73
BAB IV PELANGGARAN HUKUM ATAS WILAYAH UDARA DENGAN
MASUKNYA PESAWAT ASING DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL
D. Penegakan Kedaulatan Ruang Hukum Wilayah Indonesia
Sebagaimana diketahui bahwa ruang udara nasional adalah merupakan salah satu sumber daya alam yang terdapat di udara, dan sekaligus merupakan
wilayah nasional sebagai wadah atau ruangmedia, tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat dan
yuridiksinya. Indonesia sebagai negara berdaulat, memiliki kedaulatan yang penuh dan utuh terhadap ruang udara di atas wilayah NKRI, sesuai dengan
ketentuan dalam Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 tahun 1992 tentang
Penerbangan dan penjelasannya.
49
Penegakkan hukum adalah suatu upaya dari mempertahankan kedaulatan negara, Indonesia sebagai negara yang berdaulat menetapkan seperangkat aturan
hukum untuk mengatur, mengendalikan dan menegakkan hukum di wilayah udara yang berada di bawah yurisdiksi Indonesia. Penegakan hukum terhadap
pelanggaran wilayah udara dan atau kawasan udara terlarang sebagaimanan dimaksud di atas, dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia.
50
Upaya lain yang dilakukan oleh negara Indonesia dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran kedaulatan di wilayah udara Indonesia oleh pesawat sipil
49
http:www.tni.mil.idview-3001-penegakan-kedaulatan-dan-hukum-di-ruang-udara- nasional.html
, diakses tanggal 1 November 2014
50
Puspen TNI, 2006, Penegakan Kedaulatan dan Hukum di Ruang Udara Nasional online,
http:www.tni.mil.idview-3001-penegakan-kedaulatan-dan-hukum-di-ruang-udara- nasional.html , diakses 1 November 2014
Universitas Sumatera Utara
asing adalah membentuk Air Defence Identification Zone ADIZ dan Restricted dan Prohibited Area daerah terbatas dan terlarang, dengan mempertimbangkan
sistem dan kemampuan unsur-unsur pertahanan udara.
51
Bentuk penegakan kedaulatan atas wilayah ruang udara nasional, antara lain penegakan hukum terhadap pelanggaran wilayah udara kedaulatan RI, dan
pelanggaran terhadap kawasan udara terlarang, baik kawasan udara nasional maupun asing, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 ayat 2 UU No. 15 Tahun
1992, dan Peraturan Pemerintah RI No. 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan. Kawasan udara terlarang terdiri atas kawasan udara
terlarang yang larangannya bersifat tetap Prohibited Area dan kawasan udara bersifat terbatas. Selain itu, terdapat pula pelarangan lain, yaitu perekaman dari
udara menggunakan pesawat udara untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara.
52
Dalam rangka menyelenggarakan kedaulatan negara atas wilayah udara nasional, pemerintah mempunyai wewenang dan tanggung jawab pengaturan
ruang udara untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara, serta keselamatan penerbangan. Sesuai dengan Pasal 66 ayat 1 PP No.3 Tahun 2001,
disebutkan bahwa untuk menjamin keselamatan operasi penerbangan, ditetapkan Kawasan Udara Terlarang Prohibited Area, Kawasan Udara Terbatas Restricted
Area dan Kawasan Udara Berbahaya Danger Area. Kawasan Udara Terlarang adalah ruang udara tertentu di atas daratan danatau perairan, di mana pesawat
51
Ibid
52
http:www.tni.mil.idview-3001-penegakan-kedaulatan-dan-hukum-di-ruang-udara- nasional.html
, diakses tanggal 1 November 2014
Universitas Sumatera Utara
udara dilarang terbang melalui ruang udara tersebut karena pertimbangan pertahanan dan keamanan negara, serta keselamatan penerbangan.
