PENERAPAN SISTEM OUTSOURCING DAN HAK HAK SOSIAL EKONOMI TENAGA KERJA OUTSOURCING DI KOTA SURAKARTA

(1)

commit to user

i i

PENERAPAN SISTEM

OUTSOURCING

DAN HAK-HAK

SOSIAL-EKONOMI TENAGA KERJA

OUTSOURCING

DI KOTA SURAKARTA

(Studi kasus di PT. PLN (persero) APJ Kota Surakarta)

SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Ilmu Administrasi

Di susun oleh :

AGUS PANCAWIBOWO

D 0106026

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

commit to user

i iii

HALAMAN PENGESAHAN

Telah diterima dan disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi

Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret

Pada hari : Selasa

Tanggal : 02 November 2010

Panitia Penguji

Ketua : Drs. Sukadi, M.Si ( )

NIP 192708201976031001

Sekretaris : Drs. Muchtar Hadi, M.Si. ( ) NIP 195303201985031002

Penguji : Drs. Agung Priyono, M.Si. ( ) NIP 195504231981031002

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Dekan

Drs. Supriyadi SN., SU NIP. 195301281981031001


(3)

commit to user

i iiiii

HALAMAN PERSETUJUAN

Disetujui Untuk Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pembimbing

Drs. Agung Priyono, M.Si. NIP.195504231981031002


(4)

commit to user

i ivv MOTTO

“Semua impian kita dapat menjadi nyata, jika kita memiliki keberanian untuk mengejarnya.

(Irwanti Melati )

“All our dreams can come true, if we have the courage to pursue them” (Walt Disney)

“Fokus pada satu keinginan memungkinkan pencapaian banyak keinginan” (Mario Teguh)

"We'll Never Walk Alone “ (Liverpool)

“Ada 3 kalimat untuk menjadi sukses : lebih tau dari orang lain, kerja lebih dari orang lain, dan berharap kurang dari orang lain. (Three sentences for getting success: know more than others, work more than others and expect less than

other)”

(William Shakesphere)

“Apapun yang pikiran anda dapat bayangkan dan dapat percaya, dapat anda capai. (Whatever your mind can conceive and can believe, it can achieve)”


(5)

commit to user

v v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya kecilku ini aku persembahkan untuk:

1. Bapak dan Ibuku, atas semua doa, kasih sayang, pengertian dan pengorbanan yang diberikan untukku.

2. Adikku, Dwi YahyaWibowo

3. Kakakku, Elfrida Nino Aristachy dan Briant Nino Aditya

4. Keluarga besarku, atas doa dan dukungan yang diberikan sehingga aku bisa melalui semua tantangan dalam meraih mimpiku.

5. Honeyku, Irwanti Melati, Terima kasih atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang kau berikan untukku.

6. Sahabatku (Khabib Sholeh, Kusuma Sakti, Antonius Awang, Franciscus Arya, Bram Ardianto, Tri Margono, Nasichun Aviv Aluwi, Shan Anul Hasani, Danar Aditya Sahar, dan Ari Mukti). Terimakasih atas persahabatan yang tulus yang kalian berikan untukku.

7. Teman-teman Low Profile dan Kos Sumadi.

8. Teman-teman Administrasi Negara angkatan 2006. Semoga kesuksesan selalu menyertai kita.


(6)

commit to user

v vii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur atas rahmad dan karunia illahi Robbi, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penerapan Sistem Outsourcing Dan Hak-Hak Sosial Ekonomi Tenaga Kerja Outsourcing (Studi Kasus Di PT PLN (Persero) APJ Surakarta). Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di di Program Studi Administrasi Negara, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak, maka pada kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan khusus kepada:

1. Drs. Agung Priyono, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis selama ini.

2. Bapak Andjar Riyanto (Spv. Sekretariat) PT PLN (Persero) APJ Surakarta, Bapak Agus Supriyadi dan Ronny Hermawan perwakilan PT. Mulyo Agung Solo dan PT. Sandhy Putra Makmur, yang memberikan informasi dan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Drs. Sudarto, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi, Drs. Supriyadi SN., SU. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta, Drs. Sukadi, M.Si selaku pembimbing akademik, Papa dan Mama, Irwanti Melati dan Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam proses penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari kesempurnaan hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang menuju kearah perbaikan skripsi ini akan penulis perhatikan. Sebagai kata penutup, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan Program Studi Ilmu Administrasi Negara, serta bagi pihak-pihak yang memerlukannya

Surakarta, Oktober 2010


(7)

commit to user

v viiii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………. HALAMAN PENGESAHAN………... HALAMAN PERSETUJUAN……….. HALAMAN MOTTO……… HALAMAN PERSEMBAHAN……….... KATA PENGANTAR……….. DAFTAR ISI………. DAFTAR TABEL………. DAFTAR GAMBAR………... ABSTRAK……….……… ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……….…....………..

B. Rumusan Masalah……….………... C. Tujuan Penelitian……...……….. D. Manfaat Penelitian………..……….………

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka..………...…………... B. Kerangka Pemikiran………...

i ii iii iv v vi vii x xi xii xiii 1 10 10 11 12 51


(8)

commit to user

v viiiiii

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian………...………...

B. Lokasi Penelitian ...

C. Sumber Data ………...………...……….

D. Teknik Pengumpulan Data………..…………...

E. Teknik Sampling…..………..…………

F. Validitas Data………..………..

G. Teknik Analisis Data……….

H. Keterbatasan peneliti...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi PT PLN (Persero) APJ Surakarta…….…... B. Deskripsi Vendor... C. Penerapan sistem outsourcing di PT. PLN (persero)

APJ Surakarta...

D. Kesesuaian kapasitas kemampuan tenaga kerja outsourcing yang dinginkan PT. PLN (persero) APJ Surakarta

kepada perusahaan penyedia tenaga kerja...

E. kondisi dan pemenuhan hak-hak sosial ekonomi tenaga kerja outsourcing antara pihak penyedia dengan (Persero)

54

55

55

57

59

61

62

65

67 81

84


(9)

commit to user

i ixx

APJ Surakarta……….

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……….

B. Saran ..……….………

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

95

107


(10)

commit to user

x x

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel Halaman

1.1 Penduduk usia angkatan kerja menurut jenis kegiatan dan jenis kelamin di kota surakarta tahun 2008………. 3 1.2 Penduduk bekerja menurut jenis pekerjaan dan jenis kelamin kota surakarta tahun 2008………... 3 2.1 Perbedaan pokok antara kontrak jasa dengan outsourcing... 32 2.2 Jenis pekerjaan yang inti (core bisnis) dengan penunjang

PT. PLN... 40 4.1 Jenis pekerjaan outsourcing di PT. PLN (persero) APJ

Surakarta ... 85 4.2 Jenis pekerjaan kategori outsourcing... 86 4.3 Harga SATPAM antara PT. Sandhy PutraMakmur dengan


(11)

commit to user

x xii

DAFTAR GAMBAR

Tabel Judul Gambar Halaman 2.1 Konsep tenaga kerja kontrak ... 26

2.2 Konsep outsourcing... 31 2.3 Kerangka berpikir Penerapan sistem dan hak-hak

social-ekonomi tenaga kerja outsourcing di PT PLN (Persero) APJ Surakarta ...…….. 53 4.1 Struktur organisasi PT. Sandhy Putra Makmur …………...… 83 4.2 Struktur organisasi PT. Mulyo Agung Solo……...………. 84 4.3 Gambaran kesesuaian kapasitas tenaga kerja outsourcing


(12)

commit to user

x xiiii

ABSTRAK

AGUS PANCAWIBOWO. D0106026. PENERAPAN SISTEM OUTSOURCING DAN HAK-HAK SOSIAL-EKONOMI TENAGA KERJA OUTSOURCING DI KOTA SURAKARTA (Studi kasus di PT. PLN (persero) APJ Surakarta). Skripsi. Program Studi Administrasi Negara. Jurusan Ilmu Administrasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2010. 119 Hal.

Penulisan penelitian yang berjudul Penerapan sistem outsourcing dan hak-hak tenaga kerja outsourcing di kota Surakarta (studi kasus di PT. PLN (persero) APJ Surakarta) yang bertujuan untuk mengetahui proses implementasi outsourcing, penyimpangan penggunaan tenaga kerja outsourcing dan mengetahui hak-hak sosial-ekonomi tenaga kerja outsourcing dari peraturan ketenagakerjaan dan keputusan direksi PLN pada tenaga kerja di PT. PLN (persero) APJ Surakarta.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif studi kasus. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dengan narasumber, fakta-fakta yang ditemukan di lokasi penelitian, dan arsip/ dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Teknik penarikan sampel menggunakan purposive sampling dan snowball sampling. Purposive sampling digunakan ketika peneliti menetapkan narasumber yaitu tenaga kerja outsourcing PT PLN (Persero) APJ Surakarta. Snowball sampling digunakan untuk menentukan siapa narasumber selanjutnya yang mengetahui permasalahan penelitian setelah tenaga kerja outsourcing PT PLN (Persero) APJ Surakarta. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode trianggulasi data. Analisis data pada penelitian ini dengan menggunakan model analisis interaktif.

Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa implementasi outsourcing di PT. PLN yaitu : (1) Berpedoman pada peraturan direksi No. 305K/DIR/2010 tentang pengadaan barang /jasa dan UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Rekrutmen tenaga kerja outsourcing dilakukan oleh perusahaan penyedia tenaga kerja dan PT. PLN (persero) APJ Surakarta, baik lewat tender, penunjukkan langsung, dan koperlis (koperasi karyawan PT. PLN. (2) Terjadi banyak penyimpangan baik dilakukan oleh PT. PLN (persero) APJ Surakarta maupun vendor. Tenaga kerja disamakan seperi barang/produk. Masih rancu pemahaman pihak PT. PLN mengenai konsep kerja kontrak dengan outsourcing. (3) adanya pemotongan gaji oleh vendor kepada tenaga kerja outsourcing (4) Tidak semua perusahaan outsourcing memberikan upah lembur sesuai ketentuan. (5) Tidak semua perusahaan outsourcing mengikutsertakan karyawanya pada program jamsostek.Untuk tunjangan hari raya semua perusahaan outsourcing mengikuti ketentuan yang ada, yakni satu kali gaji bila sudah satu tahun bekerja. Bila belum satu tahun, minimal tiga bulan dengan jumlah pemberian proporsional. Untuk cuti (hamil, haid, sakit, dan tahunan) perusahaan outsourcing mengikuti ketentuan yang ada, tetapi tenaga kerja umumnya tidak mengambil cuti haid dan tidak memperoleh cuti tahunan karena kontraknya selalu diperpanjang setiap satu tahun sekali. Untuk hak mogok dan ikut serikat pekerja umumnya tenaga kerja outsourcing di PT. PLN tidak mengikti karena takut terhadap masa depannya. Pesangon juga tidak didapatkan para pekerja outsourcing. Dan tidak mempunyai peluang karir untuk promosi jabatan maupun menjadi karyawan tetap.


(13)

commit to user

x xiiiiii

ABSTRACT

AGUS PANCAWIBOWO. D0106026. THE IMPLEMENTATION OF

OUTSOURCING SYSTEM AND SOSIAL ECONOMIC RIGHTS OF

OUTSOURCING LABOUR IN SURAKARTA CITY ( A Study Case at PT.PLN (Persero) APJ Surakarta). Thesis. State Administrative Departement. Departement of Administrative Science. Sosial and Political Science Faculty. Sebelas Maret University. Surakarta. 2010. Page 116.

Writing the research, entitled the implementation of outsourcing system and social economic rights outsourcing labour in the city of Surakarta (A Study Case at PT.PLN (Persero) APJ Surakarta) which aims to determine the implementation of outsourcing process, the diversion in the use of labour outsourcing and to know the social economic rights of outsourcing labour from the rule of labour and PT. PLN decisionin PT. PLN Persero APJ Surakarta.

The research methodology used in this research is study case qualitative descriptive research method. Sources of data in this study obtained by interviews with resources person the facts found in the research location and archives/ documents related to research. The sampling technique uses a purposive sampling and snowball sampling. Purposive sampling is used when researcber establish resources person, that is, outsourcing labour at PT. PLN Persero APJ Surakarta. Snowball sampling Is used to determine who the next resource person who knows the problematica of the research after outsourcing labour PT PLN ( Persero) APJ Surakarta. Techniques Collecting data used in this study is interview, observation and documents review. The validity of the data used in this research is triangulation data method. Analysis of the data in this study uses an interactive model.

Based on the research, concluded that the implementation of outsourcing in the PT.PLN : (1) Based on the regulation of the directors No. 305K/DIR/2010 about procurement and Law 13 of 2003 concerning employement. Recruitment of labour force outsourcing conducted by the labour company and PT. PLN (Persero) APJ Surakarta, either through tender, direct performance and koperlis(cooperative of empoloyess PT.PLN. (2) Employee recruitment done by outsourcing company or representatives of PLN. (3) A pay cut by the vendor of outsourcing labour force of outsourcing. (4) Not all of outsourcing companies give fee overtime as certainty. (5) Not all outsourcing companies include its employee to Jamsostek program. All of outsourcing companies follow the rule to support aid the holiday, that is, once pay if it has been work for a year. If not, at least 3 months with proporsional fee. To leave (pregnancy, menstruation, illness, annual) outsourcing companies follow the rule, but commonly, the employee don’t leave for menstruation and don’t get annul leave because their contract always take a long in every once a year. Generally, the employee in outsourcing companies in PT.PLN don’t follow the strike right and labour united because they are afraid with their’s future. The separation pay also not given to the employee’s outsourcing. And they don’t have carrier opportunity to position promotion or become permanent employee.


(14)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Ditengah derasnya arus persaingan bisnis, para pengusaha diharuskan untuk meraih keunggulan kompetitif untuk dapat bertahan dalam dunia usaha. Berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi perusahaan, salah satunya dengan mengurangi jumlah sumber daya manusia yang ada. Dalam perampingan sumber daya manusia yang ada, perusahaan umumnya memlilih untuk merekrut para pekerja melalui Outsourcing Dan Kerja Kontrak, disamping melakukan enrichment job pada pegawai tetap yang ada. Hal ini dinilai lebih efisien, terutama dalam konteks biaya Sumber Daya Manusia perusahaan.

Outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta kriteria yang telah disepakati oleh para pihak. Dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia (Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan) , outsourcing diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja.

Outsourcing tidak dapat dipandang secara jangka pendek saja, dengan menggunakan outsourcing perusahaan pasti akan mengeluarkan dana lebih sebagai management fee perusahaan outsourcing. Outsourcing harus dipandang secara jangka panjang, mulai dari pengembangan karir karyawan, efisiensi dalam


(15)

commit to user

bidang tenaga kerja, organisasi, benefit dan lainnya. Perusahaan dapat fokus pada kompetensi utamanya dalam bisnis sehingga dapat berkompetisi dalam pasar, dimana hal-hal intern perusahaan yang bersifat penunjang (supporting) dialihkan kepada pihak lain yang lebih profesional.

Wacana mengenai outsourcing di Indonesia, bukan merupakan hal yang baru dalam perusahaan, khususnya dalam hal Hubungan Industrial. Hampir setiap tanggal 1 Mei (Mayday), yaitu saat hari Buruh, hampir semua organisasi masyarakat maupun serikat pekerja menolak hal tersebut karena dinilai tidak manusiawi dan hanya menyengsarakan para tenaga kerja. Selain itu, sistem kerja tersebut dinilai merugikan para pekerja karena tidak memberikan jaminan dalam bentuk apapun selama mereka bekerja.

Berbicara mengenai Hubungan Industrial, tidak terlepas adanya tripartit, yaitu: pekerja, pengusaha dan pemerintah. Dalam hal outsourcing ini, nampaknya belum ada garis tengah antara pengusaha dan pekerja yang ditengahi oleh pemerintah. Pemerintah hendaknya memberikan definisi yang jelas untuk sistem alih daya (outsourcing) yang ada pada Undang-undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan, untuk mengatur penerapan sistem penggunaan tenaga kerja itu oleh perusahaan, karena dalam pasal 59 dan 64 belum diterangkan secara jelas, bagaimana mekanisme sistem kerja kontrak dan outsourcing, sehingga banyak terjadi kesalahpahaman konsep antara keduanya.

Sebagaimana diketahui tingkat pengangguran di indonesia cukup tinggi, sebesar 9,43 juta orang atau 8,46% pada bulan februari 2008 (Biro Pusat Statistik, 2008), dan 8,14% pada tahun 2009. Berdasarkan hasil survey angkatan kerja


(16)

commit to user

nasional (SAKERNAS) tahun 2008 jumlah penduduk kota Surakarta yang berusia 15 tahun keatas tercatat 418.201 orang. Total terdiri dari 201.809 pnduduk laki-laki dan 216.392 orang penduduk perempuan. Untuk tingkat pengangguran di kota surakarta tahun 2008 mencapai 9,57% (BPS kota surakarta 2008), mengakibatkan daya tawar tenaga kerja yang rendah. Berdasarkan tabel 1.1 dibawah jumlah pengangguran di kota Surakarta tahun 2008 mencapai 26.574 orang. Dimana dari 26.574 penganggur, 67,49% adalah penganggur laki-laki dan 32,51% adalah penganggur perempuan.

Tabel 1.1

Penduduk usia angkatan kerja menurut jenis kegiatan dan jenis kelamin di kota Surakarta tahun 2008

Jenis kegiatan Jenis kelamin jumlah

Laki-laki Perempuan

1 2 3 4

Bekerja 140.622 110.479 251.101

56,00% 44,00% 100%

Pengangguran 17.934 8.640 26.574

67,49% 32,51% 100%

Angkatan kerja

158.556 119.119 277.675

57,10% 42,90% 100%

Sumber : data disosnakertrans

Tabel 1.2

Penduduk Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Dan Jenis Kelamin di Kota Surakarta tahun 2008.


(17)

commit to user

Golongan pokok jabatan Pencari kerja Lowongan pekerjaan

Laki-laki

Perempuan Jumlah Laki-laki

perempuan Jumlah

Tenaga professional, teknisi dan tenaga lain

1093 1456 2558 209 255 464

Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan

150 163 313 135 136 271

Pejabat pelaksana, tenaga tata usaha.

1046 1484 2530 138 190 328

Tenaga usaha penjualan 305 398 703 377 544 921

Tenaga usaha jasa 163 140 303 563 284 847

Tenaga usaha pertanian, perkebunan, ternak,

ikan hutan dan

perburuan.

