Tingkat Inflasi Landasan Teori .1 Definisi Laporan Keuangan

13 tumbuh sebaiknya tidak membagikan laba sebagai deviden tetapi lebih baik digunakan untuk pembiayaan investasi. Potensi pertumbuhan ini dapat diukur dari besarnya biaya penelitian dan pengembangan. Semakin besar biaya penelitian dan pengembangannya berarti semakin menjamin prospek pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang. f. Kondisi intern perusahaan dan ekonomi makro, perusahaan perlu melihat saat yang tepat untuk menjual saham dan obligasi. Secara umum kondisi yang paling tepat untuk menjual obligasi atau saham adalah pada saat tingkat bunga pasar sedang rendah dan pasar modal sedang bullish. g. Variabilitas laba dan perlindungan pajak, perusahaan dengan variabilitas laba yang kecil akan memiliki kemampuan yang besar untuk menanggung beban tetap yang berasal utang. Ada kecenderungan bahwa penggunaan utang akan memberikan manfaat berupa perlindungan pajak.

2.1.3 Tingkat Inflasi

Inflasi Sukirno, 2008:14 didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga- harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari satu periode ke periode lain dan berbeda pula dari satu negara ke negara lain. Adakalanya tingkat inflasi adalah rendah yaitu mencapai dua atau tiga persen. Tingkat inflasi yang moderat mencapai diantara empat sampai sepuluh persen. Inflasi yang sangat serius dapat mencapai tingkat beberapa puluh persen dalam setahun. Inflasi Sunariyah, 2006:20 merupakan kenaikan harga-harga barang dan jasa secara terus menerus. Dilihat dari segi konsumen, inflasi yang tinggi Universitas Sumatera Utara 14 mengakibatkan daya beli masyarakat menurun. Jika dilihat dari segi perusahaan, inflasi dapat meningkatkan biaya faktor produksi dan menurunkan profitabilitas perusahaan. Inflasi Tandelilin, 2010:342, merupakan kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan. Inflasi yang tinggi mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasi. Sebaliknya, jika tingkat inflasi mengalami penurunan maka hal ini merupakan sinyal positif bagi investor seiring dengan turunnya resiko daya beli uang dan resiko penurunan pendapatan riil. Perkembangan ekonomi selalu ditandai dengan berbagai gejolak, terutama terhadap harga barang sehingga inflasi tidak dapat dihindari sebagaimana konsekwensi atas perubahan permintaan agregat dan penawaran agregat. Dengan demikian inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan aggregate demand yang lebih besar dibandingkan dengan aggregate supply yang mengakibatkan kecenderungan kenaikan harga barang. Dengan demikian inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan harga barang secara umum yang berlangsung sepanjang masa sehingga mengakibatkan jumlah uang yang beredar lebih besar dibandingkan dengan jumlah barang dan jasa yang tersedia, atau nilai uang lebih rendah dihadapkan dengan nilai barang atau jasa. Bakti dkk, 2010:97. Kondisi inflasi menurut Putong, 2008:138 berdasarkan sifatnya dibagi menjadi tiga yaitu: a. Inflasi merayaprendah Creeping Inflation Yaitu inflasi yang besarnya kurang dari 10. Universitas Sumatera Utara 15 b. Inflasi menengah Galloping Inflation Yaitu inflasi yang besarnya antara 10-30 pertahun. Inflasi ini biasanya ditandai oleh naiknya harga-harga secara cepat dan relatif besar. Angka inflasi pada kondisi ini biasanya disebut inflasi 2 digit, misalnya 15, 20 dan sebagainya. c. Inflasi berat High Inflation Yaitu inflasi yang besarnya antara 30-100 pertahun. Dalam kondisi ini harga-harga secara umum naik. d. Inflasi tinggi Hyper Inflation Yaitu inflasi yang ditandai oleh naiknya harga secara drastis hingga mencapai 4 digit di atas 100. Pada kondisi ini masyarakat tidak ingin lagi menyimpan uang, karena nilainya merosot tajam, sehingga lebih baik ditukarkan dengan barang. Faktor –faktor yang menyebabkan timbulnya inflasi menurut Usmar, 2008:97 adalah: a. Demand-Side Inflation Inflasi jenis ini disebabkan oleh kenaikan permintaan agregat yang melebihi kenaikan penawaran agregat. Menurut kaum neo-keynesian, penyebab inflasi ini bukan hanya karena kelebihan permintaan uang, melainkan pula terjadi karena kenaikan pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan surplus transaksi berjalan. Universitas Sumatera Utara 16 b. Supply-Side Inflation Inflasi jenis ini disebabkan oleh kenaikan permintaan agregat yang melebihi permintaan agregat. Faktor-faktoryang menyebabkan kelebihan penawaran ini dapat terdiri dari berbagai faktor, misalnya kenaikan tingkat upah, dan kenaikan harga bahan baku. c. Demand-Supply Inflation Inflasi jenis ini merupakan kombinasi antara kenaikan permintaan agregat dan kenaikan penawaran yang mengikutinya, sehingga harga menjadi meningkat lebih tinggi. Interaksi antara permintaan agregat dan penawaran agregat yang mendorong kenaikan harga ini disebabkan misalnya oleh ekspektasi kenaikan harga, tingkat upah, atau adanya peristiwa inflasi dimasa lalu. Adapun indikator inflasi adalah sebagai berikut www.bi.go.id : a. Indeks Harga Konsumen IHK merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari barang dan jasa yang di konsumsi oleh masyarakat, tingkat inflasi di Indonesia biasanya diukur dengan IHK. b. Indeks Harga Perdagangan Besar merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah. Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas overheated. Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga Universitas Sumatera Utara 17 cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang purchasing power of money. Di samping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya. Sebaliknya jika tingkat inflasi suatu negara mengalami penurunan, maka hal ini akan merupakan sinyal yang positif bagi investor seiring dengan turunnya risiko daya beli uang dan risiko penurunan pendapatan riil Tandelilin, 2003.