Kawasan udara terbatas adalah ruang udara tertentu di atas daratan danatau perairan, karena pertimbangan pertahanan dan keamanan atau
keselamatan penerbangan atau kepentingan umum, berlaku pembatasan penerbangan bagi pesawat udara yang melalui ruang udara tersebut. Sedangkan
Kawasan Udara Berbahaya adalah ruang udara tertentu di atas daratan danatau perairan, yang sewaktu-waktu terjadi aktivitas yang membahayakan penerbangan
pesawat udara. Terhadap pelanggaran wilayah udara Republik Indonesia dan atau kawasan udara terlarang oleh pesawat udara sipil, dilaksanakan penegakan hukum
yang harus menjamin keselamatan dan keamanan awak pesawat, penumpang dan pesawat udara. Penegakan hukum terhadap pelanggaran wilayah udara dan atau
kawasan udara terlarang sebagaimanan dimaksud di atas, dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia. Berdasarkan Aeronautical Information Publication AIP
Indonesia, ditetapkan bahwa area yang menjadi area udara terlarang hanya WRP 23 Balikpapan Flare.
Namun, pada kenyataannya ruang udara nasional diatur oleh aturan-aturan internasional yang tidak sesuai dengan kehendak kita sebagai negara kepulauan
Archipelagic State. Konvensi PBB tentang Hukum Laut Tahun 1982 pada Pasal 53 mengatur bahwa negara kepulauan seperti Indonesia dapat menentukan alur
laut dan rute penerbangan di atasnya. Semua kapal dan pesawat udara menikmati hak lintas alur laut kepulauan dalam alur laut dan rute penerbangan. Dari
ketentuan konvensi tersebut terlihat bahwa ruang udara nasional dipecah-pecah
Universitas Sumatera Utara
dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia ALKI I, ALKI II dan ALKI III dan tanggung jawab dibagi-bagi, sehingga ruang udara yang dipecah-pecah tidak
dapat dikendalikan. Sementara itu, negara maju seperti Amerika Serikat pada kenyataannya belum meratifikasi Konvensi Hukum Laut Tahun 1982 UNCLOS
1982, padahal negara lain sudah banyak yang meretifikasi, sehingga bila Amerika Serikat melintas perairan dan wilayah udara nasional Indonesia masih
berpedoman kepada aturan-aturan yang lama, seperti “Traditional Route for
Navigation. Hal ini sering membuat terjadinya benturan dimana berdasarkan aturan lama tersebut pesawat-pesawat Amerika Serikat melintas di atas rute
tradisional yang mereka anggap sah dengan alasan bahwa Amerika Serikat belum meretifikasi UNCLOS 1982.
Kepentingan pertahanan dan keamanan, maka diperlukan peningkatan status beberapa area udara dari Restricted Area menjadi Prohibited Area, sebagai
contoh WRR 1 Madiun dan WRR 11 Malang seharusnya ditingkatkan menjadi Prohibited Area.
Sesuai dengan Pasal 10 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, Angkatan Udara bertugas antara lain ; melaksanakan tugas TNI matra udara di bidang
pertahanan; menegakan hukum dan menjaga keamanan di wilayah udara Yuridiksi Nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang
telah diratifikasi; melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra udara, dan melaksanakan pemberdayaan wilayah
pertahanan udara.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, TNI Angkatan Udara diberi wewenang dan tanggung jawab dalam penegakan kedaulatan dan hukum terhadap
pelnggaran di wilayah udara, termasuk kawasan udara terlarang, terbatas dan daerah berbahaya sesuai dengan tugas pokoknya. Untuk mengimplementasikan
pelaksanaan tugas penegakan kedaulatan dan hukum di ruang udara nasional tersebut, maka dibutuhkan peran Komando Pertahanan Udara Nasional
Kohanudnas. Karena Kohanudnas memiliki kemampuan deteksi, identifikasi dan penindakan terhadap seluruh wahana udara yang melakukan pelanggaran terhadap
wilayah udara Republik Indonesia. Sementara itu, dalam melaksanakan tugas tersebut, Kohanudnas melaksanakan Operasi Pertahanan Udara, baik aktif
maupun pasif.
53
Operasi Pertahanan Udara adalah merupakan kegiatan sebagai upaya mempertahankan kedaulatan wilayah nasional terhadap setiap ancaman yang
menggunakan media udara. Kegiatan tersebut pada dasarnya dilakukan secara terpadu yang melibatkan unsur-unsur TNI maupun Sipil yang mempunyai
kemampuan Hanud. Karena itu, wujud ancaman udara yang dapat muncul setiap saat mengharuskan Kohanudnas melaksanakan Operasi Pertahanan Udara secara
terus menerus agar setiap ancaman yang menggunakan media udara dapat diteksi dan diantisipasi sedini mungkin. Adapun kegiatan Operasi Hanud dilaksanakan
pada masa damai dan perang, di mana ancaman udara yang dihadapi akan berpengaruh terhadap penggunaan kekuatan dan pelaksanaan Kodal.
