BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan tumpuan harapan yang diandalkan oleh pemerintah untuk ikut berperan dalam
upaya pemulihan kondisi perekonomian negara yang sedang terpuruk. Kegiatan sub sektor perikanan selain berupa usaha pemanfaatan atau penangkapan
ikanudang juga usaha budidaya. Di Indonesia budidaya udang sudah lama dilakukan oleh para petani tambak, karena udang merupakan komoditas
primadona dalam bidang perikanan yang dapat meningkatkan devisa negara melalui ekspor komoditas perikanan. Tingginya permintaan akan udang didalam
dan diluar negeri menjadikan Indonesia sebagai pengirim udang terbesar di dunia, ini dikarenakan Indonesia mempunyai luas wilayah serta adanya sumber daya
alam yang mendukung untuk dapat mengembangkan usaha budidaya udang Nuhman, 2009.
Udang merupakan bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan tidak mengandung kolesterol. Protein hewani sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan. Bagi Indonesia, udang windu merupakan primadona ekspor non- migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang windu rata-rata naik per
tahun. Walaupun banyak kendala, namun saat ini negara produsen udang yang menjadi pesaing baru ekspor udang
terus bermunculan
Prahasta dan Hasanawi, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia pernah mengalami masa kejayaan dalam budidaya udang pada tahun 1990-an. Tahun 1994, produksi udang windu Penaeus monodon budidaya
mencapai 250.000 tontahun. Produksi tersebut menempatkan Indonesia sebagai produsen udang windu terbesar di dunia. Namun dengan cepat produksi udang
windu mengalami penurunan dan menuju pada titik kehancuran Kordi, 2010. Merebaknya penyakit White Spot Syndrome Virus WSSV atau bintikbercak
putih White Spot membuat industri udang Indonesia hancur dengan cepat. Di Pulau Jawa, sampai tahun 1997, lahan tambak yang tidak dioperasikan hampir
mencapai sekitar 70. Lahan tambak menjadi terlantar karena petambak tidak berani menebar udang windu setelah berkali-kali “memanen” kegagalan
Kordi, 2010. Sejak tahun 2002, udang vanname Litopenaeus vanname mulai menggantikan
posisi udang windu. Udang vanname sangat cepat diterima masyarakat karena memiliki beberapa keunggulan, yaitu 1 Tumbuh cepat, toleran terhadap suhu air,
oksigen terlarut dan salinitas yang relatif rendah; 2 Mampu memanfaatkan seluruh kolom air; 3 Tahan terhadap penyakit dan tingkat produktivitas yang
tinggi; 4 Kebutuhan kandungan protein yang relatif rendah; dan 5 Tersedia teknologi produksi induk atau benih bebas penyakit specific pathogen free =
SPF dan tahan penyakit specific pathogen resistant = SPR Buwono, 1993. Kawasan tambak untuk budidaya udang dengan salinitas rendah berada pada
kawasan estuarine yaitu kawasan tambak yang masih terkena pengaruh iklim pantai. Kawasan tambak ini bisa berada hingga 30 km dari pantai tetapi masih ada
pengaruhnya pasang surut air baik melalui sungai maupun saluran.
Universitas Sumatera Utara
Udang sebagai komoditas ekspor berhasil meningkatkan devisa negara dari sektor non-migas. Volume ekspor udang ke berbagai negara tujuan Jepang, Hongkong,
Singapura, Jerman, Australia, Malaysia, Inggris, Perancis, Belanda Belgia, Luxemburg dan lainnya baik yang disumbangkan dari tambak yang berpola
tradisional, semi intensif, ataupun intensif juga selalu meningkatkan produk hasil panennya Kordi, 2010.
Budidaya udang sistem ekstensif atau tradisional masih mendominasi tambak- tambak rakyat Indonesia. Sistem ini memang sangat sederhana, sehingga
pengelolaannya tidak rumit namun hasilnya memang sangat rendah, antara 50-500 kghamusim tanam Kordi, 2010.
Pola usaha budidaya udang secara intensif memerlukan manajemen usaha secara lebih profesional, maka perlu mempertimbangkan suatu konsep yang matang dan
kajian yang mendalam sebelum melakukan pembangunan tambak intensif. Pemeliharan udang secara intensif berarti menggunakan padat penebaran tinggi
dan pemberian pakan yang bergizi tinggi. Keseimbangan ekosistem lingkungan, terutama kualitas air harus dijaga dengan baik agar tidak mendorong tersebarnya
organisme-organisme perairan asing yang berdampak buruk terhadap pertumbuhan udang Buwono, 1993.
Dalam budidaya udang semi intensif, intensif dan super intensif, ketersediaan pakan buatan berkualitas dan secara kontinu adalah hal yang penting. Pakan
buatan adalah pakat yang diramu dari bahan-bahan sesuai dengan kebutuhan udang budidaya. Pakan buatan harus memenuhi standar kebutuhan nutrisi atau
Universitas Sumatera Utara
gizi udang budidaya. Beberapa komponen nutrisi yang penting dan harus tersedia dalam pakan udang antara lain protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
Sistem budidaya dengan teknologi intensif memerlukan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan sistem budidaya tradisional maupun semi intensif, karena
pada sistem budidaya intensif lebih banyak menggunakan input produksi, salah satu ciri dari sistem budidaya intensif adalah padat tebar yang tinggi, sehingga
penggunaan faktor produksi lainnya terutama pakan tinggi pula. Untuk menghindari penggunaan biaya yang besar maka perusahaan harus melakukan
kegiatan budidaya secara efektif dan efisien Diatin dkk, 2008. Untuk dapat menghasilkan produksi yang optimal petani atau petambak harus
melakukan penggunaan input produksi secara efisien. Dalam Soekartawi 1994 menyatakan bahwa efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang
sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Untuk tahun 2010, jumlah produksi perikanan budidaya tambak dapat disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Produksi Perikanan Budidaya Tambak menurut Jenis Ikan dan KabupatenKota
No. KabupatenKota Jenis Ikan ton
Udang Windu
Udang Vanname
Udang Putih
1. Kab. Tapanuli Tengah
- 286,8
- 2. Kota
Medan 327,8
- -
3. Kab. Langkat
3.410,0 10.611,5
2.813,9
4. Kab. Deli Serdang
3.473,1 1.185,3
- 5.
Kab. Serdang Bedagai 724,4
4.270,6 -
6. Kab. Batubara
59,2 1.585,0
8,0 7. Kab.
Asahan 12,1
- -
8. Kab. Labuhanbatu Utara
- 177,0
- Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan, 2010
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten langkat adalah wilayah pesisir timur Sumatera Utara yang disebut wilayah up land yaitu kawasan hulu Daerah Aliran Sungai DAS yang
merupakan daerah belakang yang berpengaruh terhadap ekosistem kawasan dibawahnya kawasan pantai pesisir hingga laut. Pada tahun 1999 produksi
perikanan laut kawasan Pantai Timur Sumatera Utara mencapai 254.140,6 ton Sitepu, 2008.
Berdasarkan berbagai hal yang telah dikemukakan sebelumnya, Penulis merasa perlu untuk meneliti mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
udang tambak dengan budidaya intensif di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.
1.2. Identifikasi Masalah