commit to user 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Ditengah derasnya arus persaingan bisnis, para pengusaha diharuskan untuk meraih keunggulan kompetitif untuk dapat bertahan dalam dunia usaha.
Berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi perusahaan, salah satunya dengan mengurangi jumlah sumber daya manusia yang
ada. Dalam perampingan sumber daya manusia yang ada, perusahaan umumnya memlilih untuk merekrut para pekerja melalui Outsourcing Dan Kerja Kontrak,
disamping melakukan
enrichment job
pada pegawai tetap yang ada. Hal ini dinilai lebih efisien, terutama dalam konteks biaya Sumber Daya Manusia perusahaan.
Outsourcing
Alih Daya diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia
jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta kriteria yang telah disepakati oleh para pihak. Dalam hukum ketenagakerjaan
di Indonesia Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan , outsourcing diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan
penyediaan jasa tenaga kerja.
Outsourcing
tidak dapat dipandang secara jangka pendek saja, dengan menggunakan outsourcing perusahaan pasti akan mengeluarkan dana lebih
sebagai
management fee
perusahaan outsourcing.
Outsourcing
harus dipandang secara jangka panjang, mulai dari pengembangan karir karyawan, efisiensi dalam
commit to user 2
bidang tenaga kerja, organisasi, benefit dan lainnya. Perusahaan dapat fokus pada kompetensi utamanya dalam bisnis sehingga dapat berkompetisi dalam pasar,
dimana hal-hal intern perusahaan yang bersifat penunjang supporting dialihkan kepada pihak lain yang lebih profesional.
Wacana mengenai
outsourcing
di Indonesia, bukan merupakan hal yang baru dalam perusahaan, khususnya dalam hal Hubungan Industrial. Hampir setiap
tanggal 1 Mei
Mayday
, yaitu saat hari Buruh, hampir semua organisasi masyarakat maupun serikat pekerja menolak hal tersebut karena dinilai tidak
manusiawi dan hanya menyengsarakan para tenaga kerja. Selain itu, sistem kerja tersebut dinilai merugikan para pekerja karena tidak memberikan jaminan dalam
bentuk apapun selama mereka bekerja. Berbicara mengenai Hubungan Industrial, tidak terlepas adanya tripartit,
yaitu: pekerja, pengusaha dan pemerintah. Dalam hal outsourcing ini, nampaknya belum ada garis tengah antara pengusaha dan pekerja yang ditengahi oleh
pemerintah. Pemerintah hendaknya memberikan definisi yang jelas untuk sistem alih daya outsourcing yang ada pada Undang-undang No.132003 tentang
Ketenagakerjaan, untuk mengatur penerapan sistem penggunaan tenaga kerja itu oleh perusahaan, karena dalam pasal 59 dan 64 belum diterangkan secara jelas,
bagaimana mekanisme sistem kerja kontrak dan
outsourcing
, sehingga banyak terjadi kesalahpahaman konsep antara keduanya.
Sebagaimana diketahui tingkat pengangguran di indonesia cukup tinggi, sebesar 9,43 juta orang atau 8,46 pada bulan februari 2008 Biro Pusat Statistik,
2008, dan 8,14 pada tahun 2009. Berdasarkan hasil survey angkatan kerja
commit to user 3
nasional SAKERNAS tahun 2008 jumlah penduduk kota Surakarta yang berusia 15 tahun keatas tercatat 418.201 orang. Total terdiri dari 201.809 pnduduk laki-
laki dan 216.392 orang penduduk perempuan. Untuk tingkat pengangguran di kota surakarta tahun 2008 mencapai 9,57 BPS kota surakarta 2008, mengakibatkan
daya tawar tenaga kerja yang rendah. Berdasarkan tabel 1.1 dibawah jumlah pengangguran di kota Surakarta tahun 2008 mencapai 26.574 orang. Dimana dari
26.574 penganggur, 67,49 adalah penganggur laki-laki dan 32,51 adalah penganggur perempuan.
Tabel 1.1 Penduduk usia angkatan kerja menurut jenis kegiatan dan jenis kelamin di
kota Surakarta tahun 2008
Jenis kegiatan Jenis kelamin
jumlah Laki-laki
Perempuan 1
2 3
4 Bekerja
140.622 110.479
251.101 56,00
44,00 100
Pengangguran 17.934
8.640 26.574
67,49 32,51
100 Angkatan
kerja 158.556
119.119 277.675
57,10 42,90
100 Sumber : data disosnakertrans
Tabel 1.2 Penduduk Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Dan Jenis Kelamin di Kota
Surakarta tahun 2008.
commit to user 4
Golongan pokok jabatan Pencari kerja Lowongan pekerjaan
Laki- laki
Perempuan Jumlah Laki-
laki perempuan Jumlah
Tenaga professional,
teknisi dan tenaga lain 1093
1456 2558
209 255
464 Tenaga kepemimpinan
dan ketatalaksanaan 150
163 313
135 136
271 Pejabat
pelaksana, tenaga tata usaha.
1046 1484
2530 138
190 328
Tenaga usaha penjualan 305 398
703 377
544 921
Tenaga usaha jasa 163
140 303
563 284
847 Tenaga usaha pertanian,
perkebunan, ternak,
ikan hutan
dan perburuan.
156 179
335 20
- 20
Tenaga produksi Op alat
angkutan dan
pekerja kasar 407
414 822
278 635
913
Jumlah 3321
4243 7564
1720 2044
3764 sumber : Dinsosnakertrans tahun 2008
Para penganggur ini terpaksa menerima tawaran pemberi kerja vendor meskipun tidak sesuai dengan persyaratan yang seharusnya. Dalam hal ini
pertimbangan moral para agen memainkan peran yang penting sehubungan dengan pengelolaan tenaga kerja. Menghadapi perilaku agen yang tidak
bertanggung jawab, tenaga kerja tidak berdaya. mereka tidak mampu memperbaiki posisinya sendiri, terpaksa mengalami berbagai hal yang tidak
menyenangkan. Realitas yang terjadi, banyak agen yang tidak membayar gaji sesuai kebutuhan hidup layak, membuat kontrak kerja yang kurang
commit to user 5
menguntungkan tenaga kerja, tidak memberikan jaminan masa depan, perlindungan kerja yang kurang, dan lain-lain.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menjadi dasar hukum bagi perusahaan penyedia tenaga kerja maupun perusahaan
pengguna jasa tenaga kerja outsourcing. PT. PLN persero APJ Surakarta mempunyai kebijakan yang mengatur mengenai outsourcing, dengan peraturan
direksi PLN No. 305.KDIR2010 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa. Jenis pekerjaan yang di outsourcing di PT. PLN persero APJ Surakarta
antara lain : SATPAM, kurir, cleaning service, customer service operator, operator telepon, pengelolaan data dan pengelolaan jaringan, staff administrasi,
sekretaris, pemasangan jaringan dan tower. Pihak perusahaan penyedia tenaga kerjavendor memiliki tenaga kerja yang sudah berkompeten dibidangnya masing-
masing kemudian disalurkan kepada perusahaan pengguna jasa tenaga kerja outsourcing.
Masalah konsep
outsourcing
seharusnya harus dipahami secara mendalam baik dari perusahaan penyedia maupun perusahaan pengguna PT. PLN. Pada
kenyataannya PT. PLN kurang memahami konsep dasar dari
outsourcing
itu sendiri. Antara jenis pekerjaan kontrak dengan
outsourcing
masih agak rancu pemahamannya. Sehingga banyak jenis pekerjaan yang sebenarnya masuk dalam
kategori kontrak ternyata dimasukkan kedalam kategori outsourcing. Seperti misalnya, cleaning service, pemasangan jaringan listrik, pemasangan tower, dan
perawatan taman. Padahal jenis pekerjaan tersebut masuk kategori kerja kontrak, karena volume pekerjaannya dapat dihitungketahui.