53
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya pelaksanaan Operasi Pertahanan Udara terbagi dalam Operasi Pertahanan Udara Aktif, yang meliputi kegiatan :
54
1. Deteksi : merupakan proses pengawasan terhadap sasaran udara secara
elektronis maupun visual. Proses tersebut dimaksudkan untuk mengetahui secara pasti situasi udara yang terjadi pada saat itu. Dengan mengetahui
data sasaran udara, dapat ditentukan lintasan, arah dan kecepatannya untuk selanjutnya dapat ditentukan sasaran tersebut merupakan ancaman udara
atau bukan. Diteksi dapat dilaksanakan dengan cara elektronis dan visual. 2.
Identifikasi : merupakan proses penentuan klasifikasi setiap sasaran udara kawan, sasaran udara tidak dikenal atau sasaran udara musuh. Dari hasil
analisa data sasaran udara dapat ditentukan karakternya dan selanjutnya dapat ditentukan penggunaan Sistem Hanud yang tepat untuk mengatasi
dan menanggulangi sasaran udara. Kegiatan identifikasi dapat dilakukan dengan cara elektronis, korelasi dan visual
3. Penindakan : merupakan tindak lanjut dari kegiatan identifikasi yang
dilakukan oleh pesawat tempur sergap untuk membayang-bayangi, menghalau, pemaksaan mendarat dan penghancuran. Selain itu, oleh rudal
jarak sedang untuk penghancuran terhadap sasaran udara yang masuk daerah pertahanan rudal, dan Meriam HanudRudaltis untuk penghancuran
terhadap setiap sasaran udara yang masuk daerah pertahanan. Sesuai dengan tugas pokoknya Kohanudnas, selama ini telah mampu
melaksanakan tugas penegakan kedaulatan dan hukum di ruang udara nasional
54
Ibid
Universitas Sumatera Utara
dengan dukungan Alutsista, sistem dan sumber daya manusia yang ada. Oleh karena itu, untuk mendukung pelaksanaan tugas penegakan kedaulatan dan hukum
di ruang udara yang sangat luas di masa mendatang, dibutuhkan Alutsista dalam jumlah dan kemampuan yang memadai untuk setiap pelaksanaan Operasi Hanud.
Dengan memperhatikan kondisi dan kemampuan TNI Angkatan Udara, seharusnya Kohanudnas diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan
terhadap beberapa tindak pidana yang sifatnya merupakan kejahatan terhadap pertahanan dan keamanan di ruang udara Defence Crime, serta penyidikan
terhadap pelanggaran hak terbang di atas Alur Laut Kepulauan Indonesia ALKI. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara dalam upaya penegakan
kedaulatan wilayah udara RI implementasinya mengacu pada peraturan-peraturan Hukum Nasional dan Internasional:
55
1. Pengamatan Observation dan pengintaian Surveillance. Dalam
melaksanakan pengamatan maupun pengintaian perlu memperhatikan kententuan-ketentuan hukum nasional maupun internasional.
2. Tindakan pengintaian dengan menggunakan pesawat udara dimana
pengintaian tersebut dilakukan sewaktu terbang melintas di wilayah udara nasional negara lain merupakan suatu bentuk pelanggaran hukum terhadap
negara lain yang dilintasi tersebut. 3.
Tindakan pengintaian dari udara yang dilakukan dari luar wilayah kedaulatan suatu negara yang diamati, bukan merupakan bentuk pelanggaraan, demikian
pula pengintaian melalui satelit melalui ruang angkasa
55
Tricahyowibow.blogspot.com201212Perjanjian Internasional.html, diakses tanggal 1 November 2014
Universitas Sumatera Utara
Terhadap pesawat udara tersebut tidak bisa dilakukan suatu tindakan tertentu namun apabila pesawat pengintai telah melakukan suatu kegiatan yang
dapat dikategorikan sebagai „niat permusuhan‟ Hostile Intent maka dapat dilakukan tindakan tertentu sesuai dengan hukum dan prosedur berlaku.
TNI-Angkatan Udara dapat melakukan pengamatan terhadap kapal perang maupun pesawat udara asing yang mencurigakan.