156 179 335 20 - 20

Tenaga produksi Op alat angkutan dan pekerja kasar

407 414 822 278 635 913

Jumlah 3321 4243 7564 1720 2044 3764

sumber : Dinsosnakertrans tahun 2008

Para penganggur ini terpaksa menerima tawaran pemberi kerja (vendor) meskipun tidak sesuai dengan persyaratan yang seharusnya. Dalam hal ini pertimbangan moral para agen memainkan peran yang penting sehubungan dengan pengelolaan tenaga kerja. Menghadapi perilaku agen yang tidak bertanggung jawab, tenaga kerja tidak berdaya. mereka tidak mampu memperbaiki posisinya sendiri, terpaksa mengalami berbagai hal yang tidak menyenangkan. Realitas yang terjadi, banyak agen yang tidak membayar gaji sesuai kebutuhan hidup layak, membuat kontrak kerja yang kurang


(18)

commit to user

menguntungkan tenaga kerja, tidak memberikan jaminan masa depan, perlindungan kerja yang kurang, dan lain-lain.

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menjadi dasar hukum bagi perusahaan penyedia tenaga kerja maupun perusahaan pengguna jasa tenaga kerja outsourcing. PT. PLN (persero) APJ Surakarta mempunyai kebijakan yang mengatur mengenai outsourcing, dengan peraturan direksi PLN No. 305.K/DIR/2010 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa.

Jenis pekerjaan yang di outsourcing di PT. PLN (persero) APJ Surakarta antara lain : SATPAM, kurir, cleaning service, customer service operator, operator telepon, pengelolaan data dan pengelolaan jaringan, staff administrasi, sekretaris, pemasangan jaringan dan tower. Pihak perusahaan penyedia tenaga kerja/vendor memiliki tenaga kerja yang sudah berkompeten dibidangnya masing-masing kemudian disalurkan kepada perusahaan pengguna jasa tenaga kerja outsourcing.

Masalah konsep outsourcing seharusnya harus dipahami secara mendalam baik dari perusahaan penyedia maupun perusahaan pengguna (PT. PLN). Pada kenyataannya PT. PLN kurang memahami konsep dasar dari outsourcing itu sendiri. Antara jenis pekerjaan kontrak dengan outsourcing masih agak rancu pemahamannya. Sehingga banyak jenis pekerjaan yang sebenarnya masuk dalam kategori kontrak ternyata dimasukkan kedalam kategori outsourcing. Seperti misalnya, cleaning service, pemasangan jaringan listrik, pemasangan tower, dan perawatan taman. Padahal jenis pekerjaan tersebut masuk kategori kerja kontrak, karena volume pekerjaannya dapat dihitung/ketahui.


(19)

commit to user

Selain mengenai konsep outsourcing dengan kerja kontrak, terdapat penyimpangan-penyimpangan lainnya seperti, sistem outsourcing diatur dalam peraturan pengadaan barang dan jasa. Peraturan direksi No. 305.K/DIR/2010 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa. Hal ini berati manusia/tenaga kerja outsourcing disamakan seperti barang/jasa. Tenaga kerja hanya diambil jasanya, tanpa mempedulikan nasib kesejahteraan, kesehatan, dan hak-hak lainnya.

Tenaga kerja outsourcing statusnya adalah milik vendor sehingga urusan gaji/hak-hak tenaga kerja menjadi urusan vendor. Di sini kebanyakan terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh vendor dengan memberikan gaji yang sangat rendah/ bahkan dipotong/tidak sesuai dengan surat perjanjian kerja. Upah yang dipotong Sebuah perusahaan yang memiliki usaha di bidang penyedia tenaga kerja, tentu saja akan berfikir soal keuntungan. Keuntungan yang diterima dari perusahaan semacam ini sumbernya apa lagi kalau bukan dalam bentuk komisi. Sumber dari komisi inilah yang berasal dari pemotongan upah yang seharusnya diterima penuh oleh tenaga kerja.

Dalam banyak kasus tenaga kerja yang dioutsourcing, biasanya jam kerja mereka lebih panjang yaitu dengan cara kerja lembur. Alasan mereka sangat sederhana, ingin mendapatkan jumlah upah yang lebih baik dan mereka tahu upahnya pasti dipotong. Bisa dibayangkan, betapa beratnya volume dan beban kerja yang mereka lakukan sementara imbalannya tidak diterima secara utuh akibat pemotongan upah tadi. Di sinilah bentuk ekploitasi terhadap pekerja terjadi. Di samping itu, pengusaha juga tidak memiliki kewajiban apapun untuk


(20)

commit to user

memberikan sejumlah kompensasi kepada tenaga kerja yang bersangkutan kendati ia telah bekerja dan mengabdi untuk waktu yang cukup lama.

Hal tersebut terjadi karena Pengusaha merasa bahwa tenaga kerja yang bersangkutan adalah bukan pekerjanya karena tidak ada ikatan apapun selain dalam bentuk kontrak kerja. Lebih celaka lagi, manakala tenaga kerja yang bersangkutan dikembalikan ke Perusahaan penyedia (vendor) dan ternyata tidak ada tempat baginya untuk dipekerjakan di tempat lain, maka nasibnya akan menjadi semakin tidak jelas dan sudah pasti akan berujung pada PHK. Ini berarti pula bahwa dalam sistem outsourcing tidak memberikan kepastian terhadap kelangsungan kerja dalam waktu yang lama serta terhadap masa depan tenaga kerja. Tenaga kerja jangan berharap akan dapat menikmati masa pensiun dengan sejumlah uang pensiun sebagai hasil kerjanya selama bertahun-tahun.

Para tenaga kerja outsourcing tidak mempunyai perlindungan yang memadai karena perjanjian kerja antara outsourcer dengan outsourcee atau agen tidak tetap. Akibatnya tenaga kerja juga tidak bisa menjadi tenaga kerja tetap meski sudah beberapa tahun bekerja. itulah alasannya, sehingga muncul dua tuntutan yang kuat dari para tenaga kerja pada waktu memperingati hari buruh internasional, 1 Mei 2010 yang lalu, yakni (1) hapuskan sistem kontrak, dan (2) tolak outsourcing.

Survey pada beberapa tenaga kerja outsourcing menunjukkan bahwa gaji mereka banyak yang dipotong karena sebagian masuk keperusahaan agen. sebagai contoh, seorang customer service disebuah di PT. PLN (persero) APJ Kota Surakarta hanya menerima Rp. 975.000,00/bulan dari jumlah yang


(21)

commit to user

diinformasikan sebelumnya yakni Rp. 1.800.000,00/bulan, karena sisanya masuk perusahaan agen. Hal ini masih lebih baik karena kontrak bersifat terbuka, bagian agen dan karyawan jelas jumlahnya. kenyataan karyawan di agen lain lebih mempihatinkan. Kontrak tidak terbuka, karyawan hanya tahu diberi upah sekitar UMR/UMK ditambah sedikit uang jabatan, tanpa jamsostek, dan dokumen kontrak hanya disimpan agen. UMK kota surakarta tahun 2010 sebesar Rp. 785.000,00.

Tenaga kerja outsourcing merupakan pihak yang paling dirugikan dalam suatu perjanjian kerja, karena apabila terjadi pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan, maka tenaga kerja outsourcing tidak mendapatkan hak-hak normatif sebagaimana layaknya tenaga kerja, walaupun masa kerja sudah bertahun-tahun. Masa kerja buruh outsourcing tidak merupakan faktor penentu, karena tiap tahun kontrak kerjasama dapat diperbarui, sehingga masa pengabdian dimulai lagi dari awal saat terjadi kesepakatan kontrak kerja antara perusahaan dengan pekerja.

Dengan adanya perusahaan yang melakukan sistem outsourcing

menciptakan ketidakpastian kerja, apalagi peningkatan karir. tenaga kerja

outsourcing juga kehilangan kesempatan berserikat, karena baik secara terbuka maupun terselubung, perusahaan pengerah maupun pengguna tenaga kerja melarang mereka untuk berserikat dengan resiko kehilangan pekerjaan. Adanya outsourcing ini membuat posisi tawar tenaga kerja semakin lemah karena tidak ada kepastian kerja, kepastian upah, jaminan sosial, jaminan kesehatan, pesangon jika di PHK, dan tunjangan-tunjangan kesejahteraan lain. Hal ini akan memberi kesempatan yang lebih mudah bagi perusahaan yang bersangkutan untuk


(22)

commit to user

menambah atau mengurangi kesempatan kerja pada calon tenaga kerja melalui kerjasamanya dengan para agen.

Masalah saat ini adalah outsourcing diterapkan menyimpang dari praktek

outsourcing yang sesungguhnya. Dalam hal ini satu perusahaan penyedia tenaga kerja menjadi pemasok bagi perusahaan lain sebagai pengguna tenaga kerja. Tidak hanya itu saja outsourcing yang semula untuk melakukan pekerjaan yang tidak masuk dalam kategori kegiatan inti perusahaan (core activity) saat ini justru ada yang menggunakan tenaga kerja outsourcing untuk melakukan pekerjaan inti. Akibat dari praktek ini tenaga kerja menjadi tidak jelas hak-haknya, termasuk mengenai pengupahan, hak berserikat, hak atas jaminan pekerjaan, hak atas juminan social, dan sebagainya.

Di samping itu saat ini Indonesia belum siap untuk menerapkan outsourcing dikarenakan kondisi pasar kerja yang masih tidak berpihak pada tenaga kerja. Dari sisi hukum permintaan dan penawaran tenaga kerja jelas bahwa posisi tawar tenaga kerja sangat lemah sehingga apabila outsourcing diterapkan maka pemerintah harusnya menetapkan instrument hukum yang jelas untuk membatasi dan mengawasi praktek outsourcing sehingga tidak mengarah pada perdagangan tenaga kerja/human trafficking in person for labor dan perbudakan gaya baru. Dalam pelaksanaannya, sistem outsourcing sering kali terjadi perselisihan, terutama antara pengusaha dan pekerja. tenaga kerja outsourcing

merasa ada hak-haknya yang tidak dipenuhi, sedangkan pengusaha merasa telah menjalankan semua kewajibannya.