2.1.4 Tingkat Suku Bunga

Dokumen yang terkait

Pengaruh Nilai Tukar, Inflasi, Debt to Equity Ratio, Return on Asset dan Beta Saham terhadap Return Saham (Studi Empiris Pada Perusahaan LQ - 45 Di Bursa Efek Indonesia)

1 86 133

Pengaruh Debt to Equity Ratio, Dividend Payout Ratio, dan Return On Equity terhadap Price Earning Ratio pada Saham Perusahaan Sektor Perbankan di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012 (Studi Saham-Saham Perusahaan Sektor Perbankan di Bursa Efek Indonesia

0 9 69

PENGARUH STRUKTUR MODAL, STRUKTUR KEPEMILIKAN, SUKU BUNGA, INFLASI DAN PROFITABILITAS TERHADAP NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN LQ - 45

0 5 126

Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar, dan Tingkat Suku Bunga BI terhadap Return Saham Sektor Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2009-2012.

1 2 19

Pengaruh Debt to Equity Ratio, Tingkat Suku Bunga serta Tingkat Inflasi Terhadap Return Saham Sektor Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

0 0 10

Pengaruh Debt to Equity Ratio, Tingkat Suku Bunga serta Tingkat Inflasi Terhadap Return Saham Sektor Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

0 0 2

Pengaruh Debt to Equity Ratio, Tingkat Suku Bunga serta Tingkat Inflasi Terhadap Return Saham Sektor Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

0 0 8

Pengaruh Debt to Equity Ratio, Tingkat Suku Bunga serta Tingkat Inflasi Terhadap Return Saham Sektor Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

0 0 20

Pengaruh Debt to Equity Ratio, Tingkat Suku Bunga serta Tingkat Inflasi Terhadap Return Saham Sektor Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

0 0 3

Pengaruh Debt to Equity Ratio, Tingkat Suku Bunga serta Tingkat Inflasi Terhadap Return Saham Sektor Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

0 0 14