56
1. Terhadap kapal perang asing di wilayah ZEE dan laut bebas: Pembayangan
dapat dibenarkan apabila ada alasan yang kuat yang berkaitan dengan keamanan nasional National Security Adapun prosedur pembayangan
shadowing dilakukan dengan cara sebagaimana pembayangan terhadap kapal asing yang sedang melakukan pelayaran lintas damai di perairan nasional.
2. Terhadap pesawat militer asing. Pembayangan terhadap pesawat udara militer
asing, baik yang lewat di ruang udara nasional, diatas ZEE maupun di laut bebas, diperbolehkan apabila ada alasan-alasan yang berkaitan dengan
Keamanan Nasional National Security, dengan cara pembayarang shadowing dalam jarak yang tidak membahayakan keselamatan penerbangan
masing-masing pesawat, serta tidak melakukan gerakan manuver yang bisa ditafsirkan sebagai simulation to attack.
Tindakan pesawat militer RI terhadap ancaman dari udara sebagai berikut : a.
Pelanggaran wilayah udara Aerial Intrusion. Pesawat terbang asing yang memasuki wilayah udara nasional tanpa ijin
disebut sebagai pelanggaran wilayah udara. Masuknya pesawat udara asing ke wilayah udara nasional tanpa ijin, ada yang disengaja misalnya penerbangan gelap
black flight untuk maksud-maksud tertentu dan ada pula yang tidak disengaja misalnya tersesat aircraft in distress. Pesawat udara militer RI dapat mengambil
tindakan tertentu terhadap pesawat udara asing yang melakukan aerial intrusion. Berat atau ringannya tindakan yang akan dilakukan oleh pesawat militer RI
tergantung dari prediksi ramalan ancaman yang mungkin timbul.
56
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Apabila pelanggaran wilayah udara ini dilakukan oleh pesawat udara sipil, maka tindakan hukum atau intersepsi harus mengacu pada Konvensi Chicago
1944, terutama Article 3 bis. Apabila pesawat udara pada memasuki wilayah udara nasional Indonesia dalam keadaan tersesat in distress. Penanganannya
didasarkan pada Konvensi Chicago 1944 Article 25 antara lain berupa tindakan reaksi yang dilakukan berdasarkan prosedur operasi yang ditetapkan oleh TNI.
Tahap awal adalah dengan cara “Shadowing” yang merupakan upaya
untuk indentifikasi. Dalam fase ini ada kemungkinan untuk menggiringmengalau pesawat udara musuh hostile aircraft untuk keluar dari wilayah RI. Alternatif
lain dapat dilakukan intersepsi dan diperintahkan “Force Down” untuk
kepentingan investigasi dan proses hukum. Apabila tahapan-tahapan tersebut tidak dipatuhi oleh pesawat asing
tersebut, bahkan justru menunjukkan sikap permusuhan Hostile Act, tahap akhir dapat dilakukan penghancurann dengan persenjataan. Apabila pesawat udara
negara melanggar wilayah kedaulatan negara lain tidak boleh dipaksa untuk mendarat dan ditahan seperti pesawat udara sipil sebagaimana diatur di dalam
Annex 2 Konvensi Chicago 1944, melainkan hanya diusir dan ditindak lanjuti protes melalui saluran diplomatik sebagaimana diatur di dalam Konvensi Wina
1961. b.
Terhadap Bentuk-Bentuk Ancaman Permusuhan. Bentuk-bentuk ancaman permusuhan oleh negara lain terhadap negara RI
adalah kegiatan yang dapat menjurus pada ancaman bagi kedaulatan negara RI. Ancaman terhadap kedaulatan negara RI tersebut dapat dilakukan oleh pesawat
Universitas Sumatera Utara
udara asing, baik yang melakukan penerbangan di wilayah yurisdiksi nasional RI maupun diatas wilayah udara bebas International Air Space. Kegiatan pesawat
udara asing yang mengancam kedaulatan RI dapat dikategorikan dalam 2 dua bentuk yaitu: niat permusuhan Hostile Intent dan tindakan permusuhan Hostile
Act. Kegiatan pihak asing yang dapat dikategorikan sebagai niat permusuhan
dari wilayah udara adalah sebagai berikut: 1
Pengamatan dan gangguan yang dilakukan didekat wilayah udara nasional; 2
Pengamatan obyek-obyek vital RI baik yang ada diwilayah teritorial, ZEE dan landas kontinen.