commit to user 6
Selain mengenai konsep
outsourcing
dengan kerja kontrak, terdapat penyimpangan-penyimpangan lainnya seperti, sistem outsourcing diatur dalam
peraturan pengadaan barang dan jasa. Peraturan direksi No. 305.KDIR2010 tentang pedoman pengadaan barang dan jasa. Hal ini berati manusiatenaga kerja
outsourcing disamakan seperti barangjasa. Tenaga kerja hanya diambil jasanya, tanpa mempedulikan nasib kesejahteraan, kesehatan, dan hak-hak lainnya.
Tenaga kerja
outsourcing
statusnya adalah milik vendor sehingga urusan gajihak-hak tenaga kerja menjadi urusan vendor. Di sini kebanyakan terjadi
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh vendor dengan memberikan gaji yang sangat rendah bahkan dipotongtidak sesuai dengan surat perjanjian
kerja. Upah yang dipotong Sebuah perusahaan yang memiliki usaha di bidang penyedia tenaga kerja, tentu saja akan berfikir soal keuntungan. Keuntungan yang
diterima dari perusahaan semacam ini sumbernya apa lagi kalau bukan dalam bentuk komisi. Sumber dari komisi inilah yang berasal dari pemotongan upah
yang seharusnya diterima penuh oleh tenaga kerja. Dalam banyak kasus tenaga kerja yang dioutsourcing, biasanya jam kerja
mereka lebih panjang yaitu dengan cara kerja lembur. Alasan mereka sangat sederhana, ingin mendapatkan jumlah upah yang lebih baik dan mereka tahu
upahnya pasti dipotong. Bisa dibayangkan, betapa beratnya volume dan beban kerja yang mereka lakukan sementara imbalannya tidak diterima secara utuh
akibat pemotongan upah tadi. Di sinilah bentuk ekploitasi terhadap pekerja terjadi. Di samping itu, pengusaha juga tidak memiliki kewajiban apapun untuk
commit to user 7
memberikan sejumlah kompensasi kepada tenaga kerja yang bersangkutan kendati ia telah bekerja dan mengabdi untuk waktu yang cukup lama.
Hal tersebut terjadi karena Pengusaha merasa bahwa tenaga kerja yang bersangkutan adalah bukan pekerjanya karena tidak ada ikatan apapun selain
dalam bentuk kontrak kerja. Lebih celaka lagi, manakala tenaga kerja yang bersangkutan dikembalikan ke Perusahaan penyedia vendor dan ternyata tidak
ada tempat baginya untuk dipekerjakan di tempat lain, maka nasibnya akan menjadi semakin tidak jelas dan sudah pasti akan berujung pada PHK. Ini berarti
pula bahwa dalam sistem
outsourcing
tidak memberikan kepastian terhadap kelangsungan kerja dalam waktu yang lama serta terhadap masa depan tenaga
kerja. Tenaga kerja jangan berharap akan dapat menikmati masa pensiun dengan sejumlah uang pensiun sebagai hasil kerjanya selama bertahun-tahun.
Para tenaga kerja
outsourcing
tidak mempunyai perlindungan yang memadai karena perjanjian kerja antara
outsourcer
dengan
outsourcee
atau agen tidak tetap. Akibatnya tenaga kerja juga tidak bisa menjadi tenaga kerja tetap
meski sudah beberapa tahun bekerja. itulah alasannya, sehingga muncul dua tuntutan yang kuat dari para tenaga kerja pada waktu memperingati hari buruh
internasional, 1 Mei 2010 yang lalu, yakni 1 hapuskan sistem kontrak, dan 2 tolak
outsourcing
. Survey pada beberapa tenaga kerja
outsourcing
menunjukkan bahwa gaji mereka banyak yang dipotong karena sebagian masuk keperusahaan agen.
