari 10 tahun meningkatkan 6 kali lipat terkena karsinoma nasofaring.

6. Obat Herbal

Pada populasi Asia, beberapa penelitian melaporkan 2 sampai 4 kali lipat peningkatan risiko karsinoma nasofaring karena penggunaan obat herbal tradisional, tetapi tiga penelitian di Cina Selatan tidak menemukan hubungan obat herbal dengan karsinoma nasofaring. Di Filipina, penggunaan obat herbal tradisional meningkatkan risiko karsinoma nasofaring, terutama pada orang yang mempunyai titer antibodi anti-HBV tinggi.

7. Pajanan Pekerjaan

Pajanan pekerjaan terhadap fume, asap, debu atau bahan kimia lain meningkatkan risiko karsinoma nasofaring 2 sampai 6 kali lipat. Peningkatan risiko karsinoma nasofaring karena pajanan kerja terhadap


(22)

formaldehid sekitar 2 sampai 4 kali lipat, didukung oleh penelitian pada tikus, terutama untuk tipe I tetapi tidak untuk tipe II dan III. Namun sebuah meta-analisis dari 47 penelitian tidak mendukung hubungan formaldehid dengan karsinoma nasofaring. Stimulasi dan inflamasi jalan nafas kronik, berkurangnya pembersihan mukosiliar, dan perubahan sel epitel mengikuti tertumpuknya debu kayu di nasofaring memicu karsinoma nasofaring, paparan ke pelarut dan pengawet kayu, seperti klorofenol juga memicu karsinoma nasofaring. Paparan debu katun yang hebat meningkatkan risiko karsinoma nasofaring karena iritasi dan infl amasi nasofaring langsung atau melalui endotoksin bakteri. Paparan tempat kerja yang panas atau produk bakaran meningkatkan dua kali lipat risiko terkena karsinoma nasofaring. Paparan debu kayu di tempat kerja lebih dari 10 tahun meningkatkan risiko terkena karsinoma nasofaring.

8. Pajanan Lain

Riwayat infeksi kronik telinga, hidung, tenggorok dan saluran napas bawah meningkatkan risiko karsinoma nasofaring sebanyak dua kali lipat. Bakteri yang menginfeksi saluran nafas dapat mengurai nitrat menjadi nitrit, kemudian dapat membentuk bahan N-nitroso yang karsinogenik. Di Taiwan, kebiasaan mengunyah betel nut (Areca catechu) selama lebih dari 20 tahun berhubungan dengan peningkatan 70% risiko karsinoma nasofaring. Sebuah penelitian ekologi di Cina Selatan menemukan 2 sampai 3 kali lipat kadar nikel di nasi, air minum, dan rambut penduduk yang tinggal di wilayah yang tinggi insiden karsinoma nasofaringnya. Penelitian lain menyatakan bahwa kandungan nikel, zinc dan cadmium pada air minum lebih tinggi di wilayah yang tinggi insiden karsinoma nasofaringnya. Kadar nikel pada air minum, kadar elemen alkali seperti magnesium, kalsium, strontium yang rendah pada tanah, dan tingginya kadar radioaktif seperti thorium dan uranium pada tanah berperan pada mortalitas karsinoma nasofaring, namun masih perlu dibuktikan dengan penelitian epidemiologi analitik. Risiko karsinoma


(23)

nasofaring juga meningkat berhubungan dengan makanan berpengawet lain seperti daging, telur, buah dan sayur terutama di Cina Selatan, Asia Tenggara, Afrika Utara/Timur Tengah dan penduduk asli Artik.

9. Riwayat Keluarga

Kerabat pertama, kedua, ketiga pasien karsinoma nasofaring lebih berisiko terkena karsinoma nasofaring. Orang yang mempunyai keluarga tingkat pertama karsinoma nasofaring mempunyai risiko empat sampai sepuluh kali dibanding yang tidak. Risiko kanker kelenjar air liur dan serviks uterus juga meningkat pada keluarga dengan kasus karsinoma nasofaring. Faktor risiko lingkungan seperti ikan asin, merokok dan paparan pada produk kayu meningkatkan level antibodi anti- EBV dan beberapa polimorfasi genetik. Kasus familial biasanya pada tipe II dan III, sedangkan tipe I non familial.

10.Human Leukocyte Antigen Genes

Di Cina Selatan dan populasi Asia lain, Human Leukocyte Antigen-A2-B46 dan B-17 berhubungan dengan peningkatan dua sampai tiga kali lipat risiko karsinoma nasofaring. Sebaliknya Human LeukocyteAntigen-A11 menurunkan 30%-50% risiko terkena karsinoma nasofaring pada ras Kulit Putih dan Cina, B13 pada ras Cina, dan A2 pada ras Kulit Putih. Sebuah meta analisis pada populasi di Cina Selatan menunjukkan peningkatan karsinoma nasofaring pada HLAA2, B14 dan B46, dan penurunan karsinoma nasofaring pada HLA-A11, B13 dan B22.

11.Variasi Genetik Lain

Polimorfi di sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) dan CYP2A6 dan ketiadaan Glutation S-transferase M1 (GSTM1) dan atau GSTT1 berhubungan dengan peningkatan risiko dua sampai lima kali lipat terkena karsinoma nasofaring. Di Thailand dan Cina, polimorfi pada


(24)

sel memudahkan masuknya EBV masuk ke epitel hidung dan meningkatkan risiko karsinoma nasofaring.

Suatu penelitian di Makassar menunjukkan 20 dari 48 sampel (41,7%) hanya berpendidikan sekolah dasar. Hal ini merupakan salah satu faktor kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita sehingga mengabaikan keluhan-keluhan yang kurang spesifik, yang mengakibatkan penderita baru memeriksakan diri ke dokter setelah stadium lanjut (Kurniati et al, 2013).

