Tenaga Alih Daya Pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementrian Komunikasi dan Informatika (Analisis Yuridis Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003)

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

ENDANG PUTRI NURHAYATI NIM : 1111048000029

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A


(2)

i

TENAGA ALIH DAYA PADA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

(Analisis Yuridis Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

ENDANG PUTRI NURHAYATI NIM : 1111048000029

Pembimbing

Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH NIP: 195510151979031002

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A


(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “Tenaga Alih Daya Pada Pusat Pendidikan Dan Pelatihan

Pegawai Kementerian Komunikasi Dan Informatika (Analisis Yuridis Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003)” telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 05 Maret 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hukum.

Jakarta, 05 Maret 2015 Mengesahkan

Dekan,

Dr. Asep Saepudin Jahar MA. NIP: 196912161996031001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA, MH (...) NIP. 195510151979031002

2. Sekretaris : Arip Purkon, SH.I, MA. (...) NIP: 197904272003121002

3. Pembimbing : Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA, MH (...) NIP: 195510151979031002

4. Penguji I : Fahmi Muhammad Ahmadi, Msi. (...) NIP: 197412132003121002

5. Penguji II : Drs.H.A.Basiq Djalil, SH, M.Ag (...) NIP: 195003061976031001


(4)

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 02 April 2015

Endang Putri Nurhayati


(5)

iv

ABSTRAK

Endang Putri Nurhayati. NIM 1111048000029. Tenaga Alih Daya Pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Analisis Yuridis Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. ix + 77 halaman. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui penerapan dalam penggunaan jasa pekerja outsourcing didalam suatu perusahaan, terkhusus pada Pusdiklat Kemenkominfo. Latar belakang skripsi ini adalah penerapan outsourcing dalam kaitannya tentang hak kesejahteraan yang diperoleh pada Pusdiklat Kemenkominfo dengan berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Penerapan outsourcing dalam pemberian hak kesejahteraan yang dilakukan oleh Pusdiklat Kemenkominfo pada pelaksanaannya tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang tercantum dalam Undang-undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 sehingga menimbulkan masalah apabila ditelaah lebih lanjut. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian

library research, yang mengkaji berbagai dokumen terkait dengan penelitian. Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) serta penelitian hukum empirik dengan melakukan penelitian lapangan di Pusdiklat Kemenkominfo. Selanjutnya ada tiga bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan penggunaan jasa outsourcing yang dilakukan Pusdiklat Kemenkominfo diatur sendiri dalam proses pengelolaannya, selanjutnya hak-hak kesejahteraan para pekerja outsourcing

tidak sepenuhnya didapatkan berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003.

Kata Kunci : Pusdiklat kemenkominfo, penerapan Outsourcing, Hak kesejahteraan

Pembimbing : Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH. Daftar Pustaka : Tahun 1983 s.d. Tahun 2015


(6)

v

KATA PENGANTAR

ميحرلا نمحرلا ها مسب

Puji syukur kehadirat Allah Tuhan Seru Sekalian Alam yang telah memberikan karunianya sehinga dapat melakukan penulisan skripsi ini. Tidak ada kata yang pantas kecuali pujian yang terus dilafalkan oleh lisan dan tidak ada perbuatan baik dan perbuatan ketaatan kecuali tertuju hanya kepada-Nya. Hanya Allah lah yang pantas dipuji dan hanya Allah lah yang pantas disembah, kepada-Nya pula hamba memohon pertolongan, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Sholawat serta salam selalu dipanjatkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad Saw yang tidak ada tandingannya, yang telah menuntun umatnya kejalan yang lebih baik serta memberikan pengenalan tentang hukum untuk mencapai kemaslahatan.

Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana hukum program studi Ilmu Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini penulis susun dengan judul “TENAGA ALIH

DAYA PADA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (Analisis Yuridis Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003). Serta kesempatan ini, penulis tak lupa mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendorong penulis dalam penyusunan skripsi, sehingga dapat penulis selesaikan.


(7)

vi

Ucapan dan rasa hormat serta ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis tunjukkan kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH. selaku ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Arip Purkon, MA selaku sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia menjadi pembimbing dalam penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran, perhatian, dan ketelitian.

4. Bapak Deddy Nursyamsi S.H. M.Hum. selaku dosen pembimbing akademik dari semester satu hingga akhir perkuliahan.

5. Bapak Nurrohim yang memberi arahan untuk selalu mengingat dan menghapal Al-qur’an serta mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat dan segenap dosen pembimbing setoran hafalan Al-qura’an di fakultas syariah dan hukum.

6. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan dapat bermanfaat dan menjadi keberkahan bagi penulis.

7. Segenap staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah


(8)

vii

memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

8. Untuk kedua Orang tua ku yang tercinta, yaitu Bapak Masir dan Ibu Nenih yang tiada henti-hentinya memberikan dukungan, doa, serta kasih sayangnya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas kasih sayang, motivasi, dukungan, doa, perhatian, ilmu pengetahuan, arti kedisiplinan, serta segala hal yang selalu diberikan dengan tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang Perguruan Tinggi Negeri.

9. Untuk Abangku Masan Nurpian S.H. serta adik-adikku Bagus Wahyu Nuralam dan Faathir Andar Nurali. Terimakasih atas doa serta dukungan untuk penulis. 10. Untuk pendamping hidupku Kais Ilmitaqi S.E. yang selalu senantiasa

memberikan motivasi dan doa serta kasih sayangnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

11. Untuk sahabat-sahabat ku Shinta Dwiningtyas, Chairunisa, Dhurifah Nur Utami, Tazkiatun Nafs, Septina Utami, Hilda Israa, Dandy hernady, Ida Rofidah, Novita Akria Putri, Sri Andriyani, Ummu Salamah, Fanny Fatwati serta teman-teman ilmu hukum seperjuangan angkatan 2011 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, baik konsentrasi hukum bisnis maupun konsentrasi hukum kelembagaan negara yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaannya selama masa kuliah ini.


(9)

viii

12.Seluruh Civitas Akademika Fakultas Syariah dan Hukum yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih yang telah membantu penulis dalam masa kuliah ini.

13. Sahabat-sahabat saya di KESASAR (Kelapa Dua Scooter Sama Rata) yang telah menemani penulis dalam canda sehingga penulis tidak jenuh dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga doa, motivasi, dukungan baik materil maupun immateril yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin ya Robbal Alamin.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan baik dalam penyajian maupun isinya karena keterbatasan dan kemampuan penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis serta bagi pembaca pada umumnya.

Wabillihi taufik walhidayah wassalammu’alaikum Wr.Wb

Jakarta, 02 April 2015 Endang Putri Nurhayati


(10)

ix

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masala ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

E. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 10

F. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ... 12

G. Metode Penelitian... 14

H. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II OUTSOURCING DAN HAK KESEJAHTERAAN A. Outsourcing ... 21

1. Pengertian Outsourcing ... 23


(11)

x

3. Jenis-jenis Outsourcing ... 27 4. Tujuan Outsourcing. ... 29 B. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja

Outsourcing ... 30 C. Hak Kesejahteraan ... 34 D. Jenis-jenis Hak Kesejahteraan... 34

BAB III PROFIL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

A. Sejarah Singkat Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Pegawai Kementrian Komunikasi dan Informatika... 39 B. Visi dan Misi ... 41 C. Kinerja Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementrian Komunikasi

dan Informatika ... 43 D. Perkembangan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementrian

Komunikasi dan Informat ... 49

Bab IV ANALISIS HASIL DAN TEMUAN DI LAPANGAN

A. Penerapan Outsourcing di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika ... 52 B. Hak Kesejahteraan yang Diperoleh Pekerja Outsourcing. ... 59 C. Hubungan Dalam Penerapan Hak Kesejahteraan yang diperoleh Pekerja

Outsourcing ... 62 D. Analisis Penulis ... 69


(12)

xi

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 74 B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang Kinerja para

Pekerja ... 80 Peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika Nomor 10 Tahun 2015 ... 86 Kontrak Kerja Pekerja Outsourcing di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika ... 90 Surat Keterangan Telah Melakukan Wawancara ... 94


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suatu perusahaan yang berhasil dapat digambarkan dimana organisasi perusahaan tersebut mampu menjalankan dan mengawasi semua aktivitasnya. Selanjutnya organisasi perusahaan berkembang menjadi kompleks, menuju pada spesialisasi dari berbagai elemen atau aktivitas operasi perusahaan. Spesialisasi ini untuk membuka jalan untuk melakukan outsourcing terhadap tugas-tugas yang bersifat bukan tugas utama (non core activities). Outsourcing merupakan usaha untuk mengontrakkan suatu kegiatan atau aktivitas perusahaan pada pihak luar untuk memperoleh layanan pekerjaan yang dibuktikan di masa yang akan datang.

