9 Matriks SWOT

Tabel 3.9 Matriks SWOT

IFAS

Kekuatan (S)

Kelemahan (W)

Tentukan faktor EFAS

Tentukan faktor

kelemahan Internal Peluang (O)

kekuatan Internal

Stratego OW Tentukan faktor

Strategi SO

Ciptakan strategi peluang eksternal

Ciptakan strategi yang

menggunakan kekuatan yang meminimalkan

untuk memanfaatkan

kelemahan untuk

memanfaatkan peluang Ancaman (T)

peluang

Strategi TW Tentukan faktor

Strategi ST

Ciptakan strategi ancaman eksternal

Ciptakan strategi yang

menggunakan kekuatan yang meminimalkan

untuk mengatasi

kelemahan dan

ancaman

menghindari ancaman

Diadopsi dari Rangkuti, 2001

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kawasan Wisata Gunung Tidar

1. Sejarah Perkembangan Kawasan Gunung Tidar, Legenda dan Mitologi

Gunung Tidar merupakan salah satu aset milik Pemerintah Kota Magelang sebagai kawasan hutan lindung bagi kota dibawahnya dan merupakan destinasi wisata spiritual. Awal munculnya kegiatan wisata spiritual di Gunung Tidar tidak diketahui secara pasti kapan mulai didatangi oleh para pengunjung. Namun berdasarkan pernyataan Juru Kunci Makam Gunung Tidar diperkirakan kegiatan itu sudah berlangsung sejak dulu.

Awalnya gunung ini merupakan lahan yang gundul kemudian dilakukan reboisasi secara bertahap. Berikut perkembangan upaya penghijauan yang dilakukan oleh pihak Akmil sebagai berikut:

a. Tahun 1968 – 1975, penghijauan lahan kritis yang berada di ujung utara Akmil.

b. Tahun 1976, penanaman pohon pinus, flamboyant, dammar, kalianda ± 34.700 batang.

c. Tahun 1979, penanaman pohon pinus, flamboyant, kteriside, kelapa, beringin, ± 5.000 batang.

d. Tahun 1982, penanaman pohon kalianda, asem londo, filisium, waru, sonokeling, berjumlah ± 8.000 batang.

e. Tahun 1985, penanaman pohon holtikultura berupa tanaman buah, ± 20.000 batang.

f. Tahun 1988, penanaman pohon salam, tarena, mahoni, waru, filisium, ± 4.000 batang.

g. Tahun 1990, asem londo, salak, nanas, dan pinus; ± 2.000 batang.

h. Tahun 1992, penanaman lereng sebelah utara dan barat laut dengan pinus; ± 7.000 batang (Sumber: Dispeterikan, 2015).

Dilihat dari perkembangan pengelolaannnya, sekitar tahun 1960, upaya pengelolaan kawasan merupakan hak Pemerintah Kota Magelang dan upaya untuk melakukan penghijauan pada saat itu belum berhasil. Kemudian status pengelolaan terhadap Gunung Tidar ditangani oleh pihak Akademi Militer sekitar tahun 1976 upaya penghijauan digerakkan kembali hingga sukses. Pada tahun 2007 status pengelolaan Gunung Tidar diserahkan kembali kepada Pemkot Magelang hingga pada tahun 2009 kemudian diserahkan kepada Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perikanan (Dispeterikan) Kota Magelang. Dalam perencanaan pengembangan kawasan sebagai daya tarik wisata Dispeterikan bekerjasama dengan instansi – instansi lain di dalam SKPD Kota Magelang.

Sedangkan dalam pengelolaan manajemen upaya melakukan konservasi terhadap Gunung Tidar dan pengelolaan pariwisata dikelola Unit Pengelola Teknis (UPT) secara independen kedudukannya di bawah Kepala Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perikanan (Dispeterikan). Mulai resmi terbentuk awal tahun 2015 melalui Perwal No 47 Tahun 2014.

Gambar 4.1 Lokasi Area Makam Kiai Semar

Sumber: Data Primer, 2015 Legenda yang berkembang menurut informan masyarakat umum dikisahkan adalah pada zaman pulau Jawa masih jarang penduduknya dan sebagian besar masih berupa hutan lebat. Ketika itu Gunung Tidar adalah hutan lebat tiada penghuni seseorangpun, dan merupakan hutan yang tertutup dan sangat angker. Bahkan binatangpun takut tinggal di hutan Tidar. Konon gunung Tidar merupakan tempat tinggal Kiai Semar beserta punggawanya dan rakyat yang dari bangsa makhuk astral.

Konon pada zaman itu juga ada seorang Syekh yang berasal dari Turki yang dikenal dengan nama Syekh Subakir dikisahkan sebagai alim ulama dan berilmu tinggi. Syekh Subakkir setelah berkelana akhirnya tiba di Gunung Tidar dan tertarik dengan kesuburan tanahnya karena dikelilingi gunung – gunung dan berniat membuka hutan untuk dijadikan pemukiman. Kedatangan Syekh Subakir didampingi oleh seorang pengikutnya yang berjumlah tujuh pasang dengan harapan sebagai cikal bakal pemukiman Gunung Tidar kelak.

Setelah membuka hutan dan telah lama tinggal di Gunung Tidar mendadak ketujuh pasang pengikut Syekh Subakir meninggal tanpa sebab. Syekh Subakir sangat heran dan marah kemudian berusaha ingin mengetahui sebab – musabab kematian tersebut. Adapun upaya tersebut dengan jalan puasa empat puluh hari dan bersemedi di puncak Gunung Tidar. Pada hari yang terakhir Syekh Subakir ditemui oleh penghuni Gunung Tidar yaitu Kiai Semar. Maka terjadilah pembicaraan keduanya. Dalam pembicaraan itu diungkapkan niat hati Syekh Subakir dan pengikutnya untuk membuka daerah baru dan tinggal di sekitar Gunung Tidar, tetapi hal tersebut ditolak mentah – mentah oleh kiai Semar karena “daerah ini adalah milik dan tempat tinggal kerajaan-Ku” , kata Kiai Semar. “Tapi ingatlah aku ini makhuk yang sempurna diantara makhuk ciptaan Allah, aku dan bangsaku adalah makhuk yang dicintai Allah”, Jawab Syekh Subakir. Segara Syekh Subakir meninggalkan gunung Tidar dan pulang ke negerinya untuk membuat perhitungan atas perbuatan Kiai Semar. Diceritakan kembalinya Syekh Subakir ke Turki untuk mengambil sebuah pusaka berupa tombak yang maha sakti untuk melawan kesaktian Kiai Semar beserta rakyatnya.

Dengan berbekal tombak pusaka tersebut Syekh Subakir kembali ke Gunung Tidar yang kali ini diiringi oleh pengikutnya yang berjumlah empat puluh pasang. Kesemua pengikutnya tidak diturunkan ke Gunung Tidar tetapi diturunkan di sebelah Timur Gunung Tidar yang saat ini masih sampai sekarang disebut desa Trunan (turun + an = turunan – Dengan berbekal tombak pusaka tersebut Syekh Subakir kembali ke Gunung Tidar yang kali ini diiringi oleh pengikutnya yang berjumlah empat puluh pasang. Kesemua pengikutnya tidak diturunkan ke Gunung Tidar tetapi diturunkan di sebelah Timur Gunung Tidar yang saat ini masih sampai sekarang disebut desa Trunan (turun + an = turunan –

Mitologi yang berkembang di masyarakat Jawa, meskipun gunung Tidar relative kecil dibanding dengan gunung – gunung yang ada di tanah Jawa, tetapi memiliki peran strategis karena letak Gunung Tidar yang terletak di tengah – tengah Pulau Jawa. Karena letaknya tersebut, ada mitologi Jawa yang meyakini bahwa Gunung Tidar adalah Pakuning Tanah Jawa. Bahkan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Surakarta pada saat tertentu menyajikan sesaji.

Ada juga mitologi bahwa diceritakan pada kala itu tanah Jawa terombang – ambing di tengah Samudra, sehingga supaya tenang tidak terseret air samudera dipaku dengan Bumi Gunung Tidar di tengah – tengah pulau Jawa, setelah itu pulau Jawa menjadi tenang.

Pada hari Selasa Kliwon atau Jum’at Kliwon Gunung Tidar banyak diziarahi oleh peziarah. Bahkan sudah menjadi tradisi para raja dari Surakarta Hadiningrat tiap tahun nyadran ke puncak Gunung Tidar dengan sesaji tertentu, tradisi ini terhenti setelah mangkatnya Sri Susuhunan Pakubuwono X pada tahun 1939. Namun tradisi tersebut masih tetap dilaksanakan oleh keluarga Keraton Ngayogyakarta (Disporabudpar, 2015)

2. Kondisi Lingkungan Fisik

a. Kondisi Geografis dan Batas Administratif

0 Secara geografis terletak pada posisi 7 0 26’18” - 7 30’9” LS dan

0 110 0 12’30” – 110 12’52” BT. Posisi ini terletak di tengah - tengah pulau Jawa. Secara administratif Kawasan objek studi pengembangan

produk kawasan wisata spiritual berada dalam Kawasan Hutan Lindung Gunung Tidar yang dikelola oleh UPT Dispeterikan dan tepatnya di wilayah kampung Barakan, Kelurahan Magersari. Kelurahan Magersari sendiri memiliki luas 157,2 Ha. Wilayah studi ini juga berada dalam Kawasan Rejomulyo Gunung Tidar (Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Magelang Tahun 2011- 2031)

Sedangkan batas – batas wilayah administrasi wilayah Kelurahan Magersari adalah sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Wilayah Kelurahan Kemirirejo  Sebelah Selatan: Batas Wilayah Kota dengan Kabupaten Magelang  Sebelah Barat : Kelurahan Jurang Ombo Selatan  Sebelah Timur : Rejowinangun

Adapun jika dilihat dari kajian Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Magelang tahun 2011- 2031 kawasan pengembangan produk Kawasan Wisata Gunung Tidarmasuk di dalam katagori sebagai berikut:

Gambar 4.2

Gambar Foto Satelite Kawasan Gunung Tidar

: Potensi Usaha Pariwisata Masyarakat

: Jalan Eksisting : Ring 3 / Batas Kawasan Mikro (Ring 1 dan2 ) dengan pemukiman : Batas Kawasan Ring 4 dalam RTRW

Sumber: Bappeda dimodifikasi penulis, 2015

1) Kawasan Mikro, Secara fisik berada dalam Kawasan Gunung Tidar. Kawasan Gunung Tidar sendiri adalah kawasan lindung yang memiliki vegetasi tumbuhan dengan tegakan yang relative rapat dan merupakan kawasan tidak berpenghuni yang selanjutnya disebut dengan kawasan inti atau core area dan merupakan kawasan tidak terbangun (non-built up area). Kawasan inti juga disebut sebagai kawasan konservasi memiliki luas 73,74 Ha.

2) Kawasan Mezzo; merupakan kawasan pemukiman penduduk atau perkampungan. Diantara Kawasan inti dengan kawasan pendukung sudah terdapat batas tembok permanen (Ring 3) sebagai fungsi pembatas pemanfaatan pemukiman dengan batas kawasan hutan konservasi atau Hutan Lindung Gunung Tidar.

Kawasan Studi Pengembangan Produk Wisata Spiritual sebagaimana tercantum pada RTRW Kota Magelang tersebut mencakup kawasan wilayah konservasi (mikro) dan kawasan pemukiman penduduk (mezzo) di Kampung Tejosari, Kelurahan Magersari. Dalam kawasan ini yang menjadi produk daya tarik utama wisata spiritual adalah Wisata Spiritual Makam Syekh Subakir, Kiai Sepanjang dan Makam Kiai Semar.

Kondisi letak Kawasan Pariwisata ini berhubungan terhadap jalur aksesbilitas ke destinasi lainnya yaitu jalur transportasi antar kota maupun provinsi, antara Semarang – Yogyakarta, Semarang – Purworejo, Yogyakarta – Temanggung - Wonosobo dan kota – kota disekitarnya. Dari Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah, Semarang berjarak

75 km. Kota magelang dengan Kabupaten Temanggung berjarak 22 km, Kabupaten Purworejo berjarak 43 km dan D.I. Yogyakarta berjarak sekitar 40 km.

b. Kondisi Topografi Wilayah kawasan studi pengembangan ini dalam kawasan inti mempunyai ketinggian 503 mdl atas permukaan air laut. Kelerengan b. Kondisi Topografi Wilayah kawasan studi pengembangan ini dalam kawasan inti mempunyai ketinggian 503 mdl atas permukaan air laut. Kelerengan

3. Kondisi Kependudukan Kelurahan Magersari

Berdasarkan data monografi dalam angka tahun 2015 jumlah penduduk Kelurahan Magersari 8.730 Jiwa dengan banya Kepala Keluraga sebanyak 2.555 KK. Laki – laki sebanyak 4.322 Jiwa dan perempuan sebanyak 4.408 Jiwa. Berikut ini gambaran kondisi kependudukan masyarakat Kelurahan Magersari dilihat berdasarkan Kondisi umum sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat sebagai berikut (Kelurahan Magersari, 2015):

a. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Dari data identifikasi penduduk berdasarkan data monografi tahun 2015, menurut mata pencaharian terlihat bahwa mayoritas penduduk di objek studi Kelurahan Magersari bekerja di sector swasta yaitu sebanyak 999 jiwa, Pegawai Negeri Sipil sebanyak 123 jiwa, TNI/ POLRI sebanyak 21/10 Jiwa, Tukang sebanyak 5 Jiwa, Pendiun sebanyak 9 Jiwa, dan Sektor Jasa sebanyak 4 Jiwa. Sektor swastadalam

hal ini didominasi oleh para pedagang pasar yang berjualan dipasar stress yang berada di wilayah Magersari. Pasar tersebut adalah salah satu daya tarik bagi pembeli barang bekasyang dapat juga menjadi daya tarik wisata bagi wisatawan yang berwisata di Kawasan Wisata Spiritual. Menurut salah satu masyarakat Magersari, Kristianto (Wawancara, 27 Maret 2015), “pasar stress adalah pasar yang menyediakan aneka macam barang – barang bekas dari kendaraan.”Hal ini menjadi karakter lembah Gunung Tidar dan yang menciptakan suatu ciri khas tersendiri.

b. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Pola adat istiadat atau kebiasaan yang berlaku di masyarakat yang menjadi karakter sosial budaya masyarakat Kelurahan Magersari pada umumnya sama dengan adat istiadat yang berlaku di JawaTengah. Kebiasaan arisan, karang taruna, pertemuan warga tingkat RW danRT, saling mengunjungi rumah tetangga masih sangat kental. Tradisi “gugur gunung” atau gotong royong merupakan tradisi yang masih berjalan terutamauntuk pembangunan sarana dan prasarana umum, perbaikan atau pembangunan rumah penduduk yang lazim disebut “sambatan” dan kerukunan antar umat beragama.

Masyarakat Magersari warganya mengkonsepkan norma – norma adat setempat terhadap Gunung Tidar yang diyakini memiliki kekuatan supranatural dengan berbagai keyakinan tertentu antara lain:

1) Gunung Tidar tidak boleh dtanami palawija, yaitu tenaman yang menghasilkan buah yang langsung dapat dimakan seperti ketela, jagung, kacang, dll.

2) Pantangan membuat sumur di sekitar Gunung Tidar karena merupakan sumber mata air yang berhubungan dengan samudera. Gunung Tidar diibaratkan sumbat sumber mata air yang berhubungan dengan samudera.

3) Tidak boleh diberi sabuk atau dalam bahasa Jawa “dikenditi” dalam hal ini diartikan jalan yang melingkari Gunung Tidar.

4) Tidak boleh dirubah bentuknya karena dianggap tempat keramat atau suci.

5) Gunung Tidar merupakan tempat kraton makhuk halus dengan kiai Semar sebagai pemimpinnya, yang petilasannya berada di puncak Gunung Tidar.

6) Karena di anggap tempat yang suci dilarang melakukan perbuatan asusila dan perbuatan yang tidak baik lainnya.

7) Gunung Tidar merupakan tutup sumber mata air samudera.

8) Pantangan nanggap wayang kulit dengan lakon Bharatayuda untuk kampong disekitar gunung Tidar.

4. Kondisi Kelembagaan

Berlakunya otonomi daerah membawa konsekuensi terhadap pelaksanaanpemerintahan di daerah Kota Magelang. Seperti tertuang dalamUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah telah memberikan keleluasaan kepada daerah kabupaten/ kota untuk mengurus rumah tangganya sendiri dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara mandiri. Sehingga berdasarkan Undang – undang tersebut peran pemerintah ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terkait dengan pengembangan terhadap Sumber Daya Alamnya. Sehingga Kawasan Wisata Gunung Tidar pengelolaannya melibatkan dari berbagai pihak. Adapun pihak – pihak manajemen yang terlibat secara umum, yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Lembaga Pemerintah Pihak pemerintah saat ini berperan menangani kebijakan dalam tataran perencanaan pembangunan sarana dan prasarana Kawasan Gunung Tidarterdiri beberapa instansiatau Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terkait Pariwisata dan Budaya, Konservasi, Perdagangan, Kebersihan dan Pertamanan, Perhubungan, Sarana dan Prasarana Infrastruktur di lingkup Kota Magelang dengan Bappeda sebagai koordinator perencana pengembangan. Sedangkan sebagai fungsi konservasi Gunung Tidar dilaksanakan oleh UPT Kawasan Gunung Tidar yang merupakan Unit Pengelola Teknis berbentuk independen di bawah Dinas nomenklatur bidang Pertanian, Perikanan, Peternakan (Dispeterikan) Kota Magelang. Namun kapasitas kewenangannya dalam mengelola pariwisata masih terbatas (Sumber: Perwal Magelang Nomor 47 Tahun 2014).

b. Lembaga Masyarakat Lembaga masyarakat yang terkait dengan pengembangan masyarakat sekitar objek adalah lembaga Kelurahan Magersari, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang, dikepalai oleh seorang Kepala Desa Murtiani, SE. Warga Magersari merupakan kesatuan masyarakat yang tinggal dan menetap berdasarkan status kependudukan yang sah di Kelurahan Magersari. Warga Magersari juga memiliki organisasi swadaya masyarakat yang dikelola secara mandiri yang berkaitan dengan pariwisata antara lain: Paguyuban Masyarakat Sahabat Gunung Tidar dan Kelompok Pedagang Gunung Tidar.

5. Kondisi Infrastruktur

Adapun kondisi infrastruktur secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Jalan, prasarana jalan di perkampungan di sekitar kawasan inti khususnya di Kelurahan Magersari, cukup baik kondisinya dengan perkerasan jalan aspal dan pada gang – gang pemukiman menggunakan beton, paving atau aspal. Selain jalan di perkampungan juga terdapat jalan ispeksi. Jalan inspeksi merupakan jalur pendakian yang dibangun pemerintah sebagai sarana fasilitas jalan penunjang pariwisata. Kondisi jalan ini sudah baik dengan perkerasan menggunakan paving batu andesit yang ditata berundak. Namun berdasarkan pengamatan penulis, secara visual belum ada drainase di sisi jalur tersebut yang berfungsi a. Jalan, prasarana jalan di perkampungan di sekitar kawasan inti khususnya di Kelurahan Magersari, cukup baik kondisinya dengan perkerasan jalan aspal dan pada gang – gang pemukiman menggunakan beton, paving atau aspal. Selain jalan di perkampungan juga terdapat jalan ispeksi. Jalan inspeksi merupakan jalur pendakian yang dibangun pemerintah sebagai sarana fasilitas jalan penunjang pariwisata. Kondisi jalan ini sudah baik dengan perkerasan menggunakan paving batu andesit yang ditata berundak. Namun berdasarkan pengamatan penulis, secara visual belum ada drainase di sisi jalur tersebut yang berfungsi

Gambar 4.3 Infrastruktur Jalan Inspeksi Menuju Puncak Gunung Tidar

Sumber: Data Primer, 2015

b. Drainase; drainase pada jalur inspeksi, pada sisi jalur tersebut kondisinya belum ada (Sumber: Data primer, 09/4/2015). Selain itu terdapat drainase yang ada pada kawasan pendukung yaitu drainase Kali Manggis yang merupakan saluran irigasi atau selokan kota di sebelah Timur kawasan. Di perbatasan dengan kawasan Hutan juga terdapat drainase tersier permanen yang menampung run off air hujan pada sisi lereng gunung Utara, sehingga tidak menggangu pemukiman di kelurahan Magersari. Kondisi drainase terawatt baik dan berfungsi optimal untuk mengairkan air ke Kali Manggis, sehingga meminimalkan terjadinya erosi atau pengikisan tanah.

c. Prasarana persampahan khususnya di Kelurahan Magersari sudah tersistem masuk dalam system pengelolaan sampah Kota Magelang. Distribusi sampah dari rumah ditampung pada bin di depan rumah, sehingga dibawa dengan menggunakan gerobak sampah ke tempat c. Prasarana persampahan khususnya di Kelurahan Magersari sudah tersistem masuk dalam system pengelolaan sampah Kota Magelang. Distribusi sampah dari rumah ditampung pada bin di depan rumah, sehingga dibawa dengan menggunakan gerobak sampah ke tempat

d. Prasarana air bersih khususnya di kawasan Gunung Tidar yang menjadi objek studi tercukupi dari system perpipaan dari Perusahaan Air Minum Daerah Kota Magelang. Sedangkan sumur gali tidak boleh dibangun dikarenakan adanya system adat sekitar yang membuat sumur.

e. Pelistrikan sebagian besar kawasan inti maupun yang ada pemukiman telah terlayani oleh listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).

f. Telepon dari PT. Telkom mencakup pula kawasan Gunung Tidar.

6. Profil UPT Kawasan Gunung Tidar

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kawasan Gunung Tidar ditunjuk sebagai pengelola Kawasan Gunung Tidar berdasarkan Peraturan Walikota Magelang Nomor 47 Tahun 2014. UPT tersebut baru saja didirikan dan mulai resmi melakukan manejemen terhitung mulai Januari 2015.

Gambar 4.4

Struktur OrganisasiUPT Kawasan Gunung Tidar

Kepala Dinas (Dispeterikan) Kota Magelang

Sekretaris Kepala UPT

Kawasan Gunung Tidar

Subbag Umum

Subbag Subbag

dan

Perencanaan, Keuangan

n Kelompok Jabatan Fungsional

Sumber: UPT Kawasan Gunung Tidar, 2015

Struktur organisasi UPT Kawasan Gunung Tidar seperti gambar 4.4 tersebut, merupakan organisasi independen Dispeterikan Kota Magelang didasarkan pada faktor – faktor fungsi pelaksana tugas – tuganya. Adapun tugas pokok Kepala UPT Kawasan Gunung Tidar adalah membantu Kepala Dinas dalam hal melaksanakan pengelolaan kawasan Gunung Tidar. Sedangkan fungsi Kepala UPT sebagai berikut:

a. Perencanaan penyususnan program dan kegiatan UPT Kawasan Gunung Tidar.

b. Pengkoordinasian dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan UPT Kawasan Gunung Tidar.

c. Pelaksanaan kegiatan UPT Kawasan Gunung Tidar

d. Pengendalian dan pembinaan terhadap pelaksanaan operasional di lingkup tugasnya. Sedangkan rincian tugas penyelenggaraan fungsi sebagai berikut:

a. Menyusun rencana dan kegiatan UPT Kawasan Gunung Tidar

b. Mengumpulkan, mengkaji data, dan informasi lainnya sebagai bahan perumusan kebijakan teknis yang berhubungan dengan pelayanan UPT Kawasan Gunung Tidar.

c. Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait dalam penyususnan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

d. Malaksanakan standar operasional prosedur pengelolaan keamanan, ketertiban lingkungan.

e. Melaksanakan pembinaan dan penyuluhan terhadap pemandu, juru kunci dan masyarakat sekitar Gunung Tidar.

f. Melakukan pemasaran dan promosi.

g. Melaksanakan koordinasi perlindungan dan pengamanan kawasan Gunung Tidar dari aktivitas perambahan, penebangan liar, pemanfaatan lahan liar, tanpa izin dan ancaman bahaya kebakaran.

h. Melaksanakan pelestarian, pelayanan, konservasi dan pemanfaatan nilai- nilai sejarah dan seni budaya.

i. Memberi petunjuk, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas bawahan.

j. Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan sebagai bahan masukan. k. Melaksanakan tertib administrasi dan menyusun laporan pelaksanaan tugas/ kegiatan UPT Kawasan Gunung Tidar. l. Melaksanakan tugas – tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai tugas poko dan fungsi. Berdasarkan Tugas Pokok dan fungsi di atas, tidak menjelaskan terkait Pariwisata. Sementaa itu dilihat dari jabatannya, Kepala UPT Kawasan Gunung Tidar merupakan jabatan structural eselon IVa. Sehingga pejabat yang berada pada posisi ini hanya berwenang pada wilayah kawasan Gunung Tidar artinya tidak mempunyai otorita atau wewenang selain yang sudah ada dalam Tupoksi struktur jabatan dalam Dinaspeterikan Kota Magelang. Sumber Daya Manusia yang dipekerjaakan j. Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan sebagai bahan masukan. k. Melaksanakan tertib administrasi dan menyusun laporan pelaksanaan tugas/ kegiatan UPT Kawasan Gunung Tidar. l. Melaksanakan tugas – tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai tugas poko dan fungsi. Berdasarkan Tugas Pokok dan fungsi di atas, tidak menjelaskan terkait Pariwisata. Sementaa itu dilihat dari jabatannya, Kepala UPT Kawasan Gunung Tidar merupakan jabatan structural eselon IVa. Sehingga pejabat yang berada pada posisi ini hanya berwenang pada wilayah kawasan Gunung Tidar artinya tidak mempunyai otorita atau wewenang selain yang sudah ada dalam Tupoksi struktur jabatan dalam Dinaspeterikan Kota Magelang. Sumber Daya Manusia yang dipekerjaakan

B. Identifikasi Potensi Pariwisata Spiritual di Gunung Tidar

Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis dengan mengacu pada pendapat ahli Conrady R., & Martin Buck (2011) berdasarkan trend dan isu pariwisata global tahun 2011, pariwisata spiritualyang ada di Kawasan Gunung Tidar penulis menemukan 2 (dua) potensi dari 6 enam klasifikasi wisata spiritual:

1. Potensi Wisata Spiritual Berbasis Alam (Area Ring 1, 2, 3)

Potensi pariwisata spiritual berbasis alam di Kawasan Gunung Tidar merupakan satu kesatuan tempat atau keadaan alam yang dapat dinikmati oleh para wisatawan. Area potensi pariwisata spiritual berbasis alam berada pada dalam kawasan ring 1, ring 2, dan ring 3 Gunung Tidar. Latar belakang kepercayaan masyarakat yang meyakini bahwa Gunung Tidar merupakan tempat yang sakral merupakan sensasi tersendiri bagi pelaku pejalan spiritual dalam menikmati kondisi alam yang banyak ditumbuhi pepohonan. Pengunjung dapat menikmati pilgrimage dengan sikap meditasi ataupun hiking menikmati landscape hijaunya daun yang tumbuh lebat dan suasana kesejukan untuk mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Potensi Wisata Spiritual Berbasis Spiritual dan Religi

Potensi wisata spiritual berbasis spiritual berdasarkan perbedaan pengertian dengan wisata religi, maka identifikasi pariwisata spiritual dibagi menjadi dua. Adapun hasil penemuan di lapangan sebagai berikut.

a. Area Berbasis Spiritual (Area Ring 1) Pengertian makna spiritual itu sendiri menjadi dasar dalam menentukan identifikasi objek yang berbasis spiritual. Dengan mengacu pada pendapat Sutama (2013) tentang wisata spiritual tidak terkait sama sekali dengan agama atau unsur – unsur yang berkaitan dengan agama. Sedangkan di Kawasan Gunung Tidar sendiri berdasarkan pengamatan penulis bahwa objekmakam yang berada diarearing 1 yaitu Makam Kiai Semar dan area di sekitarnya yang terdiri dari bukti objek fisik seperti Monumen Tugu dengan huruf jawa ‘Sa’ dan Tugu tiang pancang berbentuk seperti Paku. Jika dilihat latar belakang figur, tokoh Semar merupakan figur dari mitos budaya Jawa, bukan tokoh sejarah dari latar belakang agama tertentu.

Gambar 4.5

Area Berbasis Spiritual, Makam Kiai Semar dan Tugu Pancang

Sumber:Hasil Dokumentasi Penulis, 2015

b. Area Berbasis Religi (Area Ring 2) Wisata religi adalah jenis wisata yang terkait dengan perintah agama atau wajib pula mengikuti aturan – aturan yang ditetapkan oleh agama(Sutama, 2013). Tempat di Gunung Tidar yang berbasis religi berada di area ring 2 yaitu Makam Syekh Subakir dan Kiai Sepanjang. Wisatawan yang melakukan ritual di area ring 2 ini umumnya berlatarbelakang agama tertentu. Petilasan Syekh Subakir yang terletak di pertengahan jalan menuju Puncak Gunung Tidar dengan kondisi telah difasilitasi dengan adanya tempat tetirah, toilet, mushola dan telah disaluri sarana listrik yang. Area wisata religi yang juga berada di ring 2 ini adalah petilasan Kiai Sepajang yang terletak di bawah puncak.

Gambar 4.6 Area Berbasis Religi

Makam Kiai Sepanjang (atas) dan Makam Syekh Subakir (bawah)

Sumber: Hasil Dokumentasi Penulis, 2015

Dengan indikator tokoh figuryang diagungkan merupakan kriteria dari fenomena tujuan wisata ziarah. Dalam penelitian ini penulis menemukan bahwa yang dimakamkan di area 2 mengarah pada latar belakang sejarah tokoh yang mana Syekh Subakir merupakan tokoh agama islam yang berasal dari Turki. Selaras dangan pengakuan Supardi selaku informan tokoh masyarakat sekaligus juga selaku pengurus Jagawana yang menyatakan bahwa: “… di lokasi ini pengunjungnya dari kalangan NU biasanya, tetapi kalau yang berkunjung di Makam Mbah Semar mereka biasanya membawa dupa atau kembang.” (Wawancara tanggal 23 Maret 2015).

Tabel 4.1

Hasil Identifikasi Produk Kawasan Wisata Spiritual Berdasarkan Pembagian Ruang Wisata Kawasan Gunung Tidar

Produk Ring 1

Ring 2

Ring 3 Ring 4

Core Product 1.Wisata

Berbasis Alam Potensial

Produk Utama Spiritual

Religi

di 2.Wisata

2. Wisata

Kawasan Inti/ Berbasis

Berbasis

Mikro) Alam

Alam

1. Jalan product

facilitating 1. Tugu

1. Jalan inspeksi

1. Gapura

Lingkunga (Fasilitas

Komunal Bus n Penunjang

Berteduh

Makam

3.Parkir Motor 2. Shalter yang sudah

3. Jalan

(Mushola,

PKL terbangun di

3. Parkir kawasan

Tempat

Penjaga

Komunal mikro dan

Tetirah)

di Desa mezzo)

Magersari augmented

1. Wisata product

1. Wisata

1. Warung

Belanja (Produk

Konservasi

Makan/

2. Wisata Tambahan

Minum

2. Potensi (Visitor Pedesaan potensial)

Services

3. Wisata

Management/

Pendidikan

TIC)

C. Analisis Faktor Lingkungan Internal dan Eksternal

Kondisi lingkungan internal dan eksternal merupakan faktor – faktor terdiri dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang menjadi pengaruh terhadap pengembangan rantai nilai (value chain) kualitas produk utama (kawasan wisata spiritual) sehingga analisis data internal dan eksternal dalam mengembangkan produk yang merupakan rantai pendukung (supply chain) dikembangakan berdasarkan fenomena pengembangan hutan lindung yang relevan.

1. Analisis Lingkungan Internal

Ada tiga elemen yang perlu diperhatikan dalam upaya analisis terhadap variabel produk wisata spiritual, yaitu atraksi, tempat, dan motivasi. Untuk mengetahui kondisi kualitas, penulis menggunakan analisis kepuasan maupun persepsi dan sikap wisatawan dengan sample sebanyak 20 responden terhadap ketiga elemen wisata spiritual. Dalam survei lingkungan internal ini juga menggunakan analisis deskriptif kualitatif untuk menyeleksi variabel lain yang turut berpengaruh dalam pengembangan produk kawasan yaitu adanya variabel fasilitas tanbahan dan kondisi kolaborasi manajemen organisasi yang menaungi pengembangan produk pariwisata secara utuh dalam kawasan wisata Gunung Tidar sebagai destinasi. Penyeleksian datayang dianalisissecara purposive berdasarkan ketentuan pengembangan fasilitas di kawasan lindung. Penentuan responden wisatawan spiritual yang akan diteliti digunakan teknik purposive sampling dimana responden dipilih dengan Ada tiga elemen yang perlu diperhatikan dalam upaya analisis terhadap variabel produk wisata spiritual, yaitu atraksi, tempat, dan motivasi. Untuk mengetahui kondisi kualitas, penulis menggunakan analisis kepuasan maupun persepsi dan sikap wisatawan dengan sample sebanyak 20 responden terhadap ketiga elemen wisata spiritual. Dalam survei lingkungan internal ini juga menggunakan analisis deskriptif kualitatif untuk menyeleksi variabel lain yang turut berpengaruh dalam pengembangan produk kawasan yaitu adanya variabel fasilitas tanbahan dan kondisi kolaborasi manajemen organisasi yang menaungi pengembangan produk pariwisata secara utuh dalam kawasan wisata Gunung Tidar sebagai destinasi. Penyeleksian datayang dianalisissecara purposive berdasarkan ketentuan pengembangan fasilitas di kawasan lindung. Penentuan responden wisatawan spiritual yang akan diteliti digunakan teknik purposive sampling dimana responden dipilih dengan

a. Kualitas Tempat (Places)

Di Gunung Tidar ada dua area ring 1 dan 2 yang memiliki petilasan yang masing – masing memiliki peziarah tersendiri. Potensi tempat yang diteliti bagi pengembangan wisata spiritual terutama adalah kondisi fenomena, konsep, bentuk dan situs yang berada di kawasan Gunung Tidar.

Hasil penemuan menyatakan fenomena keaslian makam masih terawat sehingga kesesuaian karakter dari suatu tempat spiritual saat ini masih memiliki potensi yang kuat bagi daya tarik wisatawan religi maupun spiritual. Hal ini ditunjukkan oleh jawaban yang diberikan responden yang yang dibagi dalam dua segmen pengunjung area Makam Syek Subakir dan area Makam Kiai Semar. Secara dominan menunjukan bahwa keduapuluh responden menjawab fenomena lokasi yang natural atau sejak dulu memang sebagai tempat kegiatan spiritualjadi tidak direkayasa, desain bangunan berkonsep religi dan situs spiritual yang terbangun relevan dengan sejarah/ legenda yang berkembang. Hal ini merupakan kekuatan. Sebagaimana Tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Potensi Tempat (Places) Kawasan Gunung Tidar Dilihat dari Kepuasan Wisatawan Terhadap Kualitas ProdukWisata Spiritual

Jawaban Responden

Area Makam Kiai No Tempat

Area Makam Syekh

Subakir (N= 20)

Semar(N= 20)

1 Fenomena 0 0 2 18 0 0 7 13 Natural

2 Fenomena 0 0 3 17 0 0 4 16 tidak

(0%) (0%) (15%) (85%) (0%) (0%) (20%) (80%) direkayasa

3 Konsep 0 0 8 12 0 0 10 10 area

4 Relevansi 0 0 12 8 0 0 3 17 dengan

(0%) (0%) (60%) (40%) (0%) (0%) (15%) (85%) sejarah

Keterangan Kepuasan : 1 = Sangat Tidak Puas, 2 = Tidak Puas, 3 = Puas, 4 = Sangat Puas Sumber

: Data Primer di olah, 2015

b. Ketersediaan Daya Tarik Spiritual (Attraction)

Identifikasi potensi daya tarik wisata spiritual di kawasan wisata Gunung Tidar, berdasarkan 6 (enam) katagori daya tarik wisata spiritual antara lain: potensi wisata spiritual berbasis alam, potensi wisata spiritual berbasis musik, potensi wisata spiritual berbasis konseling, potensi wisata spiritual berbasis kreativitas, potensi wisata spiritual berbasis aktivitas fisik, dan potensi wisata spiritual aktivitas spiritual. Adapun tabel 4.3 akan menjelaskan frekuensi persepsi dari 20 responden wisatawan terhadap kawasan Gunung Tidar.

Tabel 4.3 Ketersediaan Daya Tarik (Attracction)Spiritual Kawasan Gunung Tidar

Jawaban Responden (N=20) No

Daya Tarik

1 Wisata Spiritual Berbasis

2 Wisata Spiritual Berbasis

3 Wisata Spiritual Berbasis

4 Wisata Spiritual Berbasis

20 0 0 0 Aktivitas Fisik

5 Wisata Spiritual Berbasis

6 Wisata Spiritual Berbasis

0 0 1 19 Spiritual.

(5%) (95%) Keterangan Kepuasan : 1 = Sangat Tidak Leluasa, 2 = Tidak Leluasa, 3 = Leluasa, 4 = Sangat Leluasa Sumber

: Data Primer diolah, 2015 Dari tabel distribusi frekuensi Tabel 4.3 di atas jawaban responden mengenai persepsi responden terhadap Kawasan Wisata Gunung Tidar adalah mayoritas merasa sangat leluasa melakukan wisata spiritual berbasis alam dan wisata spiritual berbasis laku spiritual. Wisata spiritual berbasis konseling, musik, kreativitas dan fisik mayoritas menjawab sangat tidak leluasa artinya wisatawan tidak dapat melakukan aktivitas spiritual yang berbasis konsultasi dengan ahli spiritual, berkreativitas, maupun melakukan kegiatan spiritual dengan fisik untuk meningkatkan spiritualitas tertentu. Hal ini juga didukung dengan pernyataan Supardi selaku ketua pengurus Jagawana Kawasan Gunung Tidar yang juga merupakan pengurus paguyuban masyarakat “Sahabat Gunung Tidar” desa Magersari, bahwa:

“..dengan berbagai macam keyakinan peziarah yang saya sering ketahui hanya melakukan doa khusus di sekitar area makam syekh Subakir dan Kiai Sepanjang dan komleks Makam Kiai Semar. Karena untuk melakukan ritual dengan alunan gamelan atau berbagai kesenian dalam masyarakat sini menurut saya tidak ada jikalau adapun butuh banyak biaya untuk menyelenggaakan ritual atau event secara khusus dengan kondisi area utama yang berada diketinggian, apa lagi ahli spriritual. Kalau wisata spiritual disini ya hanya orang tirakat dan kalau dalam agama saya melakukan baca Tahlil.” (Wawancara tanggal 23 Maret 2015).

c. Motivasi (Motives) Wisatawan

Kegiatan perjalanan wisata spiritual dimotivasi oleh dorongan agama, budaya dan pencarian jati diri. Dalam menentukan tingkat motivasi wisatawan berkunjung ke Kawasan Wisata Gunung Tidar penelitian ini menggunakan analisis sikap yang paling dominan mendorong pelaku wisata spiritual dalam mengunjungi Kawasan Wisata Gunung Tidar. Adapun keterangan 20 responden yang dibagi dalam 2 kuota wisatawan di area makam Syekh Subakir dan wisatawan di area makam kiai Semar dalam tabel distribusi frekuensi sebagai berikut.

Tabel 4.4 Potensi Motivasi (Motives)Wisatawan Berkunjung Ke Kawasan Gunung Tidar Dilihat Berdasarkan Sikap

Jawaban Responden

Wisatawan Area Makam No Motivasi

Wisatawan Area

Makam Syekh Subakir

Kiai Semar

(N= 10)

(N= 10)

1 Dorongan 0 0 2 8 6 2 2 0 Agama

(0%) (0%) (20%) (80%) (60%) (20%) (20%) (0%)

2 Dorongan 6 1 3 0 0 1 8 1 Budaya

(60%) (10%) (30%) (0%) (0%) (10%) (80%) (10%)

3 Pencarian 7 0 2 1 0 0 2 8 Jatidiri

(70%) (0%) (20%) (10%) (0%) (0%) (20%) (80%)

Keterangan : 1 = Sangat Tidak Kuat, 2 = Tidak Kuat, 3 = Kuat, 4 = Sangat Kuat Sumber

: Data Primer di olah, 2015

Dari hasil analisis potensi sikap wisatawan berdasarkan motivasi seperti tabel 4.4 di halaman sebelumnya, wisatawan yang mengunjungi area makam Syekh Subakir cenderung dimotivasi oleh dorongan religi atau agama dan motivasi mencari jati diri sebanyak 80% dan 70 %. Hal ini lantas mengarah pada latar belakang sejarah yang mana Syekh Subakir merupakan tokoh agama islam yang berasal dari Turki. Pernyataan Bapak Supardi selaku petugas Jagawana sekaligus tokoh masyarakat Magersari yang menyatakan bahwa “… di lokasi ini pengunjungnya ada yang dari kalangan Nahdatul Ulama biasanya, tetapi kalau yang berkunjung di Makam Mbah Semar mereka biasanya membawa dupa atau kembang.” (Wawancara tanggal 23 Maret 2015). Dari pernyataan tersebut memperkuat bahwa pengunjung yang melakukan ziarah di Makam Syekh Subakir dimotivasi oleh suatu system religi yang dalam hal ini merupakan segmen motivasi dari dorongan agama.

Sedangkan wisatawan yang mengunjungi area makam Kiai Semar mayoritas memberi keterangan bahwa mereka tidak dilatarbelakangi oleh dorongan agama sebesar 60 % dan sisanya responden sebanyak 40 % secara seimbang responden memberi keterangan tanpa memberi penekanan dipengaruhi dorongan religi dan tidak dipengauhi dorongan religi. Namun secara dominan menunjukkan motivasi kuat sebanyak 80 % responden dilatarbelakangi oleh dorongan budaya dan sangat kuat sebanyak 80 % responden dilatarbelakangi oleh keinginan mencari jati diri. Sehingga segmen wisatawan yang berkunjung ke area Makam Kiai Semar Sedangkan wisatawan yang mengunjungi area makam Kiai Semar mayoritas memberi keterangan bahwa mereka tidak dilatarbelakangi oleh dorongan agama sebesar 60 % dan sisanya responden sebanyak 40 % secara seimbang responden memberi keterangan tanpa memberi penekanan dipengaruhi dorongan religi dan tidak dipengauhi dorongan religi. Namun secara dominan menunjukkan motivasi kuat sebanyak 80 % responden dilatarbelakangi oleh dorongan budaya dan sangat kuat sebanyak 80 % responden dilatarbelakangi oleh keinginan mencari jati diri. Sehingga segmen wisatawan yang berkunjung ke area Makam Kiai Semar

d. Visitor Servicing sebagai Produk Penunjang

Untuk memberikan layanan terhadap pasar dalam hal ini para pengunjung dan para peziarah agar dapat menikmati produk yang ditawarkan secara optimal hal yang mendasar dalam manajemen pengembangan produk adalah upaya memberikan pelayanan prima kepada wisatawan (visitor servicing) yang disediakan di pusat informasi pariwisata (Damanik dan Teguh, 2013:40).

Dalam observasi yang dilakukan peneliti tidak diketemukan sistem informasi pariwisata yang memadahi. Informasi pariwisata menyangkut Gunung Tidar hanya melalui informasi secara lisan oleh Juru Kunci yang rumahnya berada di depan pintu gerbang masuk Gunung Tidar. Berdasarkan wawancara terhadap Kepala UPT Gunung Tidar, Widodo menyatakan bahwa:

“Saat ini peranan manajemen untuk mengelola kegiatan usaha pelayanan pariwisata di Gunung Tidar, keberadaan UPT belum ke arah sana secara penuh. Tetapi untuk pengelolaan menjaga konservasi dan pelestarian itu memang sudah tugas kami yang sudah tercantum dalam Perwal. Peran UPT dalam manajemen pengunjung memang kita sadari masih harus banyak belajar, bekerjasama dengan Disporabudpar, dan instansi lain yang terkait” (Wawancara Tanggal 27 Maret 2015)

Terkait dengan pelayanan dan sisteminformasi pariwisata sebagaimana juga diperkuat pendapat salah satu responden wisatawan bernama Prayit

Wiyoko asal Malang yang menyatakan ekspektasinya tentang Kawasan Gunung Tidar bahwa:

“Papan Informasi mengenai sejarah seharusnya juga dibangun karena saya lihat di Kawasan ini lagi banyak dibangun sarana prasarana. Alangkah bagus jika juga dibuat papan profil mengenai cerita sejarah di Gunung Tidar supaya anak cucu kita bisa belajar dengan mudah” (Wawancara Tanggal 27 Maret 2015)

Selain tentang pengelolaan layanan system informasi untuk meningkatkan kepuasan berwisata, dalam pengembangan layanan produk pendukung. Mengacu pada pendapat Damanik dan Weber (2006) salah satu dimensi yang harus diperhatikan oleh penyedia jasa dalam merencanakan pariwisata adalah upaya untuk meningkatkan belanja.

Berdasarkan pengamatan visual saat ini fasilitas usaha makan dan minum yang disediakan warga masih belum menarik. Hal tersebut terlihat adanya beberapa pedagang dari masyarakat yang masih menggunakan kawasan Ring 2 yang sebenarnya merupakan area di dalam kawasan lindung. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari responden wisatawan bernama Adi Swandono asal Sleman mengenai fasilitas penunjang jenis usaha sarana makan dan minum menyatakan sikapnya bahwa: “Warung makan kelihatannya sih kurang menarik saja, saya malah berharap ada tempat yang nyaman untuk ngopi atau sambil melihat lalu lalang orang berziarah” (Wawancara tanggal 31 Maret 2015).

Pendapat yang senada juga di ungkapkan oleh Bapak Widodo selaku Kepala UPT Kawasan Gunung Tidar, yang menyatakan bahwa:

“Ketersediaan kawasan pendukung sebagai lokasi khusus untuk berjualan warga masyarakat saat ini belum ada, kecuali di area parkir. Untuk pedagang yang berjualan di area konservasi karena mereka dari penduduk bawah kami toleransi. Tetapi nantinya kawasan inti Gunung Tidar harus bebas dari kegiatan ekonomi” (Hasil wawancara tanggal 31 Maret 2015)

e. Organisasi Manajemen DestinasiPariwisata Kawasan Gunung Tidar

Baik disadari maupun tidak atau baik secara formal maupun tidak formal, bahwa antarapengelola UPT dengan pihak masyarakat terjadi saling ketergantungan atau kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua pihak. Ketergantungan atau kerja sama ini terjadi bila ada kesamaan persepsi mengenai destinasi pariwisata sehingga dapat mengetahui keunggulan dan kekurangan masing-masing dalam kapasitasnya mengelola pelayanan pariwisata secara prima.

Organisasi UPT selaku fungsi menjaga kelestarian Gunung Tidar sudah terbentuk dengan mapan. Namun yang terjadi di lapangan adalah masih terbatasnyakapasitas dalam mengambil kebijakan pariwisata secara scope destinasi kawasan inti dan penyangga dalam mengambil kebijakan pelayanan prima kepada wisatawan (visitor servicing). Berdasarkan hasil wawancara terhadap Kepala UPT Kawasan Gunung, Widodo menyatakan bahwa:

“Tugas UPT dalam kaitanya dengan manajemen pariwisata tidak dijelaskan secara detail dalam Perwal No. 47 Tahun 2015. Dalam pengelolaan pariwisata secara terpadu saat ini kita bekerja sama dengan dinas – dinas terkait. Misalanya untuk menangani tentang promosi kita bekerjasama dengan Disporabudpar karena wewenang dalam promosi mereka yang lebih andil berperan. Sedangkan dalam menarik biaya parker dan retribusi (mengisi kotak amal) dikelola oleh kelompok paguyuban” (Hasil wawancara tanggal 31 Maret 2015)

Berdasarkan uraian keterangan tersebut dalam implementasi program dalam hal ini pengembangan manajemen pariwisata terpadu sudah selaras dengan pendapat Soetomo WE (2011: 15), bahwa pariwisata tidak boleh digarap secara partial, akan tetapi harus integral, menghindari egoisme sektoral, dan arogansi institusional serta perlunya sinkronisasi dan koordinasi menjadi pemikiran baru pada pembangunan kepariwisataan.

Namun, jika dilihat konteks efektifitas kerangka implementasi manajemententang perlunya kapasitas kelembagaan pariwisata yang menyatakan bahwa manajemen destiasi mensyaratkan suatu struktur organisasi yang kuat yang ditandai oleh otoritas dan mekanisme pekerjaan yang tegas, dukungan sumber daya, dan pengakuan luas dari publik (Kotari dan Fesenmainer dalam Damanik dan Teguh, 2013:28). Permasalahan kapasitas otoritas kelembagaan dalam hal ini dapat dilihat dalam analisis jabatan yang tertuang dalam Perwal Magelang Pasal 9 ayat

1 menyatakan bahwa “Kepala UPT merupakan jabatan struktural eselon IVa”, jabatan tersebut bertanggungjawab kepada Kadispeterikan. Sedangkan Kadispeterikan merupakan SKPD nomenklatur yang terdiri beberapa bidang yaitu membidangi Pertanian, Peternakan dan Perikanan (Perwal Magelang Pasal 1 ayat 4). Tentunya dalam hal ini secara struktur dan pekerjaan di bidang pariwisata mekanismenya tidak akan tegas artinya peran UPT Gunung masih terbatas hanya menyangkut dibidang pelestarian Gunung Tidar belumlah menyangkut bidang pariwisata dan perwilayahan.

Tabel 4.5 Identifikasi Hipotesis Kelemahan dan Kekuatan

Elemen Temuan/ No

Keterangan

Analisis Hipotesis

1 Tempat Kriteria tempat masih layak menjadi Kekuatan (y1)

tujuan wisata spiritual(x1)

2 Daya Tarik Mayoritas wisatawan merasa sangat Kekuatan (y2)

leluasa melakukan wisata spiritual berbasis alam dan wisata spiritual berbasis laku spiritual baik religi maupun spiritual. (x2)

3 Motivasi Merupakan daya tarik wisata spiritual Kekuatan (y3)

bagi wisatawan yang memiliki segmen motivasi agama, budaya, maupun pencarian jati diri (x3)

4 Produk Belum tersedia sistem informasi Kelemahan Tambahan pariwisata yang memadai (x4) (y4)

Daya tarik wisata kuliner sebagai Kelemahan produk tambahan masih dinilai kurang(x5)

5 Organisasi Kapasitas kebijakan peran UPT Kelemahan Manajemen sebagai organisasi dalam lingkup Destinasi

pengelolaan pariwisata dalam scope (y5)

destinasi kawasan pariwisata Gunung Tidar masih terbatas. (x6)

Belum terbentuk strukturorganisasi Kelemahan manajemen destinasi Kawasan Wisata Gunung Tidar (x7)

Sumber: Data Primer, 2015 Dari Tabel 4.5 di atas setelah di konfirmasi dengan penilaian oleh responden yang terdiri dari sample yang di nilai sangat kuat mewakili berbagai pemangku kepentingan pariwisata, sosial budaya maupun lingkungan ekologi bahkan juga ada pakar seni, terhadap Gunung Tidar ditujukkan pada tabel 4.6 di halaman 85.

Tabel 4.6 Konfirmasi Temuan Kelemahan dan Kekuatan Internal

Temuan dan Variabel/ indicator

No

Rating Konfirmasi (Ho)

Tempat (Places)

1. X1

4 Temuan terbukti

Daya tarik (Attraction)

2. X2

3.9 Temuan terbukti

Motivasi (Motives)

3. X3

3.7 Temuan terbukti

Produk Tambahan (augmented product)

4. X4

2 Temuan terbukti 5. X5

2 Temuan terbukti

Organisasi Manajemen Destinasi (DMO)

6. X6

2 Temuan terbukti 7. X7

1.7 Temuan terbukti Sumber: Lampiran Data Primer di olah (2015)

Analisis selanjutnya adalah memasukan bobot masing-masing indikator dari tiap-tiap variabel pada lingkungan internal sesuai dengan pembobotan pada tabel dan penilaian responden pada tabel. Skor analisis lingkungan internal dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Matriks Internal Factor Summary (IFAS)

No

Bobot x Variabel dan indicator

Ratin

Bobot

g Rating

1 Kriteria tempat masih layak menjadi 0.1552 4 0.6206 tujuan wisata spiritual (x1)

2 Mayoritas wisatawan merasa sangat 0.151 3.9 0.5888 leluasa melakukan wisata spiritual

berbasis alam dan wisata spiritual berbasis laku spiritual baik religi maupun spiritual. (x2)

3 Merupakan daya tarik wisata spiritual 0.1385 3.7 0.5124 bagi wisatawan yang memiliki

segmen motivasi agama, budaya, maupun pencarian jati diri (x3)

4 Belum tersedia sistem informasi 0.1391 2 0.2782 pariwisata yang memadai (x4)

Kelanjutan Tabel 4.7 Halaman 85. Matriks Internal Factor Summary (IFAS)

5 Tempat untuk makan dan minum dari 0.1389 2 0.2779 warga dinilai kurang menarik

6 Kapasitas kebijakan peran UPT 0.1428 2 0.2856 sebagai organisasi dalam lingkup

pengelolaan pariwisata dalam scope destinasi kawasan pariwisata Gunung Tidar masih terbatas. (x6)

7 Belum terbentuk struktur organisasi 0.1345 1.7 0.2286 manajemen

destinasi

Kawasan

Wisata Gunung Tidar (x7)

1 2.7923 Sumber: Lampiran data primer diolah penulis, 2015

2. Analisis Lingkungan Eksternal

Dalam analisis eksternal ini upaya yang dilakukan adalah mengetahui seberapa kuat peluang dan ancamanyang berasal dari luar manajemen penyedia jasa pariwisata dalam proses mengembangkan produk pariwisata. Berdasarkan pendapat ahli ada empat rujukan yang perlu diperhatikan menganalisis kondisi lingkungan dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan.Empat sub variabel yang dijadkan faktor eksternal tersebut yaitu pertimbangan faktor kondisi aspek ekonomi masyarakat, sosial, budaya dan lingkungan.

Analisis lingkungan dilakukan dengan cara pemberian rating lingkungan eksternal oleh responden yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan pariwisata yaitu 2 orang unsur tokoh masyarakat Desa Magersari (Juru Kunci dan tokoh masyarakat), 3 orang unsur SKPD terkait pariwisata dan Gunung Tidar (Kepala Dinas Porabudpar Kota Magelang, Kepala UPT Gunung Tidar, Ka Sub Bidang Pemuda, Olah Raga, Budaya dan Pariwisata di Bappeda Kota Magelang), 3 orang pakar terkait

(NaraSumber bidang Pariwisata, Seni dan Budaya), 1 orang praktisi spiritual, dan 1 orang lagi masyarakat umum yang menggemari olah meditasi/ sering ziarah (Data primer lampiran, 2015). Sehingga 10 sample yang diseleksi tersebut dinilai secara purposive sangat mewakili pelaku kepentingan terhadap Gunung Tidar untuk ditanyakan sikapnya terhadap nilai, situasi, maupun ide –ide yang berkembang dimasyarakat secara dinamis dan terkiniyang diperoleh melalui angket. Pengertian sikap itu sendiri mengacu pada pendapat yang menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan bertindak, berperilaku, berpersepsi dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai (Sobur dalam Sumarni, 2012:141). Penentuan responden dari pemangku kepentinganyang akan ditelitidigunakan teknik Purposive Sampling. Adapaun hasil penelitian mengenai rating tentang dimensi dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan tersaji dalam analisis Eksternal Factors Sumarry (EFAS) Tabel 4.8 dibawah ini.

Tabel 4.8

Hasil Penilaian Terhadap PengaruhLingkungan Eksternal No

Variabel dan indicator Rating Temuan Ekonomi

1. Dukungan Komisi V DPR RI akandana 3,0 Peluang pengembangan pariwisata Kawasan Gunung Tidar.

2. Tingkat belanja/ wisatawan spiritual tinggi 3,2 Peluang Ketersediaan lahan/ sarana sekitar kawasan Gunung

3. Tidar yang dibangun/ disediakan oleh pemerintah 2,8 Peluang untuk masyarakat dalam berusaha.

Ekologi

4. Belum adanya perhatian dan batas jumlah 1,9 Ancaman wisatawan di Kawasan namun di anggap belum jadi masalah yang berarti oleh pihak terkait

5. Adanya perhatian pemerintah upaya penyuluhan 2,7 Peluang dan mengatur pembuangan sampah.

6. Rendahnya

masyarakat 2,3 Ancaman akanpenggunaan produk ramah lingkungan

kesadaran

warga

Kelanjutan Tabel 4.8 Halaman 87. Hasil Penilaian Terhadap Pengaruh Lingkungan Eksternal

7. Partisipasi masyarakat dalam aksi konservasi 2,9 Peluang lingkungan sekitar tinggi.

Sosial

8. Jumlah stakeholders dalam kolaborasi pelibatan 2,6 Peluang pengelolaan pariwisata spiritual banyak

9. Upaya pendidikan pengelolaan jasa pariwisata 2,6 Peluang

10. Kurangnya kekuatan organisasi komunitas dalam 2,3 Ancaman kontrol social

11. Pembagian yang adil akan peran laki – laki dan 2,4 Ancaman perempuan, maupun generasi muda sekitar kawasan

Budaya

12. Adanya isu kecenderungan dominasi satu ragam 2,1 Ancaman budaya dalam karakter ‘Tidar’

13. Adanya isu kecenderungan subyektifitas warna 2,1 Ancaman corak dan karakter Kawasan Gunung Tidar.

14. Isu sebagian kalangan yang menginginkan 1,8 Ancaman pelurusan sejarah dari pemerintah Sumber: Data diolah dari hasil penelitian, 2015

Dari Tabel 4.8 di atas berdasarkan rata-rata dari nilai yang diperoleh masing- masing indikator menghasilkan peluang dan ancaman terhadap keberlanjutan pariwisata Kawasan Gunung Tidar. Faktor kekuatan berada pada rentang 2,51 sampai 4,00 dan faktor kelemahan berada pada rentang 1,00 sampai 2,50. Analisis terhadap faktor eksternal dapat dilihat pada lampiran skripsi ini.

a. Faktor Daya Dukung Ekonomi Hasil penilaian pengaruh eksternalterhadap pengembangan pariwisata di Kawasan Gunung Tidar, ketersediaan dukungan dana dari pemerintah mendapat rating sebesar 3,0 yang berarti merupakan peluang. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui website Pemrov. Jawa Tengah, http://www.promojateng-pemprovjateng.com/ (diakses tanggal 23 Februari 2015) diberitakan bahwa Komisi V DPR RI

sanggup mengupayakan bantuan sekitar Rp 2,5 miliar untuk merealisasikan kawasan Gunung Tidar menjadi destinasi wisata baru.Sedangkan indikator belanja peziarah di yakini responden memiliki tingkat belanja yang tinggi.Indikator ini miliki nilai tertinggi diantara semua faktor eksternal. Tingkat belanja peziarah yang tinggi selaras denga pendapat yang menyatakan pariwisata spiritual dapat dikategorikan salah satu jenis pariwisata yang berkualitas karena tingkat pengeluaran tinggi wisatawan jenis ini umumnya berasal dari kaum terpelajar, serta kalangan menengah ke atas (Maulana, 2014:133).

Gambar 4.7 Fasilitas Shalter Pedagang Kaki Lima (PKL)

Sumber: Dokumentasi penulis, 2015 Peluang dalam aspek ekonomi yang ketiga yaitu ketersediaan lahan/ sarana sekitar kawasan Gunung Tidar yang dibangun dan disediakan oleh pemerintah bagi masyarakat dalam berusaha yang memperoleh point 2,8. Dengan tingkat rating tersebut pihak terkait menganggap meskipun ada yang berjualan di dalam kompleks ring 2 namun pedagang tersebut masih bisa dikendalikan oleh pihak UPT Sumber: Dokumentasi penulis, 2015 Peluang dalam aspek ekonomi yang ketiga yaitu ketersediaan lahan/ sarana sekitar kawasan Gunung Tidar yang dibangun dan disediakan oleh pemerintah bagi masyarakat dalam berusaha yang memperoleh point 2,8. Dengan tingkat rating tersebut pihak terkait menganggap meskipun ada yang berjualan di dalam kompleks ring 2 namun pedagang tersebut masih bisa dikendalikan oleh pihak UPT

b. Faktor Daya Dukung Ekologi Variabel lingkungan terdiri dari beberapa indikator antara lainpenetapan batas jumlah wisatawan di kawasan, kondisi terkini perkembangan dalam upaya penyuluhan dan mengatur pembuangan sampah, penyuluhan pentingnya prioritas penggunaan produk ramah lingkungan, dan peran konservasi masyarakat. Di antara keempat indikator tersebut, perkembangan dalam upaya mengatur pembuaangan sampah dengan rating 2,7 dan peran masyarakat dalam konservasi (2,7) sehingga potensial bagi terciptanya kondisi masyarakat pariwisata yang bersih dan mau turut berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Sedangkan penyuluhan daya dukung dalam penetapan batas kunjungan wisatawan mendapat rating 1,9.

Gambar 4.8 Fasilitas Kebersihandi Area Parkir Komunal Bus

Sumber: Dokumentasi penulis, 2015

Gambar 4.9

Kondisi Visual Suasana Lingkungan Kampung

Tejosari, Desa Magersari

Sumber: Dokumentasi penulis, 2015

c. Faktor Daya Dukung Sosial Faktor daya dukung sosial dalam penilaian ini variabel sosialdengan indikator kuantitas jumlah stakeholders dalam mengambangkan fasilitas sarana dan prasarana sosial menjadi faktor pendukung yang dianggap oleh para pemangku kepentingan saat ini telah terjalin dengan baik dengan nilai rating sebesar 2,6. Didukung dari wawancara secara langsung di lapangan terhadap Juru Kunci, Sutijah:

“… pemerintah sering melibatkan kampung, tidak lama ini kelompok kesenian tari topeng ireng binaan pemerintah diajak buat menyambut kedatangan turis dan bulan ini tanggal 11 April2015 akan diadakan sambutan lagi untuk wisatawan” (Wawancara tanggal 1 April 2015)

Faktor daya dukung sosial yang kedua yaitu upaya pendidikan pengelolaan jasa pariwisata dengan nilai rating 2,6. Menurut Sri Subekti selaku Kabid Pariwisata, Disporabudpar Kota Magelang:

“Dalam kaitan pembinaan kegiatan pariwisata belum lama ini Pokdarwis dan penyuluhan saptapesona telah kami lakukan.” (Wawancara tanggal, 1 April 2015).

Hal ini dinilai sebagai dasar dari pengembangan produk dari sisi Sumber Daya Manusia, dimana ada usaha menumbuhkan partisipasi masyarakat atau ada upaya binaan dari sisi sosial sehingga ada kemitraan dalam meningkakan pelayanan wisatawan dikembangkan lebih lanjut ketingkat partisipasi perencanaan kawasan secara mandiri. Hal ini selaras dengan teori tipologi partisipasi secara kualitas dapat dilihat dari tingkatannya terdiri, 1) perencanaan atau idea planning stage , 2) pelaksanaan / implementation stage, 3) tingkat memanfaatkan hasil utilization stage (Sumarmi, 2012:160).

Untuk indikator yang menjadi ancaman adalah masih lemahnya organisasi komunitas lokal dalam upaya kontrol sosial masyarakat. Mayoritas responden menganggap bahwa kondisi organisasi dalam control sosial masih menjadi ancaman dengan nilai rating 2,3 karena disadari Pokdarwis saat ini baru saja terbentuk sehingga masih dianggap perlu lebih intensif dalam pembinaan. Berdasarkan informasi menurut Sutijah selaku Juru Kunci Makam Gunung Tidar, bahwa:

“Sebenarnya bukan organisasinya tapi kembali ke indivudunya, kalau dalam mengatasi perbedaan salah satunya melalui temu masyarakat, dan ini juga sering kok dilakukan pemerintah. Tetapi secara kondisi umum kampong sini toleransinya bagus. Kita ga membeda bedakan semua itu sama dihadapan Tuhan” (Hasil wawancara, 1 April 2015)

Sedangkan Indikator sosial terakhir yaitu pembagian peran laki – laki dan perempuan dianggap oleh responden pihak terkait masih menjadi ancaman dengan nilai rating 2,4.

d. Faktor Daya Dukung Budaya Penilaian faktor pengaruh fenomena budaya atau daya dukung budaya merupakan hal yang mendasar dari pengembangan produk spiritual di Kawasan Gunung Tidar karena variabel budaya sendiri merupakan salah satu yang menjadi motivasi wisatawan dalam menentukan tujuan berwisata spiritual. Wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1984) ada tiga yaitu (1) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide – ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, (2) wujud kebudayaan sebagai kompleks aktivitas kelakukan atau system sosial (2) wujud kebudayaan sebagai benda – benda hasil karya manusia. Dalam analisis ekternal ini indikator yang diangkat adalah kompleks dari ide, ada opini publik yang mengatakan bahwa Gunung Tidar karakternya didominasi satu ragam budaya dan upaya pelurusan sejarah Gunung Tidar saat ini kurang (Data primer penulis, 2015).

Hasil pembobotan dimensi budaya terhadap 10 sample dari kalangan budayawan, seniwan, tokoh masyarakat, pihak dinas pariwisata, Juru Kunci Makam Gunung Tidar, praktisi spiritual, dan sample wisatawan spiritual mengenai pendapatnya tentang faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan produk Gunung Tidar, ternyata mayoritas responden memang menganggap bahwa pengajuan hipotesis

yang terdiri dari tiga indikator dalam penelitian ini penting, sehingga hipotesis diterima. Hasil penilaian tersebut, responden rata – rata dengan nilai 3,1 yang berarti penting untuk perlunya pengembangan untuk meminimalisir kecenderungan dominasi ragam budaya tertentu, hasil nilai rata – rata 3,7 yang berarti juga penting peran pemerintah dalam menggalakan perlindungan warisan budaya Kawasan Gunung Tidar dan hasil nilai rata – rata 2,9 yang berarti pentingnya upaya pelurusan sejarah Gunung Tidar Gunung Tidar. Sehingga ketiga indikator tersebut menunjukkan bobot yang penting.

Jika dilihat dari penilaian kondisi pengaruh daya dukung budaya, ternyata ketiga indikator tersebut dianggap para responden dengan sikap jawaban yang menyatakan kondisi saat ini ‘kurang’ diperhatikan, dengan nilai rating secara beurutan indikator pertama dari dimensi budaya mendapat rating 2,1; indikator kedua 2,1 dan indikator ketiga rating 1,8. Dengan nilai rating pada titik terendah berada pada penilaian upaya pelurusan sejarah terkait dengan Gunung Tidar. Namun, berdasarkan penuturan Hartoko selaku Kepala Dinas Pemuda, Olah Raga, Budaya dan Pariwisata (Disporabudpar) Kota Magelang, pihaknya khawatir jika sejarah Gunung Tidar diusut akan menimbulkan berbagai pernyataan pro dan kontra dan pertanyaan publik yang tidak diharapkan.

Namun khusus terkait dengan pelurusan sejarah saat ini disikapi oleh Kepala Dinas, dan 2 responden dari pakar budaya Kota Magelang

(Susilo Handoyo dan Sus Anggoro) mereka sepakat bahwa pelurusan sejarah Gunung Tidar belum dapat dijadikan hal yang penting. Hal ini bertolak terhadap sample dari kalangan budayawan sekaligus praktisi spiritual. Sabdalangit Ae Banyusegoro memberikan pandangan bahwa:

“Pengembangan situs sebagai warisan budaya sebagai identitas budaya dan spiritual yang benar – benar sesuai dengan akarnya. Objektifitas history atau pelurusan sejarah menjadi sangat penting dilakukan karena saat ini masih ada kecenderungan dominasi satu religi, identitas local yang masih samaratau disamarkan karakter jawa kurang kuat atau tampak” (Hasil wawancara, tanggal 18 Maret 2015)

Berdasarkan uraian di atas ada pendapat yang menyatakan bahwa wisatawan spiritual memiliki tujuan mencari ketenangan kedamaian dan keharmonisan dengan alam maupun dengan Tuhan (Sutama, 2013). Sehingga mengacu pada pendapat tersebut esensi daya tarik Gunung Tidar dari sisi kesahihan sejarah saat ini dapat juga dipandang bukan sebagai tujuan wisatawan spiritual ke destinasi. Sehingga faktor pelurusan sejarah juga dapat dikatakan tidak terlalu penting karena wisatawan spiritual cenderung mencari keharmonisan hubungannya dengan masyarakat, alam, dan Tuhan.

Analisis selanjutnya adalah memasukan bobot masing-masing indikator dari tiap-tiap variabel pada lingkungan eksternal sesuai dengan pembobotan pada tabel dan penilaian responden pada tabel. Skor analisis lingkungan eksternal dapat dilihat pada Tabel 4.9 halaman 96.

Tabel 4.9 Matriks Eksternal Factors Summary (EFAS)

Bobot x No

Variabel dan indicator Bobot Rating Rating

Ekonomi

1. Dukungan Komisi V DPR RI akan dana 0.082

3 0.2489 pengembangan pariwisata Kawasan Gunung Tidar.

2. Tingkat belanja/ wisatawan spiritual tinggi

3. Dukungan pengadaan fasilitas sekitar 0.081

2.8 0.2272 kawasan Gunung Tidar yang dibangun oleh pemerintah untuk masyarakat dalam berusaha.

Ekologi

4. Belum adanya perhatian dan batas jumlah 0.048

1.9 0.0927 wisatawan di Kawasan namun di anggap belum jadi masalah yang berarti oleh pihak terkait

5. Adanya perhatian pemerintah upaya 0.083

2.7 0.2247 penyuluhan dan mengatur pembuangan sampah.

6. Rendahnya kesadaran warga masyarakat 0.071

2.3 0.1646 akan penggunaan produk ramah lingkungan

7. Partisipasi

2.9 0.2353 konservasi lingkungan sekitar tinggi.

8. Jumlah stakeholders dalam kolaborasi 0.074

2.6 0.1941 pengelolaan pariwisata spiritual banyak

9. Upaya pendidikan pengelolaan jasa 0.081

2.6 0.2112 pariwisata

10. Kurangnya kekuatan organisasi komunitas 0.070

2.3 0.1621 dalam kontrol social

11. Pembagian yang adil peran laki – laki dan 0.047

2.4 0.1131 perempuan, dan generasi muda sekitar kawasan

Budaya

12. Adanya isu kecenderungan dominasi satu 0.064

2.1 0.1360 ragam budaya dalam karakter ‘Tidar’

13. Adanya isu kecenderungan subjektifitas 0.077

2.1 0.1637 warna corak dan karakter Kawasan Gunung Tidar.

14. Isu sebagian kalangan yang menginginkan 0.060

1.8 0.1083 pelurusan sejarah

2.5210 Sumber: Lampiran data primer diolah penulis, 2015

Total

D. Srategi Pengembangan Produk Kawasan Wisata Gunung Tidar

1. Strategi Umum (Grand Strategy)

Metode yang ditempuh untuk mendeskripsikan lingkungan internal dan eksternal organisasi pengelola pengembangan produk kawasan pariwisata di Kawasan Wisata Gunung Tidar, pada Bab sebelumnya telah diuraikan dengan jelas. Diawali dengan menguraikan faktor- faktor internal dan eksternal. Faktor internal dianalisis dengan menggunakan matriks IFAS dan faktor- factor eksternal dianalisis dengan menggunakan matriks EFAS. Dari penggabungan hasil kedua matriks (IFAS dan EFAS) yang telah diperoleh, kemudian menentukan strategi yang bersifat umum (grand strategy). Setelah itu dilanjutkan dengan menggunakan matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats) untuk merumuskan strategi alternatifnya.

Strategi umun (grand strategy) yang dapat direncanakan adalah menggunakan kesempatan sebaik-baiknya, mencoba mengantisipasi dan menanggulangi ancaman, menggunakan kekuatan sebagai modal dasar operasional pengelolaan dan memanfaatkannya semaksimal mungkin, serta mengusahakan untuk mengurangi dan menghilangkan kelemahan yang masih ada.

Berdasarkan hasil analisis faktor internal dan eksternal telah di peroleh masing - masing total skor faktor internal dan eksternal kawasan pariwisata spiritual Gunung Tidar yaitu, 2.7923 dan 2.5210. Langkah selanjutnya membuat ploting pada matriks internal dan eksternal Matrik IE Berdasarkan hasil analisis faktor internal dan eksternal telah di peroleh masing - masing total skor faktor internal dan eksternal kawasan pariwisata spiritual Gunung Tidar yaitu, 2.7923 dan 2.5210. Langkah selanjutnya membuat ploting pada matriks internal dan eksternal Matrik IE

Tabel4.10 Matriks Internal – Eksternal

TOTAL NILAI IFAS2,7923 T

T Tumbuh dan bina

Tumbuh dan bina

Pertahankan pelihara

(pertumbuhan L

A (konsentrasi via

(konsentrasi via

integrasi vertikal) integrasi horizontal) berputar) 3

I Panen dan divestasi

L 2,5 (kawasan terkait Tumbuh dan bina

IV dan pelihara

A atau jual habis

(strategi tidak

I kewaspadaan)

F Pertahankan dan IX

Panen atau divestasi

A pelihara Panen atau divestasi

diversivikasi

S (diversifikasi (likuidasi)

kongklomerasi)

1 konsentrasi) Sumber: Data diolah, 2015

Berdasarkan Matrik Internal Eksternal (IE) di atas menunjukan bahwa pertemuan antara nilai lingkungan internal dan lingkungan eksternal berada pada sel V yakni strategi pertahankan dan pelihara. Strategi yang dapat diterapkan pada sel V adalah strategi pengembangan produk. Pada posisi tersebut juga sesuai dengan pendapat Yoeti (1996:53) pengembangan suatu produk pada dasarnya adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan berencana untuk memperbaiki produk yang sedang berjalan dan menambah jenis produk yang dihasilkan ataupun yang akan dipasarkan.

Dalam pengembangan produk kawasan Gunung Tidar yang dimaksud adalah produk yang ditambah disesuaikan dengan zona pemanfaatannya supaya tetap patuh terhadap prinsip – prinsip pembangunan berkelanjutan dan ketentuan yang ada di dalam peraturan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Magelang.

Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk menarik perhatian, perolehan, pemakaian dan konsumsi dan yang mungkin memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Konsep produk tidak terbatas pada objek tanguible saja namun juga intanguible atau produk jasa, Produk mencakup objek fisik, jasa, orang, tempat, organisasi, dan gagasan (Kotler, 2001 dalam Ridwan 2012: 48). Core produk kajian ini adalah kualitas wisata spiritual Gunung Tidar dan augmented product–nya adalah visitor servicing dan potensi kelembagaan destinasi atau Destination Managemen Organization (DMO) yang dapat menaungi pemangku – pemangku kepentingan di Kawasan Pariwisata Spiritual Gunung Tidar.

Sehingga strategi terkait dengan kajian pengembangan produk kawasan wisata spiritual studi kasus terhadap Kawasan Wisata Gunung Tidar, Desa Magersari, Kecamatan Magelang Selatan, Kotamadya Magelang” adalah strategi mempertahankan kualitas produk inti (wisata spiritual), dengan mengembangkan manajemen produk jasa/ pelayanan di Kawasan Pariwisata Spiritual Gunung Tidar.

2. Strategi Program

Dalam pembagian pemanfaatan yang ada di kawasan Gunung Tidar, terdapat pembagian kawasan kajian mikro dan mezzo. Kawasan kajian mikro difokuskan pada pengemabangan potensi Gunung Tidar yang meliputi pengembangan wisata sekaligus sebagai kawasan hutan kota yang bermanfaat baik dari segi lingkungan, sosial maupun ekonomi. Sedangkan kawasan mezzo adalah wilayah buffer 100 m dari Gunung Tidar yang dibatasi lebih lanjut dengan batas fisik jalan (Sumber: Bappeda Kota Magelang, 2015)

Strategi dalam program pengembangan pariwisata terdiri dari 4 program (lihat tabel 4.11. hal. 103) yang merupakan opsi-opsi pengembangan dari Grand Strategy. Adapun strategi yang dideskripsikan dalam pengembangan produk kawasan wisata spiritual diuraikan sebagai berikut:

a. Strategi SO (Strength Opportunity): Program Pengembangan Produk Tambahan (Visitor Service/ Hospitality) Merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, menghasilkan strategi peningkatan pelayanan sebagai produk tambahan Kawasan Wisata Gunung Tidar. Opsi dalam program ini antara lain:

1) Mengembangkan kegiatan mezzo kawasan (di ring 3 dan ring 4) untuk mempertahankan kualitas produk inti di kawasan mikro area ring 1, ring 2 Gunung Tidar.

2) Program penataan usaha makan dan minum di kawasan mezzo wisata spiritual Gunung Tidar.