2.4 Klasifikasi dan Histopatologi

Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk KNF :

• Tipe 1 : karsinoma sel skuaosa (squamous cell carcioma) Biasanya dijumpai pada pasien berusia tua.

• Tipe 2 : karsinoma non keratinisasi (non-keratinizing carcinoma)

Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.

• Tipe 3 : Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma) Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, Berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.

Kasus terbanyak pada anak dan remaja adalah tipe 3, tapi juga ditemukan beberapa kasus tipe 2. Tipe 2 dan berhubugan degan kenaikan titer virus Epstein-Barr. Modifikasi dari skema WHO oleh Krueger dan Wustrow memasukkan derajat infiltrasi limfoid. Tipe 2 dan 3 mungkin disertai dengan inflamasi infiltrasi limfosit, sel plasma, dan eosinofil, menyebabkan limfoepitelioma. 2 pola histologi mungkin terjadi : tipe Regaud, yaitu sekumpulan sel epitel yang dikelilingi oleh limfosit dan jaringan ikat, dan tipe schminke, yaitu sel tumor berdifusi dengan sel inflamasi. Kedua pola diatas mungkin ada bersamaan pada tumor yang sama (Brennan, 2006).


(25)

2.5 Gejala Klinis Karsinoma Nasofaring

Sekitar 3 dari 4 penderita karsinoma nasofaring mengeluh ada benjolan di leher saat pertama kali memeriksakan diri pada dokter. Terkadang benjolan ada di kedua sisi leher menuju punggung. Benjolan biasanya tidak nyeri. Ini karena kanker menyebar ke kelenjar getah bening di leher, menyebabkan kelejar getah bening menjadi lebih besar dari normal (Brennan, 2006).

Gejala lain yang mungkin terjadi pada KNF :

• Gangguan pendengaran, telinga berdengung, telinga terasa penuh (terutama bila haya di satu sisi)

• Infeksi telinga yang terus berulang

• Sumbatan hidung

• Hidung berdarah

• Sakit kepala

• Nyeri atau kebas di bagian wajah

• Kesulitan membuka mulut

• Penglihatan kabur atau berbayang

Infeksi telinga biasanya terjadi pada anak dan jarang terjadi pada penderita dewasa. Bila infeksi telinga terjadi hanya di satu telinga dan tidak ada riwayat infeksi telinga sebelumnya, maka dianjurkan untuk memeriksa nasofaring. Terutama bila tidak disertai dengan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) (American Cancer Society, 2013)

Menurut Sudyartono dan Wiratno (1996) dan Ahmad (2002) dalam Nasution (2008), Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran getah bening atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering ialah tulang (femur), hati, dan paru. Hal ini merupakan stadium akhir dan prognosis sangat buruk.


(26)

2.6 Stadium Karsinoma Nasofaring

Klasifikasi menurut American Joint Committee on Cancer

2.6.1 Tumor primer (T)

TX = tumor tidak dapat dinilai

T0 = tumor tidak terlihat

Tis = tumor in situ

T1 = tumor terbatas di nasofaring

T2 = tumor meluas ke jarigan lunak

• T2a = tanpa perluasa ke parafaring

• T2b = dengan perluasan ke parafaring

T3 = tumor mengivasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal

T4 = tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator

2.6.2 Kelenjar getah bening regional (N)

NX = kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

N0 = tidak ada perluasan ke kelenjar getah bening

N1 = metastasis kelenjar getah bening unilateral, ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraklavikula

N2 = metastasis kelenjar getah bening bilateral, ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraklavikula


(27)

• N3a = ukuran lebih dari 6 cm

• N3b = di dalam fossa supraklavikula

2.6.3 metastasis jauh (M)

MX = metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 = tidak ada metastasis jauh

M1 = terdapat metastasis jauh

Stadium 0 Stadium I Stadium IIA Stadium IIB Stadium III Stadium IVa Stadium IVb Stadium IVc Tis T1 T2a T1 T2a T2b T1 T2a, t2b T3 T4 Semua T Semua T N0 N0 N0 N1 N1 N0, N1 N2 N2 N2

N0, N1, N2

N3 Semua N M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M1


(28)

2.7 Diagnosis

Untuk anamesis, pada tahap awal penderita biasanya hanya megeluh gangguan telinga, hidung, atau kedua. Pada tahap ini biasanya elum dicurigai adanya KNF. Pada tahap lanjut akan semakin mudah utuk mencurigai KNF dengan adanya keluhan seperti benjolan di leher (akibat pembesaran kelenjar getah bening), gejala kelainan saraf kranial atau gejala akibat metastase jauh. Beberapa cara diagnosis KNF menurut Brennan tahun 2006 yaitu :

1. Pemeriksaan klinis ukuran dan lokasi pembesaran kelenjar getah bening 2. Nasofarigoskopi indirek untuk menilai tumor primer

3. Pemeriksaan neurologis saraf kranial

4. CT scan dan MRI kepala dan leher. penggabungan MRI dengan deteksi plasma EBV DNA memberikan hasil yag lebih baik (Liang et al, 2012) 5. Radioterapi dada (anteroposterior dan lateral) untuk melihat apakah kanker

sudah menyebar ke paru-paru

6. Sintigrafi tulang oleh Tc 99 difosfonat untuk melihat apakah kanker sudah meyebar ke tulang

7. Pemeriksaan darah lengkap

8. Urea, elektrolit, kreatinin, fungsi hati, Ca, PO4, alkalin fosfat 9. EBV viral Capsid antigen dan EBV DNA

10.Biopsi kelenjar getah bening atau atau tumor primer untuk pemeriksaan histologis.