(23)

commit to user B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang hendak dikaji sebagai berikut :

1. Bagaimana proses penerapan outsourcing PT. PLN (persero) APJ kota surakarta?

2. Bagaimana kesesuaian kapasitas kemampuan tenaga kerja outsourcing

dengan yang diharapkan oleh perusahaan pengguna tenaga kerja?

3. Bagaimana kondisi tenaga kerja outsourcing yang bekerja di PT. PLN (persero) APJ kota surakarta, dan apakah hak-hak social-ekonomi terpenuhi?

C. Tujuan Penelitian

Bertolak dari rumusan masalah diatas, maka penelitian ini dilakukan guna mencapai tujuan berupa:

1. Tujuan Operasional

~ Untuk mengetahui proses penerapan outsourcing PT. PLN (persero) APJ kota surakarta.

~ Untuk mengetahui kesesuaian kapasitas kemampuan tenaga kerja

outsourcing dengan yang diharapkan oleh perusahaan pengguna tenaga kerja

~ Untuk mengetahui kondisi dan pemenuhan hak-hak sosial-ekonomi tenaga kerja outsourcing PT. PLN (persero) APJ kota surakarta.


(24)

commit to user 2. Tujuan Individu

Untuk memenuhi salah satu persyaratan akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan Strata 1 di Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi perusahaan yang melakukan outsourcing, diharapkan dapat menggunakan pengetahuan dan pemahaman tentang manfaat dan resiko outsourcing tersebut untuk memperbaiki atau merubah kerjasama yang dijalankan dengan agen.

2. Bagi perusahaan penerima kerja (agen), diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan usahanya dan memantabkan eksistensinya tanpa harus merugikan pihak lain.

3. Bagi masyarakat luas, pengetahuan dan pemahaman tentang manfaat dan resiko outsourcing bisa digunakan untuk mempersiapkan diri jika mereka akan masuk kedunia kerja atau memilih bidang usaha.

4. Bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan, informasi dan pemahaman konsep outsourcing tersebut bisa digunakan sebagai landasan dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan kerjasama antar perusahaan dan perlindungan terhadap masalah ketenagakerjaan yang terkait.

5. Didang keilmuan, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan sistem outsourcing yang menguntungkan semua pihak.


(25)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

Unsur penelitian yang paling besar peranannya adalah teori, dengan teori peneliti mencoba menerangkan fenomena sosial yang menjadi pusat perhatiannya. Kerlinger dalam Sugiyono (2008:52) menjelaskan teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Teori perlu disusun secara sistematis. Dibawah ini, penulis menguraikan beberapa konsep/teori yang dapat mendukung dan menjelaskan arahan penelitian ini, yang dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:

1) Implementasi kebijakan 2) Konsep outsourcing


(26)

commit to user 1) Implementasi Kebijakan a) implementasi

Dalam Kamus Webster, implementasi diartikan sebagai to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give practical effect to (menimbulkan dampak/ akibat terhadap sesuatu) (Joko Widodo, 2008:86). Implementasi adalah satu proses yang terarah dan terkoordinasi, melibatkan banyak sumber daya yang ada dalam organisasi.

Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab, Solichin Abdul (2004:81) menjelaskan makna implementasi sebagai berikut:

“Mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan/ legislasi kebijakan publik, baik

itu menyangkut usaha-usaha untuk

mengadministrasikannya maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun peristiwa.”

Wahab, Solichin Abdul menegaskan bahwa secara garis besar fungsi dari implementasi adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran kebijakan diwujudkan sebagai “outcome” (hasil akhir) kegiatan-kegiatan yang dilakukan (2004: 81). Kebijakan yang umumnya masih abstrak berupa pernyataan-pernyataan umum berisikan tujuan, sasaran, dan berbagai macam sarana diterjemahkan ke dalam


(27)

commit to user

program-program yang lebih operasional yang kesemuanya dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran yang telah dinyatakan dalam kebijakan tersebut.

Joko Widodo (2008: 88) mendefinisikan implementasi adalah suatu proses yang melibatkan sejumlah sumber yang termasuk manusia, dana, dan kemampuan organisasional yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta (individual atau kelompok). Proses ini dilakukan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya

Dari definisi diatas juga dapat disimpulkan bahwa implementasi adalah penerapan atau pelaksanaan dari suatu rencana yang telah ditetapkan sebelumnya atau tindakan yang nyata dari rencana yang telah ditetapkan.selain definisi implementasi hal yang perlu mendapat perhatian adalah bilamana implementasi dinilai berhasil. Terhadap keberhasilan implementasipun tidak ada ceriteria yang berlaku mutlak dan umum, sebab pada situasi dan kondisi tertentu dan kemungkinan tidak berlaku.

b) Kebijakan

Harold D.Laswel dan Abaham Kaplan ( dalam Wahab, Solichin Abdul, 2004:3) memberi arti kebijakan sebagai berikut :

” a projected program of goals, values and practices ”

( ”suatu program pencapaian tujuan, nilai- nilai dan praktek yang terarah ”) Asmara Rasataya mengemukakan kebijakan sebagai suatu taktik dan stategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan ( Islami,2004:17 )


(28)

commit to user c) Implementasi kebijakan

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah serangkaian tindakan yang dilaksanakan oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai tujuan tertentu untuk memecahkan suatu masalah tertentu.

d) Teori Implementasi Kebijakan

1) Teori George C.Edwards III (1980)

Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni komunikasi, sumberdaya, disposisi, struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain.

1. Komunikasi

Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementator mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.


(29)

commit to user

Faktor Penentu Implementasi menurut Edward III Komunikasi

Sumberdaya

Implementasi

Disposisi

Struktur Birokrasi

Sumber : Edwards III, 1980: 148 dalam Indiahono,D (2009:33) 2. Sumber daya

Apabila isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konstiten, dan implementator kekurangan sumber daya untuk melaksanakan makan implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya bisa berwujud SDM, yakni kompetensi implentator, dan sumber daya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggl di kertas menjadi dokumen saja.

3. Disposisi

Dispososi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki leh kompetitor seoerti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementator


(30)

commit to user

memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kbijakan dengan baik seperti apa yang yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor mrmiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.

4. Struktur birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadp implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang terpenting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (SOP). SOP menjadi pedoman penting bagi setiap implementator untuk bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung memperlemah pengawasan dan menimbulkan red-tape yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

2)Teori Merilee S. Grindle (1980)

Keberhasilan implementasi menurut Grindle dalam Indiahono,D (2009:31) dipengaruhi oleh dua variabel besar yakni :

1. Variabel isi kebijakan

a)Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan


(31)

commit to user

c)Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan

d)Apakah letak sebuah program sudah tepat

e)Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implemntatornya dengan rinci

f) Apakah sebuah program didukung sumberdaya yang memadai

2. Variabel lingkungan implementasi

a)Sebarapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan

b)Krakter institusi dan rezim yang sedang berkuasa c)Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran. Implementasi sebagai Proses Politik dan Administrasi

Tujuan yang dicapai?

Program Aksi dan Protes individu yang didesain

dan didanai

Mengukur Keberhasilan

Tujuan Kebijakan Implementasi Kebijakan dipengaruhi

oleh :

a. Isi Kebijakan

1. Kepentingan kelompok sasaran 2. Tipe manfaat

3. Derajad perubahan yang diinginkan

4. Letak pengambilan keputusan 5. Pelaksanaan program

6. Sumberdaya yang dilibatkan b. Lingkunagn implementasi

1. Kekuasaan, kepentingan dan stratei actor yang terlibat 2. Karakteristik lembaga dan

penguasa

3. Kepatuhan dan daya tanggaap

Program yang dilaksankan sesuai

rencana

Hasil Kebijakan : a. Dampak pada

masyarakat, kelopmpok dan individu b. Perubahan dan penerimaan masyarakat


(32)

commit to user

3) Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975)

Model implementasi kebijakan menurut van Meter dan Van Horn dalam Indiahono,D (2009:40)

Disposisi implementor adalah mencakup 3 hal yang penting yakni

a) Respon implementor terhadap kebijakan yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan b) Kognisi yakni pemahamannya terhadap kebijakan

c) Intensitas disposisi implementor yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor

Ukuran dan tujuan kebijakan

Komunikasi antar organisasi dankegiatan pelaksanaann

Sumber daya

Karakteristik badan

pelaksana Disposisi pelaksana

Lingkungan ekonomi social politik

Kinerja implementasi


(33)

commit to user

4) Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983) variabel-variabel yang mempengaruhi proses implementasi

Sumber : dalam Wahab, Solichin Abdul, 2004:81 Mudah atau tidaknya masalah dikendalikan :

1. Kesulitan teknis

2. Keragaman perilaku kelompok sasaran

3. Prosentase kelompok sasaran disbanding jumlah populasi 4. Ruang lingkup perubahan

Tahap-tahap dalam proses implementasi (VARIABEL TERGANTUNG)

Output kebijakan kepatuhan terhadap dampak nyata dampak output perbaikan

Dari badan-badan kelompok sasaran output kebijakan kebijakan sebagaiana mendasar Variable diluar kebijaksanaan yang mempengaruhi proses implementasi :

1. Kondisi sosio ekonomi dan teknologi 2. Dukungan public

3. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok pemilih 4. Dukungan dari pejabat atasan 5. Komitmen dan keterampilan

kepemimpinan pejabat-pejabat Kemampuan kebijaksanaan untuk

menstrukturkan proses implementasi :

1. Kejelasan dan konstitensi tujuan 2. Digunakannya teori kausal yang memadai 3. Ketepatan alokasi sumber daya 4. Keterpaduan hireakidalam dan antara

lembaga pelaksana

5. Aturan-aturan keputusan dan badan pelaksana


(34)

commit to user 2) Konsep Outsourcing

a) Definisi Konsep

1. Perusahaan Pengguna (user)

Adalah perusahaan yang memiliki pekerjaan dan memerlukan jasa perusahaan lain untuk membantu menyelesaikan pekerjaannya. 2. Perusahaan Pemborong

Adalah perusahaan yang mengerjakan pekerjaan perusahaan lain. Dalam menjalankan kegiatannya, perusahaan pemborong memiliki hubungan kerja dengan pekerja, sedangkan hubungan antara perusahaan pengguna dan pemborong hanyalah terkait dengan pekerjaan yang diborongkan tersebut.

