liii menggunakan waktu  senggang,  semua  digunakan  untuk  memberitahu
siapa kita Achmad Fedyani Saifuddin, 2009: 145.
Interaksionisme simbolik menekankan bahwa individu memainkan peran aktif mereka  dalam  penghadiran  diri sebagai  usaha  yang  dilakukan  untuk  bertahan
dalam kehidupan. Kita memainkan peranan dalam cara yang kreatif agar orang lain  tahu  dan  merespon  tindakan  kita  menurut  yang  kita  kehendaki Achmad
Fedyani  Saifuddin,  2009  :145.  Namun,  jatuh  bangunnya  seorang  individu manusia  dalam  berjuang  merebut  eksistensinya  adalah  proses  yang  biasa
dilewati  oleh  siapa  saja,  tidak  laki-laki,  tidak juga perempuan,  dan  tak terkecuali  seorang  cross  gender.  Biasanya  dengan  melakukan  suatu  tindakan
bahwa menjadi seorang cross gender juga hidup seperti individu yang lain dan dapat  berhasil  atau  sukses  juga Koeswinarno,  2004  :  127. Pada  akhirnya,  di
samping  identitas gendernya yang  belum  diterima  oleh  masyarakat,  pertama kali  Ia  adalah  seorang  manusia.  Strategi  hidup  yang  dijalankan penari  cross
gender dalam  memmpertahankan  eksisitensinya  dalam  kehidupan  masyarakat bermacam-macam.
Dari  penjelasan  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  individu  dalam menjalani  kehidupannya  selalu  ada  hambatannya.  Untuk  itu  individu selalu
menampilkan  kesan  yang  sebaik  mungkin  di  depan  masyarakat,  agar masyarakat selalu terkesan dengan citra dirinya Front stage dan selalu tampil
apa  adanya  jika  di  belakang  panggung  back  stage  itula  yang  dinamakan strategi untuk tetap eksis dalam kehidupan masyarakat.
B. Kerangka Berpikir
Manusia  dan  kehidupan  adalah  dua  hal  yang  tidak  dapat  dipisahkan, karena setiap manusia pasti memiliki kehidupan. Setiap orang memiliki kehidupan
yang  berbeda-beda.  Kehidupan  merupakan  sebuah  refleksi  sikap  dan  perilaku manusia  itu  sendiri. Cross  gender  adalah  persilangan  pemeranan  karakter  atau
bisa juga disebut  silang gender seperti  karakter perempuan diperankan oleh  laki- laki  atau  karakter  laki-laki  diperankan  oleh  perempuan  biasanya  istilah  cross
liv gender  ini  di  gunakan dalam  pertunjukan  seni  seperti  tari  dan  wayang. Seperti
yang terjadi pada penari cross gender. Identitas seorang individu  selain sudah ditentukan melalui jenis kelamin
atau  seks,  dapat  dibentuk  melalui  gender  dan  sosialisasi. Identitas dapat  berubah sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hidup sebagai seorang cross
gender secara  umum  tidak  dikehendaki  oleh  siapapun  dan  keluaraga  manapun. Mereka juga harus memaknai hidup sebagai penari cross gender dalam kehidupan
bermasyarakat. Sebaliknya, para  cross  gender ini  harus  berjuang  untuk mempertahankan  eksistensinya  dalam  lingkungan  masyarakat karena  keberadaan
mereka belum diterima oleh sebagian masyarakat dengan menggunakan cara-cara mereka  sendiri  dengan  penuh  siasat  dan  juga  upaya  yang  mereka  lakukan  untuk
menunjukkan  eksistensinya  dalam  kehidupan  masyarakat  agar  mereka  dapat bertahan  hidup  di  ruang  sosial  yang  selalu  menghimpit  mereka,  bukan  untuk
mereka hindari. Setiap  orang  berhak  untuk  memilih  identitasnya, tidak  hanya  terbatas
pada laki-laki dan perempuan.  Manusia itu  kompleks  jangan dipersempit  dengan perspektif  maskulinitas  dan  feminitas.  Banyak  orang  ingin  mempunyai  identitas
unik,  yang  berbeda  dari  yang  lain,  dan  terkadang  mereka  memang  tidak  ingin digolongkan  sebagai  laki-laki dan  perempuan  saja. Seperti  para  penari  cross
gender.  Bukan  masalah  mereka  hidup  sebagai laki-laki  atau karakter perempuan tetapi  bagaimana  mereka  harus  tetap  survive  dalam  menjalani  hidup  dengan
mendapatkan  tekanan-tekanan  dari  sebagian  masyarakat. Dalam  keadaan  banyak hambatan  atau  rintangan  mereka  masih  bisa  menunjukkan  eksistensinya  dan
memaknai hidup mereka sebagai seorang cross gender khususnya sebagai seorang penari
Karena masyarakat menilai tindakan dan perilaku mereka lakukan sangat berbeda  dari  individu  lainnya. Secara  budaya  masyarakat  hanya  mengakui  dua
identitas  secara jenis  kelamin  yaitu  laki-laki  dan  perempuan, tidak  ada  lagi  jenis kelamin  yang  ketiga  seperti  cross  gender. Padahal  seperti  yang  kita  ketahui
mereka  itu  ada  dan  sangat  dekat  dengan  kehidupan  masyarakat. Pembentukan identitas  itu  sendiri  bukan  semata-mata  dibentuk  secara  individual seks  tetapi
lv juga  secara  social gender  dan  sosialisasi,  yakni  ketika  perilaku  seseorang
dipresentasikan secara sosial. Untuk  memperjelas  keterangan  di  atas,  berikut  ini  skema  kerangka
berpikir yang akan mempermudah dalam memahaminya.
Seks, Gender, dan Sosialisasi
Identitas
Penari cross gender
Makna sebagai seorang penari
cross gender Eksistensi seorang
penari cross gender Strategi bertahan hidup
penari cross gender
lvi
BAB III METODE PENELITIAN
Secara  umum,  metode  adalah  prosedur  atau  cara  untuk  mengetahui sesuatu  secara  sistematis.  Sementara  metodologi  ialah  suatu  kajian  untuk
mempelajari peraturan-peraturan dari suatu metode. Jadi metode penelitian adalah kajian untuk mempelajari peraturan-peraturan dalam penelitian. Husnaini Usman
dan  Purnomo  Setiady  A,  2000:  42. Jadi  metode  penelitian  membantu  dan
mempermudah  peneliti  dalam  melakukan  penelitian.  Karena  dengan  adanya metode penelitian, peneliti  melakukan penelitian secara sistematik  sesuai  dengan
prosedur yang sudah dibuat.
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Surakarta. Adapun yang menjadi pertimbangan  peneliti  memilih  Kota  Surakarta  sebagai  lokasi  penelitian  sebagai
berikut : 1. Kota  Surakarta  sebagai  salah  satu  kota  yang  pertama sekali mempelopori
lahirnya penari cross gender selain Yogyakarta 2. Penari-penari  cross  gender Kota  Surakarta  banyak  memunculkan  variasi-
variasi tarian baik tarian modern maupun tradisional, 3. Sejarah  budaya  Jawa,  khususnya  di  Kota  Surakarta  terutama  yang  berkaitan
dengan  tarian  dan  wayang  melatarbelakangi  juga  munculnya  penari  cross gender
4. Pertimbangan  kemudahan  dan  kelancaran  penelitian,  karena  peneliti  juga berdomisili di Kota Surakarta.