3 Pembayangan shadowing terhadap pesawat militer atau kapal perang RI
dalam jarak dekat yang tidak memenuhi kentuan “Idetification Safety Range”
ISR; 4
Pelanggaran ketentuan lalu lintas udara di kawasan yang menjadi tanggung jawab RI.
5 Pelanggaran dikawasan Air Defence Indentification Zone ADIZ yang
didirikan oleh negara RI; 6
Pelanggaran wilayah udara yang disengaja Black Flight. Terhadap pesawat udara yang dikategorikan sebagai hostile intent,
tindakan alternatif yang dapat dilakukan oleh pesawat militer RI adalah: a.
Melakukan pengamatan obsevasi secara visual dengan pesawat udara atau secara eletronika;
Universitas Sumatera Utara
b. Melakukan pembayangan apabila pesawat udara asing tersebut
penerbangannya menyimpang dari jalur yang sudah ditetapkan dan atau selama diatas wilayah yurisdiksi RI penerbangannya mencurigakan.
Shadowing tersebut hanya dapat dilakukan sampai batas ZEE RI. c.
Melakukan penghalauan. Penghalauan ini dilakukan terhadap pesawat udara sipilmiliter yang
memasuki wilayah udara RI tanpa ijin, dan atau penerbangnnya telah mengganggu keselamatan obyek-obyek vital RI yang berada dibawahnya;
d. Pemaksaan mendarat.
Terhadap pesawat udara sipilmiliter asing yang memasuki wialyah udara nasional RI tanpa izin, namun masih dalam kategori hostile intent, dalam
pengertian pesawat udara asing tesebut tidak mengganggu obyek-obyek vital RI, maka pesawat udara tersebut dapat dipaksa untuk mendarat. Kemudian
dilakukan investigasi, dilanjutkan penyelidikan untuk proses hukum selanjutnya.
Penembakan atau penghancuran terhadap pesawat itu tidak boleh dilakukan apabila belum terbukti secara kuat melanggar kedaulatan RI. Alternatif
mana yang akan diambil oleh pesawat militer RI tergantung dengan pertimbangan dan prediksi terhadap dampak negatif yang akan ditimbulkan oleh pesawat asing
yang dikategorikan hostile intent tersebut. Kegiatan pihak asing yang dapat dikategorikan sebagai tindakan permusuhan hostile act adalah tindakan yang
menggunakan kekuatan dan atau menggunakan sistem senjata yang nyata-nyata mengancam atau melakukan penyerangan langsung terhadap obyek-obyek yang
Universitas Sumatera Utara
berada dibawah yurisdiksi RI. Tindakan semacam itu tentunya dilakukan oleh bukan pesawat udara sipil biasa. Sesuai dengan hak untuk mempertahakan diri
the right of self-deference, pihak asing itu baik oleh pesawat udara militer maupun kapal perang asing, dapat dilakukan perlawanan dan penghancuran.
Hot pursuit merupakan suatu modus dalam penegakkan hukum. Istilah ini didapati dalam UNCLOS III Article 111. Modus ini mulanya dalam rangka
penegakan hukum di wilayah laut terhadap kapal perang asing. Namun demikian dalam upaya pertahanan wilayah udara maka hot pursuit dapat dilakukan oleh
pesawat-pesawat udara militer. Menurut UNCLOS III Article 111, yang dapat melakukan hot pursuit adalah; kapal perang dan atau pesawat udara militer, atau
kapal dan pesawat udara yang secara jelas oleh pemerintah dimana kapal pesawat itu terdaftar diberi tanda-tanda khusus sebagai kapalpesawat udara dalam Dinas
Pemerintah Government Services yang memiliki wewenang untuk melakukan hot pursuit.
Pesawat Udara Negara state aircraft RI selaku alat pertahanan dan keamanan negara hankam dapat melakukan hot pursuit untuk penegakan
kedaulatan negara, baik di wilayah udara maupun di wilayah perairan. Tindakan hot pursuit untuk penegakan kedaulatan negara, baik di wilayah udara mupun di
wilayah perairan. Tindakan hot pursuit pesawat udara asing telah melakukan pelanggaran
terhadap perundang-undangan dan hak-hak negara RI, termasuk hak-hak negara RI, termasuk hak-hak di wilayah yurisdiksi yaitu di zona-zona laut dan udara. Hot
pursuit itu, sesuai dengan hukum internasional dapat dilakukan dari laut teritorial
Universitas Sumatera Utara
hingga ke laut bebas hight sea. Hot pursuit harus diberhentikan segera apabila kapal laut asing yang dikejar itu telah memasuki wilayah teritorial negaranya
sendiri, atau telah memasuki laut teritorial negara ketiga. Kiranya tindakan pengejaran hot pursuit oleh pesawat militer RI
terhadap pesawat udara asing yang melakukan pelanggaran terhadap perundang- undangan dan kedaulatan RI dapat dilakukan mencapai batas-batas wilayah udara
sebagaimanan batas-batas yang diperkenankan terhadap kapal laut asing. Sebagai perwujudan penegakan kedaulatan di udara, maka setiap oknum
yang melakuan pelanggaran atau tidak kejahatan di wilayah yuridiksi suatu negera, diberikan sanksi sesuai dengan perundangan yang berlaku di negara
dimana pelanggaran itu dilakukan. Bagi negara RI prosedur pemberian sanksi, jika menyangkut perbuatan pidana akan diproses sesuai dengan Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana KUHAP yaitu UU No. 8 tahun 1981 dengan sanksi pidana atau denda tertentu. Sedangkan jika menyangkut persoalan perdata
akan diselesaikan dengan Hukum Acara Perdata, dengan pembebanan ganti rugi Liability sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku di Indonesia.
Bentuk penegakan kedaulatan atas wilayah ruang udara nasional, antara lain penegakan hukum terhadap pelanggaran wilayah udara kedaulatan RI, dan
pelanggaran terhadap kawasan udara terlarang, baik kawasan udara nasional maupun asing, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 ayat 2 UU No. 15 Tahun
1992, dan Peraturan Pemerintah RI No. 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan. Kawasan udara terlarang terdiri atas kawasan udara
terlarang yang larangannya bersifat tetap Prohibited Area dan kawasan udara
Universitas Sumatera Utara
bersifat terbatas. Selain itu, terdapat pula pelarangan lain, yaitu perekaman dari udara menggunakan pesawat udara untuk kepentingan pertahanan dan keamanan
negara. Dalam rangka menyelenggarakan kedaulatan negara atas wilayah udara
nasional, pemerintah mempunyai wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara, serta
keselamatan penerbangan. Sesuai dengan Pasal 66 ayat 1 PP No.3 Tahun 2001, disebutkan bahwa untuk menjamin keselamatan operasi penerbangan, ditetapkan
Kawasan Udara Terlarang Prohibited Area, Kawasan Udara Terbatas Restricted Area dan Kawasan Udara Berbahaya Danger Area. Kawasan Udara Terlarang
adalah ruang udara tertentu di atas daratan danatau perairan, di mana pesawat udara dilarang terbang melalui ruang udara tersebut karena pertimbangan
pertahanan dan keamanan negara, serta keselamatan penerbangan. Kawasan Udara Terbatas adalah ruang udara tertentu di atas daratan danatau perairan,
karena pertimbangan pertahanan dan keamanan atau keselamatan penerbangan atau kepentingan umum, berlaku pembatasan penerbangan bagi pesawat udara
yang melalui ruang udara tersebut. Sedangkan Kawasan Udara Berbahaya adalah ruang udara tertentu di atas daratan danatau perairan, yang sewaktu-waktu terjadi
aktivitas yang membahayakan penerbangan pesawat udara. Terhadap pelanggaran wilayah udara Republik Indonesia dan atau
kawasan udara terlarang oleh pesawat udara sipil, dilaksanakan penegakan hukum yang harus menjamin keselamatan dan keamanan awak pesawat, penumpang dan
pesawat udara. Penegakan hukum terhadap pelanggaran wilayah udara dan atau
Universitas Sumatera Utara
kawasan udara terlarang sebagaimanan dimaksud di atas, dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia. Berdasarkan Aeronautical Information Publication AIP
Indonesia, ditetapkan bahwa area yang menjadi area udara terlarang hanya WRP 23 Balikpapan Flare.