2.8 Terapi

2.8.1 Radioterapi

Tidak seperti kanker kepala dan leher yang lain, radioterapi adalah pengobatan utama pada KNF dibandigkan dengan pembedahan dikarenakan KNF bersifat sangat radiosensitif. Radioterapi adalah pengobatan utama untuk semua stadium KNF tanpa disertai metastasis jauh (wei dan Kwong, 2010).


(29)

Radioterapi diberikan dengan batas 1 cm dari daerah tumor primer yang terdeteksi MRI, dan kebawah munuju klavikula untuk mengikut sertakan kelenjar getah bening. Radioterapi terdiri dari 2 fase :

• Fase pertama dengan dosis 30 Gy dalam 15 fraksi. Mata, otak, dan batang otak harus terlindungi.

• Fase kedua dengan dosis 15 Gy dalam 7 fraksi. Mata dan batang otak harus dilindungi (Brennan, 2006).

2.8.2 Kemoterapi

Kemoterapi induksi adalah alternatif pengobatan lain untuk KNF dengan stadium lanjut. Kombinasi kemoterapi dengan radioterapi telah diterima kebanyakan ahli sebagai pengobatan KNF stadium lanjut. Jenis-jenis obat yang digunakan :

1. Anti metabolit : menghambat biosintesa purin dan pirimidin 2. Obat yang mengganggu struktur dan fungsi molekul DNA.

3. Alkilating agent : mengubah struktur DNA sehingga dapat menahan

replikasi sel.

4. Golongan antibiotik : mengikat dan menyelip diantara rangkaian nukleotid molekul DNA sehigga dapat menyebabkan kegagalan replikasi DNA dan translasi RNA

5. Inhibitor mitosis : menahan pembelahan sel dan mengganggu filamen mikro pada kumparan mitosis.

6. Lai-lain

2.8.3 Pembedahan

Tindakan pembedahan pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa


(30)

tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain (asroel, 2002)

2.8.4 Imunoterapi

Karena diketahui virus Epstei-Barr dapat menyebabkan KNF, maka penderita KNF dapat diberi imunoterapi (Asroel, 2002).

2.9 Follow-Up

Karsinoma nasofaring mempunyai resiko terjadinya rekurensi sehingga diperlukan follow-up. Kekambuhan biasanya terjadi kurang dari 5 tahun, 5-15% kekambuhan sering terjadi antara 5-10 tahun. Karena itu pasien KNF memerlukan

follow-up hingga 10 tahun setelah terapi (Roezin dan Adham, 2007).

2.10 Prognosis

Prognosis KNF sebenarnya cukup baik pada stadium I. Hanya saja pada stadium I biasanya tidak menujukkan gejala atau gangguan sehingga kebanyakan pasien memeriksakan diri setelah sampai ke stadium yag lebih lajut Yang mana sudah menimbulkan gejala atau gangguan (biasanya benjolan di leher). Angka harapan hidup penderita KNF dalam jangka waktu 5 tahun menurut AJCC Cancer Staging Manual edisi ke-7 :


(31)

Stadium Angka Harapan Hidup

I 72%

II 64%

III 62%

IV 38%

Suatu penelitian di Mesir pada tahun 2000 menyatakan bahwa harapan hidup keseluruhan penderita KNF untuk 5-10 tahun kedepan adalah 45%. Tidak satupun penderita dengan metastase jauh dapat bertahan lebih dari 14 bulan.

2.11 Komplikasi

Komplikasi biasanya terjadi akibat adanya metastase jauh. Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran darah atau getah bening dan mengenai organ tubuh yang jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang (femur), hati, dan paru.

Komplikasi juga dapat disebabkan oleh pengobatan. Beberapa komplikasi akibat radioterapi seperti :

• Xerostomia

• Mukositis

• Dermatitis

• Eritema

• Mual-muntah

• Anoreksi

• Kerusakan beberapa saraf

• Kerusakan tengkorak dan tulang

• Masalah pada gigi


(32)

Komplikasi atau efek samping kemoterapi tergantung pada jenis dan dosis obat yang diberikan durasi pemberian obat. Efek samping yang sering terjadi seperti :

• Rambut rontok

• Sakit pada mulut

• Hilang nafsu makan

• Mual dan muntah

• Diare

• Mudah terkena infeksi

• Mudah terjadi perdarahan

• Mudah lelah

• Gangguan saraf

Komplikasi yang umum terjadi pada pembedahan leher adalah gangguan pada telinga, gangguan pada saat mengangkat tangan ke atas kepala, dan kelemahan pada bibir bawah. Ini dikarenakan adanya saraf yang terganggu pada saat pembedahan dan biasanya akan hilang setelah beberapa bulan (American Cancer Society, 2013).

2.12 Pencegahan

Salah satu pencegahan KNF adalah dengan pemberian vaksinasi. Juga penerangan tentang kebiasaan hidup yang salah, megubah cara memasak dan pilihan makanan, dan menghindari berbagai faktor resiko yang ada. Bisa juga dilakukan tes serologik IgA-anti VCA dan IgA-anti EA (roezin dan Adham, 2007)


(33)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

3.2 Defenisi Operasional

Tabel 3.1 Defenisi Operasional dan Skala Pengukuran

No Defenisi Operasional Alat

Ukur

Hasil Ukur Skala

1 Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor yang timbul dari sel epitel yang melindungi dan melintasi nasofaring.

