Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tambak Udang Sistem Alam dan Sistem Intensif (Studi Kasus: Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI TAMBAK UDANG SISTEM ALAM DAN

SISTEM INTENSIF

(Studi Kasus : Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

SKRIPSI

OLEH :

RIZKI UTAMI

080304065

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI TAMBAK UDANG SISTEM ALAM DAN

SISTEM INTENSIF

(Studi Kasus : Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

SKRIPSI

OLEH :

RIZKI UTAMI

080304065

AGRIBISNIS

Diajukan Kepada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S) (Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si) NIP. 196411021989032001 NIP. 196309281998031001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

ABSTRAK

RIZKI UTAMI (080304065/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tambak Udang Sistem Alam dan Sistem Intensif (Studi Kasus: Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat). Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MSi yang bertujuan untuk (1) Menganalisis perbedaan biaya produksi pada usaha tambak udang sistem alam dan sistem intensif dan (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tambak udang sistem alam dan sistem intensif di daerah penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah ini memiliki luas usaha budidaya tambak terbesar di Kabupaten Langkat. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Metode Sensus, yaitu seluruh populasi merupakan sampel dalam penelitian, dengan jumlah sampel adalah 23. Penelitian ini menggunakan analisis uji beda rata-rata (Independent Sample T Test) dan analisis regresi dengan metode taksiran OLS (Ordinary Least Square).

Dari hasil penelitian diperoleh: (1) ada perbedaan yang nyata pada biaya produksi usaha tambak udang sistem alam dan sistem intensif dan (2) luas lahan, pakan, padat tebar dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi tambak udang sistem alam dan sistem intensif.


(4)

RIWAYAT HIDUP

RIZKI UTAMI lahir di Tebing Tinggi pada tanggal 8 Desember 1990,

sebagai anak pertama dari dua bersaudara, seorang putri dari Ayahanda H. Usman Purba dan Ibunda Hj. Swarti.

Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut: 1. Tahun 1996 masuk Sekolah Dasar di SDN 091566 Bah Jambi dan tamat pada

tahun 2002.

2. Tahun 2002 masuk Sekolah Menengah Pertama di SMPN 16 Medan dan tamat pada tahun 2005.

3. Tahun 2005 masuk Sekolah Menengah Atas di SMAN 2 Medan dan tamat pada tahun 2008.

4. Tahun 2008 penulis diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN.

Kegiatan yang pernah diikuti penulis adalah sebagai berikut:

1. Anggota Forum Silaturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

2. Anggota Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

3. Bulan Juli 2012 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Perhutaan Silau, Kecamatan , Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara.

4. Bulan Agustus 2013 penulis melaksanakan penelitian skripsi di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PRODUKSI TAMBAK UDANG SISTEM ALAM DAN SISTEM INTENSIF

(Studi Kasus: Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Agribisinis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ayahanda tercinta H. Usman Purba dan Ibunda tercinta Hj. Swarti, atas seluruh perhatian dan dukungan baik secara materi, moril maupun doa yang diberikan kepada penulis, serta kepada adik penulis Fakhrul atas doa dan dukungan yang diberikan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

 Dr. Ir. Tavi Supriana, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk mengajar dan membimbing serta memberikan masukan yang berharga dalam menyelesaikan skripsi ini.

 Dr. Ir. Rahmanta Ginting, Msi selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah mengayomi dan memberikan masukan yang sangat berarti kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

 Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua program studi Agribisnis, FP-USU dan Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Sekertaris program studi Agribisnis, FP-USU.


(6)

 Seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis, FP-USU khususnya Kak Yani, Kak Lisbeth, Kak Seruni dan Kak Nita yang memberikan kelancaran dalam hal administrasi.

 Bapak petambak udang yang telah bersedia meluangkan waktu sehingga penulis dapat memperoleh data guna menyempurnakan proses pengerjaan skripsi ini.

 Rekan-rekan mahasiswa stambuk 2008 di Program Studi Agribisnis, khususnya Irma Yusnita Hsb, SP, Lolisa Efa Matovai, SP, Lailan Syafina, SP, Sri Ardianti Pratiwi Srg, SP, Giska Rizky Aulia, SP, Sri Novi Yanti, SP, Izzatul Dwina Mahsaiba, SP, Arini Pebristya Duha, SP, Rafika Zahara, SP, dll yang tidak bisa disebutkan satu persatu serta kepada kakak-kakak dan abang-abang senior yang telah memberikan dukungan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Arlan Budiman Nasution, ST yang selama ini dengan setia memberikan dukungan, doa dan motivasi serta nasehat kepada penulis.

Penulis juga menyadari kekurangan dan keterbatasan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan penelitian selanjutnya.

Medan, 2013


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Kegunaan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 7

2.1. Tinjauan Pustaka ... 7

2.2. Landasan Teori ... 13

2.3. Kerangka Pemikiran ... 17

2.4. Hipotesis ... 19

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 20

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 20

3.2. Metode Penentuan Sampel ... 20

3.3. Mteode Pengambilan Data ... 21

3.4. Metode Analisis Data ... 21

3.5. Definisi dan Batasan Operasional ... 30

3.5.1. Definisi ... 30

3.5.2. Batsan Operasional... 31

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL ... 32

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 32

4.1.1. Letak Geografis ... 32

4.1.2. Keadaan Daerah ... 33


(8)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

5.1. Hasil Uji Perbedaan Biaya Produksi Tambak Udang Sistem Alam dan Sistem Intensif ... 40

5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tambak Udang Sistem Alam dan Sistem Intensif ... 42

5.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tambak Udang Sistem Alam 42 5.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tambak Udang Sistem Intensif ... 53

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

6.1. Kesimpulan ... 62

6.2. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Jumlah Produksi Perikanan Budidaya Tambak menurut Jenis Ikan dan

Kabupaten/Kota ... 4

2. Luas Areal Usaha Budidaya Tambak menurut Kecamatan di Kabupaten Langkat ... 20

3. Luas Wilayah menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Secanggang Tahun 2011 ... 33

4. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Secanggang Tahun 2011 ... 34

5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan Secanggang Tahun 2011 ... 35

6. Distribusi Petambak Sampel Berdasarkan Umur ... 37

7. Distribusi Petambak Sampel Berdasarkan Lama Usaha ... 38

8. Distribusi Petambak Sampel Berdasarkan Luas Lahan ... 38

9. Distribusi Produksi Udang Tambak dalam Sati Kali Musim Panen ... 39

10. Hasil Uji Independent Sample T Test Biaya Produksi Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem Alam dan Sistem Intensif ... 41

11. Hasil Uji Asumsi Multikolinearitas Model Jumlah Produksi Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem Alam ... 43

12. Hasil Uji Asumsi Normalitas Model Jumlah Produksi Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem Alam Menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov ... 47


(10)

13. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tambak Udang Sistem Alam ... 48 14. Hasil Uji Asumsi Multikolinearitas Model Jumlah Produksi Usaha Budidaya

Tambak Udang Sistem Intensif ... 54 15. Hasil Uji Asumsi Normalitas Model Jumlah Produksi Usaha Budidaya

Tambak Udang Sistem Intensif Menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov . 57 16. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tambak Udang


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Skema Kerangka Pemikiran ... 18 2. Grafik Uji Asumsi Heterokedastisitas Model Jumlah Produksi Tambak

Udang Sistem Alam ... 44 3. Grafik Uji Asumsi Normalitas Model Jumlah Produksi Tambak Udang

Sistem Alam ... 45 4. Histogram Normalitas Model Jumlah Produksi Tambak Udang Sistem

Alam ... 46 5. Grafik Uji Asumsi Heterokedastisitas Model Jumlah Produksi Tambak

Udang Sistem Intensif ... 54 6. Grafik Uji Asumsi Normalitas Model Jumlah Produksi Tambak Udang

Sistem Intensif ... 55 7. Histogram Normalitas Model Jumlah Produksi Tambak Udang Sistem


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Karakteristik Petambak Sampel Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem Alam ... 66 2. Total Biaya Bahan Baku Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem Alam ... 67 3. Total Biaya bahan Penunjang Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem

Alam ... 68 4. Upah Tenaga Kerja Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem Alam ... 69 5. Perhitungan Jumlah, Harga dan Penjualan Output pada Usaha Budidaya

Tambak Udang Sistem Alam ... 71 6. Total Biaya Produksi Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem Alam ... 72 7. Karakteristik Petambak Sampel Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem

Intensif ... 73 8. Total Biaya Bahan Baku Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem

Intensif ... 73 9. Total Biaya bahan Penunjang Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem

Intensif ... 74 10. Nilai Peralatan Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem Intensif ... 75 11. Nilai Penyusutan Peralatan Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem

Intensif ... 75 12. Upah Tenaga Kerja Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem Intensif ... 76 13. Perhitungan Jumlah, Harga dan Penjualan Output pada Usaha Budidaya


(13)

14. Total Biaya Produksi Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem Intensif ... 77 15. Hasil Analisis Perbedaan Biaya Produksi pada Usaha Budidaya Tambak

Udang Sistem Alam dan Sistem Intensif ... 78 16. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tambak Udang

Sistem Alam ... 79 17. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Produksi Tambak Udang Sistem Alam ... 80 18. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tambak Udang

Sistem Intensif ... 81 19. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


(14)

ABSTRAK

RIZKI UTAMI (080304065/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tambak Udang Sistem Alam dan Sistem Intensif (Studi Kasus: Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat). Penelitian ini dibimbing oleh Dr. Ir. Tavi Supriana, MS dan Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MSi yang bertujuan untuk (1) Menganalisis perbedaan biaya produksi pada usaha tambak udang sistem alam dan sistem intensif dan (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tambak udang sistem alam dan sistem intensif di daerah penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah ini memiliki luas usaha budidaya tambak terbesar di Kabupaten Langkat. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Metode Sensus, yaitu seluruh populasi merupakan sampel dalam penelitian, dengan jumlah sampel adalah 23. Penelitian ini menggunakan analisis uji beda rata-rata (Independent Sample T Test) dan analisis regresi dengan metode taksiran OLS (Ordinary Least Square).

Dari hasil penelitian diperoleh: (1) ada perbedaan yang nyata pada biaya produksi usaha tambak udang sistem alam dan sistem intensif dan (2) luas lahan, pakan, padat tebar dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi tambak udang sistem alam dan sistem intensif.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan tumpuan harapan yang diandalkan oleh pemerintah untuk ikut berperan dalam upaya pemulihan kondisi perekonomian negara yang sedang terpuruk. Kegiatan sub sektor perikanan selain berupa usaha pemanfaatan atau penangkapan ikan/udang juga usaha budidaya. Di Indonesia budidaya udang sudah lama dilakukan oleh para petani tambak, karena udang merupakan komoditas primadona dalam bidang perikanan yang dapat meningkatkan devisa negara melalui ekspor komoditas perikanan. Tingginya permintaan akan udang didalam dan diluar negeri menjadikan Indonesia sebagai pengirim udang terbesar di dunia, ini dikarenakan Indonesia mempunyai luas wilayah serta adanya sumber daya alam yang mendukung untuk dapat mengembangkan usaha budidaya udang (Nuhman, 2009).

Udang merupakan bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan tidak mengandung kolesterol. Protein hewani sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan. Bagi Indonesia, udang windu merupakan primadona ekspor non-migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang windu rata-rata naik per tahun. Walaupun banyak kendala, namun saat ini negara produsen udang

yang menjadi pesaing baru ekspor udang terus bermunculan (Prahasta dan Hasanawi, 2009).


(16)

Indonesia pernah mengalami masa kejayaan dalam budidaya udang pada tahun 1990-an. Tahun 1994, produksi udang windu (Penaeus monodon) budidaya mencapai 250.000 ton/tahun. Produksi tersebut menempatkan Indonesia sebagai produsen udang windu terbesar di dunia. Namun dengan cepat produksi udang windu mengalami penurunan dan menuju pada titik kehancuran (Kordi, 2010).

Merebaknya penyakit White Spot Syndrome Virus (WSSV) atau bintik/bercak putih (White Spot) membuat industri udang Indonesia hancur dengan cepat. Di Pulau Jawa, sampai tahun 1997, lahan tambak yang tidak dioperasikan hampir mencapai sekitar 70%. Lahan tambak menjadi terlantar karena petambak tidak berani menebar udang windu setelah berkali-kali “memanen” kegagalan (Kordi, 2010).

Sejak tahun 2002, udang vanname (Litopenaeus vanname) mulai menggantikan posisi udang windu. Udang vanname sangat cepat diterima masyarakat karena memiliki beberapa keunggulan, yaitu (1) Tumbuh cepat, toleran terhadap suhu air, oksigen terlarut dan salinitas yang relatif rendah; (2) Mampu memanfaatkan seluruh kolom air; (3) Tahan terhadap penyakit dan tingkat produktivitas yang tinggi; (4) Kebutuhan kandungan protein yang relatif rendah; dan (5) Tersedia teknologi produksi induk atau benih bebas penyakit (specific pathogen free = SPF) dan tahan penyakit (specific pathogen resistant = SPR) (Buwono, 1993).

Kawasan tambak untuk budidaya udang dengan salinitas rendah berada pada kawasan estuarine yaitu kawasan tambak yang masih terkena pengaruh iklim pantai. Kawasan tambak ini bisa berada hingga 30 km dari pantai tetapi masih ada pengaruhnya pasang surut air baik melalui sungai maupun saluran.


(17)

Udang sebagai komoditas ekspor berhasil meningkatkan devisa negara dari sektor non-migas. Volume ekspor udang ke berbagai negara tujuan (Jepang, Hongkong, Singapura, Jerman, Australia, Malaysia, Inggris, Perancis, Belanda Belgia, Luxemburg dan lainnya) baik yang disumbangkan dari tambak yang berpola tradisional, semi intensif, ataupun intensif juga selalu meningkatkan produk hasil panennya (Kordi, 2010).

Budidaya udang sistem ekstensif atau tradisional masih mendominasi tambak-tambak rakyat Indonesia. Sistem ini memang sangat sederhana, sehingga pengelolaannya tidak rumit namun hasilnya memang sangat rendah, antara 50-500 kg/ha/musim tanam (Kordi, 2010).

Pola usaha budidaya udang secara intensif memerlukan manajemen usaha secara lebih profesional, maka perlu mempertimbangkan suatu konsep yang matang dan kajian yang mendalam sebelum melakukan pembangunan tambak intensif. Pemeliharan udang secara intensif berarti menggunakan padat penebaran tinggi dan pemberian pakan yang bergizi tinggi. Keseimbangan ekosistem lingkungan, terutama kualitas air harus dijaga dengan baik agar tidak mendorong tersebarnya organisme-organisme perairan asing yang berdampak buruk terhadap pertumbuhan udang (Buwono, 1993).

Dalam budidaya udang semi intensif, intensif dan super intensif, ketersediaan pakan buatan berkualitas dan secara kontinu adalah hal yang penting. Pakan buatan adalah pakat yang diramu dari bahan-bahan sesuai dengan kebutuhan udang budidaya. Pakan buatan harus memenuhi standar kebutuhan nutrisi atau


(18)

gizi udang budidaya. Beberapa komponen nutrisi yang penting dan harus tersedia dalam pakan udang antara lain protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.

Sistem budidaya dengan teknologi intensif memerlukan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan sistem budidaya tradisional maupun semi intensif, karena pada sistem budidaya intensif lebih banyak menggunakan input produksi, salah satu ciri dari sistem budidaya intensif adalah padat tebar yang tinggi, sehingga penggunaan faktor produksi lainnya terutama pakan tinggi pula. Untuk menghindari penggunaan biaya yang besar maka perusahaan harus melakukan kegiatan budidaya secara efektif dan efisien (Diatin dkk, 2008).

Untuk dapat menghasilkan produksi yang optimal petani atau petambak harus melakukan penggunaan input produksi secara efisien. Dalam Soekartawi (1994) menyatakan bahwa efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Untuk tahun 2010, jumlah produksi perikanan budidaya tambak dapat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Produksi Perikanan Budidaya Tambak menurut Jenis Ikan dan Kabupaten/Kota

No. Kabupaten/Kota

Jenis Ikan (ton) Udang

Windu

Udang Vanname

Udang Putih

1. Kab. Tapanuli Tengah - 286,8 -

2. Kota Medan 327,8 - -

3. Kab. Langkat 3.410,0 10.611,5 2.813,9

4. Kab. Deli Serdang 3.473,1 1.185,3 -

5. Kab. Serdang Bedagai 724,4 4.270,6 -

6. Kab. Batubara 59,2 1.585,0 8,0

7. Kab. Asahan 12,1 - -

8. Kab. Labuhanbatu Utara - 177,0 -


(19)

Kabupaten langkat adalah wilayah pesisir timur Sumatera Utara yang disebut wilayah up land yaitu kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan daerah belakang yang berpengaruh terhadap ekosistem kawasan dibawahnya (kawasan pantai pesisir hingga laut). Pada tahun 1999 produksi perikanan laut kawasan Pantai Timur Sumatera Utara mencapai 254.140,6 ton (Sitepu, 2008).

Berdasarkan berbagai hal yang telah dikemukakan sebelumnya, Penulis merasa perlu untuk meneliti mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi udang tambak dengan budidaya intensif di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan biaya produksi pada usaha budidaya tambak udang sistem alam dan sistem intensif?

2. Bagaimana pengaruh luas lahan, pakan, padat penebaran, dan penggunaan tenaga kerja terhadap produksi tambak udang pada sistem alam dan sistem intensif?


(20)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menganalisis perbedaan biaya produksi pada usaha budidaya tambak

udang sistem alam dan sistem intensif.

2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tambak udang sistem alam dan sistem intensif.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Sebagai bahan informasi bagi petambak udang dalam upaya peningkatan produksi, umumnya petambak udang di Provinsi Sumatera Utara dan khususnya petambak udang di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. 2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi-instansi terkait dalam

melaksanakan pembangunan pertanian.

3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan dalam melakukan penelitian.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Udang adalah komoditas unggulan perikanan budidaya yang berprospek cerah. Udang termasuk komoditas budidaya yang sudah dikenal dan sangat diminati oleh masyarakat. Udang vanname dikenal sebagai komoditas budidaya air payau. Selama ini, udang vanname yang menjadi salah penghasil devisa negara non-migas banyak dibudidayakan di wadah tambak. Padahal sebenarnya udang vanname dapat dibudidayakan dengan menggunakan media air tawar dengan menggunakan metode tradisional ataupun semi intensif (Fardiansyah, 2012).

Teknik pemeliharaan udang dibagi dalam 2 jenis, yaitu sistem ekstensif atau tradisional dan sistem intensif. Yang dimaksud dengan tambak ekstensif atau tradisional adalah tambak yang sistem pengelolaannya benar-benar bergantung pada kemurahan alam. Benih udang dimasukkan ke dalam tambak bersamaan dengan pengisian air tambak. Jadi benih tersebut benar-benar dijebak dan dibiarkan dalam waktu tertentu kemudian ditangkap/dipanen. Karena itu, tambak berisi puluhan atau bahkan ratusan spesies udang dan ikan laut. Padat penebaran pada tambak tradisional ditingkatkan hingga mencapai 15 ekor/m2 dengan persiapan tambak yang baik, meliputi pengeringan, pembajakan, pemupukan dan pengapuran. Udang dapat diberi pakan tambahan secukupnya selama 3 – 4 hari sekali. Hasil panen dapat mencapai 800 – 900 kg/ha/musim (Kordi, 2010).


(22)

Tambak ekstensif atau tradisional dibangun di lahan pasang surut, yang umumnya berupa rawa-rawa bakau atau rawa-rawa pasang surut bersemak dan rerumputan. Bentuk dan ukuran luas tambak tidak teratur. Luas tambak antara 3 – 10 ha per petak tambak (Prahasta dan Hasanawi, 2009).

Tambak intensif dibuat dengan ukuran antara 0,2 – 0,5 ha per petakan tambak, untuk memudahkan pengelolaan air dan pengawasannya. Budidaya secara intensif menerapkan padat penebaran tinggi dan pengelolaan optimal. Padat penebaran udang windu antara 30 – 50 ekor/m2 dan udang vanname antara 40 – 100 ekor/m2. Pemberian pakan dilakukan 4 – 6 kali sehari. Hasil panen yang diharapkan adalah 4 – 8 ton/ha/musim untuk udang windu dan 6 – 10 ton/ha/musim untuk udang vanname (Kordi, 2010).

Salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya udang adalah pemilihan lokasi. Lahan budidaya selanjutnya akan berpengaruh terhadap tata letak dan konstruksi kolam yang akan dibuat. Lokasi untuk mendirikan lahan budidaya udang ditentukan setelah dilakukan studi dan analisis terhadap data atau informasi tentang topografi tanah, pengairan, ekosistem (hubungan antara flora dan fauna), dan iklim. Usaha budidaya yang ditunjang dengan data tersebut memungkinkan dibuat desain dan rekayasa perkolaman yang mengarah ke pola pengelolaan budidaya udang yang baik. Lokasi tambak budidaya udang vaname yang dipilih mempunyai persyaratan antara lain:

a. Lahan mendapatkan air pasang surut air laut. Tinggi pasang surut yang ideal adalah 1,5 - 2,5 meter. Pada lokasi yang pasang surutnya rendah dibawah 1 meter, maka pengelolaan air menggunakan pompa.


(23)

b. Tersedianya air tawar. Pada musim kemarau salinitas dapat naik terus apalagi jika budidaya udang dilakukan secara intensif dengan sistem tertutup sehingga air tawar diperlukan untuk menurunkan salinitas.

c. Lokasi yang cocok untuk budidaya udang pada pantai dengan tanah yang mempunyai tanah bertekstur liat atau liat berpasir.

d. Lokasi ideal terdapat jalur hijau (green belt) yang ditumbuhi hutan mangrove/bakau dengan panjang minimal 100 m dari garis pantai.

e. Keadaan sosial ekonomi mendukung untuk kegiatan budidaya udang, seperti: keamanan kondusif, asset jalan cukup baik, lokasi mudah mendapatkan sarana produksi seperti pakan, kapur, obat obatan dan lain-lain.

Benih udang atau benur (benih urang) dapat berasal dari hasil tangkapan di alam atau dari hasil pembenihan di balai benih. Benih udang vanname, karena merupakan udang introduksi, sepenuhnya berasal dari pembenihan di balai benih atau hatchri (hatchery). Bahkan untuk memproduksi benih udang vanname, induk pun sebagian besar masih diimpor dari Amerika (Kordi, 2010).

Penebaran benur dilakukan pada pagi atau sore hari setelah cuaca tidak panas lagi, hal ini dilakukan untuk mencegah kematian benur yang tinggi. Untuk mencegah agar jangan sampai terjadi kematian yang tinggi, maka diadakan adaptasi atau aklimatisasi terhadap suhu dan salinitas perairan tambak. Cara untuk melakukan aklimatisasi benur yaitu penambahan air pengangkut benih dengan air tambak secara bertahap sedikit demi sedikit, karena suhu dan salinitas dapat menyebabkan kegagalan di saat penebaran. Cara mengadaptasi benur menurut Rachmatun


(24)

(1978) dalam Sunardi (2003) adalah mula-mula air pengangkut yang berisi benur dicampur dengan air tambak sebanyak 1/5 nya, selang waktu 2 – 3 jam kemudian ditambahi lagi 1/5 nya, begitu seterusnya sampai suhu dan salinitas air tersebut sesuai kondisi air tambak. Menurut Kordi (2010), salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam air laut.

Peningkatan padat penebaran harus diikuti dengan peningkatan intensitas pengelolaannya terutama pakan dan kualitas air. Salah satu parameter penting kualitas air dalam budidaya udang adalah oksigen terlarut yang dikonsumsi udang untuk proses respirasi. Untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan oksigen terlarut dalam air tambak dilakukan pergantian air dan penggunaan kincir (Budiardi dkk, 2005).

Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam budidaya udang vanname karena menyerap 60 – 70 % dari total biaya operasional. Pemberian pakan yang sesuai kebutuhan akan memacu pertumbuhan dan perkembangan udang vanname secara optimal sehingga produktivitasnya bisa ditingkatkan. Pada prinsipnya semakin padat penebaran benih udang berarti ketersediaan pakan alami semakin sedikit dan ketergantungan pada pakan buatan pun semakin meningkat. Pemberian pakan buatan didasarkan pada sifat dan tingkah laku makan udang vanname (Nuhman, 2009).

Udang vanname mempunyai sifat mencari makan pada siang dan malam hari (diurnal dan nokturnal) dan sangat rakus. Sifat tersebut perlu untuk diketahui karena berkaitan dengan jumlah pakan dan frekuensi pemberian pakan yang akan diberikan. Untuk mengefisiensikan penggunaan pakan maka harus dibuat suatu


(25)

sistem yang dapat membuat pakan tersebut dapat optimal dimanfaatkan seluruhnya oleh udang. Pemberian pakan buatan berbentuk pelet dapat mulai dilakukan sejak benur ditebar hingga udang siap panen. Namun ukuran dan jumlah pakan yang diberikan harus dilakukan secara cermat dan tepat sehingga udang tidak mengalami kekurangan pakan (underfeeding) atau kelebihan pakan (overfeeding). Pemberian pakan dalam jumlah yang tepat dapat membuat udang tumbuh dan berkembang ke ukuran yang maksimal. Jumlah pakan harus disesuaikan dengan biomassa udang (Nuhman, 2009).

Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan ini memang banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja (Soekartawi, 1994).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusuf (2002) tentang dampak usaha tambak udang terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi (luas lahan, tenaga kerja, pakan dan bibit) yang berpengaruh nyata terhadap hasil produksi (panen) untuk jenis tambak dengan sistem pengelolaan tradisional (ekstensif) adalah bahwa faktor luas lahan dan pakan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan hasil produksi udang, sedangkan faktor tenaga kerja dan bibit mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap peningkatan hasil produksi udang. Pada tambak dengan sistem pengelolaan intensif diketahui bahwa faktor pakan dan bibit mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan hasil produksi


(26)

udang, sedangkan faktor luas lahan dan tnaga kerja mempunya pengaruh yang tidak signifikan terhadap peningkatan jumlah produksi.

Hasil penelitian Mardiana (2000) menunjukkan bahwa padat tebaran tidak memiliki pengaruh yang dominan dan secara statistik juga tidak nyata. Faktor produksi yang paling dominan pengaruhnya adalah jumlah pakan yang diberikan dan variabel ini memberikan pengaruh yang signifikan secara statistik. Penggunaan tenaga kerja walaupun mempengaruhi tetapi secara statistik variabel ini kurang nyata. Dalam pengelolaan tambak intensif ini penggunaan faktor produksi (padat penebaran, pakan dan curahan tenaga kerja) adalah efisien, karena hasil perhitungan terhadap MVP (The Marginal Value of Physical Product atau penerimaan marjinal) faktor produksi yang digunakan lebih besar dari harga faktor-faktor produksi tersebut.

Sunardi (2003) meneliti tentang analisis efisiensi faktor produksi usaha budidaya udang windu (Penaeus monodon Fabr) di Kecamatan Juwana Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada kedua sistem usaha yaitu sistem sederhana dan madya, penggunaan faktor-faktor produksi (benur, pakan, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja) secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap hasil produksi.


(27)

2.2. Landasan Teori

Konsep Produksi

Produksi adalah proses kombinasi dan koordinasi material-material dan kekuatan-kekuatan (input, faktor, sumber daya atau jasa-jasa produksi) dalam pembuatan suatu barang atau jasa (output atau produk) (Beattie dan Taylor, 1996).

Produksi dapat didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan (input). Dengan demikian, kegiatan produksi tersebut adalah mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output dan setiap variabel input dan output mempunyai nilai yang positif (Agung dkk, 2008).

Istilah produksi berlaku untuk barang maupun jasa karena istilah komoditas memang mengacu kepada barang dan jasa. Bahkan, sebenarnya perbedaan antar barang dan jasa itu sendiri, dari sudut pandang ekonomi, sangat tipis. Keduanya

sama-sama dihasilkan dengan mengerahkan modal dan tenaga kerja (Miller dan Meiners, 1997).

Produksi merupakan konsep arus (flow concept). Konsep arus di sini maksudnya adalah produksi merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkat-tingkat output per unit periode atau waktu. Sedangkan outputnya sendiri senantiasa diasumsikan konstan kualitasnya. Jadi, bila berbicara mengenai peningkatan produksi, itu berarti peningkatan tingkat output dengan mengasumsikan bahwa faktor-faktor lain yang sekiranya tidak berpengaruh tidak berubah sama sekali (konstan) (Miller dan Meiners, 1997).


(28)

Fungsi Produksi

Fungsi produksi adalah sebuah deskripsi matematis atau kuantitatif dari berbagai macam kemungkinan produksi teknis yang dihadapi oleh suatu perusahaan. Fungsi produksi memberikan output maksimum dalam pengertian fisik dari tiap-tiap tingkat input dalam pengertian fisik (Beattie dan Taylor, 1996).

Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, ...., Xn) Dimana:

Y = produk atau variabel yang dipengaruhi oleh faktor produksi X, dan X = faktor produksi atau variabel yang mempengaruhi Y

(Soekartawi, 1994).

Faktor Produksi

Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh. Hal ini disebut dengan hubungan antara input dan output. Di samping itu, dalam menghasilkan suatu produk dapat pula dipengaruhi oleh produk yang lain, bahan untuk menghasilkan produk tertentu dapat digunakan input yang satu maupun input yang lain (Suratiyah, 2009).


(29)

Dalam berbagai literatur, faktor produksi dikenal pula dengan istilah input, production factor, dan korbanan produksi. Faktor produksi memang sangat menentukan besar atau kecilnya produksi yang diperoleh. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk, dan obat-obatan, tenaga kerja, serta aspek manajemen adalah faktor produksi yang terpenting diantara faktor produksi yang lain (Soekartawi, 2002).

Pembagian faktor-faktor produksi ke dalam tanah, tenaga kerja, dan modal adalah konvensional. Sumbangan tanah adalah berupa unsur-unsur tanah yang asli dan sifat-sifat tanah yang tak dapat dirusakkan (original and indestructible properties of the soil) yang dengannya hasil pertanian dapat diperoleh. Tetapi, untuk memungkinkan diperolehnya produksi, diperlukan tangan manusia, yaitu tenaga kerja petani (labor). Akhirnya, yang dimaksud modal adalah sumber-sumber ekonomi di luar tenaga kerja yang dibuat oleh manusia (Mubyarto, 1989).

Biaya Produksi

Biaya produksi adalah jumlah uang yang dikeluarkan untuk mendapatkan sejumlah input. Biaya dari input diartikan sebagai balas jasa dari input tersebut pada pemakaian terbaiknya. Biaya produksi merupakan biaya dari semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan faktor-faktor produksi dan bahan baku yang akan digunakan untuk menghasilkan suatu produk (Sugiarto, 2002)


(30)

Berdasarkan jangka waktunya, produksi dibedakan menjadi jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek perusahaan selama proses produksinya dapat menambah salah satu faktor produksi sedangkan faktor-faktor produksi lainnya dianggap konstan. Ini artinya sebagian faktor produksi tidak dapat ditambah. Sedangkan dalam jangka panjang perusahaan dapat merubah atau menambah semua faktor produksi yang digunakannya (Sugiarto, 2002).

Biaya produksi pada dasarnya terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tidak tergantung dari banyak sedikitnya jumlah output. Bahkan bila untuk sementara produksi dihentikan, biaya tetap ini harus tetap dikeluarkan dalam jumlah yang sama. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah-ubah tergantung dari banyak sedikitnya output yang dihasilkan. Semakin besar jumlah output semakin besar pula biaya variabel yang harus dikeluarkan. Biaya total produksi adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk. Dengan kata lain, biaya total produksi adalah penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel (Agung, 2008).


(31)

2.3. Kerangka Pemikiran

Udang merupakan komoditas primadona dalam bidang perikanan yang dapat meningkatkan devisa negara melalui ekspor komoditas perikanan. Tingginya permintaan akan udang didalam dan diluar negeri menjadikan Indonesia sebagai pengirim udang terbesar di dunia karena banyak terdapat usaha budidaya udang di Indonesia.

Dalam usaha budidaya tambak terdapat beberapa teknik pemeliharaan, diantaranya adalah sistem ekstensif atau tradisional dan sistem intensif. Sistem ekstensif atau tradisional adalah teknik pemeliharaan yang bergantung pada alam, yaitu bergantung pada pasang surut air laut. Sedangkan sistem intensif adalah sistem dengan padat penebaran yang tinggi. Dan biasanya jumlah produksi udang dengan budidaya sistem ekstensif lebih rendah dibandingkan dengan sistem intensif.

Dalam melakukan usaha budidaya udang dibutuhkan berbagai faktor-faktor produksi (input) yang dapat meningkatkan produksi udang (output). Faktor-faktor produksi tersebut adalah luas lahan tambak, pakan, padat penebaran udang, penggunaan tenaga kerja dan teknologi, dimana faktor-faktor produksi tersebut menjadi biaya dalam usaha budidaya udang. Peningkatan produktivitas juga dibutuhkan agar dapat meningkatkan produksi udang sehingga dapat memenuhi kebutuhan permintaan dalam negeri maupun ekspor.


(32)

Pengetahuan tentang faktor-faktor produksi atau variabel-variabel yang mempengaruhi dalam usaha budidaya udang dapat menghasilakn efisiensi pada komponen-komponen tertentu. Faktor-faktor produksi tersebut dapat mengoptimalkan hasil produksi (output). Secara skematis kerangka pemikiran tersebut digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

                   

Keterangan:

: menyatakan hubungan

Biaya Produksi Biaya Produksi

Faktor-Faktor Produksi 1. Luas Lahan 2. Pakan 3. Padat Tebar 4. Tenaga Kerja

Sistem Intensif

Faktor-Faktor Produksi 1. Luas Lahan 2. Pakan 3. Padat Tebar 4. Tenaga Kerja

Sistem Alam

Budidaya Tambak Udang


(33)

2.4. Hipotesis

1. Ada perbedaan biaya produksi pada usaha tambak udang sistem alam dan sistem intensif.

2. Luas lahan, pakan, padat penebaran, dan penggunaan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi tambak udang sistem alam dan sistem intensif.


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive sampling atau secara sengaja, yaitu teknik penentuan sampel data dilakukan dengan pertimbangan tertentu yang telah dibuat terhadap obyek yang sesuai dengan tujuan (Sugiyono, 2010). Pertimbangan ini didasarkan karena Kecamatan Secanggang memiliki luas usaha budidaya tambak terbesar di Kabupaten Langkat. Adapun luas lahan usaha budidaya tambak di Kabupaten Langkat disajikan dalam Tabel 2. berikut.

Tabel 2. Luas Areal Usaha Budidaya Tambak menurut Kecamatan di Kabupaten Langkat

No Kecamatan Luas Lahan Tambak (ha)

1. Secanggang 435,63

2. Tanjung Pura 343,38

3. Gebang 328

4. Babalan 131,61

5. Sei Lepan 47,25

6. Brandan Barat 67,65

7. Besitang 40,49

8. Pangkalan Susu 431,53

9. Pematang Jaya 39,50

Jumlah 1.865,03 Sumber: DKP Kabupaten Langkat, 2010

3.2. Metode Penentuan Sampel

Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah metode sensus, yaitu seluruh populasi merupakan sampel dalam penelitian ini, dimana terdapat 7 petambak usaha budidaya tambak udang dengan sistem intensif dan 16 petambak yang melakukan usaha budidaya tambak udang dengan sistem alam atau tradisional.


(35)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data sekunder yang berhubungan dengan penelitian diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Langkat dan Badan Pusat Statistik Sumatera Utara serta instansi terkait lainnya.

3.4. Metode Analisis Data

Untuk menguji hipotesis 1, menggunakan persamaan total biaya yaitu:

TC = FC + VC

dimana:

TC = total biaya (total cost) FC = biaya tetap (fixed cost)

VC = biaya variabel (variable cost)

Untuk menguji beda rata-rata setiap variabel produksi baik sistem alam maupun sistem intensif, dan yang akan digunakan uji beda rata-rata (Compare Means) T-test, karena yang diukur adalah sampel bukan populasi.

Uji beda rata-rata (Compare Means) T-test terdiri dari: 1. One sample T-test : digunakan untuk satu kasus sampel.

2. Two sample T-test : digunakan untuk menguji rerata (mean) dua sampel, terbagi 2 macam, yaitu:


(36)

Paired sample T-test : digunakan untuk dua sampel yang berhubungan/berpasangan.

Independent sample T-test : digunakan untuk dua sampel yang tidak berhubungan/berpasangan.

3. One-way ANOVA : digunakan untuk analisis variansi satu variabel independen.

Dalam penelitian ini yang akan dibandingkan adalah rata-rata biaya produksi dari faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tambak udang dengan sistem alam dan sistem intensif. Adapun jumlah sampel untuk sistem alam adalah 16 dan untuk sistem intensif adalah 7. Karena berasal dari dua sampel yang berbeda dan sistem produksi yang berbeda, maka uji beda rata-rata yang digunakan dalam penelitian ini adalah Independent sample T-test.

Untuk tes signifikansinya dapat digunakan tabel kritik F dengan terlebih dahulu menetapkan derajat kebebasannya, yaitu menggunakan ketentuan sebagai berikut (n1-1) dan (n2-1). Jika F observasi harganya lebih kecil dari pada harga kritik F dalam tabel dengan tingkat kepercayaan 95% (taraf signifikansi 0,05), maka varians-varians tersebut adalah homogen, dan sebaliknya jika F observasi lebih besar dari pada harga F dalam tabel maka dapat dipastikan varians sampel tersebut adalah heterogen.

Perhitungan varians dilakukan dengan rumus:

S1

2

=

(X

i1

X

1

)

2

S2

2

=

(X

i2

X

2

)

2

n1 - 1 1

n2 - 1 1


(37)

Bila dalam uji beda rata-rata metode Independent sample T-test memiliki varians yang heterogen maka digunakan rumus:

t =

Dimana:

X1 = rata-rata sampel tambak sistem alam X2 = rata-rata sampel tambak sistem intensif S12 = varians sampel tambak sistem alam S22 = varians sampel tambak sistem intensif n1 dan n2 = jumlah sampel

Sedangkan uji statistik Independent sample T-test varians yang homogen digunakan rumus:

t =

Dimana:

X1 = rata-rata sampel tambak sistem alam X2 = rata-rata sampel tambak sistem intensif

X1² = jumlah kuadrat sampel tambak sistem alam

X2² = jumlah kuadrat sampel tambak sistem intensif n1 dan n2 = jumlah sampel

Kriteria Uji dengan 2 Pihak:

-(ttabel)  thitung  ttabel H0 diterima thitung  -(ttabel) atau thitung  ttabel H1 diterima

X1  X2

S12/n1S22/n2

X1  X2


(38)

Jika:

H0 : µ1 = µ2 atau µ1  µ2 = 0 H1 : µ1  µ2 atau µ1  µ2  0

Keterangan:

µ1 = rata-rata variabel I (usaha tambak udang dengan sistem alam) µ2 = rata-rata variabel II (usaha tambak udang dengan sistem intensif)

Untuk menguji hipotesis 2, menggunakan fungsi produksi dengan model:

Y = f(X1, X2, X3, X4)

Fungsi produksi ditransformasikan menjadi model persamaan regresi linier berganda sebagai berikut.

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4

Dimana:

Y = produksi tambak udang (kg/musim panen) X1 = luas lahan (ha)

X2 = pakan (kg/ha)

X3 = padat penebaran (ekor/luas lahan) X4 = curahan tenaga kerja (HOK/ha) b0 = koefisien intersep atau konstanta


(39)

Uji Asumsi Ordinary Least Square (OLS)

1. Uji asumsi multikolinearitas

Uji asumsi multikolinearitas dimaksudkan untuk menghindari adanya hubungan yang linear antar variabel bebas. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan beberapa metode, diantaranya adalah dengan melihat:

 Jika nilai koefisien determinasi (R2) tinggi; dalam uji serempak (F-test), variabel-variabel eksogen secara serempak berpengaruh nyata terhadap variabel endogen; tetapi dalam uji parsial (t-test), variabel-variabel eksogen secara parsial banyak yang tidak berpengaruh nyata terhadap variabel endogen, maka hal ini mengindikasikan terjadinya multikolinearitas.

 Melihat nilai standard error. Nilai standard error yang besar mengindikasikan terjadinya multikolinearitas.

 Jika nilai Toleransi (Tolerance) kurang dari 0,1 atau nilai VIF (Variance Inflation Factor) melebihi 10 mengindikasikan terjadinya multikolinearitas.  Terdapat koefisien korelasi sederhana yang mencapai atau melebihi 0,8 jika

nilai F-hitung melebihi F-tabel dari regresi antar variabel bebas (Nachrowi dan Usman, 2002)

2. Uji asumsi heteroskedastisitas

Salah satu asumsi yang penting dari model regresi linier klasik adlah bahwa gangguan (disturbance) atau residual yang muncul dalam fungsi regresi populasi adalah homoskedastik. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain dalam model regresi. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut


(40)

heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas (Gujarati, 1995). Cara mendeteksi terjadinya heteroskedastisitas dalam model regresi dengan Program SPSS adalah dengan analisis grafik. Analisis grafik dilakukan dengan cara melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel endogen, yaitu Y: ZPRED dengan residualnya X: SRESID. Dengan kriteria uji sebagai berikut.

 Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit): terjadi heteroskedastisitas.

 Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y: tidak terjadi heteroskedastisitas (Walpole, 1992).

3. Uji asumsi normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Cara mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak dalam model regresi dengan Program SPSS adalah sebagai berikut.

 Analisis grafik

Analisis grafik dilakukan dengan cara melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal dan melihat normal probability plot yang membandingkan


(41)

distribusi kumulatif dari distribusi normal. Dengan kriteria uji sebagai berikut.

 Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola berdistribusi normal: data residual model terdistribusi normal.

 Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola berdistribusi normal: data residual model tidak terdistribusi dengan normal.

 Uji Kolmogorov-Smirnov

Konsep dasar uji Kolmogorov-Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data yang akan diuji normalitasnya dengan distribusi normal baku. Cara melakukan Uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut.

a. Lakukan regresi utama OLS.

b. Dapatkan variabel residual (RES_i) dengan mengaktifkan Unstandardized Residual.

c. Dari menu utama, pilih menu Analyze, lalu pilih Nonparametric Test. d. Pilih sub-menu 1-Sample K-S.

e. Pada kotak Test Variable List, isi Unstandardized Residual, dan aktifkan Test Distribution pada kotak Normal.


(42)

Dengan kriteria sebagai berikut.

 Jika signifikansi > α : tidak ada perbedaan antara distribusi residual dengan distribusi normal, data residual model berdistribusi normal.

 Jika signifikansi  α : ada perbedaan antara distribusi residual dengan distribusi normal, data residual model tidak berdistribusi normal.

Uji Kesesuaian (test goodness of fit) model dan uji hipotesis

Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit-nya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik disebut signifikansi secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana H0 ditolak). Sebaliknya, disebut tidak signifikansi apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima (Ghozali, 2006). Koefisien yang dihasilkan dapat dilihat pada output regresi berdasarkan data yang dianalisis untuk kemudian diinterpretasikan serta dilihat signifikansi tiap-tiap variabel yang diteliti.

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variansi variabel endogen. Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui kekuatan variabel-variabel eksogen dalam menjelaskan variabel endogen.


(43)

1. Uji pengaruh variabel secara serempak (Uji F)

Uji F digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model mempunyai pengaruh secara serempak terhadap variabel terikat. Dengan kriteria sebagai berikut.

Jika Fhitung  Ftabel atau jika signifikansi F  α : H0 diterima Jika Fhitung  Ftabel atau jika signifikansi F  α : H1 diterima

Dimana:

H0 : variabel luas lahan, pakan, padat penebaran dan curahan tenaga kerja secara serempak tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tambak udang.

H1 : variabel luas lahan, pakan, padat penebaran dan curahan tenaga kerja secara serempak berpengaruh nyata terhadap produksi tambak udang.

2. Uji pengaruh variabel secara parsial (Uji t)

Uji t (t-test) pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara parsial dalam menerangkan variasi variabel terikat. Dengan kriteria uji sebagai berikut.

Jika thitung  ttabel atau jika signifikansi t  α : H0 diterima Jika thitung  ttabel atau jika signifikansi t  α : H1 diterima

Dimana:

H0 : variabel luas lahan, pakan, padat penebaran dan curahan tenaga kerja secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tambak udang.

H1 : variabel luas lahan, pakan, padat penebaran dan curahan tenaga kerja secara parsial berpengaruh nyata terhadap produksi tambak udang.


(44)

3.5. Definisi dan Batasan Operasional

Untuk mencegah kekeliruan dan kesalahpahaman dalam penafsiran penelitian ini, maka digunakan definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1. Definisi

1. Sistem alam adalah usaha budidaya tambak dengan bergantung pada pasang surut air laut.

2. Sistem intensif adalah usaha budidaya tambak dengan menerapkan padat penebaran yang tinggi.

3. Produksi udang adalah hasil panen udang dalam satu kali periode produksi yang dihitung dalam satuan kilogram (kg/musim panen).

4. Faktor produksi (input) adalah sesuatu yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output.

5. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses budidaya udang tambak.

6. Luas lahan adalah luas petakan tambak yang digunakan untuk usaha budidaya udang vanname yang dihitung dalam satuan meter persegi (m2).

7. Pakan adalah pakan yang diberikan untuk pemeliharaan udang yang dihitung selama satu periode produksi dalam satuan kilogram (kg).

8. Padat penebaran adalah banyaknya benur (dalam satuan ekor) yang dibudidayakan dalam satuan luas petakan tambak.

9. Penggunaan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan selama proses produksi yang dihitung dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK).


(45)

3.5.2. Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah usaha budidaya udang tambak dengan sistem alam dan sistem intensif yang terdapat di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.

2. Sampel penelitian adalah petambak yang membudidayakan udang vanname. 3. Waktu penelitian adalah pada tahun 2013.


(46)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Letak Geografis

Kecamatan Secanggang terletak pada garis 03º46’17” 03º57’30” Lintang Utara dan 98º27’45”  98º39’40” Bujur Timur. Luas keseluruhan wilayah Kecamatan Secanggang adalah 23.119 ha (231,19 km²) yang terdiri dari 12 desa. Kecamatan Secanggang memiliki batasan wilayah dengan daerah lain yaitu:

Sebelah Utara : Selat Malaka Sebelah Selatan : Kecamatan Stabat

Sebelah Barat : Kecamatan Hinai dan Kecamatan Tanjung Pura Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang

Kecamatan Secanggang berada pada ketinggian 4 meter dari permukaan laut dengan curah hujan tertinggi tercatat 210 mm dengan lamanya hari hujan sebanyak 19 hari (Kecamatan Secanggang Dalam Angka, 2012).

Desa yang paling luas diantara 12 desa yang ada di Kecamatan Secanggang adalah desa Selotong yang memiliki luas sebesar 46,17 km². Luasan desa ini adalah 19,97% dari keseluruhan luas Kecamatan Secanggang. Luas wilayah menurut desa/kelurahan di Kecamatan Secanggang tahun 2011 disajikan pada Tabel 3. berikut.


(47)

Tabel 3. Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Secanggang Tahun 2011

No. Desa/Kelurahan Luas (km²)

Rasio terhadap Total Luas Kecamatan (%)

1. Kepala Sungai 9,46 4,09

2. Perkotaan 8,60 3,72

3. Teluk 9,40 4,07

4. Cinta Raja 17,88 7,73

5. Telaga Jernih 12,95 5,60

6. Karang Gading 10,08 4,36

7. Kuala Besar 17,35 7,50

8. Selotong 46,17 19,97

9. Secanggang 12,51 5,41

10. Tanjung Ibus 24,91 10,77

11. Hinai Kiri 4,25 1,84

12. Kebun Kelapa 7,05 3,05

13. Sungai Ular 10,79 4,67

14. Jaring Halus 10,69 4,62

15. Karang Anyer 6,94 3,00

16. Pantai Gading 17,35 7,50

17. Suka Mulia 4,81 2,08

Jumlah 231,19 100,00 Sumber: Kecamatan Secanggang Dalam Angka, 2012

4.1.2. Keadaan Daerah

1. Kependudukan

Jumlah penduduk di Kecamatan Secanggang pada tahun 2011 adalah sebesar 65.909 jiwa yang terdiri dari 33.223 jiwa penduduk laki-laki dan 32.686 jiwa penduduk perempuan. Sebanyak 65.909 jiwa penduduk Kecamatan Secanggang menyebar di 17 desa. Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk menurut desa/kelurahan di Kecamatan Secanggang tahun 2011 disajikan pada Tabel 4. berikut.


(48)

Tabel 4. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Secanggang Tahun 2011

No. Desa/Kelurahan Luas (km²)

Penduduk (jiwa)

Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)

1. Kepala Sungai 9,46 5.463 577

2. Perkotaan 8,60 2.061 240

3. Teluk 9,40 4.831 514

4. Cinta Raja 17,88 1.057 59

5. Telaga Jernih 12,95 5.171 399

6. Karang Gading 10,08 6.225 618

7. Kuala Besar 17,35 1.203 69

8. Selotong 46,17 4.370 95

9. Secanggang 12,51 6.065 485

10. Tanjung Ibus 24,91 4.771 192

11. Hinai Kiri 4,25 4.941 1163

12. Kebun Kelapa 7,05 2.630 373

13. Sungai Ular 10,79 2.449 227

14. Jaring Halus 10,69 2.947 276

15. Karang Anyer 6,94 4.703 678

16. Pantai Gading 17,35 3.643 210

17. Suka Mulia 4,81 3.379 702

Jumlah 231,19 65.909 285 Sumber: Kecamatan Secanggang Dalam Angka, 2012

Desa dengan penduduk terpadat di Kecamatan Secanggang adalah Desa Hinai kiri, yaitu dengan kepadatan sebesar 1.163 jiwa/km². Desa Hinai Kiri memiliki luas wilayah sebesar 4,25 km² dan jumlah penduduk sebesar 4.941 jiwa. Sedangkan desa dengan penduduk terjarang di Kecamatan Secanggang adalah Desa Cinta Raja, dengan kepadatan penduduk sebesar 59 jiwa/km².

Berdasarkan perbandingan menurut suku bangsa, Suku Jawa mendominasi di Kecamatan Secanggang dalam persentase sebesar 63,94% pada tahun 2011, yang diikuti oleh Suku Melayu dengan persentase sebesar 20,06%. Sementara Suku Karo, Simalungun dan Tapanuli serta Madina berjumlah sebanyak 1,84%.


(49)

Distibusi penduduk berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Secanggang tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 5. berikut.

Tabel 5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan Secanggang Tahun 2011

No. Desa/Kelurahan Laki - Laki Perempuan Jumlah (jiwa)

1. Kepala Sungai 2.775 2.688 5.463

2. Perkotaan 1.031 1.030 2.061

3. Teluk 2.461 2.370 4.831

4. Cinta Raja 542 515 1.057

5. Telaga Jernih 2.633 2.538 5.171

6. Karang Gading 3.149 3.076 6.225

7. Kuala Besar 603 600 1.203

8. Selotong 2.195 2.175 4.370

9. Secanggang 3.085 2.980 6.065

10. Tanjung Ibus 2.432 2.339 4.771

11. Hinai Kiri 2.428 2.513 4.941

12. Kebun Kelapa 1.293 1.337 2.630

13. Sungai Ular 1.211 1.328 2.449

14. Jaring Halus 1.482 1.465 2.947

15. Karang Anyer 2.374 2.329 4.703

16. Pantai Gading 1.834 1.809 3.643

17. Suka Mulia 1.695 1.684 3.379

Jumlah 33.223 32.686 65.909

Sumber: Kecamatan Secanggang Dalam Angka, 2012

Dari 17 desa yang ada di Kecamatan Secanggang terdapat 2 desa dengan distribusi penduduk perempuan lebih banyak dari penduduk laki – laki, yaitu Desa Kebun Kelapa dan Desa Sungai Ular. Desa Kebun Kelapa terdapat 1.293 jiwa penduduk laki – laki dan 1.337 jiwa penduduk perempuan. Sedangkan Desa Sungai Ular terdapat 1.211 jiwa penduduk laki – laki dan 1.328 jiwa penduduk perempuan.


(50)

2. Pendidikan

Pada tahun 2011, Kecamatan Secanggang memiliki 47 sekolah tingkat dasar dengan jumlah guru adalah 611 orang dan jumlah murid sebanyak 9.891 orang. Jumlah sekolah menengah pertama terdapat 13 SMP dengan jumlah guru adalah 228 orang dan jumlah murid adalah 2.850 orang. Jumlah sekolah menengah atas sebanyak 8 SMP dengan jumlah guru adalah 120 orang dan jumlah murid adalah 1.127 orang (Kecamatan Secanggang Dalam Angka, 2012).

3. Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia. Dengan tersedianya sarana dan prasarana kesehatan, sangat membantu dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat. Pada tahun 2011 terdapat 1 rumah sakit di Kecamatan Secanggang. Terdapat 3 buah puskesmas, 10 buah puskesmas pembantu, 2 buah poliklinik, dan 64 buah posyandu. Tenaga medis Pemerintah yang tersedia di Kecamatan Secanggang berjumlah 9 orang dokter, 49 orang bidan, 33 orang perawat dan 49 dukun bayi.

4. Pertanian

Sekor pertanian terdiri dari sub sektor tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Selain sub sektor perkebunan, kehutanan dan perikanan, sub sektor peternakan dan tanaman bahan makanan sangat potensi untuk dikembangkan di Kecamatan Secanggang. Populasi ternak besar dan kecil sangat potensi untuk dikembangkan. Selama kurun waktu 2009 – 2011, populasi ternak besar meningkat sebesar 12,13% dan ternak kecil meningkat sebesar 9,94%. Sub sektor tanaman bahan pangan mencakup tanaman padi, palawija dan hortikultura.


(51)

4.2. Karakteristik Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah petambak yang mengusahakan budidaya tambak udang sistem alam dan intensif di Kecamatan Secanggang, yaitu 16 orang petambak sistem alam dan 7 orang petambak sistem intensif. Karakteristik petambak meliputi umur, lama berusaha tambak, luas lahan, dan jumlah produksi.

1. Umur

Distribusi sampel (petambak) berdasarkan umur di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. berikut.

Tabel 6. Distribusi Petambak Sampel Berdasarkan Umur

No. Kelompok Umur (Tahun)

Sistem Alam Sistem Intensif Jumlah

(jiwa)

Persentase (%)

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

1. 30 – 35 1 6,25 - 0

2. 36 – 40 7 43,75 1 14,3

3. 41 – 45 4 25 2 28,5

4. 46 – 50 2 12,5 3 42,9

5. 51 – 55 2 12,5 1 14,3

Jumlah 16 100 7 100

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 1 dan 2), 2013

Tabel 6. menunjukkan bahwa kelompok umur petambak sampel dengan jumlah terbanyak untuk budidaya dengan sistem alam adalah kelompok umur 36 – 40 tahun yaitu sebanyak 7 jiwa (43,75%). Kelompok umur dengan jumlah terkecil adalah 30 – 35 tahun yaitu sebanyak 1 jiwa (6,25%). Kelompok umur petambak sampel dengan jumlah terbanyak untuk budidaya dengan sistem intensif adalah kelompok umur 46 – 50 tahun yaitu sebanyak 3 jiwa (42,9%).


(52)

2. Lama Berusaha Tambak

Karakteristik petambak sampel berdasarkan lama berusaha tambak dengan budidaya sistem alam dan intensif disajikan pada Tabel 7. berikut.

Tabel 7. Distribusi Petambak Sampel Berdasarkan Lama Usaha

No. Lama Usaha (Tahun)

Sistem Alam Sistem Intensif Jumlah (jiwa) Persentase (%) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. 1 – 5 4 25 3 42,9

2. 6 – 10 12 75 4 57,1

Jumlah 16 100 7 100

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 1 dan 2), 2013

Berdasarkan Tabel 7. dapat dilihat bahwa 75% petambak sampel telah mengusahakan budidaya tambak dengan sistem alam selama 6 – 10 tahun yaitu sebanyak 12 jiwa. Petambak sampel yang telah mengusahakan budidaya tambak dengan sistem intensif selama 6 – 10 tahun sebanyak 4 jiwa (57,1%).

3. Luas Lahan Tambak

Luas lahan tambak di daerah penelitian sebesar 2 – 16 ha, dengan rata-rata 6,8125 ha untuk tambak alam dan rata-rata 5,714 ha untuk tambak intensif. Distribusi luas lahan di Kecamatan Secanggang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Distribusi Petambak Sampel Berdasarkan Luas Lahan

No. Luas Lahan (ha)

Sistem Alam Sistem Intensif Jumlah (jiwa) Persentase (%) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. 1 – 4 3 18,75 2 28,6

2. 5 – 8 10 62,5 5 71,4

3. 9 – 12 2 12,5 - 0

4. 13 – 16 1 6,25 - 0

Jumlah 16 100 7 100


(53)

Tabel 8. menunjukkan bahwa petambak sampel yang memiliki luas lahan 1 – 4 ha untuk tambak sistem alam dan sistem intensif masing – masing sebanyak 3 jiwa (18,75%) dan 2 jiwa (28,6%). Petambak sampel yang memiliki luas lahan 5 – 8 ha adalah sebanyak 10 jiwa (62,5%) untuk tambak sistem alam dan 5 jiwa (71,4%) untuk tambak sistem intensif. Tambak sistem alam dengan luas lahan 9 – 12 ha dimiliki petambak sampel sebanyak 2 jiwa (12,5%) dan luas lahan 13 – 16 ha dimiliki sebanyak 1 jiwa petambak sampel (6,25%).

4. Produksi

Jumlah produksi udang tambak bervariasi dikarenakan perbedaan luas lahan dan jumlah benur yang ditebar. Jumlah produksi udang berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Tabel 9. berikut.

Tabel 9. Distribusi Produksi Udang Tambak Dalam Satu Kali Musim Panen

No. Produksi (kg)

Sistem Alam Sistem Intensif Jumlah

(jiwa)

Persentase (%)

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

1. 100 – 250 1 6,25 - 0

2. 300 – 450 9 56,25 - 0

3. 500 – 650 3 18,75 - 0

4. 700 – 850 3 18,75 7 100

Jumlah 16 100 7 100

Sumber: Analisis Data Primer (Lampiran 1 dan 2), 2013

Berdasarkan Tabel 9. dapat dilihat bahwa produksi tertinggi yaitu 700 – 850 kg dalam satu kali musim panen diperoleh oleh petambak sampel yang mengusahakan budidaya sistem alam sebanyak 3 jiwa (18,75%). Petambak sampel yang mengusahakan budidaya sistem intensif memperoleh produksi sebesar 700 – 850 kg dalam satu kali musim panen adalah sebanyak 7 jiwa (100%).


(54)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Perbedaan Biaya Produksi Tambak Udang Sistem Alam dan Sistem Intensif

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan biaya produksi pada usaha budidaya tambak udang sistem alam dan sistem intensif digunakan analisis uji beda rata-rata dengan metode Independent Sample T Test (uji beda rata-rata). Hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.

Sebelum melakukan uji Independent Sample T Test, sebaiknya dilakukan uji Levene’s (uji Homogenitas). Hal ini dilakukan untuk menentukan penggunaan Equal Variance Assumed (diasumsikan jika varian sama) dan Equal Variance Not Assumed (diasumsikan jika varian berbeda).

Kriteria pengujian uji Homogenitas berdasarkan signifikansi, yaitu jika nilai signifikansi > 0,05 maka kelompok data memiliki varian yang sama dan jika nilai signifikansi < 0,05 maka kelompok data memiliki varian yang berbeda. Nilai signifikansi yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah diuji dengan uji Independent Sample T Test disajikan pada Lampiran 15. Dapat dilihat bahwa nilai signifikansi yang diperoleh adalah 0,198, dengan demikian signifikansi > 0,05 (0,198 > 0,05). Dapat disimpulkan bahwa kelompok data memiliki varian yang sama.


(55)

Tabel 10. Hasil Uji Independent Sample T Test Biaya Produksi Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem Alam dan Sistem Intensif

Variabel Nilai

Equal Variances Assumed

Sig. (2-tailed) 0,000

Df 21

Ttabel (0,95) 2,080

T hitung -8,032 Rata-rata Biaya Produksi Sistem Alam 11.635.000

Rata-rata Biaya Produksi Sistem Intensif 19.596.285 Sumber: Analisis Data Primer, 2013

Tabel 10. menunjukkan bahwa nilai Thitung adalah -8,032 dan nilai Ttabel adalah 2,080. Jika Thitung < -Ttabel atau Thitung > Ttabel maka H1 terima. Dapat dilihat bahwa Thitung < -Ttabel (-8,032 < -2,080), dengan demikian pada tingkat kepercayaan 95% (nilai signifikansi 0,05) hipotesis 1 yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan biaya produksi pada usaha budidaya tambak udang sistem alam dan sistem intensif di daerah penelitian diterima.

Untuk melihat nyata atau tidak perbedaan tersebut, dapat dilihat dari nilai signifikansi. Pada Tabel 10. dapat dilihat nilai Sig.(2-tailed) adalah 0,000, yang berarti nilai signifikansi (0,000) < α (0,05). Dengan demikian terdapat perbedaan yang nyata pada biaya produksi usaha budidaya tambak udang sistem alam dan sistem intensif.

Secara sederhana perbedaan biaya produksi usaha budidaya tambak udang sistem alam dan sistem intensif dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 14. Pada Lampiran 6 dapat dilihat bahwa rataan total biaya produksi dalam satu kali musim panen untuk usaha budidaya tambak udang sistem alam adalah Rp11.635.000,


(56)

sedangkan pada Lampiran 14 rataan total biaya produksi untuk usaha budidaya sistem intensif adalah Rp19.596.286 yang berarti bahwa biaya produksi untuk budidaya sistem intensif lebih tinggi dibandingkan dengan biaya produksi untuk budidaya sistem alam.

Perbedaan tersebut dikarenakan bahwa pada usaha budidaya tambak udang sistem intensif lebih mengutamakan pada banyaknya benur yang ditebar dalam satu kali musim panen dan adanya penggunaan pakan dan pupuk untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi sedangkan pada usaha budidaya tambak udang sistem alam tidak ada menggunakan pupuk untuk tambahan nutrisi tambak serta penggunaan pakan lebih sedikit dibandingkan dengan sistem intensif karena pada usaha sistem alam petambak hanya memanfaatkan pakan alami yang terdapat di tambak.

5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tambak Udang Sistem Alam dan Sistem Intensif

5.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tambak Udang Sistem Alam

Jumlah produksi usaha budidaya udang tambak sistem alam di Kecamatan Secanggang dianalisis dengan metode analisis regresi linier berganda. Jumlah produksi tambak udang (Y) diduga dipengaruhi oleh luas lahan tambak (X1), penggunaan pakan (X2), padat penebaran benur (X3) dan penggunaan tenaga kerja (X4).


(57)

Uji asumsi Ordinary Least Square (OLS)

Sebelum dilakukan uji kesesuaian (goodness of fit) model, perlu dilakukan uji asumsi untuk mendeteksi terpenuhinya asumsi-asumsi dalam model regresi linier jumlah produksi usaha budidaya tambak udang sistem alam yang dispesifikasi. Hasil pengujian asumsi klasik diuraikan pada bagian berikut.

1. Uji Asumsi Multikolinearitas

Hasil uji asumsi multikolinearitas untuk model jumlah produksi usaha budidaya tambak udang sistem alam disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. menunjukkan bahwa masing-masing variabel eksogen memiliki nilai toleransi (tolerance) lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF lebih kecil dari 10. Hal ini menunjukkan tidak terjadinya multikolinearitas. Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi linier jumlah produksi usaha budidaya tambak udang sistem alam terbebas dari masalah multikolinearitas.

Tabel 11. Hasil Uji Asumsi Multikolinearitas Model Jumlah Produksi Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem Alam Menggunakan Statistik Kolinearitas

No. Variabel Eksogen Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1. Luas Lahan (ha) 0,316 3,168

2. Pakan (kgha) 0,577 1,733

3. Padat Tebar (ekor/luas lahan) 0,258 3,874

4. Tenaga Kerja (HOK/ha) 0,492 2,033


(58)

2. Uji Asumsi Heteroskedastisitas

Gambar 2. Grafik Uji Asumsi Heteroskedastisitas Model Jumlah Produksi Tambak Udang Sistem Alam

Sumber: Analisis Data Primer, 2013

Hasil uji asumsi heteroskedastisitas dengan menggunakan analisis grafik untuk model jumlah produksi usaha budidaya tambak udang sistem alam dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan bahwa penyebaran titik-titik varian residual adalah sebagai berikut.

a. Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0. b. Titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.

c. Penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola bergelombang menyebar kemudian menyempit dan melebar kembali.


(59)

Hal ini menunjukkan tidak terjadinya heteroskedastisitas. Maka dapat dinyatakan bahwa model regresi linier jumlah produksi tambak udang sistem alam terbebas dari masalah heteroskedastisitas.

3. Uji Asumsi Normalitas a. Analisis Grafik

Gambar 3. Grafik Uji Asumsi Normalitas Model Jumlah Produksi Tambak Udang Sistem Alam


(60)

Gambar 4. Histogram Normalitas Model Jumlah Produksi Tambak Udang Sistem Alam

Sumber: Analisis Data Primer, 2013

Hasil uji asumsi normalitas residual model jumlah produksi usaha budidaya tambak udang sistem alam dengan menggunakan analisis grafik disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4. Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa data terlihat menyebar mengikuti garis diagonal dan diagram histogram yang tidak condong ke kiri maupun ke kanan.

Hal ini menunjukkan bahwa data residual model terdistribusi dengan normal. Maka dapat dinyatakan bahwa model regresi linier jumlah produksi usaha budidaya tambak udang sistem alam memenuhi asumsi normalitas.


(61)

b. Uji Kolmogorov-Smirnov

Hasil uji asumsi normalitas residual model jumlah produksi usaha budidaya tambak udang sistem alam dengan menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. menunjukkan bahwa nilai signifikansi Kolmogorov-Smirnov pada kolom Asymp. Sig. (2-tailed) adalah sebesar 0,983. Nilai yang diperoleh lebih besar dari probabilitas kesalahan yang ditolerir, yaitu α 5% atau 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara distribusi residual dengan distribusi normal. Maka dapat disimpulkan bahwa data residual model berdistribusi normal dan model regresi linier jumlah produksi usaha budidaya tambak udang sistem alam memenuhi asumsi normalitas.

Tabel 12. Hasil Uji Asumsi Normalitas Model Jumlah Produksi Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem Alam Menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov

Keterangan N Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

UnstandardizedResidual 16 0.462 0.983

Sumber: Analisis Data Primer, 2013

Uji kesesuaian (test goodness of fit) model dan uji hipotesis

Setelah dilakukan uji asumsi, maka dilakukan uji kesesuaian model dan uji hipotesis. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah produksi usaha budidaya tambak udang sistem alam disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. menunjukkan bahwa terdapat empat variabel yang berpengaruh terhadap jumlah produksi usaha budidaya tambak udang sistem alam (Y), yaitu luas lahan usaha tambak (X1), penggunaan pakan (X2), padat tebar (X3) dan penggunaan tenaga kerja (X4).


(62)

Tabel 13. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem Alam

No. Variabel Koefisien

Regresi Thitung Sig. 5%

Konstanta -118,689 -0,863 0,407

1. Luas Lahan (ha) 17,717 1,844 0,092 TN

2. Pakan (kg/ha) 2,900 1,996 0,071 TN

3. Padat Tebar (ekor/luas lahan) 0,002 2,630 0,023 N

4. Tenaga Kerja (HOK/ha) 1,718 0,726 0,483 TN

R2 0,883

Fhitung 20,817

Signifikansi F 0,000

Keterangan:

TN = Tidak berpengaruh nyata N = Berpengaruh nyata

Sumber: Analisis Data Primer, 2013

Untuk mempermudah pembacaan hasil dan interpretasi analisis regresi, maka digunakan bentuk persamaan yang berisi konstanta dan koefisien-koefisien regresi yang didapat dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan sebelumnya. Persamaan regresi faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah produksi usaha budidaya tambak udang sistem alam adalah sebagai berikut.

Y = -118,689 17,717X1 2,900X2 0,002X3 1,718X4

Pada model regresi ini, nilai konstanta yang tercantum adalah sebesar -118,689. Hal ini menunjukkan bahwa besar efek rata-rata dari seluruh variabel eksogen terhadap variabel jumlah produksi usaha budidaya tambak udang sistem alam adalah sebesar -118,689.

Tabel 13. menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh adalah sebesar 0,883. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 88,3% variasi jumlah produksi tambak udang sistem alam (Y) dipengaruhi oleh luas lahan (X1), penggunaan pakan (X2), padat tebar (X3) dan penggunaan tenaga kerja (X4).


(63)

Sedangkan sisanya yaitu sebesar 11,7% dipengaruhi oleh variabel lain yang belum dimasukkan ke dalam model.

Untuk menguji hipotesis secara serempak, dilakukan dengan uji F, dan secara parsial dilakukan dengan uji t, dengan tingkat signifikansi dalam penelitian ini menggunakan α = 5% atau 0,05. Hasil pengujian hipotesis diuraikan sebagai berikut.

1. Uji pengaruh variabel secara serempak

Hasil uji pengaruh variabel secara serempak dengan menggunakan uji F disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. menunjukkan bahwa nilai signifikansi F adalah sebesar 0,000. Nilai yang diperoleh lebih kecil dari probabilitas kesalahan yang ditolerir, yaitu 5% atau 0,05 (0,000  0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak atau H1 diterima, yaitu variabel luas lahan (X1), penggunaan pakan (X2), padat tebar (X3) dan penggunaan tenaga kerja (X4) secara serempak berpengaruh nyata terhadap variabel jumlah produksi usaha budidaya tambak udang sistem alam (Y).

2. Uji pengaruh variabel secara parsial

Setelah dilakukan uji pengaruh variabel secara serempak, pembahasan selanjutnya adalah pengujian pengaruh variabel secara parsial. Hasil uji pengaruh variabel secara parsial dengan menggunakan Uji t disajikan pada Tabel 13.

a. Luas Lahan (X1)

Hasil uji t yang telah dilakukan pada model jumlah produksi tambak udang sistem alam dapat dilihat pada Tabel 13. Nilai signifikansi t yang diperoleh untuk luas lahan adalah sebesar 0,092. Nilai yang diperoleh lebih besar dari probabilitas kesalahan yang ditolerir, yaitu 5% atau 0,05 (0,092 > 0,05). Hal ini menunjukkan


(64)

bahwa H0 diterima atau H1 ditolak, yaitu variabel luas lahan (X1) secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel jumlah produksi usaha budidaya tambak udang sistem alam (Y).

Nilai koefisien regresi yang diperoleh adalah sebesar 17,717 yang menunjukkan bahwa setiap adanya peningkatan luas lahan sebesar 1 ha, maka akan terjadi peningkatan jumlah produksi tambak udang sistem alam sebesar 17,717 kg/musim panen. Sebaliknya, jika terjadi penurunan lahan, akan menyebabkan penurunan jumlah produksi tambak udang sistem alam.

b. Pakan (X2)

Tabel 13. menunjukkan bahwa variabel pakan (X2) memiliki nilai signifikansi t sebesar 0,071. Nilai yang diperoleh tersebut lebih besar dari probabilitas kesalahan yang ditolerir, yaitu 5% atau 0,05 (0,071 > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima atau H1 ditolak, yaitu variabel pakan (X2) secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel jumlah produksi usaha budidaya tambak udang sistem alam (Y).

Nilai koefisien regresi yang diperoleh adalah sebesar 2,900, menunjukkan bahwa setiap adanya peningkatan pakan sebesar 1 kg/ha, maka akan terjadi peningkatan jumlah produksi tambak udang sistem alam sebesar 2,900 kg/musim panen. Sebaliknya, jika terjadi penurunan pakan, akan menyebabkan penurunan jumlah produksi tambak udang sistem alam.

Untuk usaha budidaya tambak udang sistem alam, pakan tidak berpengaruh terhadap produksi tambak udang yang dihasilkan karena petambak memanfaatkan pakan alami yang terdapat di dalam tambak, sehingga udang yang dibudidayakan


(65)

pada sistem alam tidak mendapatkan nutrisi yang cukup dan bobot udang yang diperoleh tidak besar.

c. Padat Tebar (X3)

Pada Tabel 13. dapat dilihat bahwa nilai signifikansi t yang diperoleh dari pengujian untuk variabel padat tebar (X3) adalah sebesar 0,023. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari probabilitas kesalahan yang ditolerir, yaitu 5% atau 0,05 (0,023  0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak atau H1 diterima, yaitu variabel padat tebar (X3) secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel jumlah produksi tambak udang sistem alam (Y).

Nilai koefisien regresi adalah 0,002, menunjukkan bahwa setiap adanya peningkatan padat tebar sebesar 1 ekor/luas lahan maka akan terjadi peningkatan jumlah produksi tambak udang sistem alam sebesar 0,002 kg/musim panen. Sebaliknya, jika terjadi penurunan padat tebar akan menyebabkan penurunan produksi tambak udang sistem alam.

Penebaran benur udang yang dilakukan oleh petambak di daerah penelitian bervariasi sesuai dengan luas lahan yang mereka miliki. Dan hasil yang diperoleh dari penebaran benur tersebut hanya sekitar 70 – 80%.

d. Penggunaan Tenaga Kerja (X4)

Tabel 13. menunjukkan bahwa nilai signifikansi t yang diperoleh untuk variabel penggunaan tenaga kerja (X4) adalah sebesar 0,483. Nilai yang diperoleh lebih besar dari probabilitas kesalahan yang ditolerir, yaitu 5% atau 0,05 (0,483 > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima atau H1 ditolak, yaitu variabel


(66)

penggunaan tenaga kerja (X4) secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel jumlah produksi tambak udang sistem alam (Y).

Nilai koefisien regresi sebesar 1,718, menunjukkan bahwa setiap adanya peningkatan tenaga kerja sebesar 1 HOK/ha, maka terjadi peningkatan jumlah produksi tambak udang sistem alam sebesar 1,718 kg/musim panen. Sebaliknya, jika terjadi penurunan tenaga kerja mengakibatkan penurunan jumlah produksi tambak udang sistem alam.

Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha budidaya tambak udang sistem alam di daerah penelitian umumnya adalah tenaga kerja dalam keluarga. Jenis kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kerja pada usaha budidaya tambak udang sistem alam ini adalah menebar benur, menjaga tambak dan memanen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada antara 209 HOK/bulan sampai dengan 230 HOK/bulan dengan rata-rata 224 HOK/bulan. Jumlah penggunaan tenaga kerja yang berada dibawah 224 HOK/bulan adalah sebesar 29% sampel, yaitu sebanyak 2 orang, dan yang berada diatas 224 HOK/bulan sebesar 71% sampel, yaitu 5 orang.


(1)

Lampiran 13. Perhitungan Jumlah, Harga dan Penjualan Output pada Usaha Budidaya Tambak Udang Intensif

No Sampel Jumlah Benur yang Ditebar (ekor) Output Total Penjualan (Rp) Jumlah Produksi (kg) Harga Udang (Rp/kg)

1 350000 800 85000 68000000

2 300000 700 83000 58100000

3 350000 750 85000 63750000

4 400000 800 83000 66400000

5 300000 750 85000 63750000

6 350000 850 85000 72250000

7 400000 850 85000 72250000

Total 2450000 5500 591000 464500000

Rataan 350000 785,714 84428,57 66357142,86

Lampiran 14. Total Biaya Produksi Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem Intensif

No Sampel Total Biaya Bahan Baku (Rp) Total Biaya Bahan Penunjang (Rp) Upah Tenaga Kerja (Rp) Total Biaya Produksi (Rp)

1 15750000 2216000 1000000 18966000

2 13500000 1384000 1000000 15884000

3 15750000 1730000 1000000 18480000

4 20000000 2450000 1000000 23450000

5 15000000 1860000 1000000 17860000

6 15750000 2456000 1000000 19206000

7 20000000 2328000 1000000 23328000

Total 115750000 14424000 7000000 137174000


(2)

Lampiran 15. Hasil Analisis Perbedaan Biaya Produksi pada Usaha Budidaya Tambak Udang Sistem Alam dan Sitem Intensif

Group Statistics

Sistem Budidaya N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Biaya Produksi Sistem Alam 16 11635000.0000 1881488.77222 470372.19306

Sistem Intensif 7 19596285.7143 2809751.92940 1061986.40728

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

Biaya Produksi

Equal variances assumed


(3)

Lampiran 16. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tambak Udang Sistem Alam

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .940a .883 .841 67.52640 1.969

a. Predictors: (Constant), Tenaga Kerja (HOK/ha), Pakan (kg/ha), Luas Lahan (ha), Padat Tebar (ekor/luas lahan)

b. Dependent Variable: Produksi Tambak Udang Sistem Alam (kg/musim panen)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 379685.788 4 94921.447 20.817 .000a

Residual 50157.962 11 4559.815

Total 429843.750 15

a. Predictors: (Constant), Tenaga Kerja (HOK/ha), Pakan (kg/ha), Luas Lahan (ha), Padat Tebar (ekor/luas lahan)

b. Dependent Variable: Produksi Tambak Udang Sistem Alam (kg/musim panen)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -118.689 137.524 -.863 .407

Luas Lahan (ha) 17.717 9.609 .338 1.844 .092 .316 3.168

Pakan (kg/ha) 2.900 1.453 .271 1.996 .071 .577 1.733

Padat Tebar (ekor/luas lahan)

.002 .001 .533 2.630 .023 .258 3.874

Tenaga Kerja (HOK/ha)

1.718 2.366 .107 .726 .483 .492 2.033


(4)

Mempengaruhi Produksi Tambak Udang Sistem Alam

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 16

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation 57.82615463

Most Extreme Differences

Absolute .115

Positive .115

Negative -.090

Kolmogorov-Smirnov Z .462

Asymp. Sig. (2-tailed) .983

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(5)

Lampiran 18. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tambak Udang Sistem Intensif

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .993a .987 .960 11.18034 2.400

a. Predictors: (Constant), Tenaga Kerja (HOK/ha), Luas Lahan (ha), Pakan (kg/ha), Padat Tebar (ekor/luas lahan)

b. Dependent Variable: Produksi Tambak Udang Sistem Intensif (kg/musim panen)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 18321.429 4 4580.357 36.643 .027a

Residual 250.000 2 125.000

Total 18571.429 6

a. Predictors: (Constant), Tenaga Kerja (HOK/ha), Luas Lahan (ha), Pakan (kg/ha), Padat Tebar (ekor/luas lahan)

b. Dependent Variable: Produksi Tambak Udang Sistem Intensif (kg/musim panen)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 642.143 74.173 8.657 .013

Luas Lahan (ha) 36.250 7.342 .899 4.937 .039 .203 4.929

Pakan (kg/ha) 3.000 .433 .815 6.928 .020 .486 2.057

Padat Tebar (ekor/luas lahan)

.000 .000 -.587 -2.828 .106 .156 6.400

Tenaga Kerja (HOK/ha)

.536 .703 .072 .762 .526 .753 1.329


(6)

Mempengaruhi Produksi Tambak Udang Sistem Intensi

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 7

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation 6.45497224

Most Extreme Differences

Absolute .214

Positive .214

Negative -.214

Kolmogorov-Smirnov Z .567

Asymp. Sig. (2-tailed) .905

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.