Seperti hal nya yang terjadi di Pusdiklat Kemenkominfo ini, sistem pekerjaan yang terdapat di Pusdiklat Kemenkominfo ini penerapannya dilakukan secara outsourcing. Dimana pihak Pusdiklat sendiri yang mengatur dalam pengolahan karyawan outsourcing yang bekerja di Pusdiklat Kemenkominfo ini. Penerapan outsourcing ini pun menjadi menarik, ketika pengertian outsourcing sebagai tenaga alih daya yang menggunakan jasa Perusahaan sebagai penyalur outsourcing untuk menyalurkan jasa outsourcing tersebut, lain halnya dengan Pusdiklat Kemenkominfo disini yang mengatur sendiri penerapan sistem outsourcingnya sebagai pegawainya, sehingga perlu diadakannya penelitian


(14)

untuk mengetahui bagaimana penerapan dari outsourcing di Pusdiklat Kemenkominfo tersebut dan bagaimanakah hak kesejahteraan yang mereka dapatkan selama menjadi pegawai outsourcing di Pusdiklat Kemenkominfo.

Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam amandemen UUD 1945 tentang Ketenagakerjaan juga disebutkan dalam Pasal 28d ayat (2) UUD 1945. Hal tersebut berimplikasi pada kewajiban negara untuk memfasilitasi warga negara agar dapat memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu, perlu perencanaan matang dibidang ketenagakerjaan untuk mewujudkan kewajiban negara tersebut.1

Lingkungan yang sangat kompetitif saat ini menuntut dunia usaha untuk menyesuaikan dengan tuntutan pasar yang memerlukan respons yang cepat dan fleksibel dalam meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan. Untuk itu diperlukan suatu perubahan struktural dalam pengelolaan usaha dengan memperkecil rentang kendali manajemen, dengan memangkas sedemikian rupa sehingga dapat menjadi lebih efektif, efisien, dan produktif. Dalam kaitan itulah dapat dimengerti bahwa kalau kemudian muncul kecendrungan alih daya (outsourcing), yaitu memborongkan satu bagian atau beberapa

1


(15)

bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain yang kemudian disebut perusahaan penerima pekerjaan.2

Banyak perusahaan alih daya yakni perusahaan yang bergerak di bidang penyedia tenaga kerja aktif menawarkan ke perusahaan-perusahaan pemberi kerja, sehingga perusahaan yang memerlukan tenaga kerja tidak perlu susah-susah mencari, menyeleksi, dan melatih tenaga kerja yang dibutuhkan.

Alih daya merupakan penyerahan wewenang dari suatu perusahaan kepada perusahaan lain untuk menjalankan sebagian atau seluruh proses fungsi usaha dengan menetapkan suatu target atau tujuan tertentu. Penyerahan kegiatan, tugas ataupun pelayanan pada pihak lain, dengan tujuan untuk mendapatkan tenaga ahli serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perusahaan.3

Alih daya memungkinkan suatu perusahaan memindahkan pekerjaan-pekerjaan rutin dalam perusahaan untuk dikerjakan oleh pihak lain di luar perusahaan. Dengan menyerahkan pekerjaan rutin tersebut kepada pihak luar, dalam hal ini penyedia jasa alih daya, perusahaan tidak perlu mengalokasikan sumber daya perusahaan untuk menangani pekerjaan tersebut.4

2

Muzni Tambusai, Pelaksanaan Outsourcing Ditinjau dari Aspek Hukum Ketenagakerjaan Tidak Mengaburkan Hubungan Industrial, dalam Informasi Hukum Vol.1 Tahun VI,2004.

3

Iftida Yasar, Sukses Implementasi, (Jakarta: PPM Manajemen, 2011), h. 5

4

Petra, “Penerapan Strategi Alih Daya”, artikel diakses pada 24 Oktober 2014 dari http://repository.petra.ac.id/16206/1/PENERAPAN_STRATEGI_ALIH_DAYA.pdf


(16)

Berdasarkan hukum ketenagakerjaan, istilah outsourcing sebenarnya bersumber dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 64 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja yang dibuat secara tertulis.

Pengaturan outsourcing dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tersebut belum dapat menjawab semua permasalahan outsourcing yang begitu luas dan kompleks. Namun, setidaknya dapat memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh terutama yang menyangkut syarat-syarat kerja, kondisi kerja serta jaminan sosial dan perlindungan kerja lainnya dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan apabila terjadi permasalahan.

Pelaksanaan outsourcing yang demikian dapat menimbulkan keresahan pekerja/buruh dan tidak jarang diikuti dengan tindakan mogok kerja, sehingga maksud diadakannya outsourcing seperti yang telah saya sebutkan disebelumnya menjadi tidak tercapai, karena terganggunya proses produksi barang maupun jasa. 5

Pada dasarnya ada beberapa tujuan dari pelaksanaan sistem outsourcing,

antara lain untuk mengembangkan kemitraan usaha, sehingga satu perusahaan tidak akan menguasai suatu kegiatan industri. Dalam jangka panjang kegiatan tersebut diharapkan akan mampu mengurangipemusatan kegiatan industri di

5


(17)

perkotaan menjadi lebih merata ke daerah-daerah.6 Pelaksanaan sistem

outsourcing juga memberikan manfaat bagi pemerintah, masyarakat,pekerja, dan pengusaha.

Bagi pemerintah outsourcing memberi manfaat yaitu membantu mengembangkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional, pembinaan dan pengembangan kegiatan koperasi dan usaha kecil, mengurangi beban pemerintah kota/kabupaten dalam penyediaan fasilitas umum, seperti: transportasi, listrik, air dan pelaksanaan ketertiban umum.7 Bagi masyarakat dan pekerja, sistem outsourcing memberi manfaat antara lain aktivasi industri di daerah akan mendorong kegiatan ekonomi penunjang di lingkungan masyarakat, mengembangkan infrastruktur sosial masyarakat, budaya kerja, disiplin dan peningkatan kemampuan ekonomi, mengurangi pengangguran dan mencegah terjadinya urbanisasi, meningkatkan kemampuan dan budaya perusahaan di lingkungan masyarakat. Bagi perusahaan, sistem manfaat antara lain meningkatkan fokus perusahaan, memanfaatkan kemampuan kelas dunia, membagi resiko, sumber daya sendiri dapat dipergunakan untuk kebutuhan lain, menciptakan dana segar,

6

Komang Priambada, 2008, outsourcing Versus Serikat Pekeja, Alih Daya Publishing, Jakarta, h. 110.

7 Ibid,


(18)

mengurangi dan mengendalikan biaya operasi, dan memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri.8

Oleh karena itu, pekerja outsourcing sangat berperan aktif dalam bidang ketenagakerjaan khusunya bagi perusahaan dan pemerintah seperti yang telah saya uraikan sebelumnya diatas. Namun disisi lain, para pekerja justru mendapatkan hak yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya mereka dapatkan, mereka tidak sepenuhnya mendapatkan keseluruhan dari semua hak yang harus diberikan, dengan artian, mereka hanya mendapatkan sebagian hak yang mereka dapatkan sebagai tenaga kerja outsourcing. Oleh karena itu para pekerja tidak mendapatkan kesejahteraan yang baik bahkan tidak optimal sebagai pekerja. Walaupun tidak diatur secara detail mengenai hak kesejahteraan di dalam Undang Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, namun semestinya pihak perusahaan tetap memberikan hak-hak kesejahteraan mereka sepenuhnya. Sehingga kesejahteran mereka menjadi terjamin untuk penghidupannya. Karena permasalahan tersebut selalu muncul di dalam sistem ketenagakerjaan di negara ini, dan selalu menjadi problematika yang tidak pernah ada ujung pangkalnya, saya sebagai penulis merasa tertarik dengan pembahasan yang harus saya bahas di dalam materi skripsi saya ini, yang berjudul yaitu “Tenaga Ahli Daya pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan

8


(19)

Informatika (Analisis Yuridis Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).”

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana praktek penerapan pada penggunaan jasa outsourcing dalam pelaksanaan pekerjaan outsourcing pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika.

2. Hak-hak kesejahteraan apa saja yang didapat oleh pekerja outsourcing pada

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika.

3. Hubungan dalam penerapan hak kesejahteraan ysng diperoleh pekerja outsourcing pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika berdasarkan Undang-undang No.13 Tahun 2003.

4. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tidak membahas persoalan seluruh pembahasan mengenai tenaga kerja outsourcing yang pernah menjadi permasalahan di Indonesia, penulis hanya memfokuskan penelitian pada sisi hak kesejahteraan tenaga kerja outsourcing yang dilakukan di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementrian


(20)

Komunikasi dan Informatika yang berdasarkan Undang-Undang Ketengakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.

2. Rumusan Masalah

Menurut peraturan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 setiap pekerja outsourcing berhak mendapatkan hak-hak kesejahteraan, namun kenyataannya hak-hak kesejahteraan mereka tidak sepenuhnya didapatkan. Rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana praktek penerapan pekerja outsourcing di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementrian Komunikasi dan Informatika ?

2. Bagaimana hak kesejahteraan pekerja outsourcing di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika ?

3. Bagaimana hubungan dalam penerapan hak kesejahteraan yang diperoleh pekerja/buruh outsourcing di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 ?

5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian


(21)

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian skripsi ini antara lain sebagai berikut :

a. untuk mengetahui dan memahami prinsip-prinsip sistematis tentang penerapan yang dilakukan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam pengelolaan pekerja outsourcing.

b. untuk mengetahui macam-macam dari hak kesejahteraan yang didapatkan oleh pekerja outsourcing yang berada dilingkungan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika.

c. untuk memberikan penyuluhan dan pengetahuan bagi semua pekerja khususnya pekerja outsourcing dalam penerimaan hak-hak kesejahteraan yang diberikan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika yang harus sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjan No.13 Tahun 2003.

2. Manfaat Penilitian

Adapun manfaat dari penulisan skripsi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :

a. Manfaat Teoritis :

Bahwa penulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep keilmuan yang pada gilirannya dapat memberikan andil bagi perkembangan ilmu


(22)

pengetahuan hukum perdata dan dagang, khususnya dalam bidang hak kesejahteraan tenaga kerja outsourcing pada perusahaan outsourcing.

b. Manfaat Praktis :

Bahwa penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembuat kebijakan maupun pihak legislatif guna melengkapi peraturan perundang-undangan yang masih diperlukan. Dan juga diharapkan penulisan ini berguna untuk melindungi para pekerja outsourcing untuk mendapatkan hak-hak nya untuk kesejahteraan hidupnya berdasarkan Undang-Undang.

6. Kerangka Teoritik dan Konseptual 1. Kerangka Teoritik

Teori pluralisme dalam teori ini meyakini, bahwa kenaikan upah buruh secara politis diwadahi dalam Upah Minimum Regional (UMR) yang menandakan prospek keamanan hubungan industrial yang jauh dari konflik. Disinilah upah buruh memiliki arti palng penting sebagai pembangunan hubungan industrial. Ketika upah buruh semakin meningkat, maka kesenjangan antara manajemen dan buruh semakin menipis, sehingga semakin kecil pula lasan buruh untuk melakukan konflik industrial. Serikat buruh mempunyai makna utama sebagai wahana untuk meningkatkan upah buruh, berikut fasilitas kerja lainnya. Untuk itu serikat buruh berunding dengan (asosiasi) pengusaha,


(23)

merumuskan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang antara lain berisi peningkatan upah buruh.9

Teori “Prima Facie” menguraikan bahwa, pembenaran terhadap pembebasan para kaum buruh dari pengaturan kerja waktu tertentu dapat dilakukan, karena pengaturan kerja wakatu tertentu merugikan kaum buruh baik sebelum hingga setelah melaksanakan tugas, pengaturan kerja waktu tertentu yang melahirkan pelanggaran hukum bukan dikarenakan kesalahan atau kesengajaan buruh.10

2. Kerangka Konseptual

Dalam konteks ini kerangka konseptual yang berkaitan dengan materi penelitian penulis hanya memuat definisi operasional, yaitu: a. Hukum Ketenagakerjaan

Peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan dengan segala konsekuensinya. b. Outsourcing

Istilah masyarakat untuk menyebut jenis hubungan kerja yang dalam UU No.13 Tahun 2003 diistilahkan dengan penyerahan

9

Surya Tjandra, Jafar Suryomenggolo,Makin Terang Bagi Kami Belajar Hukum Perburuhan, (Jakarta: TURC, 2006), h.206-207.

10

Abdullah Sulaiman, “Implementasi Sistem Outsourcing Tenaga Kerja di Indonesia :

Pra dan Pasca Putusan MK tentang Outsourcing Tenaga Kerja”, Dalam Studium General Prodi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2 Mei 2003 (Ciputat : 2013), h.2.


(24)

sebagian pelaksanaan kerja pada perusahaan lain, yaitu hubungan kerja yang bersifat waktu tertentu dan hanya untuk jenis dan pekerjaan yang bersifat penunjang produksi (non-core activities) c. Pemberi Kerja

Orang yang memiliki modal (kapital) dan tak mampu mengelola sendiri modal itu maka dia akan mencari orang lain yang dianggap dapat membantu mengelolanya

d. Masa kerja

Waktu tertentu yang digunakan dalam melaksanakan tugas/pekerjaan tertentu sebagaimana disepakati. Masa kerja disini harus jelas dan tegas dalam menyatakan waktu kapan mulai dan kapan pula berakhirnya.

e. Perjanjian kerja

Kesepakatan dan kesepahaman yang terjalin antara pemberi kerja dan pekerja/buruh untuk menjalin suatu komitmen pekerjaan yang baik.

7. Tinjauan Kajian Terdahulu

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, penulis akan menyertakan beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai perbandingan tinjauan kajian materi yang akan dibahas, sebagai berikut:

Penelitian yang dituliskan oleh Dita Antania Hanjani sebagai jurnal yang


(25)

Karyawan Outsourcing.” Penelitian tersebut menjelaskan sejauh mana tingkat kesejahteraan karyawan outsourcing di daerah penelitian; untuk mengetahui pengaruh jumlah tanggungan keluarga, penghasilan/gaji, umur, tabungan, hutang keluarga, dan jarak lokasi tempat tinggal ke pusat layanan terdekat terhadap kesejahteraan karyawan outsourcing.

Serta penelitian yang dituliskan dalam bentuk skripsi oleh Aisyah Khairani Lubis yang berjudul “Hak-Hak Pekerja/Buruh Dalam Praktek

Outsourcing Menurut UU Ketenagakerjaan.” Penelitian tersebut menjelaskan mengenai hak apa saja yang harus didapatkan oleh pekerja/buruh outsourcing

serta penentuan pekerjaan utama dan pekerja penunjang dalam perusahaan sebagai dasar dari pelaksanaan outsourcing.

Selanjutnya buku yang menjadi kajian review dalam penulisan penelitian

ini yaitu buku yang berjudul “Dasar-dasar Hukum Perburuhan”, diterbitkan

oleh PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, tahun 2004. Pada buku ini menjelaskan berbagai macam permasalahan yang terjadi pada buruh serta penjelasan yang sangat kompeten dalam perburuhan di Indonesia.

Sebagai perbandingan sekaligus pembeda, pada skripsi ini penulis menguraikan perihal bagaimana hak kesejahteraan yang harus didapatkan oleh para pekerja/buruh outsourcing mengingat para pekerja/buruh

outsourcing disini hanya menerima segelintir atau sebagian hak yang mereka dapatkan, karena jika dilihat dari Undang-Undang yang berlaku mengenai ketenagakerjaan bahwa di dalam pasal mengenai hak yang harus mereka


(26)

dapatkan hanya sedikit dan tidak menjelaskan secara jelas, oleh karena itu, penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hak kesejahteraan yang harus didapatkan oleh para pekerja/buruh outsourcing. Jadi terdapat perbedaan pembahasan dan masalah yang diangkat penulis dengan penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya.

8. Metode Penelitian

Metodologi penelitian disini mempunyai beberapa pengertian, yaitu (a) logika dari penelitian ilmiah, (b) studi terhadap prosedur dan tekhnik penelitian, dan (c) suatu sistem dari prosedur dan tekhnik penelitian. Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan bahwa metode penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni. Oleh karena itu, penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Metodologi penelitian yang diterapkan harus sesuai dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya. 11

Metode penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Di samping itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap faktor hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu

11


(27)

pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.12

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan ialah jenis penelitian normatif empirik. Penelitian hukum normatif adalah jenis penelitian yang lazim dilakukan dalam kegiatan pengembangan Ilmu Hukum yang di Barat biasa juga disebut dogmatika Hukum.13 Penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian perbandingan hukum.14

Sedangkan penelitian empiriknya disini yaitu meneliti pegawai outsourcing di Pusat Pendidikan dan Pelatihan pegawai Kementrian Komunikasi dan Informatika.

2. Teknik Pendekatan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual

(conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach).15

12

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h.17.

13

Sulistiyowati Irianto dan Shidarta, ed., Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan Refleksi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h. 142.

14

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1983), h. 51. 15


(28)

Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang akan digunakan adalah UUD 1945, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta Peraturan perundang-undangan lain yang menunjang penelitian proposal skripsi ini, dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam penelitian ini.

Secara konseptual, perburuhan dan sistem ketenagakerjaan pada sudah tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, namun untuk melengkapi, maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut terhadap pandangan-pandangan dari berbagai pihak yang terkait serta konsep yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan yang pernah digunakan atau yang masih berlaku sampai saat ini berkaitan dengan sistem ketenagakerjaan yang ada, khususnya hak kesejahteraan pada pegawai outsourcing yang masih penuh dengan kontroversial.

Dan yang terakhir yaitu pendekatan kasus. Pendekatan kasus disini termasuk kebagian “Case approach” ( study atas beberapa kasus yang bisa menjadi yurisprudensi). Dengan demikian, kasus yang terkait adalah mengenai hak kesejahteraan yang seharusnya mereka dapatkan tidak sebanding dengan pekerjaan pada perusahaan tersebut yang sudah memperkerjakan mereka. Sehingga banyak para buruh memprotes mengenai hak yang harus mereka dapatkan. Terkait dengan itu semua, kasus mengenai masalah ini terjadi pada umumnya sangatlah banyak karena cakupan dari


(29)

hak kesejahteraan sebenarnya terdiri dari beberapa macam, seperti upah, BPJS, tunjangan akhir tahun, kesehatan, dll.

3. Jenis Data dan Bahan Hukum

Data yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder dalam penelitian hukum adalah data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian yang sering disebut bahan hukum.16

Adapun data sekunder atau bahan hukum yang digunakan penulis adalah:

a. Bahan hukum primer, terdiri atas peraturan perundang-undangan, yurisprudensi atau keputusan pengadilan dan perjanjian internasional (traktat).17 Bahan hukum primer yang digunakan penulis dalam penelitian ini antara lain seperti UUD NRI 1945 amandemen, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, UU No.40 Tahun 2004, UU No. 3

Tahun 1992,KEP.102/MEN/VI/ 2004 Tahun 2004,

PER-04/MEN/1994 Tahun 1994.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang dapat berupa

16

Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 156.

17 Ibid


(30)

rancangan perundang-undangan, hasil penelitian, buku, buku teks, jurnal ilmiah, surat kabar (koran), pamflet, leaflet, brosur, dan berita internet.18

c. Bahan non hukum, ini dapat berupa semua literatur yang berasal dari non hukum, sepanjang berkaitan atau mempunyai relevansi dengan topik penelitian.19 Misalnya, buku-buku, laporan hasil penelitian mengenai ilmu yang terkait dengan penelitian ini, serta wawancara langsung oleh pegawai di Pusat Pendidikan dan Pelatihan pegawai Kementrian Komunikasi dan Informatika.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier dan/atau bahan non hukum. Penelusuran bahan bahan hukum tersebut dilakukan dengan membaca, melihat, mendengarkan, maupun dilakukan penelusuran dengan melalui media internet.20

5. Teknik Pengolahan Data

18

Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 157-158.

19

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h. 143.

20


(31)

Setelah data dan bahan hukum dikumpulkan tahap selanjutnya adalah melakukan pengolahan data, yaitu mengelola data sedemikian rupa sehingga data dan bahan hukum tersebut tersusun secara runtut, sistematis, sehingga akan memudahkan penulis melakukan analisis.21

Dalam penelitian hukum normatif, pengolahan bahan berwujud kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Dalam hal ini pengolahan bahan dilakukan dengan cara, melakukan seleksi data sekunder atau bahan hukum, kemudian melakukan klasifikasi menurut penggolongan bahan hukum dan menyusun data hasil penelitian tersebut secara sistematis.22

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan ini mengacu kepada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.

9. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini, penulis menyajikan dalam 5 (lima) bab. Adapun sistematika yang dimaksud adalah sebagai berikut.

21

Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 180.

22 Ibid


(32)

Bab pertama, pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika pembahasan berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, review kajian terdahulu, dan sistematika penelitian.

Bab kedua, akan membahas tinjauan umum tentang peruburuhan, pengertian outsourcing, jenis-jenis outsourcing, tujuan outsourcing, perlindungan hukum terhadap Outsourcing, pengertian hak kesejahteraan, jenis-jenis hak kesejahteraan.

Bab Ketiga, menguraikan Profil Pusat pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika, sejarah singkat Pusdiklat Kemenkominfo, visi dan misi Pusdiklat Kemenkominfo, kinerja serta perkembangan Pusdiklat Kemenkominfo.

Bab keempat, penulis akan menganalisis bagaimana penerapan outsourcing di Pusdiklat Kemenkominfo, hak kesejahteraan yang diperoleh pekerja Pusdiklat Kemenkominfo serta penerapan hak kesejahteraan pegawai outsourcing Pusdiklat Kemenkominfo berdasarkan Undang Undang Ketenagakerjaan.

Bab kelima, penulis akan memberikan kesimpulan dan saran mengenai outsourcing yang dilakukan oleh Pusdiklat Kemenkominfo.


(33)

BAB II

OUTSOURCING DAN

HAK KESEJAHTERAAN

A. OUTSOURCING

Evolusi outsourcing terjadi mulanya berasal dari bangsa Yunani dan Romawi yang menyewa prajurit asing untuk bertempur pada peperangan mereka, serta menyewa ahli bangunan untuk membangun kota beserta istana,1 sehingga munculah kegiatan sewa menyewa. Sejak revolusi Industri, perusahaan-perusahaan telah berusaha keras menemukan langkah terobosan untuk mendapatkan keuntungan kompetitif dan meningkatkan penjualan. Tipe perusahaan abad 20 adalah perusahaan besar terintegrasi yang dapat

“memiliki, mengatur, dan mengontrol secara langsung” semua asetnya.2

Seiring bergulirnya waktu, perusahaan berusaha dalam persaingan global, tetapi mengalami kesulitan karena kurangnya persiapan akibat struktur manajemen yang membengkak. Akibatnya, resio usaha dalam segala hal, termasuk resiko tenaga kerja pun meningkat. Tahap ini merupakan awal timbulnya pemikiran outsourcing pada dunia usaha. Untuk meningkatkan keluwesan dan kreatifitasnya, banyak perusahaan besar yang membuat

1

Chandra Suwondo, Outsourcing Implementasi di Indonesia (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2003),h.2.

2

Ibid., h.3.


(34)

strategi baru dengan berkonsentrasi pada bisnis inti, mengidentifikasikan proses yang kritikal, dan memutuskan hal-hal yang harus dialih-dayakan. berkaitan dengan itu semua di Indonesia sebelum berlakunya perjanjian kerja di dalam KUHPerdata, dahulu sudah ada perjanjian kerja yang bernama

“Persewaan Pelayan dan Pekerja”, dimana kewajibannya yaitu persewaan

tenaga kerja atau penyerahan hasil kerja tertentu di satu pihak dan kontrsa prestasi uang atau yang dapat dinilai dengan uang di lain pihak. Penilaian kerja dengan persewaan pelayan dan pekerja dikenal dengan budak karena mereka menganggap pekerjaan tersebut dilakukan oleh budak, dengan demikian kerja yang dilakukan Pelayan dan Pekerja dimasukkan kedalam buku III KUHPerdata yang mengatur Hukum Harta Kekayaan sebab status Pelayan dan Pekerja dianggap sama dengan budak berarti sama dengan benda.3

Persewaan pelayan dan pekerja ini isinya sangat sederhana dan tidak memberikan perlindungan hukum kepada buruh, melainkan menjamin pengusaha dalam memperoleh tenaga kerja. Ketentuan dalam Persewaan Pelayan dan Pekerja sifatnya tidak memaksa, sehingga dapat dikesampingkan oleh para pihak dengan membuat perjanjian sendiri. Keadaan tersebut terjadi karena Negara pada waktu itu tidak mencampuri urusan perburuhan, karena munculnya aliran liberalisme yaitu pengusaha pada masa itu menjunjung

3

Chandra Suwondo, Outsourcing Implementasi di Indonesia (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2003), h.4.


(35)

tinggi jaminan baik bagi kesejahteraan Negara apabila kekuasaan di dalam masyarakat dibiarkan bergerak sendiri.4

Karena pengaturan dianggap tidak baik maka aturan mengenai persewaan pelayan dan tukang tersebut dihapuskan. Dan masa kini pengaturan mengena

outsourcing sangatlah di perhatikan oleh pemerintah untuk kesejahteraan para pekerja outsourcing dimanapun mereka bekerja, walaupun dalam keadaan nyata outsourcing disini dalam sisi kesejahteraannya belum maksimal didapatkannya.

1. PENGERTIAN OUTSOURCING

Pengertian tenaga kontrak outsourcing nampaknya hanyalah pengertian pratikal saja terutama dipandang dari sudut pengusaha sebagai pemberi kerja.

Outsourcing adalah pendelegasian operasi manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing).5 Melalui pendelegasian maka pengelolaan tak lagi dilakukan oleh perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada perusahaan jasa outsourcing.

Dibidang ketenagakerjaan, outsourcing dapat diterjemahkan sebagai pemanfaatan tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan, melalui perusahaan penyedia/pengerah

4

Ibid., h.6.

5


(36)

tenaga kerja.6 Ini berarti ada dua perusahaan yang terlibat, yakni perusahaan yang khusus menyeleksi, melatih dan memperkerjakan tenaga kerja yang menghasilkan suatu produk atau jasa tertentu untuk kepentingan perusahaan lainnya. Dengan demikian, perusahaan yang kedua tidak mempunyai hubungan kerja langsung dengan tenaga kerja yang bekerja padanya, hubungan lainnya hanya melalui perusahaan penyedia tenaga kerjaa. Istilah

outsourcing tidak ditemukana secara jelas dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dalam pasal 64 uu no.13 tahun 2003 hanya dikatakan :

“Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerjaan/buruh yang dibuat secara tertulis.”

Beberapa pakar serta praktisi outsourcing (Alih Daya) dari Indonesia juga memberikan definisi mengenai outsourcing, antara lain menyebutkan bahwa

outsourcing (Alih Daya) dalam bahasa Indonesia disebut sebagai alih daya, adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan jasa outsourcing).7 Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Muzni Tambusai, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang mendefinisikan pengertian outsourcing (Alih Daya) sebagai memborongkan satu bagian atau

6

Richadus Eko Indrajit, Proses Bisnis Outsourcing, (Jakarta: Grasindo 2004, cet.2), h.1.

7

Chandra Suwondo, Outsourcing; Implementasi di Indonesia, (Jakarta: Elex Media Computindo), hal 2.


(37)

beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain yang kemudian disebut sebagai penerima pekerjaan.8

Berdasarkan ketentuan pasal 2 KEPMEN No. 101 tahun 2004 dikatakan bahwasannya :

“untuk dapat menjadi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh perusahaan wajib memliki ijin operasional dari instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota sesuai domisili perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh”.

2. DASAR HUKUM HAK KESEJAHTERAAN OUTSOURCING

Jika dilihat kembali dasar hukum outsourcing itu sendiri terdapat didalam pasal 64, 65, dan 66 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, namun jika mengenai kesejahteraan para pekerja/buruh dasar hukum tersebut dijelaskan didalam pasal 99 yaitu, “(1) Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. (2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”9

Selanjutnya juga terdapat didalam Pasal 100 yaitu, “(1) Untuk

meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya,

8

Muzni Tambusai, Pelaksanaan Outsourcing (Alih Daya) ditinjau dari aspek hukum ketenagakerjaan tidak mengaburkan hubungan industrial, http://www.nakertrans.go.id/arsip berita/naker/outsourcing.php. 29 Mei 2005.

9


(38)

pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan. (2) Penyediaan fasilitas kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan. (3) Ketentuan mengenai jenis dan kriteruia fasilitas kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah.”10

Dan yang terakhir mengenai dasar hukum tentang kesejahteraan yang terdapat didalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yaitu Pasal 101, dimana dijlaskan didalam pasal

tersebut, yaitu: “(1) Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh,

dibentuk koperasi pekerja/buruh dan usaha-usaha produktif di perusahaan. (2) Pemerintah, pengusaha, dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh berupaya menumbuhkembangkan koperasi pekerja/buruh, dan mengembangkan usaha produktif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Pembentukan koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Upaya-upaya untuk

10


(39)

menumbuhkembangkan koperasi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah.”11

3. JENIS-JENIS OUTSOURCING

Outsourcing dalam prakteknya didunia kerja, mempunyai berbagai jenis yang dapat dikategorikan dalam beberapa hal, yaitu :

1. Labor Supply

Outsourcing yang hanya menyalurkan SDM dan administrasi saja. 2. Full Outsourcing

Outsourcing yang tidak hanya kegiatan administrasi saja melainkan juga bagian produksi termasuk manusia, fasilitas, peralatan, teknologi dan aset lain serta pengambilan keputusan dalam kegiatan perusahaan.12

Selain dua jenis outsourcing diatas, outsourcing memiliki jenis-jenis yang dapat dibagi menjadi beberapa, diantaranya yaitu :

1. Contracting

Ini adalah bentuk penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga yang paling sederhana dan merupakan bentuk yang paling lama. Biasanya ini menyangkut kegiatan yang sederhana atau jenis layanan tingkat rendah, seperti pembersihan kantor, pemeliharaan rumput, dan

11

Undang-Undang Ketenagakerjaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),h.42.

12

Amin Widjaja Tunggal, Outsourcing Konsep dan Kasus, (Jakarta: Harvarindo, 2008), h.28.


(40)

kebun. Langkah ini adalah langkah berjangka pendek, hanya mempunyai arti taktis dan bukan merupakan bagian dari strategi (besar) perusahaan tetapi hanya untuk mencari cara yang praktis saja.13

2. Outsourcing

Penyerahan aktifitas perusahaan pada pihak ketiga dengan tujuan untuk mendapatkan kinerja pekerjaan yang profesional dan berkelas dunia.14

3. Insourcing

Kebalikan dari outsourcing, dengan menerima pekerjaan dari perusahaan lain. Motivasi utamanya adalah dengan menjaga tingkat

produktivitas dan penggunaan aset secara maksimal agar biaya satuannya dapat ditekan dimana hal ini akan meningkatkan keuntungan perusahaan. Dengan demikian kompetensi utamanya tidak hanya digunakan sendiri tetapi juga dapat digunakan oleh perusahaan lain yang akan meningkatkan keuntungan.15

4. Co-sourcing

Jenis hubungan pekerjaan dan aktivitas dimana hubungan antara perusahaan dan rekanan lebih erat dari sekedar hubungan outsourcing.

13

Richadus Eko Indrajit, Proses Bisnis Outsourcing, (Jakarta: Grasindo 2004, cet.2), h.35.

14

Libertus Jehani, Hak-Hak Karyawan Kontrak, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), Cet.2.

15

Bisma Murti, Mengelola SDM Secara Contracting Out, dalam Workshop: Pertemuan tahunan ke-7 Desentralisasi Kesehatan 2008, (Yogyakrta: UGM, 2008), h.2.


(41)

Contohnya adalah dengan memperbantukan tenaga ahli pada perusahaan pemberi jasa untuk saling mendukung kegiatan masing-masing perusahaan.16

5. Benefit-Based-Relationship

Hubungan outsourcing dimana sejak semula kedua belah pihak mengadakan investasi bersama dengan pembagian pekerjaan tertentu. Dengan demikian masing-masing pihak akan saling mendukung dan saling tergantung. Pembagian keuntungan telah dibicarakan pada saat awal kesepakatan kerjasama.17

4. TUJUAN OUTSOURCING

Salah satu tujuan perusahaan melakukan outsourcing adalah menginginkan adanya efisiensi dari segi biaya. Dengan perhitungan yang matang tentu saja ada penguangan biaya dibandingkan jika pekerjaan itu dilakukan sendiri. Misalnya, adanya komponen biaya pesangn yang tidak perlu dianggarkan mengingat pekerjaan dilakukan dalam bentuk kontrak dan hanya dalam jangka waktu tertentu. Biaya lain yang bisa dihemat adalah mengenai kenaikan gaji, dimana biasanya pekerjaan ini tidka ada jenjang karirnya sehingga biaya yang dikeluarkan relatif stabil.

16

Richadus Eko Indrajit, Proses Bisnis Outsourcing, (Jakarta: Grasindo 2004, cet.2), h.36.

17


(42)

Adapun tujuan outsourcing ini dapat diperinci, enjadi beberapa, diantaranya yaitu:

1. Mempercepat keuntungan reengineering

2. Mendapatkan akses pada kemampuan kelas dunia 3. Memperoleh suntikan kas

4. Membebaskan sumber daya untuk kepentingan lain

5. Membebaskan diri dari fungsi yang sulit dikelola atau dikendalikan

6. Memperbaiki fokus perusahaan 7. Memperoleh dana kapital 18

B. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA/BURUH

OUTSOURCING

Buruh dilindungi selama dia bekerja atau selama masih ada hubungan kerja. Peraturan yang dibentuk ialah peraturan yang melindungi buruh dan tenaganya, misalnya:

a. Undang-Undang kerja dan peraturan untuk menjalankannya, yang menetapkan antara lain larangan bagi perempuan menjalankan pekerjaan pada malam hari, didalam tambang, lubang didalam tanah atau tempat lain untuk mengambil logam dan bahan-bahan lain dari dalam tanah

18

Richardus Eko Indrajit, Proses Bisnis Outsourcing, (Jakarta: Grasindo, 2004, cet 2), h.105.


(43)

b. Undang-undang Keselamatan Kerja yang memuat peraturan-peraturan bagi perusahaan-perusahaan yang mempergunakan alat kekuatan-kekuatan supaya mengadakan perlengkapan yang cukup agar buruh terhindar dari kecelakaan.19

Mengingat masih lemahnya kedudukan buruh, maka hukum perlindungan sesorang diletakan pada tempat yang utama sekali. Campur tangan pemerintah dalam perhubungan hukum antara buruh sebagai seseorang dengan majikan haruslah secukup-cukupnya. Dengan dijalan demikian soal perlindungan tenaga manusia dilapangan produksi haruslah menjadi tanggung jawab majikan terhadap masyarakat, yang menurut hukum adalah berarti tanggung jawab majikan terhadap pemerintah.20

Pengakuan pentinganya oragnisasi buruh dalam kemajuan pengertian sosial bagi suatu masyarakat memaksa mengadakan aturan-aturan memberi kesempatan leluasa untuk tumbuh dan berkembangnya organisasi buruh itu.21

Dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang pertama-tama diatur adalah tentang pembangunan ketenagakerjaan yang

19

Abdul Rachman Budiono, Hukum Perburuhan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997),h.65.

20

Ibid.,h.66.

21

R. Soejono, Pedoman Perburuhan, (Jakarta: G.C.T.Van Dorp & CO N.V, 2013), h.49.


(44)

berupaya untuk memberdayakan pekerja/buruh secara optimal dan manusiawi, juga memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh dalam mewujudkan kesejahteraan dan akhirnya meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Khusus untuk melindungi pekerja/buruh dengan waktu tertentu atau tenaga kerja kontrak outsourcing seperti halnya pekerja/buruh satuan pengaman yang bekerja pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Komunikasi dan Informatika, maka ketentuan dalam pasal 6 Undang-undang No.13 tahun 2003 adalah ketentuan yang sangat penting untuk mempersamakan perlakuan dengan para pekerja tetap. Menurut pasal ini maka “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.” Tinggal sekarang bagaimana realisasi dari peraturan tersebut dapat berjalan dengan baik atau tidak. 22

Perjanjian kerja yang merupakan suatu bentuk dari perjanjian, selain memuat hak dan kewajiban, berfungsi pula sebagai perlindungan hukum bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut, sehingga apabila diantara keduanya terjadi perselisihan, maka keduanya dapat mengandalkan perjanjian kerja tersebut sebagai bentuk perlindungan.23

22

Undang-Undang Ketenagakerjaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),h.7.

23

Iman Sjahputra Tunggal, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Harvarindo, 2005),h.56.