Data rekam medis

Nominal

2 Jenis kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Data rekam medis 1.Laki-laki 2.Perempuan Nominal Prevalensi Berdasarkan :

1. Jenis kelamin 2. Usia

3. Ras/suku 4. Pekerjaan

5. Tipe histopatologis 6. Keluhan utama Karsinoma Nasofaring


(34)

3 Usia adalah satuan waktu yang mengukur keberadaan suatu benda atau makhluk baik yang hidup maupun yang mati.

Data rekam medis

1.Usia muda = 0-30 tahun

2.Usia produktif = 30-60 tahun 3.Usia tua = diatas 60 tahun

Ordinal

4 Ras/suku adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturuan yang dianggap sama. Data rekam medis 1.Batak 2.Karo 3.Mandailing 4.Melayu 5.Jawa 6.padang dan lain-lain Nominal

5 Pekerjaan adalah sebuah kegiatan aktif yang dilakukan oleh

manusia. Data rekam medis 1.Petani 2.Buruh pabrik 3.Karyawan/PNS 4.Ibu rumah tangga dan lain-lain

Nominal

6 Kebiasaan merokok adalah kebiasaan seseorang untuk megkonsumsi atau meghisap batang rokok Data rekam medis 1.Ya 2.Tidak Nominal

7 Tipe histopatologis adalah suatu gambaran mikroskopik yang khas pada suatu jaringan tertentu.

Data rekam medis

1.Tipe 1 2. Tipe 2 3. Tipe 3

Nominal

8 Keluhan utama adalah suatu keadaan yang membuat pasien merasa terganggu dengan keadaan tersebut yang membuatnya datang mencari pertolongan.

Data rekam medis

1.Benjolan di leher 2.Hidung berdarah 3.Tinitus

dan lain-lain


(35)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional. Penelitian deskriptif dengan desain cross sectional ini dilakukan terhadap sekumpulan data yang biasanya cukup banyak, dalam jangka waktu tertentu yang memiliki tujuan utama untuk melihat ada atau tidaknya pasien yang terdiagnosa kanker nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan. Jenis penelitian yang dipilih berupa deskriptif. Oleh karena peneliti ingin mengetahui prevalensi pasien yang mengalami kanker nasofaring di RSUP. H. Adam Malik Medan dari Januari 2012 sampai Desember 2013.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Tipe A H. Adam Malik Medan karena merupakan rumah sakit pusat di Kota Medan yang menerima rujukan dari rumah sakit lainnya. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Maret-Desember 2014. Pengumpulan data dilakukan selama bulan Agustus-Nopember 2014.

4.3. Populasi dan Sampel

Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah seluruh data pasien yang mengalami kanker nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan terhitung dari tanggal 1 Januari 2012 hingga 31 Desember 2013.

4.3.1. Populasi Target

Populasi targetnya adalah seluruh data rekam medik yang terdiagnosa sebagai kanker nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan.


(36)

4.3.2. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkaunya adalah seluruh data rekam medik pasien yang terdiagnosa kanker rongga nasofaring pada periode 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2013 di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.3.3. Kriteria inklusi

Semua data rekam medik pasien yang terdiagnosa kanker nasofaring periode 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2013.

4.3.4. Kriteria Ekslusi

Subjek yang terdiagnosa kanker nasofaring namun disertai dengan penyakit kronis lain

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini data diperoleh melalui data sekunder dengan menggunakan rekam medik di RSUP H. Adam Malik Medan dengan metode total

sampling. Pengambilan sampel dilakukan secara subjektif oleh peneliti ditinjau

dari sudut kemudahan, tempat pengambilan sampel, dan jumlah sampel yang diambil. Data yang diharapkan adalah informasi tentang data pasien kanker nasofaring mulai dari jenis kelamin, usia, ras/suku, pekerjaan, tipe histopatologis, dan keluhan utamanya.

4.5. Pengolahan dan analisa Data

Seluruh data yang diperoleh dianalisa dan diolah menggunakan komputer. Kemudian diolah dengan SPSS ( Statistic Package for Social Science) hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel dan dideskripsikan.


(37)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di instalasi rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di jalan Bunga Lau no. 17, kelurahan Kemenangan Tani, kecamatan Medan Tuntungan.

5.1.2 Deskripsi Data Penelitian

Data yang diperoleh dari rekam medis yang menderita KNF dari pada 2012-2013 berjumlah 369 orang. Distribusi frekuensi penderita KNF meliputi jenis kelamin, usia, ras/suku, pekerjaan, kebiasaan merokok, tipe histologis, dan keluhan utama. Hasilnya diuraikan seperti berikut.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persen

Laki-laki 281 76.2%

Perempuan 88 23.8%

Jumlah 369 100%

Dari tabel 5.1 menunjukkan penderita KNF yang terbanyak adalah laki-laki sebanyak 281 orang (76.2%) sedangkan perempuan hanya 88 orang (23.8%).


(38)

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persen

Muda (<30 tahun) 23 6.2%

Produktif (30-60 tahun) 287 77.8%

Tua (>60 tahun) 59 16%

Jumlah 369 100%

Dari tabel 5.2 menunjukkan penderita KNF paling banyak dari usia produktif (77.8%) dan yang paling sedikit adalah usia muda (6.2%).


(39)

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan ras/suku

Ras/suku Frekuensi Persen

Batak 83 24.1%

Karo 39 8.9%

Mandailing 28 7.6%

Nias 12 3.3%

Dairi 8 2.2%

Aceh 46 12.5%

Jawa 28 7.6%

Tidak teridentifikasi 125 33.9%

Jumlah 369 100%

Dari tabel 5.2 menunjukkan penderita KNF paling banyak dari suku batak (24.1%) dan yang paling sedikit dari suku Dairi (2.2%).


(40)

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi Persen

Petani 61 16.5%

Karyawan/PNS 109 29.5%

Wiraswasta 121 32.8%

Ibu Rumah Tangga 62 16.8%

Supir 4 1.1%

Pelajar 12 3.3%

Jumlah 369 100%

Dari tabel 5.4 dapat dilihat bahwa penderita KNF paling banyak bekerja sebagai wiraswasta (32.8%) sedangkan yang paling sedikit bekerja sebagai supir (1,1%).