3. Perusahaan Penyedia Tenaga Kerja

Adalah perusahaan yang menyediakan pekerja untuk bekerja pada perusahaan pengguna.diperusahaan penyedia tenaga kerja, tenaga kerja menjalankan tugas-tugas yang diberikan perusahaan pengguna, sedangkan system pembayaran upah dilakukan oleh perusahaan pemberi kerja kepada perusahaan penyedia tenaga kerja, lalu perusahaan penyedia membayar upah kepada para tenaga kerja.

4. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.


(35)

commit to user (dalam Nurachmad ST, Much 2009:13)

5. Outsourcing pekerjaan yaitu perjanjian pemborongan pekerjaan (perusahaan pemborong)

6. Outsourcing pekerja tidak dapat diterapkan perjanjian pemborongan kerja karena yang dialihkan adalah tugas tenaga kerjanya. Maksudnya, bagian fungsi-fungsi tersebut dari perusahaan dikerjakan oleh pekerja dari luar perusahaan, dimana pekerja tersebut terikat hubungan dengan perusahaan outsourcing yang kegiatan usahanya adalah menyediakan jasa tenaa kerja. (biasanya meliputi cleaning service, tenaga keamanan)

7. Tenaga kerja outsourcing adalah tenaga kerja yang dimanfaatkan oleh perusahaan untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan pada perusahaan tersebut, yang diperoleh melalui perusahaan penyedia tenaga kerja. Misalnya seorang tenaga kerja yang bernama A melamar kepada perusahaan outsourcing perusahaan X. Kemudian dari perusahaan X ia dikirimkan ke perusahaan Y, yaitu perusahaan pengguna tenaga kerja outsourcing untuk bekerja sebagai tenaga administrasi. Meskipun ia bekerja di perusahaan dan melaksanakan tugas untuk perusahaan Y, A tetap berstatus sebagai tenaga kerja perusahaan X. Dengan demikian dapat diketahui bahwa perusahaan Y tidak mempunyai hubungan kerja dengan secara langsung dengan tenaga kerja yang bekerja


(36)

commit to user

padanya, hubungannya hanya melalui perusahaan penyedia tenaga kerja outsourcing.

b) Kerja Permanen atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

Kerja permanen adalah hubungan kerja yang tidak ditetapkan jangka waktunya. Menurut Pasal 50 UU No. 13 Tahun 2003, hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh, dari redaksi pasal ini dapat diambil pengertian, pertama unsur utama pembentuk hubungan kerja adalah perjanjian kerja atau dengan kata lain syarat agar dapat dikatakan adanya hubungan kerja adalah adanya perjanjian kerja. Dengan demikian untuk mengetahui pola hubungan kerja yang ada harusnya merujuk pada perjanjian kerja, termasuk mengenai jangka waktu perjanjian. Pasal 56 ayat (1) UUK menyebutkan bahwa Perjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Membaca Pasal ini saja akan menimbulkan penafsiran bahwa ada kebebasan para pihak untuk membuat perjanjian kerja apakah berupa PKWTT atau PKWT, padahal sesungguhnya tidaklah demikian oleh karena dalam pasal-pasal berikutnya dapat ditemukan bahwa ternyata ada kondisi dan syarat yang ditentukan agar suatu hubungan kerja dapat dilakukansecara permanen maupun berjangka waktu. Hubungan kerja permanen dilakukan apabila:

§ Pekerjaan yang sifatnya terus menerus dan tidak terputus-putus; § Pekerjaan tidak dibatasi waktu;


(37)

commit to user

§ Pekerjaan itu merupakan bagian dari suatu proses produksi dalamsatu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman.

Sedangkan pekerjaan yang bukan musiman adalah

§ Pekerjaan yang tidak tergantung cuaca atau suatu kondisi tertentu.(Penjelasan Pasal 59 ayat (2) UU 13 TAhun 2003).

§ Selain itu PKWTT juga dapat terjadi apabila dalam suatu hubungan kerja tidakmencantumkan jangka waktu dalam PKWT maka secara otomatis hubungan kerja itu menjadi PKWTT.

§ Dalam Pasal 57 ayat (2) yang menyatakan bahwa:

“perjanjian kerja untuk waktu tertentu (istilah UU adalah PKWT) yang dibuat tidak tertulis dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.”

c) Tenaga kerja Kontrak

Definisi Contracting/kontrak dalam Indrajit, R.E dan Djokopranoto, R (2006:35) adalah bentuk penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga yang paling sederhana dan merupakan bentuk yang paling lama. Biasanya ini menyangkut kegiatan yang sederhana atau jenis layanan tingkat rendah, seperti pembersihan kantor, pemeliharaan rumput, dan halaman/kebun. Selain bersifat sederhana dapat juga yang sifatnya dapat dihitung volume pekerjaannya. Langkah ini adalah langkah jangka pendek, hanya mempunyai arti taktis. Langkah ini juga bukan merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk mengambil posisi dalam pasar, tetapi sekedar mencari praktis saja. Oleh


(38)

commit to user

karena sifat pekerjaan yang sangat sederhana maka pemilihan pemberi jasa bukan merupakan masalah serius, dengan latihan sebentar dapat melakukan pekerjaan tersebut.

Pekerjaan kontrak adalah hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja untuk melakukan pekerjaan tertentu dan dalam waktu tertentu. Mengapa dikatakan demikian oleh karena dalam hubungan kerja ini jenis pekerjaan dan jangka waktu pekerjaan memang telah ditentukan secara khusus dalam UU. Jenis pekerjaan yang dapat di PKWT menurut Pasal 59 ayat (1) ditentukan menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu yang dalam hal ini ditentukan yaitu:

a) Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b) Pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c) Pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d) Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Selain itu dalam Penjelasan Pasal 59 ayat (2) menyebutkan bahwa suatu pekerjaan yang dikategorikan sebagai pekerjaan yang bersifat tetap (pekerjaan yang terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi) dapat masuk dalam kategori pekerjaan musiman apabila tergantung cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suatu kondisi tertentu sehingga dapat menjadi objek PKWT. Ketentuan dalam Pasal 59 ayat (1) dan (2) ini akan menjadi kabur manakala dikaitkan


(39)

commit to user

dengan Pasal 56 ayat (2) yang menentukan bahwa PKWT adalah Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas :

a) Jangka waktu; atau

b) Selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Kekaburan yang timbul adalah bahwa dari pasal 56 ayat (2) PKWT dapat dibuat berdasarkan jangka waktu ataupun berdasarkan pada selesainya pekerjaan itu. Jika PKWT dapat dibuat berdasarkan jangka waktu maka yang kemudian terjadi adalah PKWT diterapkan pada jenis pekerjaan yang bukan dikategorikan dalam Pasal 59 ayat (1) dan (2) di atas, akibatnya di lapangan dapat ditemukan adanya praktek PKWT yang menyimpang di mana pekerja dengan status pekerja kontrak juga melakukan pekerjaan-pekerjaan yang biasa dilakukan oleh para pekerja/buruh dengan status PKWTT/permanen.

Secara singkat gambaran konsep tenaga kerja kontrak sebagai berikut : Gambar 2.1

User menghubungi beberapa vendor dan menawarkan ke vendor dengan pihak user memberi HPS (harga perkiraan sementara ). Baik lewat

tender/penunjukkan langsung

Vendor/penyedia tenaga kerja yang ditunjuk menjadi rekanan

Perusahaan pengguna (user) membutuhkan jasa tenaga cleaning service untuk 4 gedung dan user memberikan rincian harga per lantai, kaca, ruangan, dll. (ada volume

pekerkerjaan)

Vendor merekrut tenaga kerja untuk bekerja di PT. PLN sebagai cleaning service Tenaga kerja


(40)

commit to user

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja kontrak merupakan tenaga kerja yang statusnya bekerja untuk vendor dan oleh vendor dipekerjakan di perusahaan pengguna ( PT. PLN) sebagai cleaning service, yang sebelumnya sudah terjadi kesepakatan antara perusahaan pengguna dengan vendor mengenai volume pekerjaan dan kesepakatan harga. Dan masalah gaji/jumlah tenaga kerja menjadi tanggung jawab vendor.

d) Outsourcing

Istilah outsourcing berasal dari kata ”out” dan ”source” yang berarti sumber dari luar (pihak ketiga) untuk bertanggung jawab terhadap proses atau jasa yang sebelumnya dilakukan oleh perusahaan. Bisa juga didefinisikan sebagai membeli barang atau jasa yang sebelumnya disediakan secara internal (Swink, 1999; Smith et al, 1996; Lankford and Parsa, 1999; Elmuti and kathwala,2000; dalam Franceschini et al.,2003).