Namun demikian, pada kenyataannya ruang udara nasional diatur oleh aturan-aturan internasional yang tidak sesuai dengan kehendak kita sebagai negara
kepulauan Archipelagic State. Konvensi PBB tentang Hukum Laut Tahun 1982 pada Pasal 53 mengatur bahwa negara kepulauan seperti Indonesia dapat
menentukan alur laut dan rute penerbangan di atasnya. Semua kapal dan pesawat udara menikmati hak lintas alur laut kepulauan dalam alur laut dan rute
penerbangan. Dari ketentuan konvensi tersebut terlihat bahwa ruang udara nasional dipecah-pecah dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia ALKI I, ALKI II
dan ALKI III dan tanggung jawab dibagi-bagi, sehingga ruang udara yang dipecah-pecah tidak dapat dikendalikan. Sementara itu, negara maju seperti
Amerika Serikat pada kenyataannya belum meratifikasi Konvensi Hukum Laut Tahun 1982 UNCLOS 1982, padahal negara lain sudah banyak yang
meretifikasi, sehingga bila Amerika Serikat melintas perairan dan wilayah udara nasional Indonesia masih berpedoman kepada aturan-aturan yang lama, seperti
“Traditional Route for Navigation
57
. Hal ini sering membuat terjadinya benturan dimana berdasarkan aturan lama tersebut pesawat-pesawat Amerika Serikat
melintas di atas rute tradisional yang mereka anggap sah dengan alasan bahwa Amerika Serikat belum meretifikasi UNCLOS 1982. Oleh karena itu, untuk
57
Konvensi Hukum Laut Tahun 1982 UNCLOS 1982
Universitas Sumatera Utara
kepentingan pertahanan dan keamanan, diperlukan peningkatan status beberapa area udara dari Restricted Area menjadi Prohibited Area, sebagai contoh WRR 1
Madiun dan WRR 11 Malang seharusnya ditingkatkan menjadi Prohibited Area. Keterlibatan TNI AU dalam Penegakan Kedaulatan dan Hukum di Ruang
Udara Nasional Indonesia. Sesuai dengan Pasal 10 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, Angkatan Udara bertugas antara lain ; melaksanakan tugas TNI
matra udara di bidang pertahanan; menegakan hukum dan menjaga keamanan di wilayah udara Yuridiksi Nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan
hukum internasional yang telah diratifikasi; melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra udara, dan melaksanakan
pemberdayaan wilayah pertahanan udara. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, TNI Angkatan Udara diberi
wewenang dan tanggung jawab dalam penegakan kedaulatan dan hukum terhadap pelnggaran di wilayah udara, termasuk kawasan udara terlarang, terbatas dan
daerah berbahaya sesuai dengan tugas pokoknya. Untuk mengimplementasikan pelaksanaan tugas penegakan kedaulatan dan hukum di ruang udara nasional
tersebut, maka dibutuhkan peran Komando Pertahanan Udara Nasional Kohanudnas. Karena Kohanudnas memiliki kemampuan deteksi, identifikasi dan
penindakan terhadap seluruh wahana udara yang melakukan pelanggaran terhadap wilayah udara Republik Indonesia. Sementara itu, dalam melaksanakan tugas
tersebut, Kohanudnas melaksanakan Operasi Pertahanan Udara, baik aktif maupun pasif.
Universitas Sumatera Utara
Hakekat Operasi Pertahanan Udara adalah merupakan kegiatan sebagai upaya mempertahankan kedaulatan wilayah nasional terhadap setiap ancaman
yang menggunakan media udara. Kegiatan tersebut pada dasarnya dilakukan secara terpadu yang melibatkan unsur-unsur TNI maupun Sipil yang mempunyai
kemampuan Hanud. Karena itu, wujud ancaman udara yang dapat muncul setiap saat mengharuskan Kohanudnas melaksanakan Operasi Pertahanan Udara secara
terus menerus agar setiap ancaman yang menggunakan media udara dapat diteksi dan diantisipasi sedini mungkin. Adapun kegiatan Operasi Hanud dilaksanakan
pada masa damai dan perang, di mana ancaman udara yang dihadapi akan berpengaruh terhadap penggunaan kekuatan dan pelaksanaan Kodal.
E. Penegakan Hukum atas Wilayah Udara dalam Perspektif Hukum Internasional