(41)

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan Tipe Histopatologis

Tipe Frekuensi Persen

Tipe 1 19 5.1%

Tipe 2 37 10%

Tipe 3 82 22.2%

Tidak teridentifikasi 231 62.6%

Jumlah 369 100%

Dari tabel 5.6 dapat dilihat bahwa tipe histopatologis yang paling banyak ditemukan pada penderita KNF adalah tipe 3 (22.2%) dan yang paling jarang ditemukan adalah tipe 1 (5.1%)


(42)

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Penderita KNF Berdasarkan Keluhan Utama

Keluhan Utama Frekuensi Persen

Benjolan di leher 141 38.2%

Hidung tersumbat 82 22.2%

Hidung berdarah 46 12.5%

Telinga berdengung 68 18.4%

Sulit menelan 32 8.7%

Jumlah 369 100%

Dari tabel 5.7 dapat dilihat keluhan utama penderita KNF adalah benjolan di leher (38.2%) dan keluhan yang paling sedikit adalah sulit menelan (8.7%).


(43)

5.2 Pembahasan

Pada penelitian ini terlihat bahwa laki-laki adalah yang paling banyak menderita KNF (76.2%) dibandingkan dengan perempuan yang hanya seperempatnya saja (23.8%). Hal ini mungkin dikarenakan laki-laki biasanya adalah perokok berat dan juga peminum alkohol (Syah & Lydiatt, 1995). Asroel (2007) mengatakan bahwa perbandingan laki-laki dengan perempuan yang menderita KNF adalah 2-3 : 1. Nasution (2008) menemukan bahwa laki-laki lebih banyak menderita KNF (74%) daripada perempuan (26%) dengan perbandingan 2,84 : 1. Sedangkan Munir (2008) menemukan 60% penderita KNF adalah laki-laki dan 40% adalah perempuan. Irwan (2012) menemukan laki-laki-laki-laki yang menderita KNF sebesar 67,5% dan perempuan 32,5% dengan perbandingan 2,1 : 1. Kurniati (2013) menemukan laki-laki penderita KNF sebesar 72,9% sedangkan perempuan hanya 77,1% dengan perbandingan 2,7 : 1. Ariwibowo (2013) mengatakan perbandingan laki-laki dengan perempuan penderita KNF adalah 2,2 : 1.

Usia produktif adalah yang paling banyak menderita KNF (77.8%). Hal ini mungkin dikarenakan pada usia ini masih sering terpapar dengan faktor resiko. Hal ini sesuai dengan Asroel (2002) yang juga mendapatkan penderita paling banyak pada usia produktif dengan usia terbanyak 40-50 tahun. Lalu diikuti dengan usia tua (16%). Penderita dengan usia muda adalah yang paling sedikit (6.2%). Insiden meningkat pada dekade II akhir dan mencapai puncaknya pada usia 40-50 tahun (Nasution, 2008). Munir (2008) mendapatkan bahwa usia yang paling banyak adalah 50-59 tahun dengan usia rata-rata 48,8 tahun. Kurniati (2013) mendapatkan kelompok usia terbanyak adalah 31-50 tahun (50%). Pada penelitian ini didapati usia termuda adalah 8 tahun dan yang paling tua 81 tahun. Sampai saat ini kasus dengan usia termuda ada di India pada usia 6 tahun (Asroel, 2002).

Suku Batak adalah yang paling banyak menderita KNF (24.1%). Yang kedua paling banyak adalah aceh (12.5%). Lalu diikuti suku Karo (8.9%),


(44)

Mandailing (7.6%), Jawa (7.6%), Nias (3.3%), dan yang paling sedikit adalah suku Dairi (2.2%). Hal ini hampir sama dengan Nasution yang mendapatkan suku Batak sebagai yang paling banyak (56,3%), diikuti Jawa (29,2%), Aceh (6,3%), Melayu (4,2%), Minang (3,1%), dan yang paling sedikit Cina (1,0%). Suku Batak sebagai suku terbanyak menderita KNF mungkin dikarenakan RSUP H. Adam Malik terletak di Kota Medan Provinsi Sumatra Utara yang mayoritas penduduknya adalah suku batak. Begitu juga dengan suku Aceh yang terbilang cukup dekat menuju RSUP H. Adam Malik. Data yang tidak teridentifikasi berjumlah 125 (33.9%).

Dilihat dari pekerjaan, yang paling banyak menderita KNF adalah wiraswasta (32.8%). Yang kedua paling banyak adalah adalah karyawan/PNS(29.5%). Lalu diikuti ibu rumah tangga (16.8%), petani (16.5%), pelajar (3.3%), dan yang paling sedikit adalah supir (1.1%). Nasution (2008) mendapatkan penderita KNF paling banyak bekerja sebagai petani (32,3%), lalu wiraswasta (19,8%), ibu rumah tangga (17,7%), pelajar (8,3%), pedagang (5,2%), buruh (4,2%), montir (3,1%), supir (3,1%), nelayan (3,1%), pegawai negeri sipil (2,1%), dan yang paling sedikit guru (1,0%). Belum diketahui hubungan pekerjaan dengan resiko menderita KNF. Hal ini mungkin lebih dipengaruhi gaya hidup.