Outsourcing dalam Indrajit, R.E dan Djokopranoto, R (2006:35) adalah penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga dengan tujuan untuk mendapatkan kinerja perusahaan yang professional dan berkelas dunia. Oleh karena itu, pemilihan pemberi jasa merupakan hal yang sangat vital. Diperlukan pemberi jasa yang menspesialisasikan dirinya pada jenis pekerjaan atau aktivitas yang akan diserahkan. Dengan demikian diharapkan bahwa kompetensi utamanya juga berada dijenis pekerjaan tersebut. Disertai pengendalian yang tepat. Pemberi jasa diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan.


(41)

commit to user

Di dalam Undang-Undang tidak menyebutkan secara tegas mengenai istilah outsourcing. Tetapi pengertian outsourcing dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 64 Undang-Undang ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, yang isinya menyatakan bahwa outsourcing adalah suatu perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dengan tenaga kerja, dimana perusahaan tersebut dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. Dalam Małgorzata Koszewska Autex Research Journal, Vol. 4, No4, December 2007 sebagai berikut :

“In the literal sense, outsourcing denotes utilisation of external resources. It occurs when the execution of tasks, functions and processes hitherto fulfilled in-house is commissioned to an external provider specialising in a given area on the basis of long-term co-operation”.

Outsourcing adalah sebuah pola kerja dengan cara mendelegasikan operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis/kerja pada pihak lain di luar perusahaan yang menjadi penyedia jasa outsourcing. Dengan demikian dalam

outsourcing terjadi pendelegasian tugas dari perusahaan pemberi kerja pada perusahaan lain selaku penerima kerja untuk melakukan suatu pekerjaan yang diperlukan perusahaan pemberi. Atau dengan kata lain outsourcing atau alih daya merupakan proses pemindahan tanggung jawab tenaga kerja dari perusahaan induk ke perusahaan lain diluar perusahaan induk. Perusahaan diluar perusahaan induk bisa berupa vendor, koperasi ataupun instansi lain yang diatur dalam suatu kesepakatan tertentu. Outsourcing dalam regulasi ketenagakerjaan bisa hanya mencakup tenaga kerja pada proses pendukung


(42)

commit to user

(non--core business unit) atau secara praktek semua lini kerja bisa dialihkan sebagai unit outsourcing. (Sumber : “Seputar Tentang Tenaga outsourcing”,(

http://malangnet.wordpress.com)

Tetapi outsourcing tidak sekedar mengontrakkan secara biasa, tetapi jauh melebihi itu. Maurice F. Greaver II dalam Indrajit, R.E dan Djokopranoto, R (2006:2) memberikan definisi outsourcing sebagai berikut :

“ Outsourcing is the act of transferring some of a company’s recurring internal activities and decision rights to outside provider, as set forth in a contract. Because the activities are recurring and a contract is used, outsourcing goes beyond the use of consultants. As a matter of practise, not only are the activities transferred, but the factor of production and decision rights often are, too. Factors of production are the resources that make the activities occur and include people, facilities, equipment, technology, and the other asset. Decision rights are the responsibility for making decisions over certain elements of the activities transferred.”

Menurut Shreeveport Management Consultancy dalam Indrajit, R.E dan Djokopranoto, R (2006:2), outsourcing adalah

“ The transfer to a third party of the continuous management responsibility for the provision of a service governed by a service level agreement “ .

Menurut Ángel García-Crespo, Ricardo Colomo-Palacios, Juan Miguel Gómez-Berbís, Myriam Mencke. 2009. Dalam International Journal of Management Innovation Systems seperti berikut ini :

“Outsourcing has been applied in sectors such as manufacturing, cleaning, security, catering, transportation, maintenance engineering, finance and accounting, personnel administration, travel services, and information and communication technology (ICT)”.


(43)

commit to user

Outsourcing dapat diterapkan disektor manufacturing, cleaning service, security, catering, transportasi, operator mesin, keuangan, staff administrasi, pelayanan service, dan teknologi komunikasi. Untuk outsourcing dapat dibedakan menjadi 3 kategori yaitu outsourcing pekerjaan, outsourcing pekerja/personel, dan tenaga kerja outsourcing. Untuk sektor cleaning service, catering dan security itu masuk dalam kategori outsourcing pekerja (perosel).

Dari berbagai pengertian diatas maka dapat ditarik suatu definisi operasional mengenai outsourcing yaitu suatu bentuk perjanjian kerja antara perusahaan pengguna jasa dengan perusahaan penyedia jasa, dimana perusahaan pengguna jasa meminta kepada perusahaan penyedia jasa untuk menyediakan tenaga kerja yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan pengguna jasa dengan membayar sejumlah uang dan upah atau gaji tetap dibayarkan oleh perusahaan penyedia jasa. Pengertian outsourcing yang digunakan oleh peneliti yaitu memborongkan atau mendelegasikan satu bagian atau beberapa bagian dari kegiatan perusahaan kepada perusahaan penyedia jasa eksternal. Misal perjanjian kerja antara perusahaan A sebagai pengguna jasa dengan perusahaan B sebagai penyedia jasa, dimana perusahaan A meminta kepada perusahaan B untuk menyediakan tenaga kerja yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan A dengan membayar sejumlah uang dan upah atau gaji tetap dibayarkan oleh perusahaan B.


(44)

commit to user

Secara singkat Gambaran konsep outsourcing

Gambar 2.2

e) Kontrak jasa

Kontrak jasa yaitu pemberian pekerjaan atau penyerahan pekerjaan tertentu kepada pihak ketiga, di luar perusahaannya sendiri, dengan persyaratan dan pembayaran tertentu telah lama sekali dikenal, jauh sebelum konsep outsourcing diperkenalkan. Kesamaan antara kontrak jasa dengan

outsourcing yaitu : 1) keduanya merupakan penyerahan atau pemberian

Perusahaan pengguna (user). Membutuhkan 10 tenaga kerja untuk mengisi posisi sebagai staff administrasi. Dan user memberikan criteria tenaga kerja yang diinginkan.

Setelah proses negosiasi selesai, pihak vendor yang ditunjuk menjadi rekanan kemudian menyediakan 10 tenaga kerja (staff administrasi). Disini ada transfer sumber daya manusia

Perusahaan pengguna (user) menghubungi para vendor untuk menyediakan tenaga kerja staff administrasi. Dengan bernegosiasi mengenai masalah harga per orang.

Tenaga kerja (staff administrasi) statusnya sebagai tenaga kerja

outsourcing milik vendor A dan

bekerja di perusahaan pengguna (user).


(45)

commit to user

pekerjaan pada pihak ketiga di luar organisasi perusahaan sendiri, 2) bahwa pemberian pekerjaan tersebut disertai dengan syarat pembayaran dan syarat-syarat lain, 3) bahwa keduanya mempunyai batasan yang jelas mengenai pekerjaan apa yang diberikan, dan 4) keduanya mempunyai batas waktu tertentu.

Tabel 2.1

Perbedaan pokok antara kontrak jasa dengan outsourcing. NO Kontrak jasa Outsourcing

1 Mempunyai tujuan sekedar menyelesaikan pekerjaan tertentu

Mempunyai tujuan strategis jangka panjang

2 Sekedar menyerahkan tugas pada tugas pihak ketiga

Ingin menyerahkan pada pihak lain yang lebih profesional

3 Mungkin tidak dapat/tidak sempat mengerjakan sendiri

Ingin berkonsentrasi pada bisnis utama 4 Hubungan pemberi kerja

dengan kontraktor jangka pendek

Hubungan bersifat jangka panjang

5 Umumnya tidak menyangkut transfer sumber daya manusia

Sering kali disertai dengan transfer sumber daya manuasia

6 Hubungan pemberi kerja dengan kontraktor sekedar hubungan kerja biasa

Hubungan pemberi kerja dengan kontraktor berkembang menjadi hubungan kemitraan bisnis

7 Tujuan lebih bersifat jangka pendek

Jangka panjang 8 Umumnya tidak menyangkut

transfer peralatan atau asset perusahaab

Sering kali disertai dengan transfer peralatan atau perusahaan


(46)

commit to user f) Ketentuan outsourcing di Indonesia

Pelaksanaan strategi outsourcing di Indonesia diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 64,65,dan 66. Pasal 64 merupakan dasar diperbolehkannya strategi outsourcing, pasal 65 tentang teknis pelaksanaan outsourcing dan pasal 66 mengenai persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan penyedia jasa (agen). Berikut bunyi pasal-pasal tersebut.

Pasal 59

1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :

a) pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; b) pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu

yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; c) pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d) pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.

4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya


(47)

commit to user

boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.

6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.

7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 64

Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.


(48)

commit to user Pasal 65

1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pem borongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a) dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;

b) dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;

c) merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan

d) tidak menghambat proses produksi secara langsung.

Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.

2) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimak-sud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3) Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.


(49)

commit to user

4) Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.

5) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.

6) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.

7) Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).

Pasal 66

1) Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.


(50)

commit to user

2) Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan lang-sung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a) adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;

b) perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;

c) perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan

d) perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. 3) Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang

berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi,


(51)

commit to user

maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.

g) Pekerjaan Utama (Core Business) dan Pekerjaan Penunjang (Non Core Business) dalam Perusahaan sebagai Dasar Pelaksanaan Outsourcing.