(45)

Perjanjian kerja yang sering dipakai dalam praktek outsourcing adalah perjanjian kerja waktu tertentu/kontrak, sehingga outsourcing pada pelaksanaannya sering mnegurangi hak-hak pekerja dalam hal kepastian kerja terkait jangka waktu, maupun jaminan kesejahteraan. Selama ini para pekerja memang merupakan pihak yang lemah baik dalam hal kedudukan maupun perlidungan hukumnya, karena mereka adalah pihak yang sangat membutuhkan pekerjaan, sehingga mau tidak mau mereka harus mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh para pengusaha/perusahaan.24

Bagi para pekerja/buruh jaminan kesejahteraan/hak pekerja waktu tertentu sangatlah diperlukan, hal ini dikarenakan karakter dari tiap Undang-undang ketenagakerjaan seharusnya adalah untuk memberikan hak-hak yang seimbang dan adil bagi kedua belah pihak yng pokok di luar perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yakni para pekrja dan pemberi kerja. Namun biasanya ketidakseimbangan itu lebih banyak diderita oleh para pekerja lebih-lebih saat ini di mana lapangan kerja menyempit karena penurunan aktivitas ekonomi secara nasional. Mau tidak mau maka peraturan ketenagakerjaan menjadi lebih banyak mengatur hak-hak para pekerja.25

24

Ibid.,h.57.

25

Bambang Suhartono Widagdo, Hak Mogok Pekerja/Buruh Dalam Hubungan Industrial Indonesia, (Disertasi Untuk Mmeperoleh Gelar Doktor Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya, 2005), h.11.


(46)

C. HAK KESEJAHTERAAN

Pengertian dari hak kesejahteraan sebenarnya memiliki pengertian yang sama dengan Hak Asasi Manusia, dimana didalam HAM tersebut memiliki pokok-pokok yang mengatur tentang kesejahteran manusia dengan jelas. Setiap manusia berhak atas penghidupan yang layak, mendapatkan pekerjaan yang layak tanpa adanya diskriminasi. Kemudian didalam pembukaan UUD 1945 juga telah tertulis dengan jelas bahwa “....mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur”.26

Hak kesejahteraan tersebut juga tertuang didalam Undang-Undang No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dimana dijelaskan hak kesejahteraan menurut Undang-undang tersebut yaitu hak atas pekerjaan yang layak sesuai bakat, kecakapan dan kemampuan, hak untuk memilih pekerjaan yang disukai dan berhak atas syarat-syarat ketenagakerjaan, hak pria dan wanita untuk mendapatkan upah yang sama dan melaksanakan pekerjaan sesuai martabat dan mendapat upah yang adil, hak atas jaminan sosial untuk hidup layak serta perkembangan pribadi yang utuh.27

D. JENIS-JENIS HAK KESEJAHTERAAN

Pada dasarnya buruh sangat memerlukan hak kesejahteraan dari tempat yang mereka bekerja. Dimana mereka harus mendapatkan hak yang sama dari

26

Fitriani A Sjarif, Artikel Hak Atas Kesejahteraan, (Jakarta, 2011),h.2

27


(47)

pegawai kerja lainnya tanpa adanya diskriminasi antar sesama golongan pekerja tersebut diantaranya yaitu dengan adanya perlindungan ekonomis yang harus mereka dapatkan sewajarnya sebagai pekerja,.

Perlindungan ekonomis pada hakikatnya adalah bertujuan agar buruh dapat menikmati penghasilan secara layak yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari baik bagi dirinya sendiri maupun bagi anggota keluarganya secara layak.28

Berangkat dari hakikat tujuan perlindungan ekonomis tersebut sebenarnya telah diatur didalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana diatur didalam Pasal 99 Bagian Ketiga tentang Kesejahteraan.

“(1) Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja”

“(2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Sehingga perlindungan ekonomis yang harus para pekerja dapatkan dari itu semua, diantaranya, yaitu:29

1. Upah

28

Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),h.76. 29


(48)

Upah sebagai salah satu esensi perjanjian kerja merupakan faktor penting yang menentukan ada tidaknya suatu hubungan kerja. Disamping itu upah juga merupakan masalah yang kotorversial, karena upah selalu menjadi ittik-tolak menjadi pertentangan antara pekerja dengan pengusaha. Hal ini disebabkan masing-masing pihak melihat upah dari segi kepentingan masing-masing yang berbeda antara satu sama lain. Hal ini menimbulkan konsekuensi belum ditemukannnya perumusan upah yang standar.30

Dalam Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, dirumuskan disana:

“Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha

pada buruh untuk sesuatu pekerja/jasa yang telah atau akan dilaksanakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh,

termasuk tunjangan baik untuk buruh maupun bagi keluarganya”31

2. Jaminan Sosial

30

Abdul Rachman Budiono, Hukum Perburuhan di Indonesia, (Jakarta: Rja Grafindo Persada, 1997),h.35.

31


(49)

Pada hakikatnya jaminan sosial adalah bagian dari kesejahteraan buruh yang diterimanya sebagai tambahan untuk menjamin penghidupan yang layak sesuai dengan kemanusiaan.

Senada dengan pengertian tersebut ILO merumuskan Jaminan Sosial sebagai berikut :

“Jaminan sosial merupakan suatu usaha pemerintah untuk melindungi buruh dari tekanan ekonomi yang dapat menyebabkan hilangnya penghasilan, misalnya karena sakit atau cacat akibat

kecelakaan kerja, pensiun, dan sebagainya.” 32

Kemudian di dalam Pasal 29 bagian (2) dan (3) Permenakertrans No.39 tahun 2012 menjelaskan bahwa:

“(2) dalam hal hubungan kerja didsarkan atas perjanjian kerja waktu tertentu yang objek kerjanya tetap ada sebagaimana dimaksud pada penjelasan ayat (1), sekurang-kurangnya harus memuat:

a. Jaminan kelangsungan bekerja

b. Jaminan terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh sesuai dengan peratura perundang-undangan dan yang diperjanjikan;dan c. Jaminan perhitungan masa kerja apabila terjadi pergantian

perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh untuk menetapkan upah

32

Iman Sjahputra Tunggal, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Havarindo, 2005), h.42.


(50)

“(3) hak-hak pekerja/buruh yang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:

a. Hak atas cuti apabila telah memenuhi syarat masa kerja; b. Hak atas jaminan sosial;

c. Hak atas tunjangan hari raya;

d. Hak istirahat paling singkat 1 (satu) hari dalam 1 (satu) minggu;

e. Hak menerima ganti rugi dalam hal hubungan kerja diakhiri oleh perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir bukan karena kesalahan pekerja;

f. Hak atas penyesuaian upah yang diperhitungkan dari akumulasi masa kerja yang telah dilalui;

g. Hak-hak lain yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan/atau perjanjian kerja sebelumnya.


(51)

BAB III

PROFIL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

A. Sejarah Singkat Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika

Pusdiklat Kementerian KOMINFO bisa dibilang cukup tua karena mengingat sejarah berdiri Kementerian ini pada tahun 1945 setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak saat itu sampai saat ini sempat beberapa kali ganti nama, awal nama Kementerian ini adalah Pusdiklat Penerangan sampai tahun 1975. Kemudian berganti lagi menjadi Balai Diklat Departemen Penerangan (DEPPEN) pada tahun 2001, lalu berganti nama lagi pada tahun 2005 menjadi Pusdiklat Departemen KOMINFO dan sampai sekarang menjadi Pusdiklat Kementerian KOMINFO.

Peranan Deppen semestinya terbatas pada fungsi membangun dan menggerakkan sistem akses informasi timbal-balik antara pemerintah dan publik. Dengan kata lain, Deppen tak akan beranjak jauh dari fungsi-fungsi public service pada ranah informasi dan komunikasi.

Namun sejarah mencatat, di bawah kendali Menteri Mashuri dan Ali Murtopo, Deppen secara sistematis mengalami reinkarnasi menjadi perangkat ideologis-represif negara Orde Baru. Lingkup-kerjanya bukan


(52)

sekedar membangun komunikasi politik pemerintah dengan publik, namun juga mensukseskan program-program pemerintah, menjaga legitimasi kekuasaan dan ketertiban umum. Pada tataran praksis, wewenang Deppen mencakup tindakan-tindakan represif yang dianggap perlu terhadap institusi atau individu pers yang “anti-pemerintah” serta unsur-unsur sipil yang berani menentang konsensus-konsensus nasional yang telah ditetapkan negara.

Deppen dilahirkan untuk menjadi pusat indoktrinasi negara Orde Baru

tentang “pembangunan nasional”, “cita-cita Orde Baru”, “semangat nasional

Pancasila”, serta “kepribadian nasional”. Dengan sikap tinggi-hati, Deppen

memposisikan dirinya sebagai “juru penerang” yang akan membawa bangsa

Indonesia menjadi bangsa yang “optimis, bersikap mental positif, serta

mempunyai kesadaran bernegara”. (Dhakidae 1991).

Dalam kerangka indoktrinasi itu, Negara Orde Baru kemudian

mengintrodusir terminologi “jurnalisme pembangunan”, “jurnalisme Pancasila” serta “pers yang bebas dan bertanggung jawab”. Pers ditempatkan sebagai bagian integral dari sistem penerangan nasional dan harus bertekuk lutut di bawah kontrol Menteri Penerangan (dan Menkopolkam). Pers tak pernah leluasa menjalankan fungsi kritik karena selalu dibenturkan pada tanggung jawab menjaga ketertiban umum, menjaga wibawa pemerintah dan

turut “meletakkan dasar-dasar bagi stabilitas dan keamanan nasional”.