Tipe histopatologis yang paling sering ditemui adalah tipe 3 (22.2%). Tipe 2 adalah yang kedua paling sering ditemui (10%) dan tipe 1 adalah yang paling sedikit ditemui (5.1%). Munir (2008) mendapatkan tipe 3 yaitu karsinoma tanpa diferensiensi sebanyak 54,55%, diikuti tipe 2 sebanyak 16,36 % dan tipe 1 sebanyak 29,09%. Nasution (2008) dari penelitiannya mendapatkan penderita KNF dengan jenis paling banyak yaitu karsinoma sel tanpa diferensiasi (tipe 3) sebanyak 38,6%, diikuti karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi sebanyak 33,3% (tipe 2) dan karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi (tipe 1) sebanyak 28,1%. Sedangkan Kurniati (2013) dari penelitiannya mendapatkan Jenis histopatologi terbanyak adalah tipe 3 yaitu 70,8% dan tipe 2 yaitu 29,2%. Belum


(45)

diketahui penyebab tipe 3 paling sering terjadi sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Data yang tidak teridentifikasi berjumlah 211 (62.6%).

Keluhan utama yang paling banyak adalah benjolan di leher (38.2%). Hal ini sesuai dengan penelitian Brennan pada tahun 2006. Yang kedua paling banyak adalah hidung tersumbat (22.2%). Diikuti dengan telinga berdengung (18.4%), hidung berdarah (12.5%), dan yang paling sedikit sulit menelan (8.7%). Munir (2008) mendapatkan adanya pembesaran kelenjar limfe sebanyak 43%, keluhan pada telinga sebanyak 13 % dan keluhan pada hidung sebanyak 20%. Biasanya penderita datang tidak hanya dengan satu keluhan. Pasien biasanya terlambat memeriksakan diri karena gejala dini KNF tidak spesifik atau juga karena hanya gejala-gejala ringan. Hal inilah yang menyebabkan penderita KNF biasanya didiagnosis dan mendapat penanganan setelah stadium lanjut.


(46)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada penderita KNF mulai bulan Januari 2012 sampai bulan Desember 2013 didapatkan 369 penderita, dan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1) Jenis kelamin paling sering dijumpai adalah laki-laki (76.2%)

2) Kelompok usia yang paling sering dijumpai adalah usia produktif (77.8%) 3) Ras/suku yang paling banyak dijumpaiadalah batak (24.1%)

4) Pekerjaan yang paling sering dijumpai adalah wiraswasta (32.8%) 5) tipe histopatologis yang paling banyak adalah tipe 3 (22.2%)

6) keluhan utama yang paling sering dijumpai adalah benjolan di leher (38.2%)

6.2 Saran

1) diharapkan tenaga medis lebih memahami mengenai KNF agar KNF lebih cepat terdeteksi sehingga tidak berlanjut ke stadium yang lebih tinggi dan bisa memberikan prognosis yang lebih baik.

2) Kepada pihak rumah sakit diharapkan agar lebih melengkapi data rekam medis karena hal ini sangat berguna baik bagi penderita maupun peneliti.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society, 2013. Nasopharyngeal Cancer. Available from :

[ Accesed 08 Mei 2014]

Ariwibowo, H., 2013. Faktor Risiko Karsinoma Nasofaring. Available from :

Asroel, H.A., 2002. Penatalaksanaan Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring.

Available from

08 Mei 2014 ]

Brennan, B., 2006. Nasopharynx Carcinoma, Orphanet Joural of Rare Diseases.

Available from

Accesed 08 Mei 2014 ]

Chan, A. T. C., Teo. P. M. L., Johnson, P. J., 2002. Nasopharyngeal Carcinoma.

Available from

Accesed 08 Mei 2014 ]

El-Husseiny, G., et al, 2000. Nasopharyngeal Carcinoma in Children and

Adolescents. Available from

Jemal, A., Bray, F., Center, M.M., Ferlay, J., Ward, E., Forman, D., 2011. Global

Cancer Statistic. Available from :

[


(48)

Kurniati, D., Kuhuwael, F., G., Punagi, A., Q., 2013. Penilaian Kualitas Hidup Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Karnofsky Performance Scale, EORTC QLQ-C30 Dan EORTC QLQ-H&N35 di Makassar. Available from :

Leung, S. W., Lee, T. F., 2013. Treatment of Nasopharyngeal Carcinoma by

Tomotherapy: Five Year Experience. Available from :

Liang, F. Y., Sun, W., Han, P., et al, 2012. Detecting Plasma Epstein-Barr Virus DNA to Diagnose Postradiation Nasopharyeal Skull Base Lesions in

Nasopharyeal Carcinoma Patients: A Prospective Study. Available from :

Munir, D., 2008. Peran Gen HLA-DQB1 pada Penyebab Kerentanan

Karsinoma Nasofaring Suku Batak. Available from :

Nasution, I.I., 2008. Hubungan Merokok Dengan Karsinoma Nasofaring. Tesis, Medan: FK USU

Roezim, A., Adham, M., 2007. Karsinoma Nasofaring in : Buku Ajar Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher pp 182-187. 6thed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Syah, J. P., Lydiatt, W., 1995. Treatment of Cancer of The Head and Neck. Available from :

08 Mei 2014 ]

Wei W.I., Kwong, D.L.W., 2010. Current Management Strategy of


(49)

[ Accesed 08 Mei 2014 ].