Berdasarkan pasal 66 UU No.13 Tahun 2003 outsourcing (Alih Daya) dibolehkan hanya untuk kegiatan penunjang, dan kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Kesamaan interpretasi ini penting karena berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan outsourcing (Alih Daya) hanya dibolehkan jika tidak menyangkut core business. Dalam penjelasan pasal 66 UU No.13 tahun 2003, disebutkan bahwa :

”Yang dimaksud dengan kegiatan penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain: usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh catering, usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.” Interpretasi yang diberikan undang-undang masih sangat terbatas dibandingkan dengan kebutuhan dunia usaha saat ini dimana penggunaan outsourcing (Alih Daya) semakin meluas ke berbagai lini kegiatan perusahaan. Konsep dan pengertian usaha pokok atau core business dan kegiatan penunjang atau non core business adalah konsep yang berubah dan berkembang secara dinamis. Oleh karena itu tidak heran kalau Alexander dan


(52)

commit to user

Young dalam Komang Priambada (2008:78) mengatakan bahwa ada empat pengertian yang dihubungkan dengan core activity atau core business. Keempat pengertian itu ialah :

· Kegiatan yang secara tradisional dilakukan di dalam perusahaan. · Kegiatan yang bersifat kritis terhadap kinerja bisnis.

· Kegiatan yang menciptakan keunggulan kompetitif baik sekarang

maupun di waktu yang akan datang.

· Kegiatan yang akan mendorong pengembangan yang akan datang,

inovasi, atau peremajaan kembali.

Interpretasi kegiatan penunjang yang tercantum dalam penjelasan UU No.13 tahun 2003 condong pada definisi yang pertama, dimana outsourcing (Alih Daya) dicontohkan dengan aktivitas berupa pengontrakan biasa untuk memudahkan pekerjaan dan menghindarkan masalah tenaga kerja. Outsourcing

(Alih Daya) pada dunia modern dilakukan untuk alasan-alasan yang strategis, yaitu memperoleh keunggulan kompetitif untuk menghadapi persaingan dalam rangka mempertahankan pangsa pasar, menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan


(53)

commit to user Tabel 2.2

Jenis pekerjaan yang inti (core bisnis) dengan penunjang PT. PLN NO PEKERJAAN UTAMA PEKERJAAN PENUNJANG

1. Menyediakan tenaga listrik. Cleaning service, pemeliharaan taman.

2 Memberikan pelayanan kepada pelanggan.

Sopir, Kurir, operator telepon, pengelolaan data dan jaringan.

3 Manajerial. Staff administrasi, pemasangan

tower, jaringan listrik, sekretaris, dan Satpam.

3) Hak-hak Sosial-Ekonomi Tenaga Kerja

Hak dasar tenaga kerja adalah hak-hak yang sifatnya fundamental, antara lain menyangkut hak atas kesempatan yang sama untuk bekerja dan menempati posisi tertentu dalam pekerjaan (non diskriminasi), hak berorganisasi, hak memperoleh pekerjaan yang layak, dan sebagainya, tidak semua hak dasar menjadi hak normatif, Contohnya hak jaminan untuk bekerja.

Hak normatif tenaga kerja adalah hak-hak tenaga kerja yang sudah diatur berdasarkan undang-undang seperti hak atas upah, hak atas jaminan sosial, hak atas cuti dan istirahat, hak berserikat.

a) Hak ekonomi tenaga kerja

Di dalam Pasal 27 ayat (2) Perubahan UUD 1945 ditentukan : “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi


(54)

commit to user

kemanusiaan”. Dalam Pasal 28D ayat (2) Perubahan UUD 1945 ditentukan: Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan danperlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Selanjutnya khusus mengenai perekonomian diatur dalam Pasal 33 Perubahan UUD 1945 yaitu:

1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersamaberdasar atas asas kekeluargaan.

2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.

3) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjagakeseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Penelusuran dalam kepustakaan ditemukan bahwa hak asasi manusia bidang ekonomi adalah hak yang berkaitan dengan akitivitas perekonomian, perburuhan, hak memperoleh pekerjaan, perolehan upah dan hak ikut serta dalam serikat buruh.

Hak mendapatkan pekerjaan dan penghasilan

Sebagaimana tertera dalam pasal 31 UU No 13 tahun 2003, setiap pekerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan, memilih jenis pekerjaan yang sesuai, pindah dari satu perusahaan keperusahaan lain, dan memperoleh penghasilan, baik didalam maupun luar negeri. Jalil, abdul (2008:174). Seiring dengan perkembangan demokrasi, tak


(55)

commit to user

seorang pun berhak memaksa seseorang untuk melakukan atau meninggalkan pekerjaannya, semua tergantung pada dirinya sendiri.

Hak mendapat upah

Kewajiban dari perusahaan sebagai akibat dari timbulnya hubungan kerja adalah membayar upah. Secara umum upah adalah pembayaran yang diterima buruh selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan (Asyhadie, Zaeni 2008:75). Sedangkan menurut Totok Santosa (staff dinas tenaga kerja kota surakarta) upah adalah segala macam bentuk penghasilan (carning), yang diterima buruh/pegawai (tenaga kerja) baik berupa uang ataupun barang dalam jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi.”

Agar tenaga kerja outsourcing dapat hidup dengan layak maka diatur perlindungan hukum mengenai upah sesuai dengan Pasal 27 ayat (2) undang-Undang dasar 1945 yaitub :

“Setiap warga negara berhak atas pekerjaan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”

Pasal ini dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu pada pasal 1 angka 30 upah adalah “hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha/pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayar menurut perjanjian kerja, kesepakatan, atau perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.”


(56)

commit to user

Dengan demikian, menurut UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, upah merupakan hak dari pekerja/buruh yang harus ditentukan sedemikian rupasehingga merupakan salah satu bentuk kebijakan perlindungan bagi pekerja/buruh. Oleh karena itu, menurut UU No. 13 Tahun 2003 kebijakan perlindungan meliputi :

1)Upah minimum 2)Upah kerja lembur

3)Upah tidak masuk kerja karena berhalangan

4)Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaannya

5)Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya 6)Bentuk dan cara pembayaran upah

7)Denda dan potongan upah

8)Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah 9)Upah untuk pembayaran pesangon

10)Upah untuk penghitungan pajak penghasilan

Berkaitan dengan pengertian upah, Nurimansyah Hasibuan dalam (Asyhadie, Zaeni 2008:76) upah adalah segala macam bentuk penghasilan, yang diterima buruh/pegawai baik berupa uang ataupun barang dalam jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi. Menurut G. Reynold dalam (imam soepomo,1983:135) dalam (Asyhadie 2008:76), pengertian upah sebagai berikut :

“Bagi pengusaha upah adalah biaya produksi yang harus ditekan serendah-rendahnya agar harga barangnya nanti tidak menjadi terlalu


(57)

commit to user

tinggi agar keuntungannya menjadi lebih tinggi. Bagi organisasi pekerja/buruh upah adalh objek yang menjadi perhatiannya untuk dirundingkan dengan pengusaha agar dinaikkan. Bagi pekerja/buruh upah adalah jumlah uang yang diterimanya pada waktu tertentu atau lebih penting lagi adalah jumlah barang kebutuhan hidup yang dapat ia beli dari jumlah upah itu”

Upah minimum menurut (Jehani, Libertus 2008:15-16) adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap Upah minimum adalah hak dasar setiap pekerja yang harus dipenuhi oleh pengusaha. Namun, UU tenaga kerja memberikan sedikit ruang gerak bagi pengusaha yang tidak mampu sehingga pengusaha yang bersangkutan dapat menunda pelaksanaan upah minimum tersebut. Namun, pengusaha tersebut wajib membuat permohonan kepada instansi terkait, yang tentu saja hal tersebut harus disertai laporan keuangan yang menunjukkan ketidakmampuannya. Upah minimum wajib diberikan oleh pengusaha kepada setiap pekerja pada saat pekerja tersebut bekerja kepadanya. Setiap tahun pemerintah menetapkan upah minimum regional (UMR/UMP) yang besarnya berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya.

Setiap pekerja berhak atas upah yang berupa gaji bersih sebagai hak-hak atas imbalan jasa dari perusahaan berupa upah berdasarkan pengupahan sesuai dengan peraturab pengupahan yang berlaku di perusahaan. Perusahaan mempunyai sistem pengupahan yang disesuaikan dengan fungsi dan jabatan serta tugas masing-masing pekerja. Sistem pengupahan terdiri/terbagi atas golongan dengan prinsip bahwa untuk klasifikasi pekerjaan yang sama, tidak tertutup kemungkinan adanya perbedaan nilai nominal, karena pada setiap golongan mempunyai batas minimal maksimal basis upah tergantung dari


(1)

commit to user

Tentang jaminan sosial ketenagakerjaan, ternyata tidak semua karyawan outsourcing merasa mendapatkannya, padahal pasal 99 ayat 1 UU ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 mengatakan bahwa :

”setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.”

Tidak dipeolehnya jamsostek tersebut tidak seluruhnya kesalahan perusahaan outsourcing. Ada perusahaan outsourcing yang memang tidak mengusahakannya meskipun dana dari perusahaan pengguna diberikan, namun ada pula yang karena mau menekan pengeluaran perusahaan pengguna memang tidak memberikannya. Berdasarkan temuan di lapangan karyawan outsourcing yang merasa tidak mendapatkan jaminan sosial adalah mereka yang berpendidikan rendah, terutama untuk pekerjaan cleaning service. Meskipun tidak diikutsertakan dalam jamsostek mereka tidak berani protes karena takut diberhentikan. Berikut jawaban dari hasan tenaga kerja outsourcing cleaning service yang tidak mendapatkan jamsostek :

”ketika akan mulai bekerja katanya dimasukkan dalam program jamsostek, tetapi setelah satu tahun, dua tahun, tiga tahun, dan sampai sekarang tidak dimasukkan juga. Katanya kalau dapat program jamsostek dapat kartu jamsostek tetapi kenyataannya sampai sekarang belum dapat kartunya.”