3) Program Pengadaan Tourist Information Center (TIC) melalui pembangunan museum budaya dan spiritual di Kawasan Mezzo wisata spiritual Gunung Tidar.

b. Strategi WO (Weakness Opportunity): Program Pengembangan Pemasaran Produk Inti dan Promosi Produk Tambahan Merupakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang, menghasilkan strategi pengembangan promosi. Opsi kegiatan dalam program ini adalah:

1) Program Pemasaran Kawasan Wisata Gunung Tidar

2) Program Promosi Produk Layanan Melalui Peningkatan Daya Tarik Usaha Makan dan Minum

c. Strategi ST (Strength Threat): Program Pengembangan Kawasan Pariwisata Spiritual Berkelanjutan Merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman, menghasilkan program strategi pengembangan pariwisata berkelanjutan. Adapun opsi – opsi dalam program ini adalah:

1) Program peningkatan kualitas lingkungan mezzo dan mikro kawasan pariwisata spiritual Gunung Tidar

2) Program Peningkatan kualitas kehidupan sosial masyarakat mezzo pariwisata spiritual Gunung Tidar

3) Program Peningkatan nilai situs cagar budaya fisik dan non fisik mezzo dan mikro pariwisata spiritual Gunung Tidar

4) Program pengembangan ekonomi kreatif masyarakat Magersari

d. Strategi WT (Weakness Threat): Program Pengembangan Kelembagaan dan SDM kawaasan pariwisata (Destination Management Organization)

Strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman menghasilkan strategi mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) dan kelembagaan. Adapun opsi dalam strategi ini adalah:

1) Program Pembentukan Local Working Group yang berwenang mengelola kawasan pariwisata spiritual Gunung Tidar karena kawasan pariwisata spiritual mencakup ruang mezzo dan mikro.

2) Program peningkatan kualitas SDM dan Budaya lokal. Setelah mendeskripsikan strategi umum dan usulan program

pengembangan Kawasan Wisata Gunung Tidar langkah selanjutnya adalah mendeskripsikan strategi khusus atau hal yang bersifat teknis yang akan dijelaskan dalam analisis SWOT pada halaman 103.

Tabel 4.11 Analisis SWOT Pengembangan Produk Kawasan Wisata Gunung Tidar

Faktor internal

Strengthts/ Kekuatan (S)

Weaknesses/ Kelemahan(W)

1. Kriteria tempat masih layak

1. Belum tersedia sistem

menjadi tujuan wisata spiritual

informasi pariwisata yang

2. Mayoritas wisatawan merasa

memadai

sangat leluasa melakukan

2. Tempat untuk makan dan

wisata spiritual berbasis alam

minum dari warga dinilai

dan wisata spiritual berbasis

kurang menarik

laku spiritual baik religi

3. Kapasitas kebijakan peran

maupun spiritual.

UPT Kawasan Gunung Tidar

3. Merupakan daya tarik wisata

terbatas

spiritual bagi wisatawan yang memiliki segmen motivasi agama,

budaya,

maupun

Faktor eksternal

pencarian jati diri.

Opportunities/ Peluang (O)

Strategi (SO)

Strategi (WO)

menggunakan Strategi yang meminimalkan pengembangan

1. Dukungan Komisi V DPR RI akan dana Strategi

yang

memanfaatkan kelemahan untuk Gunung Tidar.

pariwisata

Kawasan kekuatan

dan

memanfaatkan peluang 2. Tingkat belanja/ wisatawan spiritual tinggi 3. Ketersediaan sarana sekitar kawasan Gunung Tidar yang dibangun/ disediakan oleh pemerintah untuk masyarakat dalam

peluang

berusaha.

Pengembangan 4. Adanya perhatian pemerintah upaya tambahan

Pengembangan produk

pemasaran produk inti

penyuluhan dan mengatur pembuangan ( Visitor Service/

dan promosi produk

sampah.

5. Partisipasi masyarakat dalam aksi Hospitality ) tambahan

konservasi lingkungan sekitar tinggi.

(Market Share)

6. Jumlah stakeholders dalam kolaborasi pelibatan pengelolaan pariwisata spiritual banyak

7. Upaya pendidikan pengelolaan jasa pariwisata

Threats/ Ancaman (T)

Strategi (ST)

Strategi (WT)

menggunakan Strategi yang meminimalkan jumlah wisatawan di Kawasan namun di kekuatan

1. Belum adanya perhatian dan

batas Strategi

yang

mengatasi kelemahan dan menghindari anggap belum jadi masalah yang berarti ancaman.

untuk

ancaman. oleh pihak terkait 2. Rendahnya kesadaran warga masyarakat

akan penggunaan

produk

ramah

lingkungan 3. Kurangnya

kekuatan

organisasi

komunitas dalam kontrol sosial

4. Pembagian yang adil akan peran laki – Pengembangan Kawasan Pengembangan

laki dan perempuan, maupun generasi muda sekitar kawasan

Kelembagaan dan SDM 5. Adanya isu kecenderungan dominasi satu Berkelanjutan

Pariwisata Spiritual

(Destination Management

ragam budaya dalam karakter ‘Tidar’

(bottom- up development) Organization)

6. Adanya isu kecenderungan subyektifitas warna corak dan karakter Kawasan Gunung Tidar.

7. Isu sebagian kalangan

yang

menginginkan pelurusan sejarah dari pemerintah

3. Strategi Khusus

Berdasarkan kekuatan (S), kelemahan (W), ancaman (T), dan peluang (O) yang telah diketahui maka melalui matrik SWOT akan ditemukan beberapa strategi khusus yang dapat dijadikan rekomendasi yang digambarkan pada Matriks Analisis SWOT Tabel 4.11. di halaman 103. Adapun rumusan strategi sebagai berikut:

a. Implementasi Pengembangan Produk Tambahan (SO) Potensi atau peluang adanya dukungan dana dari pemerintah pihak terkait selaku pemerintah kotamadya Magelang saat ini tengah mengupayakan masterplan Kawasan Gunung Tidar yang terdiri dari:

1) Penataan pedagang Memanfaatkan potensi wisatawan spiritual yang memiliki potensi kualitas konsumsi tinggi oleh karena itu perlu penataan terhadap keberadaan pedagang. Penataan dilakukan dengan mencari lokasi alternatif yang tepat bagi para pedagang.

2) Pengadaan atau perluasan fasilitas daya tarik wisata (di Ring 4) Pengembangan ini meliputi pembangunan ruang terbuka hijau yang berada di luar zona mikro kawasan Gunung Tidar untuk memecah pola kunjungan supaya dapat menyebar, sehingga wisatawan tidak hanya memiliki alternative berziarah namun juga mendapatkan kepuasan terhadap produk diluar kawasan wisata spiritual Gunung Tidar selagi masih berada pada destinasi. Selain ruang terbuka hijau pemerintah saat ini juga tengah mengupayakan 2) Pengadaan atau perluasan fasilitas daya tarik wisata (di Ring 4) Pengembangan ini meliputi pembangunan ruang terbuka hijau yang berada di luar zona mikro kawasan Gunung Tidar untuk memecah pola kunjungan supaya dapat menyebar, sehingga wisatawan tidak hanya memiliki alternative berziarah namun juga mendapatkan kepuasan terhadap produk diluar kawasan wisata spiritual Gunung Tidar selagi masih berada pada destinasi. Selain ruang terbuka hijau pemerintah saat ini juga tengah mengupayakan

b. Implementasi kegiatanprogram di bidang promosi produk tambahan (WO)

1) Membentuk kesankenyamanan menikmati makanan dan minuman Penyediaan tempat berjualan makanan dan minuman yang nyaman dan dapat menikmati suasana sosial budaya masyarakat sekitar sehingga karakter budaya lokalitas masyarakat dapat member kesan pada wisatawan.

2) Branding Image terhadap Kota Sejuta Bunga untuk mendukung program “Ayo ke Magelang tahun 2015” Karakter Kota Sejuta Bunga di kawasan ring 4 saat ini dari pihak pemerintah telah merealisasikan sisi punggung Gunung Tidar sebelah Timur dengan membangun taman bunga.

3) Pengembangan system informasi: teknologi system informasi saat ini dapat digunakan sebagai media promosi pada semua kalangan yang sering berziarah ke Gunung Tidar. Bahwa saat ini segmen peziarah di Gunung Tidar terbagi menjadi 2 segmen yaitu: wisatawan yang didorong oleh system religi (Misalnya: Nahdatul Ulama) dan orang yang suka ziarah (bisa kalangan religi, atau mungkin juga dari group secular). Cara promosi 3) Pengembangan system informasi: teknologi system informasi saat ini dapat digunakan sebagai media promosi pada semua kalangan yang sering berziarah ke Gunung Tidar. Bahwa saat ini segmen peziarah di Gunung Tidar terbagi menjadi 2 segmen yaitu: wisatawan yang didorong oleh system religi (Misalnya: Nahdatul Ulama) dan orang yang suka ziarah (bisa kalangan religi, atau mungkin juga dari group secular). Cara promosi

c. Implementasi kegiatanprogram di bidang pengembangan kawasan pariwisata berkelanjutan (ST)

1) Kegiatan dialog lintas budaya Kegiatan ini dinilai perlu dilakukan untuk mendengarkan masukan dalam mengembangkan pariwisata dan budaya secara objektif.

2) Pembangunan berbasis masyarakat Saat ini pihak manajemen UPT Gunung Tidar telah mengupayakan pemberdayaan masyarakat melalui perekrutan tenaga sebagai sumber daya dalam melakukan perlindungan Kawasan Gunung Tidar, Hal ini telah sesuai dengan teori Stör dalam (Sumarmi, 2012, 62) pertumbuhan hakekatnya berasal dari bawah (bottom- up development) yang mengembangkan wilayah itu sendiri dengan memaksimalkan sumber daya alam dan manusianya secara integral.

3) Penggunaan bahan-bahan produk yang ramah lingkungan di sekitar daya tarik wisata khususnya zona ring 1, 2, dan 3. Cara ini dilakukan dengan pendekatan softskill masyarakat dengan mengefektifkan komunikasi melalui dengan bentukan organisasi teknis di bidang sosial khusunya Pokdarwis.

3) Meningkatkan pengawasan pembuangan sampah Hal ini dapat dilakukan dengan mensosialisasikan Undang – Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidap atau menggunakan penghargaan Kalpataru bagi masyarakat yang berperan aktif dalam menjaga lingkungan.

4) Melakukan konservasi Gunung Tidar dan lingkungan di sekitarnya secara berkelanjutan Peran UPT Gunung Tidar sangat penting dalam mengelola kelestarian alam Gunung Tidar sesuai dalam tugas pokok dan fungsinya.

d. Implementasi KegiatanProgram di Bidang Kelembagaan Dan SDM (WT) Pengaruh keterbatasan kapasitas kebijakan kewenangan otorita lembaga UPT yang merupakan organisasi independen di bidang Pertanian, Perikanan, dan Peternakan. Sehingga berdasarkan analisis, strategi khusus sebagai berikut:

1) Kegiatan penelitian dan evaluasi kelembagaan terkait dengan format kelembagaan yang tepat bagi penyedia jasa pengelola manajemen kawasan pariwisata Gunung Tidar.

2) Konsolidasi dengan para memangku kepentingan dan pihak terkait untuk menjalin kerjasama

3) Kegiatan peningkatan kualitas SDM

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI