Kesimpulan Pelanggaran Hukum Atas Wilayah Udara Dengan Masuknya Pesawat Asing Dalam Perspektif Hukum Internasional

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengaturan hukum wilayah udara negara Indonesia, bahwa Indonesia mempunyai wilayah kedaulatan atas ruang udara nasional sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4 dan Pasal 5 UU No. 15 Tahun 1992 yang telah diubah menjadi Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Kegiatan penerbangan merupakan salah satu wujud kegiatan dan atau usaha terhadap wilayah kedaulatan atas wilayah udara yang diberi wewenang dan tanggung jawab kepada Pemerintah sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 UU No. 1 Tahun 2009, bahwa dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan negara atas wilayah udara Republik Indonesia Pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara, penerbangan dan ekonomi nasional. 2. Pengaturan hukum atas wilayah udara dalam perspektif hukum internasional, Paris Convention, beberapa bulan sebelum ditanda tanganinya perjanjian perdamaian di versailles, Dewan tertinggi dari Konferesi perdamaian memutuskan untuk mengadakan suatu panitia penerbangan dan memberi tugas kepadanya untuk menyiapkan suatu peraturan guna mengatur lalu lintas udara internasional dimasa yang akan datang. Pekerjaan yang dilakukan panitia telah menghasilkan suatu perjanjian penerbangan, yang ditandatangani di Paris pada Universitas Sumatera Utara tanggal 13 oktober 1919 oleh 27 negara. Perjanjian Paris ini merupakan cikal bakal dari lahirnya konvensi Chicago. Konvensi Chicago Menjelang berakhirnya perang dunia II, pemerintah Amerika Serikat yang pada waktu itu dijabat oleh Presiden Roosevelt telah mengambil inisiatif untuk mengundang berbagai Negara, baik Negara-negara sekutunya maupun Negara-negara netral di Eropa dan Asia, kecuali Negara-negara Amerika Latin untuk menghadiri suatu konferensi di Chicago, yang bertujuan menyusun ketentuan-ketentuan bersama yang baru megenai lalu lintas udara sipil internasional dan mengganti perjanjian yang telah ada sebelumnya yakni Perjanjian Paris 3. Pelanggaran hukum atas wilayah udara dengan masuknya pesawat asing dalam perspektif hukum internasional, suatu negara dapat melakukan tindakan hukum dengan alasan “the Right of Self-Defence”, apabila: Teritorialnya, kapal atau pesawat udara berkebangsaan dari negaranya berada dalam ancaman atau diserang. Tindakan terpaksa diambil karena situasi diambil karena situasi sedemikian rupa sehingga tidak ada tindakan alternatif. Tindakan yang diambil tidaklah berlebihan disproporsional dibanding dengan ancamanbahaya yang dihadapi.

B. Saran