kanker superfisial, dapat dilakukan TUR dan untuk menilai derajat invasi, dapat juga dilakukan CT dan Magnetic Resonance Imaging MRI dengan tingkat akurasi
40-85 untuk CT dan 50-90 untuk MRI Konety dan Carroll, 2013. Meskipun pemeriksaan laboratorium dan radiologi memberikan banyak
informasi yang berguna dalam penilaian organ saluran kemih, sistoskopi masih merupakan pemeriksaan yang paling baik gold standard untuk menilai kandung
kemih dan uretra. Selama proses pemeriksaan dengan sistoskopi, dapat dilakukan biopsi terhadap jaringan yang dianggap tidak normal pada kandung kemih yang
kemudian akan diperiksa secara mikroskopis Bladder Cancer Advocacy Network., 2008.
2.2.6. Tata Laksana Kanker Kandung Kemih
Tata laksana pada kanker kandung kemih dapat dibedakan berdasarkan daya invasinya serta sel penyusun kanker tersebut. National Comprehensive Cancer
Network pada tahun 2014 mengeluarkan sebuah panduan untuk tata laksana kanker kandung kemih sebagai berikut :
1. Transitional cell carcinomasUrothelial carcinoma of the bladder
Pada pasien yang diduga memiliki kanker kandung kemih tipe TCC, dilakukan evaluasi awal, berupa anamnesa, pemeriksaan fisik, sistoskopi, dan
pemeriksaan sitologi urin. Setelah didapatkan hasil pemeriksaan awal, penatalaksanaan kanker kandung kemih dibagi berdasarkan daya invasinya ke
jaringan sekitarnya. Pada kanker yang bersifat tidak invasif, dilakukan pemeriksaan radiologi pada saluran kemih, berupa IVP, CT urography, renal
ultrasound with retrograde pyelogram, ureteroscopy atau MRI urogram. Dapat juga dilakukan CT pelvis sebelum dilakukan Transurethral Resection of
Bladder Tumor TURBT jika diduga kanker membentuk ulkus atau bersifat ganas. Setelah dilakukan tindakan awal, dilakukan evaluasi primer berupa
pemeriksaan bimanual dan biopsi. Sementara itu, pada kanker yang bersifat invasif, dilakukan pemeriksaan tambahan, seperti pemeriksaan darah lengkap,
enzim alkaline phosphatase, foto dada, CTMRI abdomen dan pelvis serta
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan tulang lalu diikuti dengan pemeriksaan bimanual atau sistoskopi dan TURBT.
Pada kanker yang tidak bersifat invasif, yaitu kanker dengan stadium cTa low grade dan high grade, cT1 low grade dan high grade, dan Tis, umumnya
dilakukan observasi, pemberian kemoterapi intravesikal, pemberian BCG atau mitocyin dan pada stadium cT1 high grade dapat dilakukan sistektomi. Pada
kanker yang bersifat invasif, yaitu kanker dengan stadium cT2, cT3, cT4a, dan cT4b, tatalaksana didasarkan dengan adatidaknya temuan nodul pada hasil
CTMRI abdomen dan pelvis. Umumnya, dilakukan sistektomi radikal pada pasien dan kemoterapi adjuvan dengan cisplatin. Apabila kanker telah
menyebar ke organ lain, dapat dilakukan kemoterapi. Setelah dilakukan tatalaksana pada pasien, dilakukan follow-up untuk menilai keberhasilan
pengobatan dan tindakan lanjutan yang diperlukan. 2.
Non-Urothelial cell carcinoma of the bladder a.
Mixed carcinoma Penatalaksanaan untuk keganasan ini sama seperti TCC. Akan tetapi,
keganasan ini bersifat agresif sehingga menjadi pertimbangan yang penting pada terapi.
b. Squamous cell carcinoma
Tata laksana SCC meliputi sistektomi, radioterapi, dan pemberian obat- obatan, seperti 5-U, taxanes, dan methotrexate.
c. Adenocarcinoma
Dapat dilakukan sistektomi radikal atau parsial yang disertai dengan kemoterapi atau radioterapi dalam tata laksana adenocarcinoma.
d. Undifferentiated carcinomaSmall cell carcinoma
Tata laksana keganasan ini adalah dengan sistektomi, radioterapi atau kemoterapi. Kemoterapi primer pada tumor ini sama seperti pada
pengobatan small cell lung cancer. e.
Urachal carcinoma Tumor ini diobati dengan reseksi komplit dari urachus yang diikuti dengan
kemoterapi atau radioterapi.
Universitas Sumatera Utara
f. Primary bladder sarcoma
Tumor ini ditata laksana sesuai dengan tata laksana sarkoma pada organ tubuh lainnya.
2.2.7. Prognosis Kanker Kandung Kemih