SKRIPSI STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK KAW

SKRIPSI

STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK KAWASAN WISATA GUNUNG TIDAR

(Studi Kasus Terhadap Kawasan Wisata Spiritual Gunung Tidar, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah)

Disusun Oleh : Rendi Redona

NIM : 511100081

JURUSAN HOSPITALITY SEKOLAH TINGGI PARIWISATA AMPTA YOGYAKARTA 2015

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK KAWASAN WISATA GUNUNG TIDAR

(Studi Kasus Terhadap Kawasan Wisata Spiritual Gunung Tidar, Kecamatan

Magelang Selatan, Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah)

Disusun oleh Rendi Redona NIM : 511100081 Jurusan Hospitality

Telah Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

(Arif Dwi Saputra, SS, M.MPar) (Angela Ariani, SH, M.MPar) NIDN. 0525047001

NIDN. 0530106001

Mengetahui, Ketua Jurusan Hospitality

(Arif Dwi Saputra, SS, M.MPar)

BERITA ACARA UJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK KAWASAN WISATA GUNUNG TIDAR

(Studi Kasus Terhadap Kawasan Wisata Spiritual Gunung Tidar, Kecamatan

Magelang Selatan, Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah)

Disusun oleh Rendi Redona NIM : 511100081 Jurusan Hospitality

Telah dipertahankan di depan penguji Dan dinyatakan : Lulus Pada tanggal 15 April 2015

Penguji

(Dra. Nuharani EK, M.Pd) NIDN.0530046603

Pembimbing I

(Arif Dwi Saputra, SS, M.MPar ) NIDN. 0525047001

Pembimbing II

(Angela Ariani, SH, M.MPar ) NIDN. 0530106001

Mengetahui, Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA

(Drs. H Santoso, MM) NIDN. 0519045901

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertandatangan di bawah ini, Nama

: Rendi Redona

NIM

Program Studi

: Sarjana/ S1 Pariwisata

Judul Skripsi : STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK KAWASAN

WISATA GUNUNG TIDAR (Studi Kasus Terhadap Kawasan Wisata Spiritual Gunung

Tidar, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah).

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 15 April 2015 Penulis,

Rendi Redona NIM. 511100081

MOTTO:

Datanglah kepada rakyat, Hiduplah bersama mereka, Belajarlah dari mereka, Cintailah mereka, Mulailah dari apa yang mereka tahu, Bangunlah dari apa yang mereka punya; Tetapi pendamping yang baik adalah, Ketika pekerjaan selesai dan tugas dirampungkan rakyat berkata: “kami sendirilah yang mengerjakan”. (Lao Tse , 700 SM)

“Seorang Pendaki Kehidupan Merasa Yakin pada Sesuatu yang Lebih Besar Daripada Dalam Dirinya. Dia Berkeyakinan bahwa Segala Hal Bisa dan Akan Terlaksana, Kendati Orang Lain Lebih Banyak Memilih Berhenti dari jalur Pendakian atau Berkemah.” (Paul G. Stoltz, Psikolog)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Allah, Gusti kang Maha Kuasa

Tuhan seluruh makhlukyang Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. Karena atas kuasa-Mu hingga kini anugrah dan karunia masih dapat kunikmati, sehat lahir maupun batin.

Kupersembahkan karya ku ini untuk:

 Bapak dan Ibuku, Budi Utomo dan Sumaeni, sembah sungkem rasa

hormat baktiku, terimakasih doa dan restunya.  Mbak Heni Idayati, dan Mas Hobby Haryoko yang selalu

menyayangiku, terimakasih nasehat dan dukungannya.  Keluarga besar eyang Soemowardoyo sekalian.  Dewi Astuti yang sudah tiada namun semangat darimu tetap

mengalir dalam jiwaku, terimakasih semuanya.  Keluarga Kadang Kadeyan Sabdalangit (KKS), terutama Bapak

Sabda, Mami Untari, Pak Pur, Mas Parjo dan para kadang para pinesepuh sekalian di ndalem Wijilan, Yogyakarta, yang banyak memberikan tauladan akan budaya adi luhung Nusantara,

 Sahabat – sahabat seperjuangan angkatan 2011 dan teman – teman

di Himpunan Mahasiswa Hospitality Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA.

 Dan teman – teman di “KAPALA AMPTA” .

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Gusti Kang Maha Kuasa, Tuhan seluruh Makhluk yang Maha Penyayang, atas segala limpahan rahmat, hidayah dan karunia- Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK KAWASAN WISATA GUNUNG TIDAR, Studi Kasus Terhadap Kawasan Wisata Spiritual Gunung Tidar, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Pariwisata dalam Program Studi Pariwisata Jurusan Hospitality Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA Yogyakarta.

Dalam proses penyelesaian studi sarjana ini tidak lepas dari bimbingan, arahan, dan dukungan penuh semangat dari semua pihak internal civitas lembaga Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA Yogyakarta dan pihak- pihak eksternal, dalam keluarga, masyarakat maupun komunitas organisasi yang penulis ikuti. Karenanya pada kesempatan ini dengan rasa syukur yang mendalam dari penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya dan apresiasi yang setinggi – tingginya kepada pihak yang berpartisipasi dalam penyususnan skripsi sebagai berikut:

1. Bapak Arif Dwi Saputra, SS, M.MParselaku Pembimbing Utama sekaligus menjabat Ketua Jurusan Hospitality yang telah membimbing materi maupun penulisan skripsi.

2. Ibu Angela Ariani, SH, M.MPar selaku Dosen Pembimbing Kedua yang telah banyak membimbing materi maupun penulisan skripsi.

3. Ibu Dra. Nuharani EK, M.Pd Selaku Penguji yang telah memberikan kritik dan sarannya.

4. Bapak Drs. H Santoso, MM selaku Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian.

5. Ibu Dra. Heni Susilowati, MM selaku Sekretaris Jurusan Hospitality yang telah membantu keperluan administrasi surat – menyuratdalam penelitian.

6. Para dosen pengampu mata kuliah yang tidak dapat saya sebutkan satu – persatu, yang telah memberikan bimbingannya dalam belajar dasar – dasar teori, memperkaya wawasan dan cara berpikir ilmiah yang kritis selama menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA Yogyakarta.

7. Kabid Kesbang Badan Kesbanglinmas Daerah Istimewa Yogyakarta Dra. Amiarsi Harwani, SH, MS yang telah memberikan rekomendasi penelitian lintas provinsi.

8. Kepala Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Tengah Ir. Sujarwanto Dwiatmoko, MSi yang telah memberikan rekomendasi izin penelitian.

9. Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas Kota Magelang, Ir. Eri Widyo Saptoko, M.Si yang telah memberikan rekomendasi penelitian.

10. Bapak Drs. Hartoko selaku Kepala Dinas Pemuda, Olah Raga, Budaya, dan Pariwisata, yang telah memberikan kesempatan berharga melakukan penelitian pariwisata Gunung Tidar maupun berkenan sedia diwawancarai sebagai responden.

11. Ibu Sri Subekti,SE. selaku Kabid Pariwisata Disporabudpar, Bapak Susilo Handoyo, S.Sen selaku Ketua Dewan Seni Kota Magelang, Bapak Sus Anggoro, SE. selalu Kabid Budaya Disporabudpar, dan Bapak Iwan Triteny Setyadi, ST. MT., selaku Ka. Sub Bid Pendidikan, Pemuda Olahraga, Kebudayaan dan 11. Ibu Sri Subekti,SE. selaku Kabid Pariwisata Disporabudpar, Bapak Susilo Handoyo, S.Sen selaku Ketua Dewan Seni Kota Magelang, Bapak Sus Anggoro, SE. selalu Kabid Budaya Disporabudpar, dan Bapak Iwan Triteny Setyadi, ST. MT., selaku Ka. Sub Bid Pendidikan, Pemuda Olahraga, Kebudayaan dan

12. Ibu Sutijah selaku Juru Kunci Makam Gunung Tidar dan Bapak Widodo, SE Kepala UPT Kawasan Gunung Tidar, dan Bapak Supardiselaku Koordinator Petugas Jagawana Kawasan Gunung Tidar yang telah memberikan izin dan menjadi informan penulis melakukan penelitian.

13. Bapak Sabdalangit Ae Banyusegoro, SIP,MM yang merupakan Pimpinan komunitas budaya Kadang Kadeyan Sabdalangit (KKS) selaku informan budayawan maupun praktisi spiritual, yang telah berkenan memberikan informasi mengenai Gunung Tidar dari sudut pandang spiritualitas budaya jawa.

14. Dr. Suparjo Sujadi, S.H., M.H., atau yang lebih akrab dipangil Mas Parjo yang saat ini menjadi pengamat Hukum Agraria dari Universitas Indonesia selaku inspirator yang telah memberikan ide – ide dan masukan bagi penulis.

15. Ryanto Dhamar Widyaraja yang telah membantu penulis dalam pengambilan dokumentasi photo penelitian.

16. Seluruh pihak yang tidak dapat satu persatu penulis sebutkan, terimakasih atas bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Pada akhirnya penulis bersyukur dapat menyelesaikan skripsi ini dengan kesadaran penuh bahwasannya skripsi ini belum sempurna dan tidak luput dari kekurangan. Semoga karya ilmiah ini dapat memberi secercah manfaat dan harapan kepada para pembaca dalam perkembangan ilmu.

Yogyakarta, 10 April 2015 Penulis,

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Rekomendasi Izin Penelitian Lampiran 2. Kuisioner Rating Terhadap Elemen Wisata Spiritual Lampiran 3. Daftar Jawaban Responden Wisatawan Penilaian Terhadap

Elemen Wisata Spiritual Lampiran 4. Kuisioner Lingkungan Internal Kawasan Pariwisata Spiritual Gunung Tidar Lampiran 5. Kuisioner Lingkungan Eksternal Kawasan Pariwisata Spiritual Gunung Tidar Lampiran 6. Hasil dan Pembahasan Perhitungan Faktor Eksternal Lampiran 7. Daftar Informan/ Responden Stakeholders Lampiran 8 Daftar Responden Wisatawan Penilaian Persepsi Terhadap Elemen Wisata

Spiritual Lampiran 9 Ringkasan Hasil Observasi dan Wawancara Lampiran 10. Dokumentasi Foto Lampiran 11. Daftar Riwayat Hidup

ABSTRAKSI

Trend wisata spiritual atau yang juga biasa dikenal dengan ziarah adalah salah satu fenomena yang cukup menarik untuk dikembangkan menjadi potensi pariwisata. Upaya eksploratif perlu dilakukan sehingga juga dapat mengetahui dampak negatif untuk dicarikan upaya mencegah supaya langkah pengembangan ke dapannya tidak menjadi ekploitatif. Salah satu tempat tujuan wisata spiritual yang ada di destinasi Kota Magelang adalah Kawasan Gunung Tidar.

Pengembangan produk merupakan salah satu strategi dalam dunia manajemen. Untuk menentukan langkah strategis dalam perkembangan isu – isu terkini secara efektif dan tepat. Oleh karenanya judul penelitian ini adalah “Strategi Pengembangan Produk Kawasan Wisata Gunung Tidar” studi kasus terhadap kawasan wisata spiritual Gunung Tidar.

Penelitian menggunakan pendekatan fenomenologis, bertujuan untuk mengidentifikasi katagori pariwisata spiritual yang ada di Kawasan Gunung Tidar, menganalisis lingkungan internal dan eksternal dan mendeskripsikan strategi pengembangan produk kawasan wisata spiritual Gunung Tidar. Penelitian ini bersifat eksploratif mendeskripsikan data yang diperoleh melalui pengamatan visual, penyebaran kuesioner, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka. Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif, kuantitatif dengan analisis IFAS, EFAS yang menghasilkan strategi umum dan analisis SWOT menghasilkan strategi khusus.

Hasil penelitian menunjukan bahwa, ditemukan klasifikasi pariwisata spiritual yang berbasis alam dan pariwisata spiritual berbasis spiritual yang terdiri wisata berbasis spiritual dan wisata berbasis religi. Namun untuk wisata spiritual yang berbasis konseling, alunan musik, kreativitas, spiritual berbasis fisik berdasarkan penelitian ini mayoritas wisatawan memberi keterangan tidak melakukan aktifitas spiritual tersebut.

Hasil analisis faktor internal dan eksternal pengambangan di Kawasan Wisata Spiritual Gunung Tidar berada pada posisi pertumbuhan. Hasil analisis lingkungan internal manajemen pengembangan produk memperoleh nilai 2,7923 yang berarti pada posisi sedang dan analisis lingkungan eksternal yang meliputi kondisi daya dukung ekonomi, sosial, budaya dan ekologi memperoleh nilai 2,5210 yang juga berarti sedang.

Berdasarkan matriks Internal Eksternal diketahui berada pada posisi kuadran

V. Hal ini berarti bahwa strategi yang harus diterapkan yaitu pertahankan dan pelihara (strategi tidak berubah). Strategi umum yang diterapkan yaitu strategi pengembangan produk tambahan maupun market share. Berdasarkan analisis SWOT diketahui bahwa empat strategi alternatif yang relevan diterapkan adalah strategi pengembangan produk, strategi pengembangan promosi, strategi pariwisata berkelanjutan dan pengembangan kelembagaan dan SDM.

Kata kunci : Pariwisata, Strategi Pengembangan Produk, Kawasan Wisata, Wisata Spiritual, Faktor Internal dan Eksternal

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi tujuan wisata di dunia. Indonesia juga memiliki potensi alam dan keragaman budaya yang sangat kaya. Namun berdasar World Economic Forum, WEF (2013), destinasi Indonesia saat ini hanya menempati peringkat ke-70 dari 140 negara di dunia dan peringkat ke-4 di Negara-negara ASEAN setelah Singapore, Malaysia dan Thailand. Daya saing Indonesia masih kalah dengan negara tetangga kita Singapore, Malaysia dan Thailand ( http://www.weforum.org diakses 30 Januari 2015). Hal ini kontradiktif dengan pengakuan dunia internasional atas kekayaan sumber daya pariwisata Indonesia. Diduga bahwa salah satu faktor yang berperan disini adalah strategi pengembangan sumber daya pariwisata baik dari tingkat lokal sampai internasional yang berbeda jauh dari negara – negara pesaing kita di pasar Internasional.

Saat ini juga tengah dihadapi persiapan dalam rangka program Masyarakat Ekonomi ASEAN yang jika benar, mekanismenya akan ditetapkan akhir tahun 2015. Seperti dinyatakan oleh Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN, I Gusti Agung Waseka Puja bahwa, “MEA sudah semakin dekat. Indonesia harus mampu memanfaatkan integrasi negara – negara anggota ASEAN yang akan dimulai tanggal 31 Desember 2015” ( www.pikiran- rakyat.com di akses 30 Januari 2015). Istilah Masyarakat Ekonomi ASEAN disingkat MEA merupakan salah satu dari capaian 10 visi ASEAN yang tidak Saat ini juga tengah dihadapi persiapan dalam rangka program Masyarakat Ekonomi ASEAN yang jika benar, mekanismenya akan ditetapkan akhir tahun 2015. Seperti dinyatakan oleh Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN, I Gusti Agung Waseka Puja bahwa, “MEA sudah semakin dekat. Indonesia harus mampu memanfaatkan integrasi negara – negara anggota ASEAN yang akan dimulai tanggal 31 Desember 2015” ( www.pikiran- rakyat.com di akses 30 Januari 2015). Istilah Masyarakat Ekonomi ASEAN disingkat MEA merupakan salah satu dari capaian 10 visi ASEAN yang tidak

Selain gambaran dinamika tingkat global dan regional tersebut industri pariwisata daerah dihadapkan tantangan nasional terutama bila dikaitkan dengan era otonomi daerah. Era otonomi daerah yang ditandai dengan lahirnya Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan keleluasaan kepada daerah kabupaten/ kota untuk mengurus rumah tangganya sendiri dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara mandiri. Kemandirian tersebut, diharap dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi lebih baik, termasuk pengelolaan sektor pariwisata daerah yang lebih profesional.

Di sisi lain, seringkali kegiatan pariwisata lebih mengutamakan pada upaya untuk meningkatkan kunjungan wisatawan yang berorientasi pada pendapatan tanpa memikirkan dampaknya terhadap lingkungan, sosial dan budaya masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan produk wisata yang ditawarkan pengelola cenderung mengarah pada pengembangan pariwisata masal (mass tourism). Tentunya, apabila hal ini dibiarkan maka pengembangan wisata, cenderung berefek negatif yaitu kurang memperhatikan aspek ekologi sosial dan budaya bahkan dapat menjadi eksploitatif terhadap sumber dayanya.

Sementara itu berdasarkan studi terbaru, Damanik dan Cemporaningsih (dalam Damanik dan Frans Teguh, 2013:13) wisatawan Lokal maupun Nusantara semakin kritis memilih destinasi pariwisata yang mampu menawarkan nilai kepuasan optimal walaupun dengan biaya yang relatif mahal. Hal ini dapat diasumusikan bahwa wisatawan saat ini lebih cenderung mencari kualitas daerah tujuan wisata yang akan dikunjunginya.

Alternatif konsep menyikapi dampak negatif pariwisata massal adalah konsep pariwisata yang tidak massal. Konsep pengembangan yang dapat dinikmati sekarang dan masa depan oleh anak cucu kita adalah konsep pengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Pengembangan pariwisata berkelanjutan sangat diperlukan dalam mengahadapi tuntutan pergerakan manusia yang semakin meningkat dalam melakukan kegiatan wisata terlebih lagi dalam dunia global dan aktifnya Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pembangunan pariwisata berkelanjutan berarti pembangunan yang berorientasi pada peningkatan keuntungan dari sumber daya pariwisata bagi masyarakat setempat sambil tetap mempertahankan integrasi masyarakat tersebut secara kultural dan ekologis serta meningkatkan perlindungan kawasan dan warisan alam yang sensitif secara ekologis (Neto, 2013:7).

Salah satu jenis wisata yang sesuai dengan konsep pariwisata berkelanjutan adalah wisata spiritual. Jenis wisata ini mulai berkembang dikarenakan sifatnya yang eco-friendly dan juga atas dasar tekanan hidup yang luar biasa membuat orang cenderung mencari aktifitas yang dapat memberikan keheningan dan ketenangan batin. Wisata spiritual dapat dilakukan tanpa harus

mencari tempat yang berada dalam kawasan taman nasional, hutan maupun lokasi yang menyatu dengan alam, tetapi cukup suasana historis atau ketenangan meskipun dalam suatu desa dan tengah kota. Di Bali wisata jenis ini tergolong menjadi trend dengan konsep Tri Hita Karana yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam. Sedangkan di Yogyakarta pariwisata jenis ini dapat dijumpai di Kawasan Wisata Spiritual Imogiri dan Makam Kota Gede, tepatnya di kompleks makam Raja – raja Mataram. Di Eropa, kaitannya dengan fenomena wisata spiritual, banyak kasus unik, seperti dalam hal agama atau sejarahnya, bangunan sakral yang berusia berabad-abad, tradisi perjalanan ziarah, berkunjung ke kuil-kuil lokal merupakan aset tak terbantahkan yang membentuk ruang wisata daerah (Duda, 2012:36).

Selaras dengan isu – isu pariwisata, secara mikro dapat dilihat di Kota Magelang. Kota Magelang adalah daerah otonom bagian dari Provinsi Jawa Tengah, memiliki kondisi strategis sebagai daerah transit transportasi lintas kota dan provinsi yaitu di jalur raya Semarang – Yogyakarta, Purworejo – Semarang, Yogyakarta, Temanggung – Wonosobo. Daerah ini sedang berbenah dalam sektor pariwisata karena terlihat dari langkah Pemerintah Kota (Pemkot) Magelang dalam upaya promosi pariwisata melalui program di tahun 2015 bertema “Ayo Ke Magelang 2015”. Program tersebut sangat didukung dengan selesainya proyek pelebaran Jalan Raya Jogja – Magelang – Semarang. Terlebih lagi Kota ini memiliki daya tarik yaitu Gunung Tidar.

Gunung Tidar merupakan salah satu aset milik Pemerintah Kota Magelang sebagai kawasan hutan lindung hasil reboisasi tahun 60-an sehingga saat ini menjadi paru – paru kota yang sejuk. Di Gunung ini juga dipercaya merupakan tempat bersemayamnya leluhur yang diagungkan Kiai Semar, Syekh Subakir, Kiai Sepanjang ( http://berita.suaramerdeka.com diakses 30 Januari 2015) dan sudah lama menjadi tujuan orang berziarah atau melakukan kegiatan spiritual keyakinannya. Pemerintah Kota mulai meningkatkan pengelolaannya dengan mendirikan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kawasan Gunung Tidar di bawah Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perikanan (Dispeterikan). UPT tersebut resmi ditetapkan awal tahun 2015 berdasarkan Perwal No 47 Tahun 2014. Ditunjang dengan perbaikan sarana maupun penambahan fasilitas-fasilitas baru seperti monumen “Pakuning Tanah Jawa” berbentuk paku raksasa di pintu masuk kawasan dan rencana kebijakan penghargaan bagi para pendaki yang sampai ke puncak akan diberi sertifikat. Hal ini ditempuh atas dasar trend pengunjung Kawasan Wisata Gunung Tidar makin hari kian bertambah. ( http://berita.suaramerdeka.com di akses 30 Januari 2015).

Terkait dengan isu – isu di atas untuk menentukan arahan pengembangan produk pariwisata secara tepat sesuai karakteristik kawasan, pihak manajemen juga harus menerapkan strategi yang efektif yang dapat beradaptasi seiring dengan tuntutan perkembangan dan menyikapi perubahan – perubahan baik secara internal maupun eksternal. Oleh karenanya judul penelitian ini adalah “Strategi Pengembangan Produk Kawasan Wisata Gunung Tidar”, studi Terkait dengan isu – isu di atas untuk menentukan arahan pengembangan produk pariwisata secara tepat sesuai karakteristik kawasan, pihak manajemen juga harus menerapkan strategi yang efektif yang dapat beradaptasi seiring dengan tuntutan perkembangan dan menyikapi perubahan – perubahan baik secara internal maupun eksternal. Oleh karenanya judul penelitian ini adalah “Strategi Pengembangan Produk Kawasan Wisata Gunung Tidar”, studi

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dikemukakan pokok permasalahan yaitu:

1. Produk pariwisata spiritual apa sajakah yang ada di Kawasan Wisata Gunung Tidar?

2. Bagaimana kondisi lingkungan internal dan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pengembangan wisata spiritual di Kawasan Wisata Spiritual Gunung Tidar?

3. Bagaimana strategi pengembangan produk Kawasan Wisata Gunung Tidar?

C. Batasan Masalah

Untuk menjawab dan memecahkan permasalahan dalam rumusan masalah diatas, maka batasan masalah penelitian Strategi Pengembangan Produk Kawasan Wisata Gunung Tidar ini adalah :

1. Dalam mengidentifikasi produk pariwisata Kawasan Gunung Tidar batasan masalah penelitian ini secara substansi memfokuskan pada kajian 1. Dalam mengidentifikasi produk pariwisata Kawasan Gunung Tidar batasan masalah penelitian ini secara substansi memfokuskan pada kajian

2. Dalam menentukan kondisi lingkungan internal, peneliti membatasi pada masalah aspek produk utama dan aspek lain yang diduga berpengaruh terhadap performance kondisi internal yang meliputi aspek produk tambahan dan kondisi manajemen organisasi kelembagaan pariwisata dalam proses pengembangan pariwisata Gunung Tidar. Sedangkan untuk menentukan kondisi lingkungan eksternal, penelitian membatasi masalah pada aspek secara langsung atau dekat menimbulkan dampak baik negatif maupun positif. Pengaruh ekternal tersebut antara lain aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan.

3. Secara substansi dalam batasan mengenai Strategi Pengembangan Produk Kawasan Wisata Spiritual masalah yang dikaji merupakan upaya memonitor, mengevaluasi masalah lingkungan internal dan eksternal yang dikenali bagi keberlanjutan pariwisata Kawasan Wisata Gunung Tidar melalui analisis data kemudian merumuskan program pengembangan secara umum dan khusus.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan batasan di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi produk wisata spiritual di Kawasan Wisata Gunung Tidar.

2. Menganalisis lingkungan internal dan eksternal potensi Kawasan Wisata Spiritual Gunung Tidar.

3. Mendeskripsikan strategi pengembangan produk di Kawasan Wisata Gunung Tidar.

E. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap Kawasan Wisata Gunung Tidar diharapkan dapat mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Pemerintah Kota Magelang

a. Penelititan ini mendeskripsikan strategi bagi pengembangan produk pariwisata spiritual di Kawasan Wisata Gunung Tidar.

b. Penelitian ini juga diharapkan menjadi bahan masukan bagi instansi terkait, dalam menentukan kebijakan pengembangan kawasan wisata minat khusus yaitu mengenai wisata spiritual yang ada di Gunung Tidar.

2. Bagi Lembaga STP AMPTA Yogyakarta

a. Sebagai ukuran keberhasilan mahasiswa dalam menyerap ilmu dan menerapkan di dunia kerja.

b. Sebagai masukan atau referensi mengenai kajian pengembangan produk kawasan wisata khusunya wisata spiritual.

c. Sebagai masukan atau umpan balik yang berguna untuk bahan penyempurnaan kurikulumsesuai dengan perkembangan.

3. Bagi Mahasiswa

a. Memperdalam teori – teori yang ada untuk ditingkatkan wawasan kemampuan berpikir mahasiswa sehingga mampu menerapkan ilmu pengetahuan dalam bidang pariwisata

b. Memperdalam pengertian dan penghayataan tentang kemanfataan ilmu yang telah dipelajarinya secara langsung dalam.

c. Sebagai bahan masukan bagi mahasiswa lain dalam kajian pengembangan produk kawasan wisata spiritual.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Teorisasi

Dalam teorisasi ini berisikan teori – teori yang digunakan untuk menentukan variable sebagai alat analisa penelitian. Teori – teori dan kebijakan menurut para pakar yang akan diuraikan meliputi teori mengenai pariwisata, strategi, pengembangan produk, kawasan wisata, wisata spiritual, pengembangan produk pariwisata, faktor internal dan faktor eksternal. Adapun uraian sebagai berikut:

1. Pariwisata

a. Definisi Wisata

Istilah wisata berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya perjalanan atau bepergian. Kata wisata (tour) secara harfiah dalam kamus berarti: Perjalanan dimana si pelaku kembali ke tempat awalnya; perjalanan sirkuler yang dilakukan untuk tujuan bisnis, bersenang – senang, atau pendidikan, pada berbagai tempat dikunjungi dan biasanya menggunakan jadwal perjalanan terencana (Murphy, 1985 dalam Sedarmayanti, 2014:3). Sedangkan definisi lain wisata adalah kegiatan yang berhubungan dengan masuk, tinggal dan bergeraknya penduduk asing di dalam atau luar suatu negara atau wilayah (Norval dalam Kesrul, 2003: 3).

b. Definisi Pariwisata

Dari definisi wisata juga terdapat istilah pariwisata dengan penambahan kata pari (bahasa sangsekerta) yang berarti berulang-ulang. Menurut Sedarmayanti (2014:3), “meskipun pariwisata telah lama menjadi perhatian, baik dari segi ekonomi, politik, administrasi kenegaraan, maupun sosiologi, sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai apa itu wisatawan dan pariwisata”. Macintosh (1980 dalam Sedarmayanti, 2014: 3) menyebut pariwisata adalah “The sum of the phenomena and relationships arising from the interaction of tourist, businesses, hostgoverment, and comunities, in the process of attracting and hosting these tourist and other visitors”. Undang- Undang Nomor 10 tahun 2009, yang dimaksud Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah (UU Kepariwisataan No. 10 Tahun 2009).

Spillane (1989, dalam Maulana, 2014:129), menerangkan bahwa jenis – jenis pariwisata yang terdapat di daerah tujuan wisata yang menarik wisatawan untuk mengunjunginya sehingga dapat pula diketahui jenis pariwisata yang mungkin layak untuk dikembangkan dan mengembangkan jenis sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pariwisata tersebut.

c. Jenis Pariwisata Pendit (2006:38) merinci penggolongan pariwisata menjadi beberapa 13 jenis wisata antara lain wisata budaya, wisata kesehatan, wisata olah raga, wisata komersil, wisata industri, wisata politik, wisata konvensi, wisata sosial, wisata pertanian, wisata maritim (marina) atau bahari, wisata cagar alam, wisata buru, wisata pilgrim, wisata bulan madu.

2. Strategi

a. Definisi Strategi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga menyebutkan strategi sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Pengertian strategi menurut Rangkuti (2005: 3) dijelaskan seperti berikut ini:

“Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumber daya. Dalam hubungannya dengan perencanaan strategis mempunyai tujuan agar perusahaan dapat melihat secara objektif kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal.”

Sedangkan kata “strategi”sendiri merupakan bahasa yunani kuno “Strategeos” yang berarti seni berperang. Istilah tersebut berkembang hingga saat ini dan digunakan oleh suatu organisasi dalam prosesnya mencapai tujuan dari organiasi.

b. Penentuan Strategi Melalui Matrik SWOT

Menurut Utama dan Mahadewi (2012:150), Analisis SWOT atau Tows adalah alat analisis yang umumnya digunakan untuk merumuskan strategi atau identifikasi berbagai faktor secara strategis berdasarkan intuisi (pemahaman dan pengetahuan) expert terhadap objek.

Analisis SWOT (singkatan bahasa Inggris dari "kekuatan"/ strengths, "kelemahan"/ weaknesses, "kesempatan"/ opportunities, dan "ancaman"/ threats) adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut (Wikipedia Indonesia, 2009).

Tahap penentuan strategi yang dibangun untuk suatu perusahaan melalui matrik SWOT menurut (Utama dan Ni Made E.M, 2012:150) sebagai berikut:

1) Buat daftar peluang eksternal perusahaan (atau objek wisata)

2) Buat daftar ancaman ekternal perusahaan (atau objek wisata)

3) Buat kekuatan internal perusahaan (atau objek wisata)

4) Buat kelemahan internal perusahaan (atau objek wisata)

5) Buat analisis matriks IFAS

6) Buat analisis matriks EFAS

7) Buat Matriks Internal Eksternal IE

8) Buat strategi alternatif (Alternative Strategy) melalui matriks SWOT.

3. Pengembangan Produk

Pengembangan produk terdiri dari dua suku kata yaitu pengembangan dan produk. Purwadarminta, (2005:538) mendefinisikan bahwa, “Pengembangan sebagai suatu proses, cara, perbuatan mengembangkan sesuatu menjadi lebih baik, maju sempurna dan berguna”. Jadi pengembangan merupakan suatu proses atau aktifitas untuk memajukan yang ditata sedemikian rupa dengan memajukan atau memelihara yang sudah ada agar menjadi menarik dan lebih berkembang.

Sementara itu pengertian produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk mencakup objek fisik, jasa, orang, tempat, organisasi, dan gagasan (Kotler, 2001 dalam Ridwan 2012: 48).

Dari definisi pengembangan dan produk di atas, Kotler (1997: 273) memberikan pengertian pengembangan produk seberti berikut:

“Pengembangan produk merupakan pengembangan dari produk yang sudah ada atau menciptakan produk yang sama sekali baru melalui riset dan penelitian yang dilakukan oleh para manajer pemasaran maupun melalui departemen penelitian dan pengembangan.”

Sedangkan menurut Yoeti (1996:53) pengembangan suatu produk pada dasarnya adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan berencana untuk memperbaiki produk yang sedang berjalan dan menambah jenis produk yang dihasilkan ataupun yang akan dipasarkan.

4. Kawasan Wisata

a. Pengertian Kawasan Wisata

Pengertian kawasan berasal dari bahasa Sansekerta, kawaśan yang berarti daerah. Sedangkan waśa artinya wewenang, kuasa. Di dalam wikipedia dijelaskan daerah yang memiliki ciri khas tertentu atau berdasarkan

kegiatan tertentu ( http://id.wikipedia.org ). Berdasarkan Undang- Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya. Undang- Undang No. 10 tahun 2009 disebutkan dengan istilah Kawasan Strategis Pariwisata, terdapat dalam pasal 1 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.

pengelompokan

fungsional

Menurut Ismayanti (2010:144), Usaha Kawasan Wisata merupakan usaha yang kegiatannya membangun dan mengelola kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk kepentingan dan memenuhi kebutuhan pariwisata. Kemudian disebutkan lagi bahwa hal – hal yang harus diperhatikan sebagai berikut:

1) “Kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya

2) Nilai – nilai agama, adat istiadat, pandangan serta nilai – nilai yang hidup dalam masyarakat.

3) Kelestarian budaya dan lingkungan hidup

4) Kelangsungan usaha pariwisata.

5) Tata ruang

6) Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah”.

b. Konsep Dasar Kawasan Pariwisata

Konsep dasar kawasan pariwisata dibagi dua macam yaitu kawasan pariwisata murni dan kawasan pariwisata terbuka.

1) Kawasan pariwisata murni adalah kawasan yang seluruh lahan diperuntukkan bagi pengembangan dan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata.

2) Kawasan pariwisata terbuka adalah kawasan yang bobot utamanya untuk pengembangan pariwisata, yang dapat pula digunakan untuk kegiatan lain, seperti pemukiman, hutan, perkebunan, pertanian, perindustrian (Ismayanti, 2010: 145).

Berdasarkan pengertian dan konsep kawasan pariwisata di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Kawasan Pariwisata yang ada di Gunung Tidar dapat digolongkan kawasan pariwisata terbuka, karena terdapat kegiatan lain, khususnya pemukiman penduduk yang berbatasan langsung dengan wilayah hutan lindung atau Ruang Terbuka Hijau yang dikelola pemerintah kota Magelang.

5. Wisata Spiritual

a. Definisi Wisata Spiritual Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III (2001:1087) yang dimaksud spiritual adalah berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani dan bathin).

Pengertian wisata spiritual hampir sama dengan wisata religi maupun ziarah meskipun sejauh ini juga masih banyak berdebatan mengenai istilah tersebut. Pemahaman wisata spiritual dan wisata religi menurut kesimpulan Sutama (2013:11- 12), Wisata Spiritual adalah jenis wisata atau perjalanan wisata yang dilakukan oleh seseorang ke tempat manapun dengan tujuan untuk mencari ketenangan kedamaian dan keharmonisan dengan alam atau dengan Sang Maha Pencipta namun kegiatan wisata tidak terkait sama sekali dengan agama atau unsure – unsur yang berkaitan dengan agama. Tempat – tempat tersebut bisa tempat suci agama tertentu sepanjang dimungkinkan, gunung, pantai, monument atau tempat lain yang dirasa memancarkan vibrasi spiritualitas. Sedangkan wisata religi adalah jenis wisata yang terkait dengan perintah agamadan wajib pula mengikuti aturan – aturan yang ditetapkan oleh agama.

Berdasar perspektif pariwisata secara universal, Dalam World Tourism Organisation (WTO) yang menyatakan Pariwisata adalah “The activities of persons traveling to, and staying in, palces outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, Berdasar perspektif pariwisata secara universal, Dalam World Tourism Organisation (WTO) yang menyatakan Pariwisata adalah “The activities of persons traveling to, and staying in, palces outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure,

Berkemenn 2006 (dalam Sutama, 2013) menyatakan bahwa secara umum pariwisata spiritual berarti segala bentuk perjalanan wisata yang menyangkut perjalanan fisik dan spiritual, interaksi antara tubuh (body) dan pikiran (mind).

Pendapat lain adalah Smith & Kelly (2006 dalam Maulana, 2014: 132) yang memberikan penjelasan mengenai wisata spiritual sebagai berikut: “spiritual tourism as one that provides the visitor with activities and/ or treatment aimed at developing, maintaining and improving the body, mind and spirit”. Pengertian tersebut dapat diterangkan bahwa wisata spiritual adalah segala jenis aktivitas dan atau perlakuan yang bertujuan untuk mengembangkan merawat, dan meningkatkan badan, pikiran dan jiwa.

Pendapat pendit (2006:41) mengenai pengertian wisata spiritual yang dinyatakan dengan wisata pilgrim, sebagai berikut:

“Jenis wisata ini dikaitkan dengan agama, sejarah, adat – istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat. Ini Banyak dilakukan oleh rombongan atau perorangan ke tempat – tempat suci, ke makam – makam orang besar, bukit atau gunung yang dianggap keramat, tempat pemakaman tokoh atau pemimpin yang di anggap legenda. Contoh makam Bung Karno di Blitar,

Makam Wali Songo, tempat ibadah seperti Candi Borobudur, Pura Besakih di Bali, Sendang Sono di Jawa Tengah dan sebagainya.”

b. Elemen Wisata Spiritual Pechlaner dalam Maulana (2014: 132) memberikan gambaran mengenai elemen – elemen dalam melakukan perjalanan spiritual seperti gambar berikut (dalam Gambar 2.1):

Gambar 2.1 Elemen Wisata Spiritual

Sumber: Pechlaner dalam Maulana (2014:132) Elemen – elemen dari wisata spiritual terbagi menjadi 3 elemen besar yaitu Atraksi, Tempat, dan Motivasi.

c. Karakter Wisata Spiritual

1) Karakter Tempat Tujuan Wisata Spiritual Shackley dalam Blackwell (2007: 35-47) menetapkan klasifikasi berdasarkan tempat yang menjadi tujuan pariwisata spiritual sebagai berikut: 1) Karakter Tempat Tujuan Wisata Spiritual Shackley dalam Blackwell (2007: 35-47) menetapkan klasifikasi berdasarkan tempat yang menjadi tujuan pariwisata spiritual sebagai berikut:

b) Buildings and places that are originally made for religious purposes;

c) Buildings with religious contents;

d) Special events of religious importance that are held in non- religious places ;

e) Places built on secular thoughts that are relevant with tragic stories or those events that are particularly political. For example, Nelson Mandela’s prison on Robin island”

Mencermati cakupan tersebut di atas klasifikasi tersebut mengarah pada elemen tempat yang menjadi kriteria atraksi wisata spiritual.

2) Karakteristik Kegiatan Wisata Spiritual Aktifitas wisata spiritual dijelasakan oleh ahli Conrady R., & Martin Buck (2011:204) berdasarkan trend dan isu pariwisata global tahun 2011, Wisata spiritual dikatagorikan sebagai berikut:

a) “Interaction with nature & exercise: pilgrimages, meditative hiking, meditative walking.

b) With counseling: talk with pastoral worker; talk with shaman; talk with spiritual coach.

c) With music: singing mantras, chanting, tones.

d) With creativity: meditative painting, ikebana.

e) With physical exercises: yoga, tai chi, meditative dances, circle dances.

f) With spiritual exercises: spiritual exercises (in silince), contemplation, meditation, trips to shamans.”

6. Pengembangan Produk Pariwisata

a. Kebijakan Pariwisata Sebagai Industri Dalam perspektif industri pariwisata, menurut Soetomo WE (2011:

tingkat keberhasilan pembangunannya banyak bergantung pada komponen dan variabel yang lain dari pada pembangunan pada umumnya”. Artinya, tingkat

20),

“sektor

kepariwisataan

keberhasilan pembangunan kepariwisataan banyak bergantung pada partisipasi sektor yang lain, misalnya sektor perhubungan, sektor lingkungan, sektor pendidikan, sektor sosial, sektor ekonomi, hankam, agama dan sektor – sektor yang yang lainnya, baik formal maupun non formal. Sehingga dalam industri pariwisata dihindari egoisme sektoral. Pendapat Soetomo WE (2011:15), tentang pembangunan kepariwisataan mendasarkan pemahaman tidak boleh digarap secara partial, akan tetapi harus integral, menghindari egoisme sektoral, dan arogansi institusional serta perlunya sinkronisasi dan koordinasi menjadi pemikiran baru pada pembangunan kepariwisataan.

Ridwan (2012:47) menyatakan pendapatnya tentang kebijakan perencanaan pengembangan pariwisata seperti berikut:

“Perencanaan pengembangan pariwisata pada dasarnya adalah untuk mencari titik temu antara penawaran dengan permintaan. Oleh karena itu, dalam melakukan perencanaan pengembangan pariwisata seharusnya terlebih dahulu mengidentifikasi produk wisatanya (Penawaran) yang ada di daerah tujuan wisata dan pasar wisatawan (Permintaan), baik aktual maupun potensial kemudian dilakukan suatu analisis terhadap kedua aspek tersebut tercapai”

Konsep pendekatan kesesuaian antara permintaan dapat dilihat pada Gambar 2.2 halaman 22.

Gambar 2.2 Konsep Pendekatan Kesesuaian Penawaran dan Permintaan PENAWARAN PERMINTAAN

PRODUK WISATA WISATAWAN

1. Atraksi Kepuasan 1. Motivasi 2. Aksesbilitas Kualitas 2. Keinginan

Nilai Jual

3. Amenitas 3. Kebutuhan

KONSEP STRATEGIS PERENCANAAN PENGEMBANGAN PARIWISATA

Sumber: Data Sekunder (Ridwan, 2012: 47)

1) Permintaan Wisatawan

Seperti Gambar 2.2 di atas, Permintaan wisatawan timbul oleh berbagai macam motivasi, kebutuhan, dan keinginan. Penelitian ini yang menjadi latar belakang dalam kajian pengembangan produk adalah motivasi spiritual wisatawan.

Ilmu Psikologi mengenal pembagian aspek intrinsik dan ekstrinsik. Sementara itu faktor intrinsik manusia atas tiga katagori yaitu: aspek kognitif yang mencakup pengetahuan dan pemahaman, aspek afektif yang mencakup perasaan, minat, motivasi, sikap dan nilai – nilai, yang ketiga adalah aspek psikomotorik yang mencakup pengamatan dan gerak – gerakan motorik (Sumarmi,2012:138).

Menurut Ridwan (2012:51), Motivasi adalah faktor – faktor yang mempengaruhi dan pendorong meningkatnya permintaan wisata. Menurut Soekadijo (2000: 38- 47) motif wisata menjadi

10 kelompok, yaitu : motif bersenang-senang atau tamasya, motif rekreasi, motif kebudayaan, wisata olah raga, wisata bisnis, wisata konvensi, motif spiritual, motif interpersonal, motif kesehatan dan wisata sosial.

Sedangkan sumber lain menyatakan kegiatan perjalanan wisata dipengaruhi oleh ketersediaan uang/ distribusi dan peningkatan pendapatan wisatawan, pengurangan jam kerja, iklim dan lingkungan hidup, pendidikan masyarakat (Freyer, 1993: 30; Mundt, 1998: 79-86), kebijakan penetapan jumlah jam kerja, teknologi transportasi, pendidikan yang semakin meningkat, pengaruh kondisi iklim daerah asal panas, polusi air, tanah, udara cenderung mencari daerah wisata yang beriklim sejuk dan pencemaran yang minimal(Damanik dan Weber, 2006:3-5).

2) Penawaran Produk Pariwisata

a) Pembagian Produk Menurut WTO dalam Damanik dan Teguh 2013:52), produk pariwisata adalah unsur utama yang menarik wisatawan ke destinasi dan memenuhikepuasan wisata mereka disana. Secara umum,ada 6 komponen elemen dasar destinasi pariwisata yang dapat ditawarkan berdasarkan WTO terdiri dari, (1) atraksi, (2) amenitas, (3) aksesbilitas, (4) sumber daya manusia/ SDM, (5) citra dan karakter, (6) harga (lihat gambar 2.3 hal. 24).

Gambar 2.3

Elemen Dasar Destinasi Pariwisata

Elemen Destinasi yang Memberikan Pengalaman dan Daya Tarik

Atraksi Harga Amenitas

Aksesbilitas

SDM

Citra & Karakter

Sumber: WTO dalam Damanik dan Teguh, 2013: 52 Menurut Medelik and Middleton (The Tourist Product and It Implication, 1972 dalam Ridwan 2012: 48), Produk wisata adalah semua bentuk pelayanan yang dinikmati wisatawan semenjak ia berangkat meninggalkan tempat dimana ia biasa tinggal hingga ia kembali pulang.

Menurut Kotler (1994) ada tiga tingkatan produk wisata, (a) Produk utama (core product), (b) Produk sekunder (facilitating product), (c) Produk tambahan (augmented product). Produk utama adalah objek dan daya tarik yang menjadi tujuan utama oleh wisatawan untuk berkunjung ke daerah tersebut. Produk sekunder adalah layanan terhadap pasar agar pasar dapat menikmati produk yang ditawarkan secara optimal. Produk tambahan adalah produk yang terkait dengan hal – hal bersifat abstrak atau relatif, misalnya suasana (atmosphere); dan pelayanan (service) yang intinya mendukung performansi core product secara umum. Kemudian secara detail, Menurut Kotler (1994) ada tiga tingkatan produk wisata, (a) Produk utama (core product), (b) Produk sekunder (facilitating product), (c) Produk tambahan (augmented product). Produk utama adalah objek dan daya tarik yang menjadi tujuan utama oleh wisatawan untuk berkunjung ke daerah tersebut. Produk sekunder adalah layanan terhadap pasar agar pasar dapat menikmati produk yang ditawarkan secara optimal. Produk tambahan adalah produk yang terkait dengan hal – hal bersifat abstrak atau relatif, misalnya suasana (atmosphere); dan pelayanan (service) yang intinya mendukung performansi core product secara umum. Kemudian secara detail,

(1) “Keunikan,

sebagai kombinasi kelangkaan dan daya tarik yang khas melekat pada suatu objek wisata.

diartikan

(2) Originalitas atau keaslian mencerminkan keaslian atau kemurnian, yakni seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi oleh atau tidak mengadopsi model atau nilai yang berbeda dengan nilai aslinya.

(3) Otentisitas, mengacu pada keaslian. Bedanya, otenstisitas lebih sering dikaitkan dengan derajat keantikan atau eksotisme budaya sebagai atraksi wisata.

(4) Keragaman atau diversitas produk artinya, keanekaragaman produk dan jasa yang ditawarkan. Wisatawan harus diberikan banyak pilihan produk dan jasa yang secara kualitas berbeda – beda.”

b. Kebijakan Pengembangan Kawasan Lindung Menurut Gunn dalam Nugroho (2004: 19) sebagai suatu sistem, pariwisata kadang menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitar, baik terhadap keberadaan sumber daya, keberlangsungan habitat flora dan fauna serta kadang dapat menimbulkan potensi konflik dengan masyarakat sekitar. Untuk mengurangi/menekan terjadinya dampak terhadap kawasan yang dilindungi tersebut, Dirjen Pariwisata (Yoeti, 2000: 45) telah menetapkan dasar dasar pengembangan wisata alam, yang secara umum sebagai berikut: (1) bersifat ramah lingkungan, termasuk lingkungan sosial-budaya, (2) tetap terjaganya fungsi dan

dampak, (4) merupakan tanggung jawab semua pihak terkait, (5) ada pendidikan dan pelatihan bagi pekerja kepariwisataan dan (6) adanya akses informasi ke masyarakat tentang konservasi alam. Berkaitan dengan hal itu maka pembangunan prasarana dan sarana sangat dianjurkan dilakukan sesuai kebutuhan saja dan menggunakan bahan- bahan yang ada di wilayah tersebut. Penggunaan teknologi dan fasilitas modern dibatasi seminimal mungkin. Sementara itu Yoeti (200: 39) menambahkan bahwa untuk mengurangi tekanan terhadap hutan, perlu juga memaksimalkan peran serta penduduk lokal dan mempertahankan adat dan kebiasaan sehari- hari masyarakat.

Menurut Fandeli dan Nurdin (2005: 31) menyatakan bahwa:

“Pada dasarnya jenis pariwisata ini tidak memerlukan pembangunan fasilitas pariwisata, karena kegiatan seperti penelitian, pendidikan, pengamatan satwa, hiking, climbing dan lain sebagainya tidak memerlukan fasilitas. Bangunan yang dapat dikembangkan hanya fasilitas kantor dan tourist information center. Namun apabila memang diperlukan, maka pembangunan dapat dilakukan pada zona penyangga yang berada di luar kawasan taman nasional.”

Dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan Damanik dan Weber (2006: 30) menjabarkan dimensi – dimensi yang harus diperhatikan oleh penyedia jasa dalam merencanakan pariwisata (dalam Tabel 2.1, halaman 27).

Tabel 2.1

Dimensi Ekonomi, Ekologi, Sosial dan Budaya Dalam Pariwisata Berkelanjutan

No Dimensi Wisatawan Penyedia Jasa

1. Ekonomi ­ Peningkatan ­ Peningkatan dan kepuasan wisata

pemerataan pendapatan ­ Peningkatan

­ Penciptaan kesempatan belanja

terutama bagi masyarakat lokal ­ Peningkatan

kerja

kesempatan berusaha/

diversifikasi pekerjaan

2. Ekologi ­ Penggunaan ­ Penentuan dan konsistensi produk

daya dukung layanan wisata

dan

pada

lingkungan berbasis

­ Pengelolaan limbah dan lingkungan

pengurangan penggunaan (green product)

bahan baku hemat energi ­ Kesediaan

pengembangan membayar lebih

­ Prioritas

produk dan layanan jasa mahal

berbasis lingkungan produk

untuk

dan ­ Peningkatan kesadaran layanan wisata

lingkungan dengan ramah

kebutuhan konservasi lingkungan

3. Sosial ­ Kepedulian ­ Pelibatan sebanyak

sosial

yang

mungkin stakeholder dalam

perencanaan, implementasi ­ Peningkatan

meningkat

dan monitoring

konsumsi

­ Peningkatan kemampuan

produk lokal

masyarakat lokal dalam pengelolaan jasa – jasa wisata

­ Pemberdayaan lembaga lokal dalam pengambilan keputusan pengembangan pariwisata

­ Menguatnya posisi masyarakat lokal terhadap masyarakat luar

­ Terjaminnya hak – hak dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya pariwisata

­ Berjalannya aturan main