( wawancara, 02 September 2010 pukul 12.45 WIB)

Pengembagan Dan Karir

Pola pengembangan dan pelatihan untuk dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pekerjaan mereka. Makin tinggi pendidikan, makin besar tanggung jawab pekerjaan yang dibutuhkan, makin penting pelatihan yang diberikan. Dengan pola ini, mereka yang berpendidikan rendah akan


(2)

commit to user

memperolah pekerjaan yang sederhana. Seorang cleaning service akan mulai bekerja dengan pengarahan seniornya tentang bahan, alat yang digunakan, bagaimana menggunakannya, akibat kalau salah pakai, dan sejenisnya. Untuk satpam akan diberi pelatiahan yang lebih banyak berhubungan dengan kekuatan fisik, baris-berbaris, olah fisik, cara menggunakan senjata dan sebagainya. Selain pelatihan dan menunjang kebutuhan pekerjaan, beberapa perusahaan outsourcing juga melakukan pembinaan bagi karyawan bila ada masalah yang berhubungan dengan tugas mereka.

Mengenai karir bagi tenga kerja outsourcing ada dua kelompok, pertama tidak punya prospek dan kedua punya prospek karir. Yang tidak berprospek terutama kelompok yang berpendidikan rendah seperti kurir dan juga semua tenaga kerja outsourcing yang bekerja di PT. PLN (persero) APJ Surakarta, walaupun sudah bekerja selama bertahun-tahun tetap menjadi tenga kerja outsourcing seumur hidup.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Suharno (kurir) sebagai berikut : ”saya sudah bekerja disini sekitar 4 tahunan dan sampai sekarang pekerjaan saya sebagai staff administrasi sampai sekarang dan sulit menjadi tenaga kerja tetap karena untuk menjadi tenaga kerja tetap harus dari PT. PLN Pusat (jakarta).”

( wawancara, 02 september 2010 pukul 12.40 WIB)

Jika seseorang statusnya sebagai tenaga kerja outsourcing maka akan sulit untuk mengembangkan karir atau naik pangkat karena tergantung kontrak kerjanya. Sebab lainnya karena tenaga kerja outsourcing statusnya sebagai pekerja perusahaan penyedia jasa/vendor.


(3)

commit to user

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ditengah derasnya arus persaingan dunia usaha, para pengusaha diharuskan untuk meraih keunggulan kompetitif untuk dapat bertahan dalam dunia usaha. Berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi perusahaan, salah satunya dengan mengurangi jumlah sumber daya manusia yang ada. Dalam perampingan sumber daya manusia yang ada, perusahaan umumnya memilih untuk merekrut para pekerja melalui outsourcing.

Outsourcing yaitu suatu bentuk perjanjian kerja antara perusahaan

pengguna jasa dengan perusahaan penyedia jasa, dimana perusahaan pengguna jasa meminta kepada perusahaan penyedia jasa untuk menyediakan tenaga kerja yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan pengguna jasa dengan membayar sejumlah uang dan upah atau gaji tetap dibayarkan oleh perusahaan penyedia jasa.

Tenaga kerja outsourcing adalah tenaga kerja yang dimanfaatkan oleh perusahaan untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan pada perusahaan tersebut, yang diperoleh melalui perusahaan penyedia tenaga kerja. Misalnya seorang tenaga kerja yang bernama A melamar kepada perusahaan outsourcing perusahaan X. Kemudian dari perusahaan X ia dikirimkan ke perusahaan Y, yaitu perusahaan pengguna tenaga kerja


(4)

commit to user

bekerja di perusahaan dan melaksanakan tugas untuk perusahaan Y, A tetap berstatus sebagai tenaga kerja perusahaan X.

Diketahui bahwa implementasi outsourcing di PT. PLN

berpedoman pada peraturan direksi No. 305K/DIR/2010 tentang pengadaan barang dan jasa dan UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Penerapan sistem outsourcing di PT. PLN banyak terjadi berbagai penyimpangan, seperti masih rancunya antara konsep

outsourcing dengan kerja kontrak, sehingga berdampak pada pemisahan

kategori jenis pekerjaan yang tidak sesuai. Manusia sebagai tenaga kerja disamakan seperti barang/produk. Tenaga kerja outsourcing dirugikan.

Jenis pekerjaan yang di outsourcingkan seperti tenaga

keamanan/SATPAM, operator telepon, pengelolaan data dan pengelolaan jaringan, customer service operator, staff administrasi dan sekretaris. Umur tenaga kerja outsourcing di PT. PLN sekitar 4-6 tahun dan sudah mengalami perpindahan vendor lebih dari satu perusahaan outsourcing. Sebagai kompensasi UMK selalu menjadi dasar pemberian gaji pokok untuk semua tenaga kerja outsourcing. Perbedaan penerimaan pendapatan bukan pada gaji pokok, melainkan pada tunjangan yang diperoleh. Makin tinggi pendidikan makin bervariasi jenis dan jumlah tunjangan. Beberapa penyimpangan yang yang dilakukan perusahaan outsourcing adalah : (1) Tidak semua perusahaan membuat dan memberikan surat perjanjian kerja, (2) Tidak semua perusahaan outsourcing memberikan upah lembur sesuai ketentuan, (3) Tidak semua perusahaan outsourcing mengikutsertakan


(5)

commit to user

pekerja pada program jamsostek, (4) tidak semua perusahaan outsourcing

mematuhi waktu kontrak yang ditentukan oleh undang-undang.

Untuk tunjangan hari raya semua perusahaan outsourcing

mengikuti ketentuan yang ada, yakni satu kali gaji bila sudah satu tahun bekerja. Bila belum satu tahun, minimal tiga bulan dengan jumlah pemberian proporsional. Untuk cuti (hamil, haid, sakit, dan tahunan) perusahaan outsourcing mengikuti ketentuan yang ada, tetapi tenaga kerja umumnya tidak mengambil cuti haid dan tidak memperoleh cuti tahunan karena kontraknya selalu diperpanjang setiap satu tahun sekali. Untuk hak mogok dan ikut serikat pekerja umumnya tenaga kerja outsourcing di PT. PLN tidak mengikti karena takut terhadap masa depannya. Pesangon juga tidak didapatkan para pekerja outsourcing. Dan tidak mempunyai peluang karir untuk promosi jabatan maupun menjadi pekerja tetap.


(6)

commit to user

B. SARAN

1. Disarankan kepada pemerintah untuk meninjau kembali ketentuan UU Ketenagakerjaan dalam kaitan batasan pekerjaan pokok dan pekerjaan penunjang bagi tenaga kerja outsourcing karena perkembangan jenis usaha pada saat ini sulit dibedakan antara pekerjaan utama dengan pekerjaan penunjang.

2. PT. PLN (persero) APJ Surakarta harus lebih memahami

perbedaan antara konsep kerja kontrak dengan outsourcing. Kemudian peraturan mengenai outsourcing perlu ditinjau kembali dan lebih memanusiakan tenaga kerja.

3. Antara pemerintah dan pengusaha harus memahami secara

mendalam konsep outsourcing. Agar tidak campur aduk dengan kerja kontrak. Sehingga status tenaga kerja akan jelas.

4. Perlunya peningkatan kinerja pengelola perusahaan outsourcing

agar manajemen perusahaan menjadi lebih baik dan pemberian reward bagi tenaga kerja yang memiliki kinerja bagus. Misalnya memberikan bonus premi kehadiran dan wisata bersama.

5. Pemerintah lebih memperhatikan nasib kesejahteraan tenaga kerja baik tetap maupun outsourcing dengan merevisi kembali UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.


Dokumen yang terkait

Tenaga Alih Daya Pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementrian Komunikasi dan Informatika (Analisis Yuridis Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003)

1 6 106

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ATAS UPAH DAN JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA OUTSOURCING DI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ATAS UPAH DAN JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA OUTSOURCING DI PERTAMINA.

0 4 10

PENDAHULUAN PERAN PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP HAK-HAK PEKERJA OUTSOURCING.

0 3 11

TESIS Model Outsourcing Dalam Perspektif Perlindungan Hukum Dan Hak Tenaga Kerja ( Studi Kasus CV. Komunika Putera Sentosa Surakarta).

0 1 13

PENDAHULUAN Model Outsourcing Dalam Perspektif Perlindungan Hukum Dan Hak Tenaga Kerja ( Studi Kasus CV. Komunika Putera Sentosa Surakarta).

0 2 13

NASKAH PUBLIKASI Model Outsourcing Dalam Perspektif Perlindungan Hukum Dan Hak Tenaga Kerja ( Studi Kasus CV. Komunika Putera Sentosa Surakarta).

1 3 22

Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Outsourcing dalam Pemenuhan Hak atas Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

0 0 1

PENERAPAN SISTEM OUTSOURCING DI PERUSAHAAN SWASTA DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HUKUM HAK-HAK PEKERJA KONTRAK

0 0 16

PRAKTEK OUTSOURCING DAN PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA

0 0 25

BAB II PENGATURAN HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA PEKERJA OUTSOURCING PT. ISS INDONESIA DAN PERUSAHAAN PENGGUNA JASA OUTSOURCING PT. MAHKOTA GROUP A. Outsourcing di Indonesia 1. Gambaran Umum Pelaksanaan Outsourcing - Analisis Hukum Perjanjian Kerja Outsourcing

0 1 44