Yenita, A.A., 2012, Korelasi antara Latent Membrane Protein-1 Virus Epstein-Barr dengan P53 pada Karsinoma Nasofaring. Tesis, Padang : FK UNAND

Zhang, L., Chen, Q. Y., Liu, H., Tang, L. Q., Mai, H. Q., 2013. Emerging

Treatment Options for Nasopharyeal Carcinoma. Available from :


(50)

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Febryna Rizky

Tempat/Tanggal Lahir : Rantauprapat, 14 Februari 1993

Agama : Islam

Alamat : Jl. Abdul Hakim Komp. Classic 2 No. 97 Medan Riwayat Pendidikan : 1. TK Bhayangkari Rantauprapat

2. SD Negeri 112143 Rantauprapat 3. SMP Negeri 1 Tanjung Balai 4. SMA Negeri 1 Tebing Tinggi

Riwayat Organisasi : 1. Anggota Sie. Basket Porseni FK USU 2011 2. Anggota Sie. Basket Porseni FK USU 2012


(51)

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2

INFORMED CONSENT

PENELITIAN PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PASIEN SKIZOFRENIK BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN YANG

TELAH DITERAPI ANTIPSIKOTIK DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI SUMATERA UTARA

Selamat siang kepada Bapak/Ibu sekalian.

Peneliti : Febryna Rizky

NIM : 110100006

Fakultas : Kedokteran

Saya mahasiswi selaku peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara akan melakukan penelitian yang berjudul “Perbandingan Kadar Glukosa Darah Sewaktu pada Pasien Skizofrenik Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin yang Telah Diterapi Antipsikotik di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara”.

Arti dari skizofrenia adalah kumpulan gejala-gejala klinik yang melibatkan kognitif, emosi persepsi dan aspek perilaku dan bermanifestasi pada pasien dan mempengaruhi perjalanan penyakit, biasanya berat dan berlangsung lama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar glukosa darah sewaktu pada pasien skizofrenik berdasarkan umur dan jenis kelamin yang telah diterapi antipsikotik di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. Sehingga penelitian ini berguna untuk meningkatkan pengetahuan Bapak/Ibu terhadap efek samping yang terjadi setelah melakukan pengobatan antipsikotik pada pasien skizofrenik dan juga berguna bagi rumah sakit jiwa Provinsi Sumatera Utara untuk lebih mengoptimalkan penatalaksanaan skizofrenia.

Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan glukosa darah yang diambil dari ujung jari pasien dengan menggunakan alat pengukur gula darah. Rekam medik digunakan untuk melihat data pasien yang diperlukan untuk penelitian.


(52)

Universitas Sumatera Utara Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu akan dilakukan pemilihan pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, setelah ini pasien akan diukur kadar glukosa darahnya menggunakan alat pengukur gula darah. Penelitian ini tidak di pungut biaya dan pada akhir penelitian pasien akan diberikan tanda terima kasih berupa cendra mata.

Oleh karena itu peneliti ingin meminta kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi sampel penelitian dan disertakan dalam data penelitian. Data individu dalam peneltian akan dijaga kerahasiaannya dan tidak dipublikasikan.

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Pekerjaan :

Dengan ini menyatakan BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA* untuk menjadi sampel dalam

penelitian “Perbandingan Kadar Glukosa Darah Sewaktu pada Pasien Skizofrenik

Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin yang Telah Diterapi Antipsikotik di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara” dan disertakan dalam data penelitian.

Medan, 2014 Yang membuat pernyataan

(……….) *coret yang tidak perlu.


(53)

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2

INFORMED CONSENT

PENELITIAN PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PASIEN SKIZOFRENIK BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN YANG

TELAH DITERAPI ANTIPSIKOTIK DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI SUMATERA UTARA

Selamat siang kepada Bapak/Ibu sekalian.

Peneliti : Febryna Rizky

NIM : 110100006

Fakultas : Kedokteran

Saya mahasiswi selaku peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara akan melakukan penelitian yang berjudul “Perbandingan Kadar Glukosa Darah Sewaktu pada Pasien Skizofrenik Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin yang Telah Diterapi Antipsikotik di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara”.

Arti dari skizofrenia adalah kumpulan gejala-gejala klinik yang melibatkan kognitif, emosi persepsi dan aspek perilaku dan bermanifestasi pada pasien dan mempengaruhi perjalanan penyakit, biasanya berat dan berlangsung lama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar glukosa darah sewaktu pada pasien skizofrenik berdasarkan umur dan jenis kelamin yang telah diterapi antipsikotik di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. Sehingga penelitian ini berguna untuk meningkatkan pengetahuan Bapak/Ibu terhadap efek samping yang terjadi setelah melakukan pengobatan antipsikotik pada pasien skizofrenik dan juga berguna bagi rumah sakit jiwa Provinsi Sumatera Utara untuk lebih mengoptimalkan penatalaksanaan skizofrenia.

Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan glukosa darah yang diambil dari ujung jari pasien dengan menggunakan alat pengukur gula darah. Rekam medik digunakan untuk melihat data pasien yang diperlukan untuk penelitian.


(54)

Universitas Sumatera Utara Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu akan dilakukan pemilihan pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, setelah ini pasien akan diukur kadar glukosa darahnya menggunakan alat pengukur gula darah. Penelitian ini tidak di pungut biaya dan pada akhir penelitian pasien akan diberikan tanda terima kasih berupa cendra mata.

Oleh karena itu peneliti ingin meminta kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi sampel penelitian dan disertakan dalam data penelitian. Data individu dalam peneltian akan dijaga kerahasiaannya dan tidak dipublikasikan.

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Pekerjaan :

Dengan ini menyatakan BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA* untuk menjadi sampel dalam

penelitian “Perbandingan Kadar Glukosa Darah Sewaktu pada Pasien Skizofrenik

Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin yang Telah Diterapi Antipsikotik di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara” dan disertakan dalam data penelitian.

Medan, 2014 Yang membuat pernyataan

(……….) *coret yang tidak perlu.


(1)

[

Accesed 08 Mei 2014 ].

Yenita, A.A., 2012, Korelasi antara

Latent Membrane

Protein-1

Virus

Epstein-Barr dengan P53 pada Karsinoma Nasofaring. Tesis, Padang : FK UNAND

Zhang, L., Chen, Q. Y., Liu, H., Tang, L. Q., Mai, H. Q., 2013.

