Eksistensi Penari Cross gender

xlvi Antara perilaku dengan lingkungan sosial memiliki hubungan yang saling mempengaruhi “being cross gender” bukanlah semata-mata harus berperilaku sebagai perempuan dalam kehidupan sehari-harinya, tetapi sejauh mana pula perilaku itu kemudian dapat diterima oleh masyarakat sebagaimana masyarakat menerimana perilaku laki-laki dan perempuan. Hal ini penting karena sebenarnya identitas bukan sekadar berbicara tentang dorongan dan hasrat seksual, tetapi identitas lebih merupakan sebuah sejarah dan kebudayaan Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas dapat disimpulkan bahawa makna sebuah simbol itu terbentuk karena adanya interaksi antara individu satu dengan individu lainnya. Setiap individu mempunyai makna atau arti yang berbeda-beda terhadap simbol-simbol yang ada sesuai dengan interpretasi atau penafsiran seorang individu. Begitu juga dengan makna seorang penari cross gender, setiap individu akan berbeda-beda dalam menafsirkannya.

4. Eksistensi Penari Cross gender

Kembali pada kenyataan bahwa apa yang bisa disebut eksistensi disini adalah ketika ia mampu dilihat dan direkognisi orang lain. Kondisi ini hanya bisa terjadi ketika berada pada ranah kesadaran Alfathri Adlin, 2006: 97. Eksistensi seseorang dipengaruhi oleh citra dirinya di masyarakat. Diri adalah salah satu bentuk keberadaan manusia, perwujudan dari meng-adanya dalam sebuah dunia. Gaya hidup, tak akan dapat dilepaskan dari diri yang meng ada dan eksis dalam gaya hidup tersebut. Identitas memang hanya bisa dibicarakan ketika dibawa pada ranah kesadaran. Bagi interaksionisme simbolik inilah terutama apa yang dimaksud dengan sosialisasi itu. Jadi bukan proses di mana aturan-aturan kebudayaan sudah ada, bersifat eksternal, yang secara umum diinternalisasi oleh manusia, seperti pendapat teori struktural Achmad Fedyani Saifuddin, 2009: 142. Pengaruh interaksionisme simbolik yang paling umum adalah pandangan bahwa kita menggunakan interpretasi orang lain sebagai bukti “kita pikir xlvii siapa kita”. Bearti, citra diri self-image kesadaran identitas kita adalah produk dari cara orang lain berpikir tentang kita. Akibatnya, dalam hal ini “ saya adalah apa yang saya pikir engkau berpikir tentang saya.” Kadang-kadang kita dapat memprotes label yang salah, tetapi terhambat oleh penafsir. Kadang-kadang juga kita tidak berada dalam posisi memprotes kesalahan interpretasi orang lain terhadap kita karena kita sudah mati Achmad Fedyani Saifuddin, 2009: 146. Eksistensi sesorang di dalam kehidupannya kadang-kadang menjadi korban interpretasi atau label dari orang lain selama identitas sosial mereka dapat dipengaruhi atau bahkan menentang kehendak mereka. Eksistensi seorang individu tergantung masyarakat yang mengiinterpretasinya. Setiap eksistensi yang dibangun antara individu yang satu tidak sama dengan individu yang lain. Apalagi eksistensi yang dibangun para penari cross gender. untuk menunjukkan eksistensi mereka, mereka pun rela harus dihina, dilecehkan dan direndahkan oleh sebagian masyarakat yang menafsirkan mereka. Menurut blumer istilah interaksionisme simbolik menunjuk kepada sifat khas dari interaksi antar manusia. Kekhasannya adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan saling mendefinisikan tindakannya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain Ritzer, 2004: 52. Begitu pula dengan masalah eksistensi masyarakat dan para penari cross gender saling menafsirkan terhadap sesuatu simbol yaitu bagaimana sebenarnya eksistensi para cross gender, khususnya para penarinya. Bagaimana para penari cross gender membangun eksistensi yang dimulai dengan citra dirinya di masyarakat. Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi didasarkan atas “makna” yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu. Individu saling menafsirkan setiap tindakan yang dilakukan. Citra diri adalah produk dari proses interpretif alokasi makna antara satu orang dengan orang lain yang bagi teori tindakan adalah akar dari semua interaksi sosial. Kepribadian kita dikontruksi dengan menggunakan proses interpretasi ini. Selama kita hidup, kita bertemu dengan banyak orang, semuanya xlviii menanggapi kelakuan kita sesuai dengan simbolisasi yang kita bangun. Mereka menginterpretasikan perilaku kita sesuai dengan bukti yang tersedia bagi mereka. Kemudian mereka bertindak terhadap kita berdasarkan interpretasi tersebut, citra diri sangat dipengaruhi oleh reaksi-reakssi individu yang berkontak dengan kita. Dengan kata lain, dalam interaksi sosial, para aktor terlibat dalam proses saling mempengaruhi RitzerDouglas J. Goodman, 2003: 294. Orang tua, saudara, kerabat, teman, rekan kerja dan lain-lain dapat membentuk kita menjadi orang yang berbeda. Namun, pengaruh orang lain baru separuh dari proses interaksi yang ditekankan oleh interaksionisme simbolik. Jauh dari itu kepribadian manusia yang begitu saja dikontruksi secara pasif oleh orang lain, interaksionisme simbolik menekankan peran aktif yang dimainkan manusia dalam penciptaan diri sosial social selves mereka. Dalam proses interaksi sosial, manusia secara simbolik mengomunikasikan arti terhadap orang lain yang terlibat. Orang lain menafsirkan simbol komunikasi itu dan mengorientasikan tindakan balasan mereka berdasarkan penafsiran mereka. Individu adalah makhluk yang kreatif memainkan peranan dalam kehidupan sehari-harinya. Individu berusaha untuk mengatur segala sesuatunya dengan sebaik mungkin agar dapat menimbulkan citra diri yang baik. Menurut interaksionisme simbolik, karena kita segera belajar bahwa orang lain akan menginterpretasi perilaku kita, kemampuan interpretif kita memungkinkan kita untuk memanipulasi interpretasi ini sesuai dengan pandangan kita terhadap diri kita sendiri. Kita menggunakan kapasitas kita agar reflektif untuk menghadirkan seseorang yang kita ingin orang lain berpikir tentang kita. Kita memainkan peranan dalam cara yang kreatif agar orang lain dapat merespon kita menurut yang kita kehendaki. Akibatnya, kita mengelola, atau mengatur irama, respon- respon orang lain dengan cara menghadirkan citra kita sedemikian sesuai dengan yang kita inginkan mereka berpikir tentang kita Achmad Fedyani Saifuddin, 2009: 144-145. Pendapat Goerge Herbert Mead tentang pikiran, menyatakan bahwa pikiran mempunyai corak sosial, percakapan dalam batin adalah percakapan antara aku dengan yang lain di dalam aku. Untuk itu, dalam pikiran saya memberi xlix tanggapan kepada diri saya atas cara mereka akan memberi tanggapan kepada saya. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa eksistensi seorang individu itu terbentuk karena adanya pengaruh dari citra diri yang ada di masyarakat. Eksistensi penari cross gender di dalam kehidupan masyarakat dipengaruhi oleh penafsiran atau interpretasi terhadap citra diri para penari cross gender yang dilakukan masyarakat pada umumnya dan sesama penari cross gender khususnya. Kalau citra dirinya baik maka eksistensi seorang individu itu akan selalu dianggap ada dan baik oleh masyarakat, tetapi sebaliknya jika dianggap buruk maka eksistensinya akan sulit sekali bertahan dalam kehidupan masyarakat.

5. Strategi Bertahan Hidup Penari Cross Gender