Sebagai pemegang otoritas penuh untuk mengeluarkan dan mencabut izin terbit (SIUPP) dan akreditasi wartawan, Penasehat Dewan Pers, serta


(53)

penentu kebijakan distribusi kertas, Menteri Penerangan secara efektif dapat

menjalankan fungsi “polisional” terhadap pers. Pembungkaman terhadap

institusi/individu pers yang kritis terhadap kebijakan pemerintah dapat dilakukan kapan saja, tanpa melalui proses peradilan dan tanpa mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar.

Alih-alih membangun proses komunikasi timbal-balik antara negara dan masyarakat, sepanjang Orde-Baru Deppen terus-menerus memperagakan aksi-aksi sepihak negara dalam “menertibkan” ruang-publik. Tak pelak Orde Baru menjadi periode panjang dimana tindakan “penerangan” secara radikal

mengalami transformasi makna dari sekedar tindakan “memberitahukan” menjadi tindakan “memaksakan tafsir kebenaran”, dari sekedar tindakan “mengkomunikasikan” menjadi upaya untuk “menyeragamkan pikiran”.

Pusat Diklat Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai salah satu unit kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika, tugas pusdiklat adalah mendidik pegawai Kementerian Kominfo sesuai dengan kompetensi yang di butuhkan melalui berbagai jenis diklat dan program.

B. Visi dan Misi

Apabila ingin mendirikan sebuah perusahaan atau instansi, yang terlebih dahulu kita harus mendefinisikan visi kemudian mendefinisikan yang sesuai untuk mencapai visi tersebut. Tetapi pada beberapa perusahaan yang sudah berdiri, biasanya (sebagian besar) misi perusahaan telah ditentukan dalam


(54)

anggaran dasar perusahaan tersebut, jadi pemimpin perusahaan itu akan menetapkan visi perusahaan tersebut, jika pemilik/pendiri perusahaan belum menentukan sebelumnya.1

Misi adalah jalan pilihan yang disepakati bersama oleh seluruh anggota organisasi untuk menuju ke masa depan. Misi harus menjanjikan adanya profitable customer-customer yang menjanjikan arus pendapatan masuk yang memadai untuk menutup total biaya dan investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Visi adalah gambaran kondisi masa depan perusahaan yang akan diwujudkan melalui misi pilihan.2

Sehingga didalam sebuah perusahan antara visi dan misi harus ada keterkaitan antara keduanya, agar perusahaan tersebut dapat berjalan dengan maksimal dan para pekerja pun mempunyai rasa tanggung jawab dalam bekerja, seperti yang terdapat didalam Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika, dalam peningkatannya terhadap pengembangan SDM yang sangat mendesak dalam menghadapi tugas Kementerian Kominfo kedepan yang semakin berat, oleh karena itu isi dan misinya yaitu:

a. Visi Pusdiklat Kominfo

1

Jemsly Hutabarat dan Matani Husein, Operasionalisasi Strategi, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2004),h.23.

2

Muyadi, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen, (Jakarta: Salemba Empat, 2007). h.11.


(55)

Menjadi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Terdepan yang Berkarakter Komunikasi dan Informatika dalam Meningkatkan Kompetensi Sumber Daya Manusia Aparatur Pemerintah

b. Misi Pusdiklat Kominfo

Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan dibidang teknis, fungsional maupun manajerial yang didasarkan pada analisa kebutuhan dan standar kompetensi.

C. Kinerja Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika

Setiap Perusahaan maupun instansi-instansi yang beraktifitas dalam dunia kerja memiliki sebuah kinerja yang dapat menilai apakah perusahaan tersebut dapat berjalan dengan baik mauun tidak, dengan cara melihat bagaimana sistem yang dilakukan di dalam perusahaan tersebut dalam setiap aktifitas pekerjaannya dan dilakukan oleh para pekerja tersebut. Dengan artian, setiap perusahaan atau instansi tersebut sangat bergantung dengan kinerja yang dilakukan oleh para pekerja yang dilakukan pekerja tersebut dalam perusahaannya, apabila perusahaannya berkeinginan untuk terus maju dan berjalan dengan baik.

Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan


(56)

seseorang tidaklah efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam perusahaan untuk mencapai tujuan.3

Istilah kinerja atau prestasi kerja sebenarnya berasal dari bahasa Inggris

“performance”. Kamus The New Webster Dictionary yang memberikan tiga arti bagi kata performance yang akan disebutkan dibawah ini :

1) Adalah prestasi yang digunakan dalam konteks atau kalimat misalnya tentang mobil yang sangat cepat.

2) Adalah pertunjukkan yang biasanya digunakan dalam kalimat “folk

Dance Performance” atau “pertunjukan tarian rakyat”.

3) Adalah “pelaksanaan tugas” misalnya dalam kalimat “In Performing

his/her Duties”.4

Batasan mengenai kinerja (performance) sebagai “…the record of

outcomes produced on a specified job function or activity during a specified

time periode”. (catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu). Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa performance

3

Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h.135.

4

Ahmad Ruky, Sistem Manajemen Kinerja, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 140.


(57)

atau prestasi adalah hasil atau apa yang keluar (outcomes) dari sebuah pekerjaan dan kontribusi mereka pada organisasi.5

Tujuan utama dalam penilaian kinerja adalah menghasilkan informasi yang akurat dan otentik tentang perilaku dan kinerja anggota-anggota semakin akurat dan otentik informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian kinerja, semakin besar potensi nilainya bagi organisasi.6

Tujuan dari penilaian/prestasi kinerja sebagai berikut : 1) Meningkatkan prestasi pegawai.

2) Standar kompensasi yang layak. 3) Penempatan pegawai.

4) Pelatihan dan pengembangan. 5) Jenjang karir.

6) Penata staff.

7) Minimnya data informasi. 8) Kesalahan desain pekerjaan. 9) Peluang kerja yang adil. 10)Tantangan eksternal. 7

5

Faustino Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Andhi, 2003), h. 135.

6

Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rinneka Cipta, 2001), h. 423.

7

Ike Kusdhiyah Rachmawati, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Andhi, 2008), h.123-125.


(58)

Pada prakteknya, kinerja karyawan senantiasa tergantung pada berbagai hal. Sekarang ini, aspek stress akibat tekanan-tekanan dalam bekerja telah dianggap sebagai salah satu yang mempengaruhi kinerja. Oleh karena itu, stress perlu di kondisikan pada posisi yang tepat agar kinerja juga akan berada pada posisi yang optimal. Dengan tingkat psikoligis para pekrja yang optimal dan baik, maka kinerja mereka pun dapat berjalan dengan baik. Dalam kasus ini, misalnya mannajemen akan mengevaluasi kondisi stress karyawan selalu didalam kondisi yang baik. Kondisi yang baik tersebut memiliki tolak ukur. Karyawan dalam kondisi yang baik akan berkorelasi positif dengan kinerjanya.8

Dengan demikian, kinerja yang terdapat di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika sangat di lihat pada para pekerjanya, baik pegawai negeri, honorer, maupun otsourcing.

Karena kinerja pada Pusdiklat Kemenkominfo sebenarnya sangat tergantung pada masing-masing jabatan yang sudah dibentuk oleh pusdiklat kemenkominfo sebagai salah satu faktor yang sangat menunjang pada sistem pekerjaan di Pusdiklat, seperti Cleaning Servise, Perawat, Pramubakti, Dokter, Teknisi, Pengemudi, Security, dan para PNS.

Di dalam Pusdiklat Kemenkominfo menyediakan dokter dan perawat karena Pusdiklat disini sangat memerlukan bagian medis tersebut, untuk

8

Husein Umar, Evaluasi Kinerja Perusahaan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), h.100.


(59)

melayani para anggota pegawai yang sedang menjalankan diklat di Pusdiklat Kemenkominfo tersebut.

Oleh sebab itu, dapat dikemukakan bahwa kinerja yang terdapat didalam Pusdiklat Kemenkominfo sangatlah berjalan dngan baik karena ada pembagian tugas yang sudah diberikan pada setiap pegawainya, dan kinerja di pusdiklat kemenkominfo ini pun dari setiap tahun ke tahun mengalami peningkatan, dan kedisiplinan serta memberikan pelayanan yang maksimal kepada para anggota pegawai diklat, sehingga para anggota diklat sangat merasakan kepuasan dengan pelayanan dari kinerja Pusdiklat Kemenkominfo disini. Kinerja suatu perusahaan atau instansi pemerintahan dapat berjalan dengan baik, hal itu dapat dilihat dengan susunan organisasi yang terdapat di perusahaan atau instansi tersebut, oleh karena itu penulis dapat mejabarkan tentang susunan organisasi yang terdapat didalam Pusdiklat Kemenkominfo, yaitu :

1. Kepala Pusat Pendidikan

dan Pelatihan Pegawai : Usuluddin, S.H, M.M 2. Kepala Bagian TU : Supriyanto, S.Sos, S.E, M.M

a. Kepala Sub

Bagian Kepegawaian : Adi Novian Prihantoro, S.kom b. Kepala Sub

Bagian Keuangan : Raden Roro Ekarestu Widharti c. Kepala Sub


(60)

3. Kepala bidang Program

dan Evaluasi : Drs. Syamsu Aidil, M.M

a. Kepala Sub Bidang Program

Diklat : Charviano Hardika

b. Kepala Sub

Bidang Kerja Sama

Diklat : Juliana Erlinar Harahap, S.E

c. Kepala Sub BidangEvaluasi

dan Pelaporan Diklat : Darmayati Siregar, S.Sos 4. Kepala bidang

Penyelenggaraan : Drs. Sukaryana

a. Kepala Sub Bidang diklat

Kepemimpinan : Dra. Sulastri

b. Kepala Sub

Bidang Fungsional : Farydayaty, S.Sos c. Kepala Sub

Bidang Diklat Teknis : Indra Sofyan S.Sos

Kemudian susunan organisasi yang sudah terbentuk tersebut untuk menjalankan kinerja nya dengan maksimal, mereka memiliki Peraturan sendiri yang sudah terbentuk yang penulis jelaskan melalui lampiran-lampiran penulisan skripsi ini. Selanjutnya dalam menjalankan kinerja yang secara menyeluruh yang terdapat di Pusdiklat mak, pihak Pusdiklat memiliki tugas dan fungsinya yaitu:


(61)

Tugas dan Fungsi Pusdiklat KEMKOMINFO

Tugas dan Fungsi Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 17/PER/M.KOMINFO/10/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah :

a. Tugas

Melaksanakan Pendidikan dan Pelatihan Pegawai.

b. Fungsi

1) Melaksanakan urusan kepegawaian, keuangan dan umum. 2) Penyusunan program dan evaluasi.

3) Pelaksanaan penyeleggaraan pendidikan dan pelatihan pegawai.

D. Perkembangan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika

Setiap perusahaan maupun instansi mempunyai perkembangan dari setiap tahun ke tahun, namun hal itu semua kembali lagi pada kinerja masing-masing para pegawai yang bekerja pada perusahaan atau instansi tersebut. Oleh karena itu, setiap pegawai harus meningkatkan kinerjanya agar perkembangan perusahaan atau instansi tersebut semakin lama semakin berkembang.


(62)

Perkembangan suatu perusahaan dilihat dari beberapa faktor yaitu diantaranya tenaga kerjanya, sistem perusahaan yang mengatur tenaga kerja tersebut, serta fasilitas-fasilitas sebagai penunjang yang terdapat didalam perusahaan. Apabila kinerja dari setiap pekerja pada perusahaan tersebuut bagus maka perkembangan perusahaan pun semakin baik dan semakin berkembang, dan juga apabila fasilitas-fasilitas tersedia dengan baik dan kondusif maka para pekerja dapat bekerja dengan baik dan memaksimalkan kinerjanya diperusahaan tersebut semakin bertambah besar, sehingga perkembangan perusahaan tersebut semakin meningkat dari tahun ketahun. Namun hal itu harus ada anggaran dana yang harus disiapkan dan dikeluarkan kepada perusahaan agar bisa memaksimalkan semua faktor-faktor tersebut, seperti tenaga kerja, fasilitas, dan lain sebagaianya.

Pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika perkembangannya tergantung pada setiap pegawai yang ingin melakukan diklat yang diadakan oleh kementerian Komunikasi dan Informatika. Dimana hal tersebut sesuai deengan APBN Yang sudah diberikan dari Pemerintah Kepada Kementerian negara, salah satunya kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan disalurkan kepada Pusdiklat Kemenkominfo tersebut. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahun adalah rencana keuangan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk satu tahun kedepan.


(63)

Oleh karena itu, pada Pusdiklat Kemenkominfo, Perkembangan Pusdiklat tersebut tergantung besarnya APBN yang diterima Pusdiklat dalam menjalankan kinerja nya serta memberikan pelayanan dan fasilitas terbaik bagi peserta diklat. Dalam prakteknya, APBN yang diberikan negara melalui Kemenkominfo kemudian disalurkan kembali ke Pusdiklat Kemenkominfo tersebut setiap tahun selalu meningkat berkisar antara 1-10% setiap tahunnya, dan kenikan tersebut merupakan kenaikan yang relatif. Dengan pemberian APBN yang semakin meningkat maka program yang diselenggarakan bagi Pusdiklat Kemenkominfo menjadi lebih baik.


(64)

52 BAB IV

ANALISIS HASIL DAN TEMUAN DI LAPANGAN

A. Penerapan Outsourcing di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika

Penerapan outsourcing pada suatu organisasi akan membawa pengaruh terhadap sistem organisasi yang ada. Selain itu penerapan outsouring juga memberikan keuntungan srtategis, traktikal dan transformasional bagi organisasi. Outsourcing juga mempengaruhi suatu organisasi secara keseluruhan dalam hal : bentuk organisasi, pekerja, cara operasional, dan cara pengukuran. Outsorcing mengubah suatu betuk organisasi bisnis dari bentuk

“monolitik” yang menjalin semua fungsi dan proses menjadi suatu bentuk

baru dimana bisnis inti yang membuat organisasi sukses, dikelilingi, dan didukung oleh fungsi dan proses yang di outsource kepada perusahaan penydia jasa.1

Praktek Outsourcing pada sistem outsourcing telah membuka peluang munculnya perusahaan baru di bidang jasa outsourcing, dan pada sisi lain telah memungkinkan perusahaan yang telah berdiri untuk melakukan efisiensi melalui pemanfaatan jasa perusahaan outsourcing. Sistem outsourcing

1

Chandra Suwondo, Outsourcing Implementasi di Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia, 2003), h.25.


(65)

ditujukan untuk mengatasi beberapa permasalahan perekonomian2 oleh karena itu , pekerjaan yang di outsourcing bukanlah pekerjaan yang berhubungan langsung dengan inti bisnis perusahaan, melainkan pekerjaan penunjang (staff level ke bawah), meski terkadang ada juga posisi manajerial yang di outsourcing, namun tetap saja hanya untuk pekerjaan dalam waktu tertentu.

Setelah dipaparkan bagaimana penerapan yang dilakukan suatu perusahaan dalam pengelolaan outsourcing, maka di Pusdiklat Kemenkominfo praktek Outsourcing sudah dilakukan sejak berdirinya pusdiklat kemenkominfo ini, dengan artian, setiap pegawai dapat melamar pekerjaan langsung ke Pusdiklat Kemenkominfo karena Pusdiklat Kemenkominfo sendirilah yang mengatur dan mengelola sistem kepegawaian para pekerja, dengan kata lain, Pusdiklat berperan penuh dalam perekrutan para pegawai outsourcing yang bekerja di dalamnya dari tahun ke tahun. Namun hal ini bertentangan dengan peraturan yang ada yaitu di Undang-undang Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa didalam Pasal 64

“perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada

perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau

penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.”

Oleh karena itu pusdiklat dengan kata lain melakukan tindakan melawan hukum dimana pihak pusdiklat bertentangan dengan peraturan yang sudah

2


(66)

dibuat sebelumnya yaitu Undang-undang Ketenagakerjaan, bahwa dalam kegiatan outsourcing suatu perusahaan harus menggunakan perusahaan rekanan dalam praktek kerjanya. Namun, pihak pusdiklat mengatakan bahwa pengaturan jasa outsourcing sudah diatur sejak berdirinya Pusdiklat Kemenkominfo ini dan terus diperbaharuui peraturannya dan yang terbaru adalam peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika Nomor 10 Tahun 2015, bahwa pihak Kementerian berhk melakukan pengatuan sendiri dalam proses perekrtan karyawan outsourcing disini.

Apabila penulis telaah lebih lanjut mengenai prmasalahan pihak yang mengatur outsourcing dikementerian ini, maka sebenarnya pengaturan mengenai perekrutan sendiri tentang tenaga kerja yang dilakukan oleh

perusahaan, diatur juga didalam Pasal 35 ayat 1 “pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang

dibutuhkan atau melalui pelaksana penemptan tenaga kerja.” Dan ditambah

dengan Pasal 37 ayat (1), “Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri dari: (a) instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; dan (b) lembaga swasta

berbadan hukum.” Dan dilengkapi dengan Pasal 56 ayat (1), “Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.”

Dengan penjelasan tersebut yang telah ada di peraturan Undang-undang ketenagakerjaan, maka pihak pusdiklat dapat dikatakan lekakukan tindakan melawan hukum, karena yang telah dijelaskan didalam pasal 37 tersebut.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Analisis Terhadap Status Hukum Dan Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Outsourcing Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

11 248 141

Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Tenaga Kerja Kota Medan

7 58 107

Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Alih Daya dan Penerapan Pengaturan Tenaga Kerja Alih Daya Dalam Perusahaan Farmasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Jo Se Permenakertrans Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat P

0 13 41

Analisis Yuridis Larangan Suami-Istri Bekerja Pada Perusahaan Yang Sama Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

0 1 36

TINJAUAN YURIDIS TENTANG ASURANSI PHK DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN.

0 0 1

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DENGAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) TERKAIT HAL PENGALIHAN HUBUNGAN KERJA DI PERUSAHAAN ALIH DAYA BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KE.

0 0 4

PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PADA PT AGRONESIA SARIPETOJO KOTA CIREBON DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO.3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DAN UNDANG-UNDANG NO.13 TAHUN 2003.

0 0 1

Undang Undang tahun 2003 13 03

0 0 66

Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Kontrak Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Muhammad Wildan

0 0 9

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA DI KOTA MAKASSAR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

0 1 75