Emerging

Treatment Options for Nasopharyeal Carcinoma.

Available from :


(2)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Febryna Rizky

Tempat/Tanggal Lahir

: Rantauprapat, 14 Februari 1993

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Abdul Hakim Komp. Classic 2 No. 97 Medan

Riwayat Pendidikan

: 1. TK Bhayangkari Rantauprapat

2. SD Negeri 112143 Rantauprapat

3. SMP Negeri 1 Tanjung Balai

4. SMA Negeri 1 Tebing Tinggi

Riwayat Organisasi

: 1. Anggota Sie. Basket Porseni FK USU 2011

2. Anggota Sie. Basket Porseni FK USU 2012


(3)

Lampiran 2

INFORMED CONSENT

PENELITIAN PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PASIEN SKIZOFRENIK BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN YANG

TELAH DITERAPI ANTIPSIKOTIK DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI SUMATERA UTARA

Selamat siang kepada Bapak/Ibu sekalian.

Peneliti : Febryna Rizky

NIM : 110100006

Fakultas : Kedokteran

Saya mahasiswi selaku peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara akan melakukan penelitian yang berjudul “Perbandingan Kadar Glukosa Darah Sewaktu pada Pasien Skizofrenik Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin yang Telah Diterapi

Antipsikotik di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara”.

Arti dari skizofrenia adalah kumpulan gejala-gejala klinik yang melibatkan kognitif, emosi persepsi dan aspek perilaku dan bermanifestasi pada pasien dan mempengaruhi perjalanan penyakit, biasanya berat dan berlangsung lama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar glukosa darah sewaktu pada pasien skizofrenik berdasarkan umur dan jenis kelamin yang telah diterapi antipsikotik di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. Sehingga penelitian ini berguna untuk meningkatkan pengetahuan Bapak/Ibu terhadap efek samping yang terjadi setelah melakukan pengobatan antipsikotik pada pasien skizofrenik dan juga berguna bagi rumah sakit jiwa Provinsi Sumatera Utara untuk lebih mengoptimalkan penatalaksanaan skizofrenia.

Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan glukosa darah yang diambil dari ujung jari pasien dengan menggunakan alat pengukur gula darah. Rekam medik digunakan untuk melihat data pasien yang diperlukan untuk penelitian.


(4)

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu akan dilakukan pemilihan pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, setelah ini pasien akan diukur kadar glukosa darahnya menggunakan alat pengukur gula darah. Penelitian ini tidak di pungut biaya dan pada akhir penelitian pasien akan diberikan tanda terima kasih berupa cendra mata.

Oleh karena itu peneliti ingin meminta kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi sampel penelitian dan disertakan dalam data penelitian. Data individu dalam peneltian akan dijaga kerahasiaannya dan tidak dipublikasikan.

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Pekerjaan :

Dengan ini menyatakan BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA* untuk menjadi sampel dalam

penelitian “Perbandingan Kadar Glukosa Darah Sewaktu pada Pasien Skizofrenik

Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin yang Telah Diterapi Antipsikotik di Rumah

Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara” dan disertakan dalam data penelitian.

Medan, 2014 Yang membuat pernyataan


(5)

Lampiran 2

INFORMED CONSENT

PENELITIAN PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PASIEN SKIZOFRENIK BERDASARKAN UMUR DAN JENIS KELAMIN YANG

TELAH DITERAPI ANTIPSIKOTIK DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI SUMATERA UTARA

Selamat siang kepada Bapak/Ibu sekalian.

Peneliti : Febryna Rizky

NIM : 110100006

Fakultas : Kedokteran

Saya mahasiswi selaku peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara akan melakukan penelitian yang berjudul “Perbandingan Kadar Glukosa Darah Sewaktu pada Pasien Skizofrenik Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin yang Telah Diterapi

Antipsikotik di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara”.

Arti dari skizofrenia adalah kumpulan gejala-gejala klinik yang melibatkan kognitif, emosi persepsi dan aspek perilaku dan bermanifestasi pada pasien dan mempengaruhi perjalanan penyakit, biasanya berat dan berlangsung lama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kadar glukosa darah sewaktu pada pasien skizofrenik berdasarkan umur dan jenis kelamin yang telah diterapi antipsikotik di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. Sehingga penelitian ini berguna untuk meningkatkan pengetahuan Bapak/Ibu terhadap efek samping yang terjadi setelah melakukan pengobatan antipsikotik pada pasien skizofrenik dan juga berguna bagi rumah sakit jiwa Provinsi Sumatera Utara untuk lebih mengoptimalkan penatalaksanaan skizofrenia.

Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan glukosa darah yang diambil dari ujung jari pasien dengan menggunakan alat pengukur gula darah. Rekam medik digunakan untuk melihat data pasien yang diperlukan untuk penelitian.


(6)

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu akan dilakukan pemilihan pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, setelah ini pasien akan diukur kadar glukosa darahnya menggunakan alat pengukur gula darah. Penelitian ini tidak di pungut biaya dan pada akhir penelitian pasien akan diberikan tanda terima kasih berupa cendra mata.

Oleh karena itu peneliti ingin meminta kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi sampel penelitian dan disertakan dalam data penelitian. Data individu dalam peneltian akan dijaga kerahasiaannya dan tidak dipublikasikan.

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Pekerjaan :

Dengan ini menyatakan BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA* untuk menjadi sampel dalam

penelitian “Perbandingan Kadar Glukosa Darah Sewaktu pada Pasien Skizofrenik

Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin yang Telah Diterapi Antipsikotik di Rumah

Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara” dan disertakan dalam data penelitian.

Medan, 2014 Yang membuat pernyataan