sebagai contoh, seorang
customer service
disebuah di PT. PLN persero APJ Kota Surakarta hanya menerima Rp. 975.000,00bulan dari jumlah yang
commit to user 8
diinformasikan sebelumnya yakni Rp. 1.800.000,00bulan, karena sisanya masuk perusahaan agen. Hal ini masih lebih baik karena kontrak bersifat terbuka, bagian
agen dan karyawan jelas jumlahnya. kenyataan karyawan di agen lain lebih mempihatinkan. Kontrak tidak terbuka, karyawan hanya tahu diberi upah sekitar
UMRUMK ditambah sedikit uang jabatan, tanpa jamsostek, dan dokumen kontrak hanya disimpan agen. UMK kota surakarta tahun 2010 sebesar Rp.
785.000,00. Tenaga kerja
outsourcing
merupakan pihak yang paling dirugikan dalam suatu perjanjian kerja, karena apabila terjadi pemutusan hubungan kerja oleh
perusahaan, maka tenaga kerja
outsourcing
tidak mendapatkan hak-hak normatif sebagaimana layaknya tenaga kerja, walaupun masa kerja sudah bertahun-tahun.
Masa kerja buruh
outsourcing
tidak merupakan faktor penentu, karena tiap tahun kontrak kerjasama dapat diperbarui, sehingga masa pengabdian dimulai lagi dari
awal saat terjadi kesepakatan kontrak kerja antara perusahaan dengan pekerja. Dengan adanya perusahaan yang melakukan sistem
outsourcing
menciptakan ketidakpastian kerja, apalagi peningkatan karir. tenaga kerja
outsourcing
juga kehilangan kesempatan berserikat, karena baik secara terbuka maupun terselubung, perusahaan pengerah maupun pengguna tenaga kerja
melarang mereka untuk berserikat dengan resiko kehilangan pekerjaan. Adanya outsourcing ini membuat posisi tawar tenaga kerja semakin lemah karena tidak
ada kepastian kerja, kepastian upah, jaminan sosial, jaminan kesehatan, pesangon jika di PHK, dan tunjangan-tunjangan kesejahteraan lain. Hal ini akan memberi
kesempatan yang lebih mudah bagi perusahaan yang bersangkutan untuk
commit to user 9
menambah atau mengurangi kesempatan kerja pada calon tenaga kerja melalui kerjasamanya dengan para agen.
Masalah saat ini adalah
outsourcing
diterapkan menyimpang dari praktek
outsourcing
yang sesungguhnya. Dalam hal ini satu perusahaan penyedia tenaga kerja menjadi pemasok bagi perusahaan lain sebagai pengguna tenaga kerja. Tidak
hanya itu saja
outsourcing
yang semula untuk melakukan pekerjaan yang tidak masuk dalam kategori kegiatan inti perusahaan core activity saat ini justru ada
yang menggunakan tenaga kerja outsourcing untuk melakukan pekerjaan inti. Akibat dari praktek ini tenaga kerja menjadi tidak jelas hak-haknya, termasuk
mengenai pengupahan, hak berserikat, hak atas jaminan pekerjaan, hak atas juminan social, dan sebagainya.
Di samping itu saat ini Indonesia belum siap untuk menerapkan outsourcing dikarenakan kondisi pasar kerja yang masih tidak berpihak pada
tenaga kerja. Dari sisi hukum permintaan dan penawaran tenaga kerja jelas bahwa posisi tawar tenaga kerja sangat lemah sehingga apabila outsourcing diterapkan
maka pemerintah harusnya menetapkan instrument hukum yang jelas untuk membatasi dan mengawasi praktek outsourcing sehingga tidak mengarah pada
perdagangan tenaga kerjahuman trafficking in person for labor dan perbudakan gaya baru. Dalam pelaksanaannya, sistem
outsourcing
sering kali terjadi perselisihan, terutama antara pengusaha dan pekerja. tenaga kerja
outsourcing
merasa ada hak-haknya yang tidak dipenuhi, sedangkan pengusaha merasa telah menjalankan semua kewajibannya.
commit to user 10
B. Rumusan masalah