Pengaturan Flight Information Region FIR Wilayah Udara Indonesia

Penerapan Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam Pasal 5 UU RI Nomor 1 tahun 2009, dinyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Republik Indonesia. Salah satu wujud penegakkan hukum udara adalah penerapan ketentuan ADIZ Indonesia sebagai zona identifikasi bagi pesawat udara asing. Indonesia sebagai negara berdaulat mempunyai hak untuk menetapkan ADIZ untuk kepentingan pertahanan wilayah udara 35

D. Pengaturan Flight Information Region FIR Wilayah Udara Indonesia

Indonesia di nilai belum mampu memberikan pelayanan kegiatan penerbangan untuk mewujudkan standar keselamatan penerbangan internasional, sehingga pengelolaan Flight Information Region FIR dilakukan oleh Singapura. Standar keselamatan penerbangan sipil maupun militer yang menjadi prioritas utama masih memprihatinkan, terutama dalam pelaksanaan operasi penerbangan. Flight Information Region FIR adalah sebagai pembagian wilayah udara yang bertujuan untuk menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan yang ditetapkan oleh negara negara yang tergabung dalam International Civil Aviation Organization ICAO. FIR dan UIR merupakan wilayah untuk keperluan operasi penerbangan dan merupakan media ruang gerak yang didasarkan pertimbangan keselamatan penerbangan. 36 Dalam pengertian yang baku, FIR adalah suatu ruang udara yang ditetapkan dimensinya dan didalamnya terdapat Flight Information Service dan 35 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan Pasal 5 36 Ign Maryanto, Taskap, Konsepsi Penataan Ruang Udara FIR Indonesia Dalam Rangka Mendukung Tugas TNI AU pada Masa mendatang, termuat dalam Yuwono Agung, 2012, hal 11 Universitas Sumatera Utara Alerting Service. Flight Information Service adalah pelayanan yang dibentuk dan dipersiapkan untuk memberikan saran dan informasi secara penuh untuk keselamatan dan efisiensi penebangan. Alerting Service adalah pelayanan yang diberikan kepada organisasi yang berkaitan dengan pesawat terbang penerbangan yang membutuhkan pertolongan dan dan membantu organisasi yang membutuhkan bantuan pencarian dan pertolongan Dewan Penerbangan dan Antariksa Republik Indonesia, “Flight Information Region”. 37 Pembagian wilayah FIR sering tidak mengacu kepada wilayah udara negara yang berdaulat sehingga sering berbenturan dengan kedaulatan suatu negara. Dasar hukum Flight Information Region terdapat dalam Pasal 28 Konvensi Chicago 1944 dan Annex 11 Konvensi Chicago 1944, yang berbunyi, “undertakes, so far as it may find practicable, to provide, in its territory, airports, radio services, meteorological services and other air navigation facilities to facilitate international air navigation, in accordance with the standards and practices recommended or established from time to time, pursuant to this Convention”. Melakukan, sejauh itu mungkin menemukan praktis, untuk menyediakan, di wilayahnya, bandara, layanan radio, jasa meteorologi dan fasilitas navigasi udara lain untuk memudahkan navigasi udara internasional, sesuai dengan standar dan praktek yang direkomendasikan atau ditetapkan dari waktu ke waktu , sesuai dengan konvensi ini. Menurut Annex 11, Indonesia dapat mendelegasikan pemanduan lalu lintas udara tersebut kepada negara lain dan hal ini juga termuat pada Pasal 262 ayat 1 huruf a dan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pendelegasian tersebut tidak mengurangi kedaulatan negara Republik Indonesia. Apabila Indonesia dianggap telah mampu, maka pendelegasian tersebut dapat 37 Makalah Kongres Kedirgantaraan Nasional II di Jakarta tanggal 22-23 Desember 2003 termuat dalam, Yuwono Agung Nugroho, hal 4. Universitas Sumatera Utara dikembalikan kepada Indonesia. Biasanya apabila suatu negara belum mampu untuk mengontrol ruang udaranya seperti yang pernah dialami Vietnam diawal kemerdekaannya, ATC di FIR pada wilayah udaranya diambil alih oleh negara Thailand. Dengan kasus yang sama dengan Indonesia, Vietnam saat ini sudah mengambil alih ATC pada FIR yang semula didelegasikan kepada Thailand, yang diminta pada saat Regional Air Navigation RAN Meeting di Bangkok. Amerika Serikat tidak mengakui hak negara pantai untuk menerapkan FIR terhadap pesawat militer asing yang melaksanakan penerbangan di ruang udara internasional atau yang memasuki wilayah udara negara lainnya. Pesawat militer Amerika yang bermaksud memasuki wilayah udara negara lain, tidak perlu mengidentifikasi diri atau tidak tunduk terhadap kewajiban kewajiban yang berlaku dalam prosedur FIR yang ditentukan oleh negara lain, kecuali terdapat kesepakatan khusus antara Amerika dengan negara tersebut. Cara yang dilakukan oleh Amerika diikuti oleh australia yang tidak mewajibkan pesawat udara militer melaporkan kegiatan penerbangan kepada negara pengelola FIR. Pesawat militer Australia yang terbang di kepulauan Cristmas yang masuk FIR Jakarta tidak pernah melaporkan kegiatan penerbangannya ke Indonesia, kecuali bila akan memasuki wilayah Indonesia. 38 38 http:www.dephan.go.id, Buku Putih Dephan, Bab IV, Perkiraan Ancaman Strategis. Diakses tanggal 1 November 2014 Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang